Roshi-dere Vol 4.5 Chapter 04 Bahasa Indonesia

Chapter 4 — Brocon dan Siscon

 

“Hah, akhirnya sampai juga ...”

Seorang pria berbaju polo berdiri di depan rumah bergaya Jepang. Ia mempunyai badan tinggi dengan punggung lurus dan fisik yang cukup bugar. Tatapan mata lembutnya tersembunyi di balik kacamata berbingkai perak, dan meski Ia tidak terlalu tampan, Ia adalah pria paruh baya yang cerdas dan baik dengan suasana yang membuat orang-orang yang berhadapan dengannya merasa nyaman. ...... Walau garis rambutnya terlihat sedikit mencurigakan. Tapi jangan sekali-kali mengungkitnya karena itu adalah sesuatu yang Ia khawatirkan.

Nama pria tersebut adalah Kuze Kyotarou. Ia adalah ayah dari Masachika dan Yuki yang baru saja kembali ke Jepang dari tugas diplomatiknya setelah bertahun-tahun.

“Sudah lama aku tidak berkunjung ke sini……”

Kyotarou mengangkat sedikit kepalanya yang agak berat karena efek jet-lag, dan bergumam emosional di depan rumah orang tuanya, yang sudah setahun tidak Ia kunjungi. Kemudian, saat Ia membuka gerbang dan melangkah masuk ke dalam halaman, seekor anjing putih besar yang tertidur di ambang pintu rumah mendadak terbangun.

“Sudah lama tidak ketemu, Rir. Apa kamu masih mengingatku?”

Anjing bernama Rir mendekati Kyotarou dengan malas-malasan, mengendusnya dan kemudian merintih.

“Hmm, yoshi, yoshi.”

Sambil membelai kepalanya, Kyotaro tersenyum kecil dan bertanya-tanya “Apa dia bisa memenuhi peran anjing penjaga kalau begini terus?”

Anjing ini adalah anjing liar jantan yang dipungut Masachika dan Yuki tiga tahun lalu. Untuk lebih tepatnya, Yuki menemukan anak anjing dengan kaki belakang yang terluka dan menyarankan untuk menyelamatkannya, hal itu disetujui Masachika, dan mereka berdua bersama-sama membawanya kembali ke rumah kakek-neneknya. Hal tersebut terdengar seperti cerita indah yang membuat seseorang tersenyum, tapi ... apa yang sebenarnya dikatakan Yuki pada saat itu ialah…

Ada anak anjing putih yang terluka, sudah pasti dia itu Fenrir yang masih remaja! Ayo bawa dia pulang dan jadikan dia pelayan kita!

… begitulah kejadian yang sebenarnya. Akibat dari keinginan Yuki, mantan anjing liar itu berubah nama menjadi Rir. Harapan yang ditempatkan pada anak anjing yang terluka terlalu berat.

Lagi pula, tiga tahun telah berlalu sejak itu, dan meski dia sudah tumbuh dewasa, Rir masih belum menunjukkan tanda-tanda yang mirip seperti serigala suci. Malah sebaliknya, ada perasaan bahwa Ia menjadi semakin malas seiring berjalannya waktu. Mungkin, ekspektasi yang terlalu berat justru menghambat pertumbuhannya. Tapi jika Ia dikembalikan ke alam liar, Ia akan segera mati.

“Ya ampun, kamu ini mirip siapa sih?”

Kyotarou mengawasi punggung Rir saat Ia menyelinap kembali ke dekat pintu rumah, dan berkata pada dirinya sendiri sambil tersenyum kecut. Kemudian, setelah mendapatkan kembali ketenangannya, Ia menuju pintu depan, membukanya, dan memanggil ke belakang koridor yang membentang lurus di ujung.

“Aku pulang~!”

Segera setelah itu, pintu geser di sisi kiri koridor terbuka dan Yuki muncul.

“Ah, ayah sudah pulang. Selamat datang kembali~!”

Kemudian, sambil tersenyum lebar, dia berlari ke arah Kyotarou dan memeluknya. Kyotarou memejamkan matanya dan melihat ke langit-langit karena merasa sangat tersentuh oleh ekspresi kasih sayang putrinya yang tidak berubah.

(Oh, putriku adalah gadis termanis di dunia!!)

Ia mendengar kalau para ayah di dunia sering merasa sedih dengan kenyataan bahwa anak perempuan mereka tidak menyukai mereka ketika sudah menginjak usia remaja, tapi ...... tidak ada tanda-tanda seperti itu dengan putri tercintanya ini. Kurangnya pemberontakan sedikit mengkhawatirkannya, tapi itu hanyalah masalah sepele dalam menghadapi wajah menggemaskannya ini.

Kyotarou membalas pelukan itu dengan ringan, pipinya mengendur di pelukan putri kesayangannya.

“Aku pulang, Yuki. Kamu ... sudah besar, ya.”

“Hmm? Apa maksudnya dari jeda tadi?”

Ketika Ia dengan tenang melihat tinggi badan Yuki dan sedikit bergumam, Yuki langsung tersenyum padanya.

“Tidak... aku merasa kalau tinggi badanmu tidak banyak berubah, ya?”

“Bukannya ukurannya ini sudah pas! Bukannya ukuran yang pas di lenganku ini kelihatan lebih imut!”

Yuki yang sepertinya tidak mempunyai complex dengan fisiknya sendiri, membuat argumen yang kuat seperti preman. Kyotarou yang sedikit khawatir tentang pertumbuhan putrinya, tidak punya pilihan selain mengangguk pada pernyataan menggemaskan putrinya.

“Umm, yah... itu benar kok? Yuki memang imut sekali, kok.”

“Benar sekali, iya ‘kan~?”

Yuki langsung terlihat bangga dan mendengus “Ehem~” sembari menyilangkan tangannya di dadanya. Masachika dan Tomohisa kemudian muncul dari sisi lain.

“Selamat datang kembali, ayah.”

“Oh, kamu sudah pulang, ya? Kyotarou!”

“Ya, aku sudah kembali beberapa saat lalu.”

Setelah bertukar salam singkat, Masachika segera kembali ke dalam ruangan. Dibandingkan dengan sapaan antusias Yuki, yang satu ini sangat sederhana sekali.

(Ya ... putraku masih bertingkah jutek seperti biasanya)

Meski Kyotarou merasa sedikit sedih dengan sikap putranya yang acuh tak acuh setelah lama tidak bertemu untuk pertama kalinya, tapi Ia berpikir kalau reaksi semacam itu wajar saja buat anak remaja seumurannya.

(Sedangkan di sisi lain ...)

“Bagaimana dengan Inggris? Apa di sana ada banyak wanita cantik? Hmm?”

“... Ayah masih tidak bisa tenang seperti biasanya.”

Tatapan mata Kyotarou berubah menjadi lembut saat ayahnya mendekatinya sambil memasang senyum genit. Ia berpikir kalau ayah di usia tua biasanya takkan terlihat seperti ini.

“Ya ampun, Ojii-san, apa itu hal pertama yang kamu tanyakan kepada putramu sendiri ketika Ia pulang setelah sekian lama? Selamat datang kembali di rumah, Kyotarou-san.”

“Aku pulang, ibu.”

Kuze Asae, ibu Kyotarou, keluar dari belakang dengan ekspresi tercengang yang sama di wajahnya seperti Kyotarou. Walaupun istri dan putranya menatapnya dengan tatapan tercengang, Tomohisa tampaknya tidak menanggapi dan mengangkat suaranya.

“Kamu ini bicara apa! Ketika seorang pria menginjakkan kaki di negeri asing, memangnya ada kegiatan apa lagi yang harus Ia lakukan selain mencicipi anggur lokal dan wanita cantik!”

“Ayah ‘kan bukan peminum alkohol...”

Ekspresi Kyotarou semakin tercengang, tapi Ia tetap menutup mulutnya saat melihat senyum ibunya yang terkejut berubah menjadi senyum yang menakutkan.

“Ojii-san……?”

“!”

“Kamu mengatakan itu seolah-olah kamu sering melakukannya...?”

“Ti-Tidak, itu sama sekali tidak benar, kok? Aku hanya setia pada Asae-san...”

“Tapi Ojii-chan, dulu Ojii-chan pernah bilang kalau orang asing memiliki panggul yang berbeda, jadi pinggul mereka memiliki bentuk yang bagus, ‘kan?”

“Tidak!? Tidak, itu maksudnya orang Barat ... itu…”

“Aduh, aduh, ya ampun Ojii-san, kamu sampai mengajari itu pada Yuki-chan? Wah, wah, wah….”

“Ah, tidak, Asae-san?”

Tomohisa buru-buru mengejar Asae, yang mundur ke belakang dengan senyum tak menyenangkan di wajahnya. Kyotarou setengah lega dan setengah tercengang saat melihat perilaku orang tuanya seperti biasa. Yuki kemudian berbalik dan berkata sambil tersenyum.

“Jadi, aslinya bagaimana? Apa ada wanita cantik berambut pirang dengan gaya yang luar biasa?”

“Sampai Yuki ikut penasaran juga ... Yah, biarkan aku menaruh barang bawaanku dulu untuk saat ini.”

Dengan senyum masam di wajahnya, Ia beranjak dari pintu depan dan memasuki kamar bergaya Jepang di sebelah kiri, dan meletakkan barang bawaannya di sudut ruangan. Sementara itu, Yuki menempel di belakang Kyotarou, dan terus mengganggunya untuk membicarakan wanita cantik Inggris.

“Oh iya, apa ayah melihat maid? Inggris adalah rumah para maid, ‘kan? Apa ayah tidak punya foto maid sungguhan?”

“Aku memang melihatnya ... tapi aku tidak melihat maid muda semacam itu, kok? Ketimbang dibilang Maid, yang ada justru pengasuh biasa...”

“Ehhh~~? Apa enggak ada maid cantik berambut pirang yang boing-boing, gitu~~?”

“Kurasa hal yang seperti itu tidak ada...”

“Apaan~, membosankan sekali~. Oryaaaa~”

Sembari keluhan, Yuki melemparkan dirinya ke kaki Masachika yang sedang bermain game smartphone di kursi duduk.

“Aduhh, sakit tau, apaan sih?”

Ora, ora, padahal ayah sudah pulang ke rumah, tapi kamu masih terus-terusan bermain dengan smartphone-mu.”

Yuki mengarahkan tinjunya ke perut Masachika yang menatapnya sambil mengangkat smartphone-nya ke atas.

(Seperti biasa, mereka masih terlihat dekat)

Kyotarou menyaksikan adegan itu sambil tersenyum. Ia pernah mendengar kalau saudara kandung pada usia yang sama sering tidak berbicara satu sama lain atau saling memandang, bahkan ketika mereka berada di rumah yang sama. ...... Tapi tidak ada tanda-tanda semacam itu di antara mereka berdua. Sebaliknya, mungkin karena mereka biasanya hidup terpisah satu sama lain, ketika mereka bersama, mereka bergaul seolah-olah mereka adalah sahabat sejati.

“Ya ampun”

Masachika mengangkat alisnya, lalu meletakkan smartphone-nya sambil meraih tinju Yuki untuk menghentikannya, seolah-olah Ia memiliki sesuatu dalam pikirannya. Kemudian Yuki dengan cepat mengambil smartphone-nya dan langsung mengoperasikan layar sambil berbaring telentang di paha Masachika.

“Oh, kamu sudah mencapai bab 5. Kamu sudah melakukannya dengan baik tanpa membayar~.”

“Jangan sembarangan memainkan smartphone orang lain seenaknya!? Memangnya kamu lupa dengan perkataanmu sendiri sebelumnya?” (TN: Kejadian di volume 4 chapter 1, saat Yuki menunggangi Masachika di atas tempat tidur)

“Eh? Yang mana? Apa tentang orang asing memiliki panggul yang berbeda, jadi pinggul mereka memiliki bentuk yang bagus?”

“Mana kutahu! Lagian, Apa-apaan dengan itu!”

“Haaa! Apa itu berarti Alya-san dan Masha-san juga ...? Aku harus memeriksa ini di kemah pelatihan yang akan datang!”

“‘Aku harus memeriksanya’, dengkulmu!? Cepat kembalikan smartphone-ku.”

“Enggak mau~”

Ketika Masachika berusaha merebut kembali smartphone-nya, Yuki berbalik sembilan puluh derajat dengan susah payah dan mengambil posisi berlutut menghadap perut Masachika.

“Jangan bilang begitu~, bahkan Aniki sangat menantikannya, ‘kan? Penampilan Alya-san dan Masha-san dalam balutan baju renang mereka ~

“Jangan menulis kata “” di paha!?”

“Sayang sekali ! Itu adalah “φ” bukan “”!”

“Aku enggak terlalu peduli!”

“Hmm~? Kamu enggak terlalu peduli ~? Ayolah, jangan keras kepala begitu ... Kamu benar-benar sangat menantikannya saat memikirkan mereka berdua memakai baju renang mereka, bukan?”

“Tidak, aku memang tidak terlalu peduli yang begitu ... maksudku, serius, aku tidak terlalu menantikannya, tau?”

“Fumu, sepertinya selangkanganmu memang tidak menonjol, guhaaa!?”

Yuki dipukul di pelipis dengan pukulan siku dan mengerang kesakitan di atas tikar tatami. Sambil duduk di depan meja, Kyotaro merasa terkesan dengan pemandangan itu dan kemudian mendadak berpikir.

(Tidak, bukannya mereka ... terlalu dekat?)

Ketimbang terlihat seperti teman dekat, percakapan mereka terdengar seperti pasangan “baka-couple”. Mendengar percakapan yang seakan-akan menunjukkan kemesraan mereka membuat Kyotarou ingin mengomentari “Eh, kalian berdua pacaran,ya?” dengan wajah datar.

(Tidak, tidak, mana mungkin iya ‘kan. Lagipula ini tidak seperti di dalam manga ...)

Mana mungkin hal semacam itu terjadi pada anak-anakku, ….. seraya menggelengkan kepalanya, Kyotarou membuka mulutnya dengan santai untuk menghilangkan kekhawatirannya.

“Ngomong-ngomong, apa kalian berdua sudah punya pacar?”

Menanggapi pertanyaan Kyotaro, Masachika menatapnya dengan tatapan mencurigakan, dan Yuki sedikit mendongak sambil memegangi kepalanya.

“Aku masih belum punya ... Bukannya aku sudah pernah mengatakan itu terakhir kali?”

“Aku juga masih belum punya~. Lagipula, aku tidak ada niatan untuk cari pacar.”

(Hmmm~~?)

Tidak, yah, Ia sudah menduganya. Karena dirinya sering bertukar pesan dengan mereka berdua, dan mereka sudah mengatakan itu juga. Namun, satu-satunya hal yang mengganggunya ialah komentar Yuki yang “tidak ada niatan untuk mencari pacar.”

(Aku mendengar kalau bahkan anak SMP saja sudah biasa punya pacar di jaman sekarang ... Dengan keimutan Yuki, aku yakin ada banyak cowok yang mengajaknya pacaran? Tidak, tentu saja aku tidak ingin dia berpacaran dengan sembarang cowok!)

Ketika Kyotarou memikirkan hal ini, Yuki yang telah pulih mulai mendekatinya dalam posisi merangkak. Kemudian, dia melihat ke arah Kyotarou dengan senyuman cengengesan yang terlihat mirip seperti Tomohisa.

“Jadi, Ayah sendiri bagaimana?”

“Apanya?”

“Pembicaraan tadi! Apa ayah bertemu dengan wanita cantik berambut pirang? Para diplomat sering menghadiri pesta, iya ‘kan? Memangnya Ayah tidak diperkenalkan dengan seorang wanita muda yang baik dari pemerintah Inggris~?”

“Cerita itu, ya ...  tidak, yah, memang ada beberapa orang cantik, sih.”

Faktanya, Kyotaro terkadang menghadiri pesta ditemani pasangannya karena posisinya sebagai diplomat. Dalam beberapa kasus, Ia akan meminta junior wanitanya yang masiih lajang untuk berperan sebagai pasangannya, tapi kebanyakan Ia hadir sendirian. Pada kesempatan seperti itu, bukan hal yang aneh ketika ada seseorang memberitahunya sesuatu seperti, “Oh, apa kamu masih lajang? Lalu bagaimana kalau dengan putriku?” Namun, Kyotaro menganggap itu sebagai basa-basi semata dan tidak menganggapnya serius.

Saat Ia merangkum semua itu, Yuki hanya membalas “Hee~~?” dengan nada yang dipenuhi keraguan.

“Apa itu beneran cuma basa-basi saja~?”

“Tentu saja. Putri orang itu berusia pertengahan dua puluhan, tau? Sudah jelas sekali kalau Ia cuma bercanda.”

Yah, bukannya Ia tidak pernah berada dalam suasana aneh dengan putri itu dalam keadaan mabuk. Kyotarou mencurigai kalau itu mungkin salah satu taktik “honey trap”, mengingat fakta bahwa konferensi internasional besar sudah dekat. Ngomong-ngomong, untungnya pada saat itu, Ia bisa diselamatkan berkat  juniornya, yang selalu Kyotarou minta untuk bertindak sebagai pasangannya, yang bergegas ke tempat kejadian. Setelah itu, juniornya itu memperingatkannya, “Karena Kuze-san lemah terhadap alkohol, jadi harap lebih berhati-hati dengan orang-orang semacam itu!” Sejak itu, juniornya itu lebih sering menemaninya daripada sebelumnya sebagai penanggulangan adanya honey trap, tapi...... Kyotarou justru berpikir kalau juniornya yang lebih muda dan cantiklah yang harus lebih waspada terhadap honey trap.

(Yah, karena dia orang yang tegas dan aku yakin kalau dia seharusnya tidak menyentuh informasi sensitif selama tugasnya ...)

Sambil memikirkan itu, Ia hanya berkata, “Tidak ada yang mau pria paruh baya  yang sudah mempunyai anak,” karena itu bukan sesuatu yang akan Ia bicarakan dengan putrinya. Itulah niatnya yang sebenarnya, dan bahkan jika ada seorang wanita yang tertarik padanya, Kyotarou tidak punya niatan untuk menikah lagi. Namun, Yuki tampaknya tidak berkecil hati dan terus mendekat.

“Kalau gitu, bagaimana dengan seorang janda cantik? Apa tidak ada penyihir cantik yang sama-sama sudah mempunyai anak dan bisa diajak bicara dengan ayah?”

“Eh~?Hmm~ yah, kurasa ada yang begitu, seorang diplomat Prancis yang kutemui di konferensi itu ...”

“Ternyata ada, toh?!”

“Wanita cantik dari Prancis!”

Suara gembira Yuki tumpang tindih dengan tsukkomi  Masachika.

“Tidak, yah, sepertinya dia juga meninggalkan putrinya di negaranya untuk bekerja, juga, tau? Jadi kami hanya mengobrol sebentar, cuma itu saja dan tidak lebih, oke?”

Kyotarou mengatakan ini untuk menenangkan Yuki yang sedang heboh tentang sesuatu, tapi kemudian Yuki tiba-tiba menyipitkan matanya.

“Tapi, ayah tadi bilang “ada”, bukan “pernah ada”, iya ‘kan? Apa itu berarti Ayah masih melakukan semacam interaksi dengan wanita tersebut?”

“Hah!? Tidak...”

Kyotaro tanpa sadar menahan napas pada sudut pandang yang tiba-tiba tajam. Kemudian datang tindak lanjut lain dari putranya yang duduk tak jauh dari tempatnya.

“Apa jangan-jangan kenalan itu adalah orang yang aku kirimi barang otaku sekitar setengah tahun yang lalu?”

“!? Uh, i-iya, begitulah?”

“Hmm? Ahh~~! Surat yang waktu itu!”

Kyotarou membuang muka tanpa alasan karena tebakan benar kedua anaknya. Faktanya, putri dari diplomat Prancis itu tampaknya menyukai budaya otaku Jepang, dan dia bertanya apakah dia bisa mendapatkan barang otaku dari karya tertentu melalui ibunya. Surat itu ditulis dalam bahasa Jepang yang canggung, memancarkan jejak upaya yang luar biasa. Antusiasme putri diplomat itu begitu besar sehingga Ia tidak bisa menolak permintaannya, dan Kyotarou mengirim permintaan tersebut ke Masachika.

Selain itu, barang-barang tersebut tidak terlalu sulit didapatkan di Jepang, sehingga Masachika menerima permintaan kenalan Ayahnya. Kemudian, pesan terima kasih yang antusias disampaikan melalui ayahnya, jadi Masachika dan Yuki masih mengingatnya juga.

“Nufufu~ Ayah, kamu enggak boleh berbohong padaku, tau~? Ternyata Ayah masih berinteraksi dengan diplomat prancis itu~”

“Tidak, sudah kubilang bukan begitu. Sebagai ucapan terima kasih, kami hanya makan malam ringan saja, oke? Pertama-tama, sebagai perwakilan negara masing-masing, kami selalu berusaha mencari niat sebenarnya satu sama lain——” 

Kyotarou membuat alasan itu, tapi seringai Yuki tidak berhenti sama sekali.

“Eh~ tidak masalah, ‘kan~? Diplomat dari negara yang berbeda bisa saling jatuh cinta terlarang, ‘kan??”

“Tidak, itu bukannya dilarang, tapi...”

“Tidak masalah, iya ‘kan~? Ayah bisa menikah lagi dengan wanita cantik berambut pirang dan mengirim putri tirimu, seorang gadis Prancis yang cantik, ke tempat ini tanpa alasan tertentu, tidak masalah, iya ‘kan? Onii-chan dan gadis cantik berambut pirang yang tiba-tiba menjadi adik tirinya mulai hidup bersama dalam tiga detik setelah pertemuan pertama mereka, iya ‘kan~?”

“Tidak masalah dengkulmu!? Memangnya itu cerita novel ringan?!”

Masachika mengeluarkan tsukkomi dari belakang kepada Yuki yang dalam mode otaku. Namun, Yuki mengabaikannya dan mendesak Kyotarou untuk meminta informasi lebih.

“Ngomong-ngomong, berapa umur putri dari Diplomat Prancis itu?”

“Umm, kalau tidak salah dia pernah mengatakan umurnya 14 atau 15 tahun?”

“Hou~? Dengan kata lain, adik tiri, ya? Kira-kira apakah akan terjadi perang adik tiri dan adik kandung, antara aku dan gadis itu!?”

“Meski kamu bilang begitu, kamu pasti akan bergaul dengan gadis itu, ‘kan.”

“Dan kemudian, pertempuran komedi romantis sengit untuk memperebutkan Onii-chan antara adik tiri berambut pirang dan teman sekelas berambut perak akan dimulai!?”

“Kagak dimulai, kagak dimulai.”

“Hmm? Teman sekelas berambut perak? Apa jangan-jangan dia itu gadis yang pernah kamu bicarakan tempo hari, umm namanya kalau tidak salah ...”

Saat Kyotarou meraba-raba dalam ingatannya dan bergumam sedikit, pintu geser ruangan itu tiba-tiba terbuka dengan keras. Menengok ke arah sana, Tomohisa yang terlihat kelelahan, berdiri dengan senyum manis.

“Maksudmu Kujou Alisa-san, ‘kan! Apa, apa kamu sudah membuat kemajuan? Hmm?”

Kemudian, sambil mengatakan jawaban yang benar, Ia bergegas masuk ke dalam ruangan.

“Tidak ... karena tidak terjadi apa-apa seperti yang Kakek harapkan.”

Masachika membuang muka sambil meringis jijik pada tatapan penasaran ayah dan kakeknya. Tapi kemudian, Yuki langsung membeberkan cerita gosip.

“Onii-chan bilang Ia mengerjakan tugas PR musim panasnya bersama gadis itu. Di rumah, cuma berduaan, selama berhari-hari!”

“Hoho~!”

“Hee~ kamu lumayan juga”

“Tidak, sudah kubilang kalau aku cuma mengerjakan tugas PR musim panasku saja ...”

Sementara menjadi semakin muak dengan tiga orang yang terang-terangan meningkatkan ketegangan mereka, Masachika beralasan kalau dirinya tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Namun, adik perempuannya yang tengil takkan berhenti begitu saja.

“Begitulah pembelaan si terdakwa, tapi kenyataannya bagaimana? Terakhir kali aku pergi ke kamar Onii-chan ...”

“Siapa yang kamu panggil terdakwa?!”

Tanpa memedulikan tsukkomi Masachika, Yuki meletakkan tangannya di sisi mulutnya seolah-olah sedang memberitahu sebuah rahasia, dan mencondongkan tubuhnya ke arah Kyotaro dan Tomohisa. Kemudian, setelah berhasil menarik minat mereka berdua, dia lalu menyeringai dan menjatuhkan bom.

“Aku menemukan rambut perak Alya-san jatuh di tempat tidur Onii-chan! Kyaa~ kira-kira apa yang habis mereka lakukan, ya~! Aku penasaran apa yang mereka lakukan, ya~ !? Apa mereka sedang mempelajari bab reproduksi~!?

“Hoho~ kalau itu sih tidak boleh diabaikan~? Hmm? Apa kamu sudah belajar keras? Apa kamu sudah memenuhi kreditmu dan lulus?”

“Aku tidak melakukan itu! Jangan sembarangan menyimpulkannya! Itu tidak sopan bagi Alya juga!”

Masachika membantah ucapan Tomohisa yang vulgar. Yuki lalu meletakkan tangannya di bahunya dengan wajah lembut.

“Aku paham, kok. Karena Onii-chan perjaka pengecut yang tidak punya nyali, jadi kamu tidak berani menyentuh Alya-san, ‘kan? Yup, aku paham, kok.”

“Hmm? Apa kamu ngajak berkelahi, hah?”

“Mana mungkinlah. Aku ini berada di pihakmu, loh? Oleh karena itu, aku akan membantumu supaya bisa lebih dekat lagi dengan Alya-san di kemah pelatihan yang akan datang, oke?”

“Kamu terlalu banyak ikut campur, tau”

“Untuk sementara ini, kamu lebih suka yang mana, baju renang Alya-san terhanyut karena ombak atau kalian berdua terdampar di pulau tak berpenghuni?”

“Memangnya kamu ini bodoh apa? Tentu saja aku pilih dua-duanya.”

“Oke, kalau begitu, aku akan membuat baju renang Alya-san hanyut, dan kemudian membiarkan Onii-chan dan Ketua terdampar di pulau tak berpenghuni, ya~~”

“Tunggu sebentar. Apa-apaan dengan situasi mengerikan itu?”

“Hah? Karena aku tidak bilang kalau Aniki dan Alya-san akan terdampar di pulau...”

“Sialan, aku tak menyangka akan jatuh ke dalam dalam jebakan yang belum sempurna ini ... Tidak, dari mana datangnya permintaan untuk itu?”

“Ada permintaan di antara fujoshi. Lalu, ada permintaan dari orang-orang yang tidak ingin ada bajingan masuk ke dalam pemandangan gadis-gadis yang sedang bermain-main dengan pakaian renang.”

“Hah, jadi yang mereka maksud itu aku, ya?”

“Jadi begitulah. Kalau Onii-chan ingin berbaur juga, kamu harus berubah menjadi wanita dulu, oke?”

“Rintangan “pertama” itu saja sudah sangat sulit.”

“Jangan khawatir. Bahkan jika kamu awalnya cuma cowok biasa-biasa saja, kamu akan menjadi seorang gadis cantik ketika mengambil bentuk perempuan.”

“Bahkan jika itu memang yang terjadi, bagaimana kamu akan menjelaskannya kepada anggota OSIS yang lain?”

“Yah, kurasa aku tidak punya pilihan selain memperkenalkanmu sebagai sepupuku, Kuze Masachika-chan*, iya ‘kan? (TN: Beda tulisan kanji tapi penyebutannya masih sama-sama Masachika)

“Kamu justru tidak ada niatan untuk mengibuli namanya.”

“Jangan khawatir! Karena aku akan memanggilmu Chika-neechan!”

Melihat Yuki mencoba membantu kehidupan cinta kakaknya sambil bercanda, Kyotarou merasa kekhawatirannya mulai sirna.

(Apaan ... kurasa aku memang terlalu memikirkannya. Yah, itu benar.)

Memikirkan kalau kakak beradik ini menjalin hubungan cinta terlarang merupakan khayalan konyol dan tidak masuk akal. Kyotarou merasa malu pada dirinya sendiri karena sudah membuat tebakan jahat semacam itu, meskipun cuma sesaat. (TN: Sampai bapaknya sendiri curiga loh wkwkwk :v rute incest goes brrrrrr)

(Mereka berdua hanyalah kakak beradik yang sangat dekat . Ya, bukannya itu sesuatu yang menggemaskan?)

Seraya memikirkan kembali hal itu, Kyotarou dengan hangat mengawasi mereka bersama Tomohisa ... Di ujung pandangan mereka, Yuki sedang memeluk punggung Masachika. Kedua lengan dan kakinya terjalin dengan erat.

“Kenapa? Apa ada yang salah?”

“Tidak, entah kenapa ... karena aku sudah memeluk ayah, jadi kupikir aku harus memeluk Onii-chan juga.”

“Ketimbang meluk, ini sih mirip naik kuda-kudaan ... ditambah lagi, kamu itu berat, tau?”

“Hah? Apa kamu barusan memberi tahu seorang gadis kalau dia itu berat?”

“Aku memang bilang begitu?”

“Dasar keparattttttttttt!!!”

Sambil berteriak marah, Yuki membuka mulutnya dan memamerkan giginya, dia lalu mengincar leher Masachika…

Gigit gigit

“Jangan digigit, jangan digigit.”

“Hmm ~ kurasa sekitaran peringkat A2 ~”

“Hmm! Rasanya jadi sulit untuk mengomentarinya ... kamu setidaknya bisa mengoyak kalau peringkat F1.”

“Enggak ada yang namanya F1. Lagipula ini bukan mobil.”

“Tidak,  itu sih aku sudah tahu. Tapi sebagian besar yang begini biasanya peringkat F, ‘kan?

“Sesuatu seperti 'Adikku mengejekku karena mempunyai peringkat F tak terandingi di kantin sekolah'?”

“Yah, kurang lebih semacam itu ... tunggu sebentar, apa kamu tadi bilang kantin sekolah?”

“Ahh, yang tadi itu cuma sub judul, dan judul utamanya adalah ‘Reinkarnasi Daging Sapi’.

“Bukannya itu nanti dimakan! Karya macam apa itu!”

“Karakter utama bereinkarnasi sebagai Minotaur di dunia lain, memasak tubuhnya sendiri di kantik sekolah yang dilanda kekuarangan pasokan makanan, dan membuat para heroine melepaskan pakaian mereka sambil berkata ‘Yummi~!’”

“Jangan berpikir kalau kamu bisa membuat orang-orang membacanya cuma karena melepas baju gadis-gadis cantik, oke?”

“Oh iya, omong-omong, semua heroine-nya adalah montsrer troll.”

“Sungguh gambaran yang menjijikan!”

“Kamu ini bicara apa? Ini merupakan karya yang menyentuh di mana dua spesies yang berbeda saling memahami melalui kegembiraan makan, kebahagiaan yang umum bagi semua makhluk hidup.”

“Itu memang mengharukan kalau tidak ada unsur kanibalismenya.”

“Di akhir cerita, ketika karakter utama memberikan tangan kanannya yang tersisa kepada cucu kepala sekolah dan berkata sembari tersenyum sedih, 'Ah, kurasa aku tidak bisa memasak lagi,' kamu tidak bisa membendung air matamu, iya ‘kan”

“Cuma orang-orang psikopat saja yang mau membaca karya semacam itu.”

“Dan pada akhirnya, si karakter utama membalas adik perempuan yang mengejekknya dengan hidangan terbaik yang pernah ada.”

“Bukannya itu balas dendam yang terparah?!! Itu cara balas dendam yang paling menjijikan!!”

“Yah, karena adiknya juga sama-sama Minotaur dan herbivora, jadi dia tidak bisa memakan hidangan itu.”

“Ini seperti membuang lumpur ke dalam sampah dengan sisa rasa yang tidak enak.”

“Bagaimana dengan itu? Menarik, bukan?”

“Ya, aku jadi tertarik dengan isi kepalamu yang bisa memikirkan ide semacam itu.”

Yuki mengguncang kerasa tubuh Masachika dengan serangkaian ocehan ngelantur dan tawa cekikikan. Ketika melihat pemadangan itu, Kyotarou dengan cepat mengalihkan perhatiannya ke teras dengan senyum di wajahnya.

(Yup, bukannya mereka terlalu dekat?)

Mau tak mau, Ia jadi kepikiran hal semacam itu.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama