Tanin wo Yosetsukenai Chapter 89 Bahasa Indonesia

Chapter 89 – Waktu

 

 “… um”

Suaranya terdengar pelan. Jika aku tidak berkonsentrasi, aku mungkin melewatkannya.

“Apa ada yang salah?”

Aku berpura-pura seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Dia mungkin baru saja tiba di sini beberapa menit yang lalu. Sebisa mungkin, aku tidak ingin Fujisaki melihat apa yang ada di mejanya.

“Ookusu-kun… Itu…”

“Sudah berapa lama kamu ada di sana, Fujisaki…?”

“… Sejak Ando-kun didekati oleh Ookusu-kun”

Firasat burukku menjadi kenyataan. Jika dia mendengarnya dari awal, itu berarti semua yang aku coba sembunyikan sekarang jadi sia-sia.

“Jadi begitu ya…”

Aku membuka telapak tanganku. Ada sobekan buku kuis yang baru saja aku kumpulkan. Fujisaki juga sepertinya tahu apa yang ada di sana, dan dengan menyesal menurunkan matanya.

“Maafkan aku. Semuanya ini salahku sampai semuanya berubah jadi seperti ini ”

“Jangan membuatku mengatakannya lagi. Ini bukan salah Fujisaki. Ini semua karena salah Ando. Tapi kurasa Ia takkan merundungimu lagi.”

Apa yang sudah terjadi biarlah terjadi. Dia bisa berbicara dengan Noguchi-san tentang situasinya dan memintanya untuk membelinya lagi.

“Aku tidak ingin menunjukkan terlalu banyak kepada Fujisaki. Apa aku hukumanku tadi terlalu ringan? ”

Fujisaki menggelengkan kepalanya.

“Kamu mungkin sudah melihatnya, tapi Ia langsung kabur. Ia meninggalkan raketnya di sana, bagaimana kalau kita rusak saja raketnya?”

Dia masih menggelengkan kepalanya.

“Jadi begitu. Baiklah, mari kita selesaikan semuanya dan pergi dari sini. ”

“… Ya.”

Aku membuang sobekan kertas di tanganku dan kembali ke meja Fujisaki. Ada buku compang-camping yang diletakkan sembarangan di sana. Aku tidak bisa membuangnya begitu saja, jadi aku memutuskan untuk memasukkannya ke dalam kantong plastik. Aku akan mengurusnya nanti di rumah.

Sementara itu, Fujisaki berdiri di sampingku, mengawasiku. Dia tidak banyak bicara sejak beberapa waktu lalu. Kurasa dia sangat menyesal sampai-sampai dia tidak bisa berbicara.

Saat aku mengembalikan tasku, Fujisaki meraih blazerku. Melihat tangannya lagi, aku menyadari bahwa itu sangat kecil. Aku bisa saja  melepaskannya, tapi aku tidak bisa melakukan itu, jadi aku berdiri di sana.

Lantas aku bertanya.

“…ada apa?”

Kupikir ada sesuatu yang ingin dia katakan. Tapi dia tidak bisa mengatakannya dengan lantang. Aku memutuskan untuk menunggu dengan sabar.

Akhirnya, Fujisaki membuka mulutnya

“Terima kasih banyak.”

Suaranya teredam dan serak.

“Aku tidak melakukan apa pun untuk pantas menerima ucapan terima kasihmu.”

“Kamu sudah melakukannya. Aku tidak berpikir kalau aku bisa melakukannya jika aku sendirian. Kamu sudah banyak membantuku. ”

“Aku juga selalu berhutang budi kepada Fujisaki. Sudah sewajarnya bagiku untuk membantu sedikit.”

“…Apa kamu tidak merasa takut?”

“… sama sekali tidak. Karena aku menghadapi sesama cowok, tidak perlu takut seperti itu. ”

Kalaupun ada, satu-satunya hal yang aku takuti adalah aku akan mengamuk lagi. Aku sangat senang bahwa aku tidak menunjukkannya di depan Fujisaki.

“Apa kamu baik-baik saja…?”

“Tidak juga, kurasa.”

Fujisaki tidak melakukan kontak mata denganku sejak beberapa waktu yang lalu. Aku tidak tahu apa itu karena matahari terbenam atau bukan yang membuat wajah Fujisaki terlihat sedikit memerah.

“… Fujisaki?”

Fujisaki yang terus memalingkan muka, tampak agak gugup. Aku tidak tahu harus berbuat apa, jadi aku tidak bisa bergerak.

Fujisaki lalu berkata pelan-pelan.

“Kamu tahu, Ookusu-kun…”

“Hm?”

“Umm…”

Dia mencoba mengatakan sesuatu, tetapi dia tidak bisa menemukan kata-kata untuk melampaui itu. Aku tahu dia mencoba mengatakan sesuatu yang penting. Aku tidak tahu persis apa yang ingin dia sampaikan.

Kira-kira sudah berapa lama kami berdiri dengan diam seperti ini. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Fujisaki melepaskan tangannya dari ujung blazerku. Kemudian dia melangkah mundur dan melihat ke atas.

Ekspresi wajahnya sudah kembali ke dirinya yang biasa.

“… Apa ada yang salah?”

“… Tidak, bukan apa-apa.”

“Hmm. Oke."

Fujisaki tersenyum malu-malu.

Fujisaki dan aku kembali ke alur biasa kami dan berjalan pulang, membicarakan hal-hal sepele seperti biasa.

Masalah tentang Ando dan perundungan  itu sudah hilang dari benak kami.

Fujisaki tersenyum senang. Aku merasa lega saat tertawa bersamanya.

Akhirnya, kesulitan itu berakhir dan aku bisa kembali ke kehidupan normalku.

Itu saja sudah cukup, pikirku.

 

*****

 

Sekitar satu tahun telah berlalu sejak kejadian itu.

Fujisaki dan aku sekarang berada di kelas yang sama. Kami berdua menjadi perwakilan kelas dan memiliki lebih banyak kesempatan untuk bersama, sama seperti ketika kami menjadi anggota komite perpustakaan.

Tapi itu cerita dilain waktu.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama