Chapter 80 — Ojou-sama
Menjadi anggota komite
perpustakaan sama sekali tidak menggangguku.
Fujisaki memang punya paras
yang imut. Meski aku tidak punya niatan untuk berpacaran dengannya, tetapi dia
asyik untuk diajak bicara. Dia tampak dewasa, tetapi dia terkadang memiliki
reaksi yang lucu dan tidak pernah melakukan apa pun yang membuatku tidak
nyaman.
Faktanya, Fujisaki kelihatannya
sangat populer.
Nama Fujisaki sering disebut-sebut
ketika ada anak cowok berkumpul dan membahas gadis-gadis tercantik menurut
mereka.
Bahkan para cowok yang
sepertinya adalah “Riajuu”, semuanya
mengatakan kalau mereka ingin berpacaran dengannya. Dia selalu bersikap baik
dan sopan kepada semua orang. Aku belum pernah melihatnya mengatakan hal buruk
tentang siapa pun. Nilainya juga sangat bagus, dan dia mendapat nilai hampir
sempurna di setiap kuis.
Bahkan Saito dan Shindo, yang
sangat enggan bergabung dengan komite perpustakaan, mulai merasa iri padaku.
“Aku tidak pernah menyangka ada
seorang gadis cantik di kelas lain dan mendapat kesempatan untuk bertemu
dengannya seminggu sekali.”
Saito memberitahuku hal itu saat
kami bermain game di ruang klub.
“Jadi, kamu tertarik pada gadis
tiga dimensi juga, toh.”
“Yah, jika kamu bertanya padaku
apa aku tertarik atau tidak, aku tidak pernah bilang kalau aku tidak tertarik.”
“Itu bukan jawaban yang tepat
...”
Lebih tepatnya, itu adalah
kombinasi dari berada di komite perpustakaan dan hari-hari dalam seminggu
kebetulan bertepatan. Dan itu pun cuma sampai satu semester tahun ini – sampai
sekitar bulan September. Jika kita berada di kelas yang sama, kita mungkin akan
memiliki lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi.
Namun, mengatakan hal semacam
itu tidak meyakinkan Saito dan Shindo. Tanpa kusadari, mereka mengira kalau aku
mirip seperti riajuu tersembunyi.
“Tempat seperti apa klub sains
yang diikuti Ookusu-kun?”
Suatu hari, Fujisaki mendadak bertanya
kepadaku saat aku sedang melakukan pekerjaanku sebagai anggota komite
perpustakaan. Aku agak kesulitan untuk menjawabnya
“Tempat macam apa ya… yah, bisa
dibilang kalau itu jenis klub yang tidak biasa.”
“Jadi begitu ya. Siapa saja
yang jadi anggotanya?”
“Saito dan Shindo dari kelasku.
Kalau dari kelas Fujisaki, ada Yamaguchi dan Sakakibara.”
“Hmm, sejujurnya, aku tidak
terlelu mengenal mereka.”
Itu mungkin benar. Mereka semua
adalah orang-orang yang tidak mencolok. Ada orang aneh bernama Senoo yang satu tahun
lebih tua dariku, tapi Ia biasanya pendiam.
“Kami tidak melakukan sesuatu yang
serius. Kami biasanya cuma bermain-main. Karena klubnya tidak terlalu ketat,
jadi bisa dianggap seperti tempat nongkrong saja.”
“Ah, kamu memang mengatakan di
awal kalau kamu bisa bebas setiap hari, ‘kan”
Tidak ada hari libur tetap di
klub sains. Jika kamu memasuki klub olahraga, kamu memiliki setidaknya satu
hari libur per minggu. Karena memang begitulah aturan sekolahnya. SMA kami
tidak begitu antusias dengan kegiatan klub, dan kami diharuskan meninggalkan
sekolah sekitar jam 6 sore.
“Fujisaki sendiri masuk klub
bulu tangkis, ‘kan?”
Ketika aku bertanya, Fujisaki
menjawab, “Ya,” dan menyisir poninya ke samping.
“Aku sudah bermain sejak
sekolah SD, meskipun aku tidak terlalu kuat, sih.”
“Jadi mirip seperti mengikuti
les atau semacamnya?”
“Ya itu betul. Aku meminta ibu
dan ayahku untuk mengijinkanku memperlajarinya.”
Kupikir tidak ada banyak orang yang
memulai sesuatu ketika mereka masih muda dan masih melanjutkannya hingga
sekolah SMA Itu sebabnya aku merasa dia sangat serius tentang olahraga itu.
“Eh, tapi kamu tahu. Sejak aku
mulai bermain bulu tangkis, aku tidak pernah cedera. Meski aku tidak atletis, tapi
kelihatannya tubuhku lumayan kuat.”
“Tapi kamu terlihat seperti
Ojou-sama.”
Fujisaki berkedip terkejut saat
mendengar kata-kataku.
“Eh? Apa itu yang kamu pikirkan
tentang aku? ”
“Yah... Aku merasa kalau kamu
dibesarkan dengan sangat hati-hati. ”
“Ya, kurasa begitu. Hmmm. Aku
sendiri tidak tahu.”
“Kamu tidak punya pelayan di
rumah, ‘kan?”
“Tidak, tentu tidak. Sedari
awal, aku bukan seorang Ojou-sama.”
Fujisaki tampak malu-malu, tapi
aku tetap melanjutkan.
“Ngomong-ngomong, berapa lantai
rumahmu?”
“Eh? Rumah? Uh, yah, kurasa
rumah tiga lantai.”
“Hmm? Bukan apartemen, ‘kan?”
“Ya… Rumah pribadi…”
Kecurigaanku mengenai dirinya
yang menjadi seorang Ojou-sama semakin meningkat.
“Tentu saja, lift tidak disertakan
di dalam rumahmu, ‘kan?”
“Ya, memang… Tapi keluargaku
tidak sekaya itu, cuma keluarga berkecukupan saja, kok.”
Ya, dia memang seorang Ojou-sama.
Meski dia mungkin tidak selevel dengan yang biasa kamu lihat di manga atau
semacamnya, dia pasti cukup kaya. Ketika aku masih di SMP, ada seorang cowok
yang tinggal di sebuah rumah dengan lift, tapi cowok itu juga bersikeras kalau
Ia tidak kaya. Yang namanya rumah pribadi biasanya tidak memiliki lift.
“Oh, ngomong-ngomong, berapa
banyak mobil yang kamu punya di rumahmu?”
“……3 mobil. Ayahku suka mengoleksi mobil sebagai hobi. ...... Beberapa
dari mobilnya bahkan ada yang sudah sangat tua!”
“Kamu tidak mempunyai mobil
impor, ‘kan?”
“…Ada. Yah, ayahku menghabiskan
terlalu banyak uang untuk mobil, dan ibuku selalu mengeluh tentang itu.”
“Kamu tidak masuk ke sekolah TK
atau SD swasta, ‘kan?”
“D-Duh~~! Kamu tidak perlu
banyak bertanya!… Itu benar, sih.”
Sekarang semuanya jadi masuk
akal. Dia dibesarkan dengan sangat hati-hati, itulah sebabnya dia begitu polos
dan lugu. Sekolah SMA kami juga merupakan sekolah unggulan, jadi tidak
mengherankan jika ada siswa semacam dia masuk ke sini.
“Aku selalu memiliki gambaran
bahwa orang-orang yang mengikuti ujian masuk ketika mereka memasuki TK, menggunakan
sistem eskalator sampai akhir.”
Aku cuma mengetahuinya dari
sinetron TV, sih. Para ibu yang berkata, “Oh
ho ho,” dalam kehidupan nyata akan berkata, “Jaman sekarang, kamu harus masuk ke sekolah yang bagus sejak dari TK”
dan mendaftarkanmu ke sekolah bimbel dan bahkan memintamu berlatih untuk
wawancara untuk menda diterima.
“Tentu saja ada sekolah yang
seperti itu, tetapi sekolahku yang dulu hanya berakhir sampa sekolah SD. Dan
karena ujian masuk untuk sekolah SMP tidak berjalan dengan baik, aku mengikuti
ujian masuk untuk sekolah SMA juga.”
“Begitu, jadi kamu sudah mengikuti
ujian masuk sampai tiga kali, ya.”
“... 4 kali, sih.” (TN: 4 kali = TK,
SD, SMP, SMA)
“Oh, bahkan di sekolah SD juga,
itu luar biasa sekali.”
Semakin aku berbicara
dengannya, semakin aku menyadari kalau dia anak tajir. Kurasa instingku benar.
“Ah, jangan menatapku seperti
itu. Keluargaku tidak benar-benar kaya, oke? ”
“Iya~ iya~.”
“Kamu sama sekali tidak percaya
padaku.”
“Ngomong-ngomong, sampai saat
ini, apa kamu masih memanggil orang tuamu Papa dan Mama?”
Fujisaki melingkarkan tangannya
di pangkuannya dan memalingkan kepalanya. Wajahnya tampak merah merona dan
tubuhnya sedikit gemetaran.
“Oh maaf. Itu sama sekali tidak
benar, iya ‘kan, Fujisaki Ojou-sama?”
“Ookusu-kun!!”
Rasanya sangat lucu saat
melihat Fujisaki berteriak dengan wajah memerah. Mungkin suatu kehormatan bagi
anggota komite perpustakaan untuk bisa melihatnya seperti ini.
...... Tak perlu dikatakan lagi,
Noguchi-san langsung memarahi kami karena terlalu banyak membuat keributan.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya