Chapter 83 — Paku Payung
Walau kami berada di kelas yang
berbeda, gadis yang paling akrab denganku adalah Fujisaki.
Aku tidak perlu merasa canggung
ketika berbicara dengannya. Ketika berpapasan di lorong, kami akan saling
bertukar sapa dan sesekali mengobrol ringan. Saat hasil ujian UTS sudah keluar,
kami akan membicarakan soal mana yang sulit untuk dikerjakan.
Melihat kedekatan kami,
beberapa orang bahkan mulai mencurigai kalau kami berdua berpacaran. Beberapa
dari mereka secara terang-terangan bertanya padaku mengenai perihal itu. Aku selalu
menyangkalnya setiap saat, tapi ada kalanya mereka tidak mempercayaiku.
Aku sudah merasa senang dengan
hubunganku yang sekarang. Aku tidak bisa membayangkan diriku berpacaran dengan
siapa pun. Aku berpikir kalau aku tidak pantas mendapatkannya.
Kemudian, pada suatu hari, ada
peristiwa tertentu yang terjadi.
“Dengar-dengar katanya cowok
yang bernama Ando dari Kelas A menembak Fujisaki-san.”
Saito adalah orang yang
memberitahuku berita itu. Ia selalu berbicara tentang hal yang berkaitan dengan
dua dimensi, tetapi Ia juga selalu tertarik pada hal-hal semacam ini.
Aku menjawab sembari berusaha berpura-pura
tidak peduli.
“Jadi begitu ya. Aku tidak tahu
sama sekali.”
“Aneh sekali, reaksimu terlalu
datar ...”
“Benarkah? Yah, sesuatu yang
semacam itu bisa terjadi pada Fujisaki, ‘kan?”
Aku belum pernah berbicara
dengan cowok yang bernama Ando ini. Tapi aku tahu kalau dia merupakan anggota
andalan dari klub tenis. Aku tidak tahu bagaimana dia dan Fujisaki berinteraksi,
tetapi aku tidak punya alasan untuk peduli.
“Jadi, bagaimana hasilnya?”
Saito menyeringai pada
pertanyaan Shindo.
“Sepertinya Ia ditolak
mentah-mentah.”
“Tentu saja Ia ditolak
habis-habisan. Habisnya, ada pacarnya di sini, sih.”
“Sudah kubilang kalau hubunganku
bukan seperti itu … Tapi itu lumayan mengejutkan. Aku pernah mendengar kalau Ando
populer di kalangan gadis.”
Ando dan Fujisaki sama-sama
murid yang populer. Kurasa itu sebabnya ceritanya bisa menyebar secepat ini.
Aku tidak tahu siapa yang
menyebarkan beritanya, tetapi aku menyadari kalau gosip tersebut sudah menjadi
fakta yang terkenal.
“Aku hanya mendengarnya dari
orang lain.”
Aku mengungkit hal ini kepada
Fujisaki saat kami berdua bertugas menjadi komite perpustakaan.
Fujisaki melihat sekeliling dan…
“Ya….”
Dia menjawab dengan lesu.
Sepertinya dia tidak ingin
terlalu membicarakannya. Yah kurasa wajar saja. Aku yakin dia ditanyai banyak
pertanyaan oleh orang lain tentang hal itu. Mungkin mereka bahkan membuatnya
merasa tidak nyaman.
Tepat saat aku hendak
mengatakan 'Maaf, itu bukan apa-apa.',
Fujisaki melanjutkan dan berkata,
“Seberapa banyak kamu sudah
mendengarnya?”
Aku menjawab dengan jujur. Aku
tahu kapan, di mana, dan bahkan bagaimana dia menolaknya. Ternyata, Ando
sendiri yang ditolak sudah membicarakannya. Ia tidak benar-benar berusaha membuat
Fujisaki terlihat buruk. Ia bersikap santai tentang hal itu, tapi itu pasti
sangat menjengkelkan bagi Fujisaki.
“… Jadi beritanya sampai
menyebar ke kelas lain sebanyak itu, ya?”
“Mungkin melalui klub tenis.
Ada banyak orang berisik di klub tenis kita.”
“Aku sunguh minta maaf tentang
itu ...”
“Tidak, kenapa malah Fujisaki yang
meminta maaf? Fujisaki justru yang jadi korbannya.”
Cowok bernama Ando itu
menembaknya, jadi Fujisaki mau tak mau harus menjawabnya. Tidak ada yang salah
dengan itu.
“Sebenarnya aku bersekolah di
sekolah khusus perempuan sampai SMP. Aku tidak begitu tahu banyak mengenai hal
semacam ini ….. memangnya perihal menembak atau ditembak biasanya menjadi
begitu terkenal?”
Aku meyakinkan dirinya kalau
biasanya tidak seperti itu.
“Saat kamu mulai berpacaran
dengan seseorang, cepat atau lambat semua orang bakalan tahu karena itu hal
yang wajar. Jika mereka ditolak, biasanya peristiwa tersebut disimpan di antara
dua orang yang terlibat.”
“Biasanya memang begitu, ‘kan
...”
Mungkin dia mendapat beberapa
pengalaman yang kurang menyenangkan.
Misalnya dari gadis-gadis yang
menyukai Ando. Dari sudut pandang mereka, Fujisaki mungkin terlihat menyebalkan
dan gadis sok jual mahal. Tidak peduli apa yang mereka pikirkan di dalam hati,
mereka biasanya tidak bertindak berdasarkan itu. Namun, jika dilihat dari
seberapa cepat menyebarnya berita tersebut, mungkin setidaknya ada satu orang
yang melakukannya.
“Apa kamu baik-baik saja?”
Aku bertanya dengan nada cemas,
tapi Fujisaki tersenyum dan menjawab kalau dirinya baik-baik saja.
“Aku bersyukur ada seseorang
yang mengatakan kalau mereka menyukaiku. Selain itu, aku yakin kalau cepat atau
lambat semua orang akan melupakannya.”
“Kurasa begitu…”
Tapi akubisa mengetahui dari
ekspresi Fujisaki kalau ada sesuatu yang terjadi. Tapi aku punya firasat bahwa
dia takkan memberitahuku bahkan jika aku bertanya padanya.
Aku tidak membahas masalah itu
lagi.
—
Seminggu kemudian.
Aku menyaksikannya secara tidak
sengaja.
Pagi-pagi hari ketika aku tiba
di gerbang sekolah, aku melihat punggung Fujisaki.
Karena aku datang terlalu pagi,
jadi cuma ada sedikit siswa yang datang. Aku berjalan ke arahnya untuk
menyapanya.
Lalu….
Karan~,
sebuah suara terdengar.
Sesuatu berguling di lantai
pintu masuk. Fujisaki memungutnya di lantai sembari masih memegang sepatu dalam
ruangannya.
Benda itu terlihat seperti paku
patung.
Aku menutup mulutku yang telah
kubuka untuk menyapanya.
Setelah meletakkan sepatu dalam
ruangannya di lantai, Fujisaki meletakkan tasnya dan mengeluarkan semacam kotak
dari dalam. Dia membuka tutup kotak dan membalikkan sepatunya.
Ada suara jarajra~.
Aku terkejut.
Itu jelas-jelas paku payung.
Rupanya, ada banyak paku payung di dalam sepatunya. Dan dilihat dari respon
Fujisaki, kejadian ini tidak terjadi sekali atau dua kali.
Setelah mengumpulkan semua paku
payung, dia memeriksa apa masih ada yang tersisa dan memakai sepatunya.
Kemudian Fujisaki pergi tanpa
memperhatikan keberadaanku.
Aku tidak bisa mengejarnya. Jika
aku berada di posisi Fujisaki, aku tidak ingin dia melihat keadaanku yang seperti
ini.
-—Aku
baik-baik saja.
Aku mengingat kembali wajah
Fujisaki ketika dia mengatakan itu.
Kurasa dia menahan semuanya
sendirian. Aku merasa frustrasi pada diriku sendiri karena tidak menyadarinya
lebih cepat. Aku berdiri di sana sebentar sampai siswa lainnya tiba di sekolah.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya