Tanin wo Yosetsukenai Chapter 88 Bahasa Indonesia

Chapter 88 —  Hukuman

 

“… Kenapa …. kamu…”

Ia mundur perlahan dengan gemetaran. Buku yang kupilih bersama Fujisaki juga hancur di tangannya. Aku ingin tahu apa yang akan dipikirkan Fujisaki jika dia melihat ini. Fujisaki adalah gadis yang baik hati. Mungkin dia akan merasa tidak enakan padaku.

Aku meletakkan buku itu di meja Fujisaki.

Di hadapanku, aku melihat wajah ketakutan yang tidak khas seorang pemuda. Bahkan ada keringat di dahinya.

“Oi, ngomong sesuatu coba!”

Teriak Ando dengan nada murka, tapi aku hanya membalas tatapannya.

Ando pasti penasaran kenapa aku ada di sini. Aku tidak seharusnya berada di kelas ini. Aku dari kelas yang berbeda. Mana mungkin aku bisa tiba-tiba masuk ke kelas ini sepulang sekolah.

“….Apa?”

Suara Ando bergetar seolah-olah bisa merasakan suasanaku yang meresahkan.

Matahari yang terbenam berlama-lama di luar jendela. Cahaya oranye kemerahan berkedip di sudut mataku.

Aku mencoba menarik napas dalam-dalam.

Detak jantungku. Warna merah cerah menyebar di otakku. Penglihatanku tampaknya kabur dan campur aduk.

Aku tidak bisa menghentikan kemarahanku.

Kamu seharusnya tidak boleh menunjukkan terlalu banyak emosi. Relung hatiku menasihatiku begitu. Aku yang dulu masih berandalan pasti langsung menghajarnya tanpa perlu basa-basi lagi. Aku yang dulu menuruti emosiku dan melakukan apapun yang kuinginkan tanpa mengetahui bahwa itu akan menyebabkan masalah bagi orang lain akan muncul kembali. Itu sama sekali tidak baik. Itu sebabnya aku gagal di masa lalu. Kupikir aku sudah memutuskan untuk tetap diam setelah memasuki sekolah SMA. Terlepas dari pemikiran ini, diriku yang lain berbicara kepada aku. Aku seharusnya tidak pernah memaafkan pria yang ada di depanku ini. Ia adalah sumber rasa sakit Fujisaki. Jika aku tidak menghukumnya, bahkan jika itu berarti merusak tekadku atau menggunakan kekerasan, selalu ada kemungkinan kalau cowok brengsek ini akan menyakiti Fujisaki lagi. Begitu aku menyerahkan diri pada kemarahan ini, aku akan melupakan segalanya tentang masa lalu, dan bahkan jika aku harus membuang semuanya, aku akan mengepalkan tinjuku, dan aku akan memukuli cowok keparat ini seolah-olah Ia adalah orang yang berbeda ketika Ia sedang bermain tenis tadi. Dan aku akan memukulinya secara sepihak sehingga bahkan tidak bisa disebut perkelahian, dan aku akan menghancurkan hatinya sehingga dia tidak akan pernah merasa ingin melakukan apa pun lagi–

Aku memikirkannya sebentar, dan kemudian aku tersadar.

Kedipan dalam penglihatanku mereda. Warna merah yang selama ini mendominasi otakku mulai surut.

Tenang, tenanglah, aku baik-baik saja. Emosiku mereda seolah-olah itu belum pernah terjadi sebelumnya.

“... Apa tujuanmu dari melakukan ini?”

Aku mengajukan pertanyaan itu dengan sangat tenang. Ando mungkin tidak menyadari adanya perubahan dalam diriku.

“……”

“Kamu mungkin mengira kalau kamu menyembunyikannya, tapi aku sudah tahu semuanya. Aku sudah melihatmu melakukan perbuatan seperti ini beberapa kali.”

Ini cuma gertak sambal. Aku tahu lebih baik daripada memberi tahu mereka apa yang dikatakan Fujisaki kepadaku.

“Tentu saja, aku memfoto beberapa aksimu. Kamu tahu, aku dapat mengdoxxing hal semacam ini sebanyak yang aku inginkan jika aku mau. ”

Itu semua bohong, tapi dalam keadaan ini, Ia mungkin mempercayainya. Ekspresi wajah Ando menjadi semakin kacau.

“…… Mengapa ……?”

Suaranya bergetar.

“… Kenapa aku diancam begini…. Jangan main-main denganku… Sialan… Keparat… Bajingan…!”

Aku mengambil langkah maju. Hanya itu yang kulakukan, dan Ando bereaksi berlebihan.

“Berhenti, hentikan iyu, aku akan melakukan apa saja, oke? Asal jangan memberitahu siapapun tentang ini, aku rela melakukan apa saja. ”

“……”

Bahkan tanpa kekerasan, aku dapat menangani cecunguk ini dengan cara apa pun yang aku inginkan.

Aku kemudian kembali bertanya,

“Jawab pertanyaanku. Kenapa kamu melakukan ini?”

Ando menoleh dengan canggung. Ia sepertinya kebingungan apa harus menjawabnya dengan jujur atau tidak. Atau mungkin dia mencoba membuat alasan untuk berbohong tentang hal itu.

Aku memutuskan untuk mengatakan kepadanya apa yang kupikirkan, karena merasa kalau aku tidak mendapatkan apa-apa.

“Kamu ingin membungkamnya mengenai hari di mana kamu menembak Fujisaki ... ‘kan?”

Tatapan matanya terbelalak. Aku tahu kalau tebakanku tepat sasaran.

Aku terus melanjutkan.

“Ada seseorang yang kebetulan memergoki saat Fujisaki ditembak, tau. Karena berpikir tidak ada yang akan mempercayainya, Ia tidak memberi tahu siapa pun. Tapi tetap saja, Ia memberitahuku. Pada awalnya, itu hanya acara pengakuan biasa, lalu ditolak. Sampai saat itu, semuanya seperti yang dikatakan rumor. ”

Inilah yang dikatakan Fujisaki kepadaku. Dari saat aku mendengar isinya, aku sudah tahu motifnya.

“Tapi kemudian muncul masalah. Kamu merasa kesal karena ditolak, dan bertanya dengan nada tajam, 'Mengapa?'. Lalu Fujisaki menjawab, 'Karena aku tidak menyukaimu', kamu menjadi semakin kesal, dan kali ini kamu meraih lengannya dan meneriakkan sesuatu yang tidak dapat dipahami seperti 'itu aneh, kok aku ditolak'. Kamu mencoba memaksakan diri padanya dengan membualkan poin bagus dan menariknya kamu …. ”

“Hentikan!”

Ando terengah-engah. Di sinilah semuanya bermula. Masuk akal jika Fujisaki mulai terlihat murung setelah pengakuannya.

“Kamu menyesalinya, iya ‘kan? Sampai saat itu, kamu sudah berpura-pura sebagai cowok yang ceria dan ramah, tapi kamu sangat terkejut ketika ditolak sehingga kamu mengungkapkan sifat aslimu yang menyebalkan. Jadi kamu berpikir kalau kamu harus entah bagaimana mencegahnya membicarakannya. ”

“Tutup mulutmu…”

“Kamu tahu bahwa dia akan menyadari kalau kamulah pelakunya. Kamu merundung Fujisaki untuk mengawasinya. Kamu mungkin memberi tahu Fujisaki saat pertama kali merundunginya seperti 'Kamu tahu apa yang akan terjadi jika Kamu berbicara dengan siapa pun tentang hal itu'

“Sudah kubilang tutup mulutmu!”

Ia sepertinya tidak suka kalau kelakuan busuknya terbongkar. Tapi itu tidak masalah.

“Sebenarnya, kamu ini cowok bajingan, ‘kan? Kira-kira apa yang akan dipikirkan orang lain begitu mereka menyadarinya. Aku tidak tahu kebohongan macam apa yang sudah kamu berikan kepada mereka, tapi aku yakin kalau orang-orang yang ada di klub tenis pun akan terkejut.”

Ia menyadari hal ini, dan itulah sebabnya Ia berusaha keras untuk menyembunyikannya.

“Kamu mungkin akan dibully, tau. Gadis-gadis akan sangat membencimu, kamu mungkin tidak bisa mendapatkan pacar selama sekolah SMA. Tidak ada yang akan menganggapmu serius di klub tenis, dan Kamu mungkin dipaksa keluar. Jika kamu memang cowok sebrengsek itu, tidak mengherankan juga, sih. ”

Aku meraih kerah Ando dan menarik wajahnya mendekat. Lalu aku berkata,

“Jika kamu ingin aku tuyup mulut mengenai kasus ini, jangan berani-berani melecehkan Fujisaki lagi. Jika kamu terus melakukannya, aku takkan bertanggung jawab dengan apa yang akan terjadi padamu nanti.”

Ando yang sudah terpojok di dinding, menganggukkan kepalanya, tubuhnya gemetar. Air mata sudah menggenang di matanya.

“Dan aku tidak akan pernah memaafkanmu. Camkan baik-baik hal itu.”

Saat aku melepaskan tanganku dari kerahnya, Ando terhuyung mundur.

“…ha ha ha”

Lalu ada tawa keluar dari mulutnya. Dia pasti sangat mengigau.

Ando berjalan keluar kelas, meninggalkan tas raketnya.

Pintu dibanting menutup dengan keras.

Aku menghela napas panjang.

–Dengan begini, semuanya takkan menjadi masalah.

Caraku ini mungkin terlihat naif. Tapi aku tidak bisa memaksakan diri untuk melakukan lebih dari itu.

Tapi sekali lagi, cowok keparat semacam dirinya mungkin akan segera mengotori dirinya sendiri.

Aku melihat ke sekelilingku.

Ruang kelas menjadi sunyi seolah-olah tidak pernah sepi sebelumnya. Suasanya begitu tenang sehingga sulit dipercaya kalau ada perbuatan mengerikan telah terjadi. Ada buku rusak di dekat meja Fujisaki, tapi selain itu, semuanya terlihat seperti ruang kelas biasa.

Aku kembali di sekitaran meja Fujisaki dan mengambil potongan kertas yang berserakan.

Aku ingin menyembunyikan kalau buku itu telah tercabik-cabik, meski dia mungkin akan mengetahuinya cepat atau lambat. Aku hanya ingin memberi tahu Fujisaki kalau masalahnya sudah terselesaikan.

Aku mengumpulkan sebagian besar potongan kertas dan berjalan ke depan kelas untuk membuangnya ke tempat sampah.

Krang!

Aku mendengar suara.

–Eh?

Aku tertegun sambil memegang secarik kertas di tanganku.

Di pintu di seberang ruangan tempat Ando pergi, ada Fujisaki di sana. Dia membalikkan tubuhnya ke arahku dengan kepala menunduk.

“……”

Fujisaki terdiam.

Cahaya yang masuk melalui jendela membuat bayangan panjang di kakinya, dan ekspresi Fujisaki dikaburkan oleh rambutnya. Namun, aku bisa langsung tahu bahwa suasana hatinya berbeda dari biasanya.

Aku mulai tidak sabar.

Kenapa dia ada di sini? Apa dia mengantisipasi tindakannya dan menuju ke kelas segera setelah kegiatan klub selesai, sama sepertiku? Jika bukan begitu, tidak ada alasan lain dia datang ke sini.

Selain itu, perilaku Fujisaki terlihat aneh. Biasanya, dia takkan begitu pendiam.

–Jangan-jangan, dia mendengarkan percakapan kami dari tadi?

Saat pikiran tersebut terlintas di benakku, mulut Fujisaki terbuka.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama