Tanin wo Yosetsukenai Chapter 68 Bahasa Indonesia

Chapter 68 — Keluhan

 

 

Satu-satunya hal yang bisa kami lakukan hari ini hanyalah mengumpulkan sampah-sampah yang sudah dikantongi. Karena ada banyak yang harus ditinggalkan di tempat pembuangan sampah, jadi kami meminta petugas pengumpul sampah datang ke depan apartemen, menyortirnya seminimal mungkin, dan menyerahkannya.

Cuma itu saja sudah lumayan memberatkan. Lagi pula, ada begitu banyak barang yang menutupi seluruh ruang tamu. Aku menghabiskan banyak waktu cuma untuk bolak-balik apartemen.

Aku akhirnya tiba di rumah sekitar jam 6 sore dengan keadaan lelah.

Aku mandi dulu karena seharian sudah berurusan dengan sampah. Lalu aku mulai menyiapkan makan malam.

Ketika aku selesai makan malam dan sedang mencuci piring, Sayaka tiba-tiba berbicara padaku.

“Kuso Aniki.”

Aku pikir suaranya lebih judes dari biasanya.

Aku mematikan air dan menatap wajahnya.

“Ada apa?”

Hari ini, sepertinya dia diajari selama sekitar dua jam. Waktu dia pulang hampir sama dengan waktu kepulanganku.

“Aku pernah bertanya padamu sebelumnya, tapi biar kutanya sekali lagi, apa kuso Aniki berpacaran dengan gadis cantik itu?”

“Hah?”

Aku tidak mengerti apa yang dia katakan. Aku sudah mengatakan kepadanya kalau itu sih mustahil. Saat aku menjawab begitu, ekspresi Sayaka langsung berubah cemberut.

“Oh, jadi kalian tidak pacaran ya. Kamu kadang-kadang pulang bareng, tapi kalian tidak pacaran, ya.”

“Betul sekali.”

“Dengar-dengar kalau gadis cantik itu sama sekali tidak pernah berbicara dengan orang lain, tetapi dia banyak berbicara dengan kuso Aniki. Tapi, kamu tidak berpacaran dengannya. ”

“……”

“Hari ini, untuk beberapa alasan, sepertinya kamu berbelanja bersama dengannya, tapi tetap saja, kalian tidak berpacaran, ya….hmmm.”

“…… Tunggu, bagaimana kamu bisa tahu tentang itu?”

Aku yakin kalau aku belum memberitahu Sayaka atau siapa pun. Tapi aku dengan cepat menyadari.

Aku menyeberang di depan sekolah dalam perjalanan ke rumah Enami-san setelah meninggalkan toko. Bagaimana jika mereka telah melihat adegan itu?

“Apa kamu melihatnya......?”

“Ya memang.”

Aku mulai berkeringat dingin. Aku tidak memikirkan kemungkinan itu sama sekali.

Tentu saja, aku tidak bermaksud buruk. Tapi apa yang mereka pikirkan ketika mereka melihatku?

Aku meninggalkan adik perempuanku untuk diurus orang lain, sementara aku mengurus gadis lain. Namun, aku tidak memberi tahu mereka alasan di balik tindakanku. Mau dilihat dari sudut pandang mana pun, itu memberikan kesan yang buruk.

“…… Hei, apa cuma kamu satu-satunya yang melihatnya?”

Sayaka menggelengkan kepalanya.

“Tentu saja tidak. Fujisaki-san sedang bersamaku.”

Itu benar-benar situasi yang terburuk. Aku memprioritaskan urusanku dengan Enami-san dan memaksa Fujisaki untuk menjaga adikku. Aku yakin aku membuatnya merasa tidak nyaman.

Mungkin desas-desus itu akan menyebar dan Fujisaki akan tetap mendengarnya. Aku menyesal karena tidak secepatnya memberitahu situasiku terlebih dahulu. Itu terlalu tidak tulus.

“Maaf, …….”

Jadi, wajar-wajar saja bagi Sayaka untuk marah.

“Aku akan bertanya lagi. Apa kamu beneran tidak pacaran dengan gadis cantik itu?”

“Serius, aku tidak berpacaran dengan Enami-san.”

Aku mulai menjelaskan kalau aku cuma membantunya. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku awalnya berencana untuk menyelesaikannya dalam waktu kurang lebih seminggu dan aku akan mengajari Sayaka belajar sesudahnya, supaya tidak membuatnya terdengar seperti alasan.

Apa dia akan diyakinkan atau tidak sih itu urusan lain.

“Aku ingin menanyakan sesuatu pada kuso Aniki, oke?”

Tatapan tajamnya masih menusukku.

“Ada hubungan apa antara Fujisaki-san dan kuso Aniki?”

“Itu sih…….”

Alasan kenapa aku kesulitan menjawanya karena aku belum menyelesaikannya dengan benar dalam pikiranku. Aku mendengar suara air menetes ke wastafel.

“Dia adalah teman cewek terdekatku. ……”

Itulah jawaban yang bisa kudapatkan. Tak satu pun dari kata-kata lain yang muncul di benaknya terdengar benar. Sayaka menatapku dengan kesal sembari menggosok lengannya.

“Fujisaki-san itu imut, baik hati, dan orang yang sangat ramah. Aku tahu dia benar-benar memperhatikan kuso Aniki. Mengkhianati seseorang seperti itu benar-benar perbuatan yang keji.”

“Ya. Tapi ini bukannya berarti aku mengkhianatinya. ……”

“Diam.”

Aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Aku dapat mengatakan kalau dia sangat marah tentang hal itu.

“Hari ini, Fujisaki-san membantuku belajar dan aku sangat menyukainya. Meskip pemahamanku lambat, dia begitu baik padaku tanpa membuat ekspresi tidak senang. Meskipun dia seharusnya marah pada kuso Aniki, dia justru berkata, 'Ookusu-kun pasti memiliki situasinya sendiri'. Dia sungguh gadis yang sangat baik hati sekali.”

“…… Oh, jadi dia tidak marah padaku.”

“Jangan terbawa suasana!?.”

“Ya.”

“Biar kutanya sekali laggi. Apa yang harus kuso Aniki lakukan besok?”

Bahkan aku memahami apa yang ingin Sayaka coba katakan. Aku langsung menjawab.

“Besok aku akan meminta maaf kepada Fujisaki dan menjelaskan situasinya lagi.”

“Bagus.”

Aku tidak boleh menjadikannya alasan kalau aku tidak menyangka kalau mereka akan melihat kamu. Aku tidak punya pilihan selain meminta maaf dengan tulus.

Dia mungkin mengatakan bahwa dia tidak peduli tentang itu, karena  itu demi Fujisaki. Tapi aku tidak begitu mempercayai perkataannya. Aku pikir aku harus meminta maaf dalam beberapa cara.

"Ngomong-ngomong, situasi apa yang kamu maksud?”

Pertanyaan Sayaka sudah cukup untuk menghentikanku dari berpikir.

Hal tersebut mengingatkanku pada pemandangan yang aku lihat hari ini. Aku bertemu ibu Enami-san. Aku melihat kamar yang sangat kotor. Aku merasa seperti melihat bagian dari beban yang dipikul Enami-san.

Itu bukan sesuatu yang bisa aku ceritakan dengan siapa pun.

Aku bahkan tidak boleh mengatakan apa pun yang mungkin memberi petunjuk.

Kalau tidak,  kepercayaan Enami-san padaku akan langsung menghilang begitu saja.

“Maaf, tapi ini masalah yang sangat pribadi dan aku tidak bisa memberitahumu.”

Hanya itu saja yag bisa kukatakan..

“Hmmm, begitu ya?.”

Wajah Sayaka berubah jadi cemberut lagi.

“Yah terserah. Semoga berhasil besok.”

“Ya.”

Aku meminta maaf dalam hatiku saat melihat punggung Sayaka saat dia berjalan pergi. Aku merasa seperti aku harus mengawasi belajarnya. Tetapi sejak aku menerima pekerjaan itu, aku juga ingin memenuhi tanggung jawabku.

Aku menyalakan keran dan membiarkan air mengalir, lalu melanjutkan cuci piring dengan spons.

Suhu air di tanganku terasa lebih dingin dari biasanya.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama