Tanin wo Yosetsukenai Chapter 84 Bahasa Indonesia

Chapter 84 — Hujan

 

Berbanding terbalik dengan gosip pengakuan, tidak ada cerita yang beredar kalau Fujisaki menjadi sasaran perundungan. Perundungan itu bukan sesuatu yang bisa dipublikasikan. Atau mungkin Fujisaki sendiri yang merahasiakannya.

Keceriaan Fujisaki semakin memudar seiring berjalannya waktu.

“Hei, Fujisaki. Rak itu bukan tempat yang tepat untuk buku itu.”

“Eh? Ah iya… Maaf.”

Senyum tipisnya yang canggung terasa menyakitkan. Ada lingkaran hitam di sekitar matanya. Suaranya juga semakin pelan.

“…Buku yang kamu letakkan terbalik.”

“Terbalik… Ah…”

Aku memperbaikinya sebelum Fujisaki melakukannya. Pada saat itu, buku di tangan Fujisaki jatuh dan mengeluarkan suara gedebuk.

“Buku itu cukup berat, jadi berbahaya. Aku akan membawanya untukmu.”

“Tidak usah, ……”

“Aku mengatakannya karena itu kelihatan berbahaya. Beri aku semua yang kamu bawa juga.”

“Ya…”

Pandangan matanya tampak kosong. Bahkan Noguchi-san merasa khawatir dan mendorongnya untuk beristirahat di ruang UKS. Dia tampak bertingkah biasa saat berada di dalam kelasnya, tapi saat dia berada di komite perpustakaan, dia langsung muram dan diam, seakan-akan ada sesuatu yang mengganggunya.

“Fujisaki. Sebaiknya kamu pulang duluan saja sekarang. Aku akan melakukan sisanya.”

“… Oh, tidak, aku jadi tidak enakan tentang itu…”

“Tidak perlu sungkan segala. Jika kamu tidak ingin pulang, kamu bisa duduk di kursi dan beristirahat. Karena sekarang tidak ada yang mengunjungi perpustakaan, dan aku bisa menangani ini sendiri.”

“Oke…”

Fujisaki mundur ke belakang ruangan. Setelah meletakkan semua buku yang tersisa kembali ke rak, aku pindah ke meja konter. Sepertinya perpustakaan ini masih sepi seperti biasanya, jadi aku pergi untuk memeriksa keadaan Fujisaki.

Fujisaki tersungkur dengan wajah tergeletak di atas meja. Rambutnya menyebar dalam pola radial.

… Sudah hampir tiga minggu sejak Fujisaki ditembak.

Alasan kenapa keadaannya jadi seperti ini sudah jelas. Penyebabnya karena perundungan yang dialami Fujisaki sudah berlangsung lama.

Aku merasa khawatir dengan keadaannya dan sudah mengawasi gerak-gerik Fujisaki sejak aku melihat insiden paku payung itu. Sejauh yang aku tahu, sudah ada lima insiden serupa. Mereka tidak hanya menaruh paku payung di sepatunya, tapi mereka juga menyembunyikan buku pelajarannya, mengacaukan buku catatannya, dan mengisi tasnya dengan sampah. Itu hanya perundungan sederhana, tapi dilakukan dengan sering.

Tapi aku masih tidak tahu siapa yang melakukannya.

Aku tidak bisa memaafkan mereka.

Aku ingin bertanya kepada mereka apa kesalahan yang sudah dilakukan Fujisaki. Dia gadis yang sangat baik, bukan? Aku yakin dia tidak melakukan apa pun yang akan membuat orang lain tidak menyukainya.

Aku duduk di kursi di sebelahnya dan memanggilnya.

“... Kamu tidak perlu memaksakan dirimu.”

Fujisaki masih belum menyadari kalau aku tahu tentang perundungan itu. Aku menunggu dia untuk memberitahuku sendiri.

Fujisaki duduk dan menyentuh poninya.

“Aku minta maaf karena telah menunjukkanmu bagian aneh dari diriku. Aku tidak memaksakan diriku, kok… ya.”

“Apa begitu?”

“…Di luar hujan deras, ya.”

“Lagipula sekarang sudah masuk musim hujan. Itu akan bertahan selama beberapa minggu lagi."

Sejumlah besar rintik hujan mengalir di jendela. Sebagian besar klub olahraga dibatalkan. Hanya beberapa orang yang datang ke perpustakaan dalam cuaca seperti ini, ingin pulang secepat mungkin.

“Apa kamu sedang tidak enak badan? Aku minta maaf jika itu bukan sesuatu yang harus aku tanyakan kepadamu ...”

“Tidak, bukannya seperti itu…”

“Kamu sangat murung belakangan ini. Apa ada sesuatu yang terjadi?”

“…… Tidak ada apa-apa.”

“…… Semuanya terjadi setelah pengakuan itu, kan? Begitulah kelihatannya.”

“……”

“Apa kamu yakin tidak terjadi apa-apa ...?”

Fujisaki tidak langsung menjawab. Mungkin, dia takut mengganggu orang lain dengan mendiskusikan masalahnya dengan mereka. Dia juga sepertinya tidak memberi tahu orang-orang kalau dia menjadi korban perundungan.

Tetap saja, aku yakin akan sulit bagi aku untuk bergerak tanpa meminta Fujisaki berkonsultasi langsung denganku. Pasti ada banyak perundungan yang dia terima tanpa sepengetahuanku. Beberapa dari mereka bahkan mungkin mengarah pada petunjuk tentang pelakunya.

“…Maaf”

Hanya kalimat itu saja yang keluar dari mulutnya.

“…… Oke. Aku berada di pihak Fujisaki, jadi jika kamu membutuhkan sesuatu, jangan ragu untuk mengandalkanku.”

“Ya terima kasih.”

Di tengah semua hujan, aku mendengar suara langkah kaki. Aku berbalik untuk melihat apakah itu siswa yang ingin meminjam buku, tapi itu ternyata Noguchi-san.

Noguchi-san memandangku dan Fujisaki.

“Kalian berdua mendingan pulang saja.”

Aku terkejut. Masih ada lebih dari satu jam sampai waktu tutup. Jika hanya Fujisaki saja, itu bisa dimengerti. Tapi tidak ada alasan bagiku untuk disuruh pulang juga.

“Tidak, Fujisaki saja yang harus pulang, aku masih bisa–”

“Tidak apa-apa. Lagipula tidak banyak orang yang datang ke sini. Cukup aku saja. Lagipula aku tidak akan bisa pergi sampai akhir hari, jadi serahkan saja padaku.”

“Tapi…”

“Di luar hujannya cukup deras. Aku baik-baik saja karena aku punya mobil. Tapi kalian berdua tidak, iya ‘kan? Di saat-saat seperti ini, kamu harus menuruti kata-kataku.”

Dia mungkin akan tetap menyuruhku pulang, tak peduli apa yang kukatakan. Aku menyerah dan hanya menjawab, “Ya”. Fujisaki juga hanya berkata, “Maaf,” dan meninggalkan tempat duduknya.

Fujisaki dan aku mengambil tas kami dan menuju pintu masuk.

Kami melepas sepatu dalam ruangan dan memakai sepatu sekolah kami. Saat aku mengambil payungku yang tertinggal di tempat payung, aku menyadari kalau langkah Fujisaki terhenti.

“Ada apa, ……?”

Hujannya semakin deras. Permukaan tanah di luar sangat becek, dan genangan air terbentuk di mana-mana.

Hanya ada empat payung yang tersisa di tempat payung. Salah satunya pasti milik Fujisaki.

“…… Aku ingat ada beberapa tugas. Apa kamu tidak  keberatan kalau kamu pergi duluan?”

“Tugas?”

Aku punya firasat buruk kalau dia menyembunyikan sesuatu. Kemudian aku melihat lebih dekat pada payung yang tertinggal dan mengerti.

Salah satunya, payung merah, hancur. Bingkainya rusak dan kainnya robek. Itu pasti payung Fujisaki.

Pelakunya benar-benar tidak punya kerjaan lain sampai berani berbuat sejauh ini. Jika aku kembali sedikit lebih lambat dan tidak berada di sini sekarang, aku penasaran apa dia terpaksa pulang menerobos hujan deras ini.

Aku mengepalkan tinjuku. Melihat ekspresi sedih Fujisaki, aku merasakan gelombang kemarahan.

“Aku akan segera kembali. Jangan khawatir tentang itu."

“…… Ha~h”

Aku sudah mencapai batasku. Mana mungkin aku bisa meninggalkan Fujisaki begitu saja.

Aku meraih lengan Fujisaki saat dia mencoba untuk berbalik. Aku lalu memberitahunya.

“…. Ikutlah denganku. Ayo pulang bersama.”

Fujisaki melebarkan matanya. Kemudian dia menganggukkan kepalanya seolah-olah dia pikir yang terbaik adalah mengikuti kata-kataku.

Suara hujan. Lantai aula masuk yang sedikit basah. Gemuruh guntur yang tumpul membuat suara yang menakutkan saat kami berdua berjalan pulang.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama