Chapter 85 — Masalah
Kami berjalan di bawah derasnya
guyuran hujan.
Dua orang di bawah satu payung.
Itulah yang biasa orang sebat sebagai pasangan di bawah payung yang sama, tapi
suasananya yang kami rasakan tidak begitu romantis.
Yang ada justru suasananya
menjadi gelap dan berat. Tidak ada sepatah kata pun yang terucap sejak tadi.
“……”
Fujisaki memalingkan wajahnya
dariku.
Satu payung saja tidak cukup
untuk menutupi kami di bawah derasnya hujan ini. Masing-masing bahu kami
sama-sama basah, kaki kami terasa lembab, dan sepatu kami penuh dengan cipratan
air.
Aku kebingungan dengan apa yang
harus kulakukan.
Aku tidak bisa meninggalkan Fujisaki
begitu saja, jadi aku memaksanya untuk ikut ke dalam payungku, tapi aku belum
memikirkan apa yang harus kulakukan setelah itu.
“Hei!”
Aku berteriak sedikit lebih
keras, berusaha untuk tidak kehilangan suara hujan yang menghantam payung.
“Kamu masih tidak ingin
berbicara …?”
Mata Fujisaki menoleh ke
arahku.
Pandangan matanya basah. Aku
tidak tahu apakah itu karena rasa bersalah karena menutup mulutnya begitu lama,
atau apakah itu permohonan bantuan.
“…-ah….sudah….”
Dia berusaha mengatakan
sesuatu, tapi sayangnya, aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas karena terhalangi
suara hujan. Aku menunjuk ke telingaku dan memintanya untuk mengulangi apa yang
dia katakan.
“Sudah berapa lama kamu
mengetahuinya ......?”
Kali ini, aku berhasil
mendengarnya. Aku langsung mengerti bahwa payung itu telah rusak, dan aku tidak
menunjukkan tanda-tanda terkejut. Kurasa itu sebabnya dia sampai pada
kesimpulan itu.
“…Dari sekitar dua minggu yang
lalu. Aku melihat Fujisaki membereskan paku payung dari sepatu dalam ruanganmu
di pintu masuk sekolah. Aku sudah mengkhawatirkannya sejak saat itu.”
“Jadi begitu…..”
Ketika Fujisaki mengetahui yang
sebenarnya, kata-kata berikutnya adalah, “Maaf”.
Aku tahu bahwa sorot matanya sebelumnya adalah karena rasa bersalah.
“Aku minta maaf karena sudah
membuatmu khawatir. Aku pikir itu akan berakhir cepat atau lambat, jadi aku
berusaha menahannya. Karena kupikir jika aku bersabar, semuanya akan berakhir
dengan sendirinya.”
“Payung … tadi …”
“Ya. Itu payungku. Aku tidak
menyangka kalau mereka akan berbuat sampai sejauh itu.”
“Seandainya saja aku pulang
duluan, apa yang akan kamu lakukan nanti?”
“Itu …”
Mungkin dia tidak
memikirkannya. Meskipun ada beberapa payung yang tersisa, orang lain mungkin
masih perlu menggunakannya. Mempertimbangkan kepribadian Fujisaki, dia takkan
menggunakan punya orang lain. Kemungkinan terburuk, dia mungkin berencana untuk
berlari di tengah hujan.
“Apa kamu tahu siapa pelakunya?”
“Tidak.”
“Perundungan itu sendiri
dimulai setelah pengakuan?”
“Ya.”
Sejauh ini, semuanya seperti
yang sudah aku duga.
Fujisaki memang gadis yang terlalu
baik. Bahkan dalam situasi seperti ini, dia tidak memaksaku untuk mencari tahu
siapa pelakunya. Aku pikir dia berencana untuk membiarkan mereka melakukannya
sampai mereka merasa puas dan menunggu semuanya tenang.
Namun, ini bukan lagi tahap di
mana kami bisa membiarkan segala sesuatunya terjadi secara kebetulan. Aku harus
mencari tahu siapa pelakunya dan mengambil tindakan yang tepat untuk mencegah
mereka melakukan tindakan yang lebih mengerikan lagi.
Itulah betapa buruknya
perasaanku tentang kejadian hari ini.
“Baru pertama kalinya aku mengalami
situasi semacam ini.”
Bahu Fujisaki bergetar saat dia
berjalan.
“Aku sudah memberitahumu
sebelumnya, ‘kan? Dari dulu aku sudah memasuki sekolah khusus perempuan untuk
waktu yang lama. Di sana semua orangnya baik-baik dan tidak ada masalah
percintaan, jadi sangat damai. Tidak ada yang berniat jahat padaku seperti
ini.”
“Ya.”
“Itu sebabnya aku sangat
terkejut. Pertama kali aku dirundung ialah ketika kotak pensilku hilang. Kupikir
itu hilang karena kecerobohanku sendiri, tetapi kemudian hal-hal aneh mulai
terjadi, dan aku secara bertahap menyadari kalau itu semua ulah seseorang yang
berniat jahat padaku ...”
“Ya.”
“Itu … sedikit menyakitkan”
Ini pertama kalinya Fujisaki
menunjukkan kelemahannya padaku. Aku merasa lega bahwa dia akhirnya
mengeluarkan unek-unek yang tersimpan di dalam dirinya.
“Apa kamu sudah memberi tahu
guru?”
Fujisaki menggelengkan
kepalanya.
“Guru wali kelasku. Jika aku
berbicara dengannya tentang hal itu, dia mungkin akan membesar-besarkan masalah
tersebut. Aku tidak ingin orang tahu terlalu banyak tentang itu. Aku pikir ini
akan segera berakhir… kurasa pemikiranku sedikit naif.”
“Kamu belum memberi tahu siapa
pun?”
“Tidak. Hari ini, untuk pertama
kalinya, Ookusu-kun mengetahuinya.”
Aku penasaran bagaimana dia
bisa menanggung semuanya sendirian. Aku takkan pernah bisa menanggung perlakuan
tidak masuk akal seperti itu.
Pelakunya hanya memanfaatkan
kebaikan Fujisaki. Aku tidak tahu bagaimana keadaannya, tetapi mereka
membiarkan perasaan egois mereka menguasai diri mereka. Mengambil keuntungan
dari fakta bahwa Fujisaki tidak mengatakan apa-apa kepada siapa pun, mereka
meningkatkan situasi dan berulang kali melakukan perundungan.
Rasanya menjijikkan dan memuakkan.
Aku tahu. Aku tahu orang-orang
yang jatuh ke dalam pola berpikir ini.
… Aku sendiri dulu seperti itu.
"Ayo tangkap
pelakunya."
Aku menatap mata Fujisaki dan
memberitahunya dengan jelas.
“Selama kita tidak menemukan
pelakunya dan menanyai mereka secara langsung, perundungan ini takkan pernah berhenti.
Aku yakin mereka akan bersikap ngelunjak dan terus mengganggumu. Ini
benar-benar salah. Aku tidak bisa memaafkannya. Ini bukan perkara Fujisaki
lagi. Itu juga masalahku.”
Aku tidak bisa membiarkan
Fujisaki mengurusnya sendiri lagi.
Fujisaki adalah temanku yang
penting. Berkat Fujisaki, aku bisa menikmati kehidupan sekolahku sejak masuk
SMA. Jika Fujisaki menderita, wajar saja jika aku mengulurkan tangan padanya.
“Masalah Ookusu-Kun…?”
“Itu benar, Fujisaki. Aku juga
tidak ingin melihatmu tersakiti.”
Aku menghentikan langkah kakiku. Fujisaki lalu menatapku dalam diam.
“Terima kasih…”
Pada saat itu, aku melihat
senyum Fujisaki untuk pertama kalinya setelah sekian lama.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya