Chapter 79 — Kecelakaan
Hari ini merupakan hari pertama
kami bertugas.
Si pustakawati, Noguchi-san,
menginstruksikan kami tentang berbagai hal.
Setelah memberi kami gambaran
besar mengenai apa yang harus biasanya kami lakukan, dia melanjutkan dengan menjelaskan
secara spesifik.
“Pinjaman meminjam buku
dikelola menggunakan komputer. Setiap buku memiliki nomor rak dan nomor buku,
kita tinggal mengetik dan memeriksanya saat dipinjam. Nama dan kelas orang yang
meminjam buku juga dimasukkan. Gampang, ‘kan?”
Aku pikir kalau beliau
pembicara yang luar biasa. Namun, cara beliau mengajari kami juga sangat sopan.
Dia menunjukkan kepada kami
layar komputer yang sebenarnya dan meminta kami untuk mencobanya.
Kami melakukan apa yang
diperintahkan, dan hal itu memang mudah dipelajari.
“Setelah itu, yang perlu kalian
lakukan hanyalah mengosongkannya saat kembali. Tugas ini memang membutuhkan
banyak pekerjaan manual, tapi sistem tidak mengizinkan pendaftaran otomatis dengan
barcode. Beginilah caranya jika kita ingin mengelolanya secara digital.”
Lagian
sedari awal, jarang sekali ada orang yang meminjam buku,
tambah Noguchi-san. Kemudian dia menunjuk ke sebuah kotak kardus di dekat meja konter.
“Di tambah juga, kami baru saja
mendapatkan buku baru. Buku-buku ini perlu membutuhkan beberapa hal sebelum
bisa ditaruh di dalam rak. Aku sudah menjelaskannya pada kalian kemarin,
ingat?”
Fujisaki yang ada di sebelahku
mengangguk.
“Kita harus memutuskan rak mana
dan nomor mana untuk meletakkan bukunya, dan kemudian menempelkan stiker. Kita
juga perlu meletakkan sampul transparan ……”
“Betul sekali. Kamu
mengingatnya dengan baik. ”
Noguchi-san lalu membuka kotak karton.
Ketika aku mengintip ke dalamnya, aku menemukan sejumlah buku yang mengejutkan.
Jumlahnya sekitar 15 buku. Buku-buku tersebut cukup tebal juga.
“Ayo coba kalian daftarkan satu
buku saja untuk belajar.”
Noguchi-san mengambil sebuah
buku berjudul “Koleksi Karya Penulis Era Showa”.
Buku itu tipe hardcover dan sangat lebar sehingga bisa digunakan sebagai
bantal.
“Untuk mendaftarkan buku, kalian
harus menentukan genrenya dulu. Misalnya saja, coba Ookusu. Buku ini termasuk
dalam genre apa? Tolong jawab aku sambil melihat daftar. ”
Daftar itu dibagikan di atas
kertas sebelumnya. Jumlah genrenya sekitar tiga puluh. Aku tidak yakin apakah aku
bisa mengingatnya dalam waktu sesingkat itu.
“…… Sastra (fiksi Jepang),
bukan?”
“Betul sekali. Kamu cepat
tanggap.”
Fujisaki dan aku saling
memandang satu sama lain dan tertawa. Noguchi-san sepertinya orang yang baik,
tapi dia sedikit aneh.
“Novel-novel Jepang terletak di
rak nomor 22, dan kemudian nomor buku, yang merupakan nomor terakhir ditambah
satu, karena diberi nomor sesuai urutan diperolehnya.”
Jika kamu mencari berdasarkan
nomor rak, buku-buku di rak itu akan terdaftar dan ditampilkan. Buku-buku
diurutkan berdasarkan nomor, sehingga kamu tinggal menemukan nomor berikutnya
dengan melihat ke bawah. Kamu kemudian bisa mengklik tombol “Tambah” dan memasukkan judul, penulis,
penerbit, dan nomor buku buku tersebut.
“Kurasa kaliab berdua sudah tahu seluruh prosesnya. Lalu, aku ingin
kalian berdua berbagi tugas hari ini. Salah satu dari kalian akan bertugas di meja
konter. Yang lainnya akan membantuku untuk mendaftarkan buku-buku baru. Ada dua
komputer, jadi aku akan membawa salah satunya ke belakang.”
Setelah berdiskusi dengan Fujisaki
tugas mana yang perlu kami lakukan, kami memutuskan kalau Fujisaki akan bekerja
di konter dan aku akan mendaftarkan buku baru.
Pendaftaran buku baru ternyata
lumayan sulit. Yang sulit bukanlah memutuskan genre dan jumlah buku. Tapi
masalahnya justru terletak ketika aku harus menempelkan sampul buku transparan.
Karena tanganku agak kikuk, aku membuat banyak kesalahan dan akhirnya membuang
banyak sampul.
Noguchi-san menunjukkan
sampelnya padaku, tapi aku tahu akan membutuhkan waktu untuk membiasakannya.
“Jangan terlalu dipikirkan, itu
terjadi pada semua orang pada awalnya.”
“Ya.”
Kami berkutat dengan tugas itu
untuk sementara waktu. Noguchi-san tidak berusaha banyak membantu, mungkin
untuk membuatku terbiasa.
Setelah sekitar satu jam, aku
akhirnya bisa menyelesaikan semuanya.
Saat aku melapor kepada
Noguchi-san, dia bilang kalau aku boleh mengambil istirahat, jadi aku duduk di
belakang perpustakaan untuk mengatur napas. Suasanya begitu sepi. Karena sekarang
bukan masa ujian, jadi cuma ada beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu.
Sebagian ada yang sedang belajar, dan sebagiannya lagi sedang membaca buku
dalam diam.
Aku
merasa tenang, pikirku.
Tentu, tugas komite
perpustakaan kedengarannya seperti lumayan merepotkan, tapi mungkin menjadi
komite perpustakaan sama sekali tidak buruk juga.
Saat aku beristirahat di sana
sebentar, aku melihat Fujisaki yang berada di konter, sedang berdiri. Setelah
berbicara dengan Noguchi-san, sambil menunjuk ke buku-buku yang dikembalikan,
dia berjalan keluar sambil membawanya.
Sepertinya ada sekitar lima
atau enam buku yang dia bawa. Melihatnya membawanya dengan sempoyongan, aku
segera berlari mendekati Fujisaki.
“Aku akan membantumu.”
“Ah… Terima kasih atas
bantuannya. Aku harus mengembalikan buku-buku ini ke dalam rak.”
“Aku akan membantumu dengan itu
juga. Kebetulan, tugasku baru saja selesai.”
Aku mengambil beberapa buku
yang menumpuk dari tangannya. Bahkan ada beberapa buku yang cukup berat. Aku pikir
tugas ini terlalu berat untuk ditangani seorang gadis.
Sulit rasanya untuk memeriksa
nomor rak di sampul belakang buku saat kamu memegangnya. Saat aku meletakkan
buku-buku itu, aku memeriksa lokasi setiap buku dan meletakkannya kembali di
rak.
…Buku terakhir tinggal diletakkan
di dalam rak seni.
Aku mencar-cari di mana letak
rak buku seni. Saat aku berjalan, memeriksa deretan tanda di rak buku, aku
menemukan rak yang kucari di dekat kursi belakang tempat aku duduk sebelumnya.
Di sana ternyata ada Fujisaki juga
di depan rak tersebut.
Rupanya, Fujisaki juga berusaha
mengembalikan buku-buku itu ke sana. Dia berdiri berjinjit dan meregangkan
tubuhnya dengan keras, berusaha untuk mencapai puncak. Namun, dia hampir tidak
bisa mencapainya. Bagian bawah buku tergores berulang kali.
Jangan
memaksakan diri.
Aku meletakkan buku yang kupegang
dan berjalan lebih dekat menuju Fujisaki.
Lalu, pada saat itulah terjadi….
“Eh?”
Tubuh Fujisaki tiba-tiba
kehilangan keseimbangan. Dia mundur beberapa langkah tapi sepertinya masih
tidak bisa mendapatkan kembali keseimbangannya. Kalau dibiarkan terus, dia akan
menghantam meja yang ada di belakangnya.
Bahaya!
Aku buru-buru menarik lengan
Fujisaki.
Tepat sebelum dia menghantam
meja itu, aku berhasil menariknya ke depan.
Kepalanya menghantam dadaku dengan
bunyi gedebuk.
“…… Ah!”
Aku secara alami menariknya ke
dalam pelukanku. Aku bisa mendengar napasnya.
“Ma-Maaf…”
Aku melepaskan tubuhnya dengan
panik, tapi aku tidak bisa menyembunyikan kegelisahanku. Fujisaki segera
meminta maaf kepadaku yang sedang panik.
“Aku juga minta maaf!”
Yah, apapun itu, aku merasa senang
melihat Fujisaki tidak terluka. Aku tidak yakin apakah dia merasa malu atas
kesalahannya, tapi wajahnya terlihat sedikit memerah.
“Kamu seharusnya menggunakan
tangga bantuan ...”
“Memangnya ada tangga bantuan?”
“Tentu saja ada, itu…”
Benar saja, benda tergeletak di
sudut ruangan. Itu adalah kayu dua tingkat.
“Rak bukunya cukup tinggi. Jadi
kamu tidak harus memaksakan dirimu terlalu keras. ”
“Ya, kurasa begitu. Terima
kasih banyak.”
Kami tidak bisa saling
memandang satu sama lain dan merasa canggung.
“Aku akan menaruh sisa bukunya
untukmu. Mungkin tidak baik juga buat membiarkan meja konternya kosong.”
“Ah, iya! Betul sekali. Umm,
baiklah. Kalau begitu, aku akan menyerahkannya padamu.”
“Oke.”
Setelah menyerahkan buku itu
padaku, Fujisaki segera berlari kembali ke meja konter.
Aku memastikan kalau sosok
Fujisaki tidak terlihat lagi, dan meletakkan tanganku di dada. Kepala Fujisaki
baru saja menempel di dadaku beberapa saat yang lalu.
Aku bisa dengan jelas mendengar
jantungku yang berdetak sangat kencang.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya