Tanin wo Yosetsukenai Chapter 73 Bahasa Indonesia

Chapter 73 — Tukang Ikut Campur

 

......Sekitar satu jam kemudian, ayahku pulang ke rumah. Ia melihat sepasang sepatu asing di pintu depan. Ia kemudian memasuki ruang tamu dengan hati-hati, dan saat melihatku, Ia langsung buru-buru mendekatiku.

“Hei, apa di sini ada yang lagi bertamu?”

Aku menceritakan secara singkat apa yang sebenarnya terjadi. Kemudian tatapan mata ayahku terbelalak.

“Gadis? Naoya membawa seorang gadis ke dalam rumah?”

Aku tidak ingin Ia menggunakan kata “membawa”. Aku cuma mengundangnya sebagai tanda terima kasihku. Ketika aku mengatakan itu, “Aku mengerti, jadi begitulah yang dijadikan alasannya, ya,” Ia menjawab dengan misterius.

“Aku memintanya buat mengajari Sayaka. Itu sebabnya mereka berdua sedang di atas. ”

“Kamu memang licik. Menggunakan Sayaka sebagai alasan untuk menjeratnya merupakan tindakan yang mengerikan. Kamu berencana menjadikannya teman keluarga dan kemudian menjadikannya wanitamu sendiri. Aku tahu kalau kamu anak yang pintar, tapi aku tidak menyangka kalau kamu bisa memikirkan hal seperti itu.”

Aku tetap diam karena berpikir tidak ada gunanya mengatakan hal lain. Ayahku tampak bersemangat sendiri untuk beberapa alasan. Ia pasti berpikir kalau dirinya tidak boleh bersikap kurang menyenangkan di depan gadis yang diincar putranya.

Setelah sekitar sepuluh menit, hidangan kari yang kumasak sudah siap disajikan.

“Ayah, maaf, tapi apakah Ayah bisa memanggil mereka berdua?”

“Aku?”

Aku mengabaikannya dan mengeluarkan beberapa piring dari lemari untuk kami masing-masing. Ketika ayahku memperhatikan kalau aku tidak menjawab, Ia lalu dengan enggan naik ke lantai atas.

Membayangkan kalau Fujisaki akan segera memakan masakanku, entah kenapa membuatku jadi gugup. Aku sudah mempersiapkannya lebih hati-hati dari biasanya. Saat aku menyajikan kari, aku menghela nafas panjang.

Tak berselang lama kemudian, Sayaka dan yang lainnya turun dari lantai atas.

“Aromanya sedap sekali.”

Fujisaki membantuku menata piring yang kubawa. Ketika semua orang sudah hadir, aku menyadari kalau ayahku memberi isyarat kepadaku. Aku berjalan mendekati ayahku yang berada di pinggiran ruang tamu.

“Ayo bilang blak-blakan saja, oke?”

Ayahku yang lebih bersemangat dari sebelumnya, meletakkan tangannya di pundakku.

“Aku baru saja mendengar darinya kalau namanya adalah Fujisaki Shiori dan dia itu teman sekelasmu. Seperti yang sudah kamu bilang, dia membantu belajar Sayaka, dan kamu membawanya pulang sebagai ucapan terima kasih. Dia sepertinya tidak membencinya sama sekali, yang ada justru dia tampak menikmatinya.”

“…..Apa?”

Kesalahpahaman dari sebelumnya masih berlanjut. Ia masih berpikir kalau itu adalah langkah strategis untuk memenangkan hati Fujisaki.

“Kamu pandai memasak, itu sih sudah pasti. Itu sama sekali tidak mengherankan karena kamu sudah memasak setiap hari selama beberapa tahun terakhir. Memamerkan kemampuanmu untuk menarik lawan jenis bisa sangat efektif. Dan fakta bahwa dia tidak keberatan saat kamu mengundangnya ke rumahmu adalah bukti kalau kamu mempunyai daya tarik yang tainggi.”

“Tidak, itu salah. Bukan begitu intinya.”

Tapi sepertinya Ia masih mengabaikan kata-kataku. Dengan gerakan misterius “ya, ya, aku paham kok” Ia cuma mendengarkan ucapanku masuk dari telinga kanan dan keluar ke telinga kiri.

“Aku barusan berbicara sedikit dengannya, tapi kesanku padanya tidak buruk sama sekali. Dia tampaknya memiliki kepribadian yang baik, dan dia tidak memiliki arogansi seorang gadis cantik. Dia tampaknya menjadi kandidat yang sangat baik. Aku merasa terkesan padamu, Naoya. Kamu memiliki penilaian yang bagus. Aku bangga padamu sebagai anakku.”

“Jangan bicara omong kosong terus dan ayo makan cepat. Fujisaki dari tadi sudah melirik-lirik kita, tau. ”

“Jangan khawatir. serahkan semuanya padaku.”

Pembicaraan tidak berjalan dengan baik. Ayahku sudah sampai pada kesimpulannya sendiri, dan tiak peduli bagaimana aku mencoba menjelaskannya kepadanya, Ia takkan berubah pikiran. Ia tipe orang yang membuat banyak asumsi. Jadi apa boleh buat.

“Aku akan memamerkan poin bagusmu nanti. Aku biasa menghadiri kencan buta 10 hari berturut-turut, jadi aku bisa memberimu bantuan yang tepat Kamu tidak perlu risau. Jika kamu menyerahkan segalanya kepadaku, aku dapat menjamin tingkat keberhasilan 100% dalam pernikahan.”

“Ada banyak yang ingin kukatakan, tapi aku akan marah jika Ayah beneran mengatakan hal yang tidak-tidak.”

“Wajar-wajar saja kalau cowok seusiamu jatuh cinta pada seorang gadis. Kamu tidak perlu malu-malu tentang itu. ”

“Sudah kubilang, bukan begitu intinya.”

Ayahku lalu kembali ke meja makan, mempertahankan pendiriannya kalau Ia akan membantuku jika ada terjadi sesuatu. Aku lalu berjalan mengikuti di belakangnya.

Fujisaki duduk di depanku, sedangkan ayahku ada di sampingku, dan Sayaka duduk secara diagonal dariku. Saat aku mengatakan “Itadakimasu,” mereka bertiga menyatukan tangan mereka juga.

Aku membawa sendok ke dalam mulutku, tapi pandangan mataku tidak pernah lepas dari Fujisaki yang berada di hadapanku.

Fujisaki memegang sendok di tangannya. Sendok tenggelam ke dalam kari bersama dengan nasi. Kemudian dibawa ke mulut Fujisaki.

Mulutnya bergerak beberapa kali. Setelah menelan, dia kemudian berkata,

“Lezatnya …….”

Aku merasa lega ketika mendengar kata-kata itu. Meski aku sudah mencicipinya sendiri, aku tidak yakin apa masakanku akan cocok dengan selera Fujisaki.

“Rasanya sedikit berbeda dari kari yang biasa kumakan di rumah… Ini sangat enak.”

“Tapi aku tidak menambahkan bumbu spesial atau semacamnya, kok. Aku hanya membuatnya dengan hati-hati.”

“Kamu benar-benar koki yang handal, ya, Ookusu-kun?”

Aku merasa malu ketika dipuji secara langsung. Ketika aku memasak setiap hari, aku menemukan hal-hal sedikit demi sedikit. Melalui akumulasi dari penemuan-penemuan ini, secara bertahap aku dapat membuat hidangan yang lezat.

“Kalau tidak salah namamu Fujisaki-san, iya ‘kan……?

Ayahku yang biasanya mulai makan lebih dulu, sedang berbicara dengannya tanpa menyentuh sendoknya sama sekali. Tidak ada tanda-tanda aneh dalam ekspresinya.

Ketika namanya dipanggil, Fujisaki tiba-tiba menegakkan punggungnya.

“Y-Ya.”

“Bagaimana pendapatmu tentang Naoya?”

“Guhhfftt……!”

Aku hampir menyemburkan teh yang hendak aku minum. Ayahku ini terlalu blak-blakan dalam pertanyaannya.

 

 

Sebelumnya|| Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama