Tanin wo Yosetsukenai Chapter 108 Bahasa Indonesia

Chapter 108 — Penderitaan

 

Mungkin tidak ada orang lain yang akan pergi bersamanya selain kami. Jika ada yang pergi dengannya sekali, mereka pasti takkan pernah ingin menemaninya lagi.

“Ngomong-ngomong, jangan pernah memberitahunya tentang ini.”

“Ah, itu benar, masalahnya bakal rumit jika Ayah tahu. ”

Ayah kami suka karaoke. Jika tahu kalau kami akan pergi, Ia mungkin mencoba mengikuti kita apa pun yang terjadi. Selain itu, mengingat keadaan bencana ketika aku mengajak Fujisaki ke rumahku, mungkin Ia akan berkata, “Aku cuma menyapa calon menantuku.”

...Ini benar-benar tidak bagus. Kami harus merahasiakannya tak peduli apa yang terjadi.

“Jika kebetulan ayah ikut dengan kami, itu akan menjadi pengalaman traumatis bagi Fujisaki. Aku tidak ingin orang lain harus mengalami itu.”

“Ya ya. Kami tidak boleh mendapatkan korban lagi.”

Anehnya, ayahku sering berkaraoke, tapi sepertinya kemampuannya tidak pernah membaik. Alasan mengapa aku tahu ini adalah karena ketika pulang, Ia memberitahuku berapa skornya, meskipun aku tidak menanyakannya.

Secara umum, skornya cukup rendah, tetapi ayahku tidak menyadarinya. Ia adalah pria yang cukup bahagia.

“Bahkan ketika bersenandung, aku merasa merinding. Tidak, sepertinya aku tidak tahu bagaimana Ia bisa bersenandung dengan nada yang tidak selaras.”

“Aku mencoba untuk menjauh darinya ketika Ia dalam suasana hati yang baik. Karena aku merasa telingaku akan pecah jika terus mendengarkan senandungnya.”

“Aku bahkan tidak tahu lagu apa yang Ia nyanyikan, tapi iramanya sangat kacau sampai-sampai membuatku mual. Itu membuatku gugup untuk berpikir bahwa Ayah menyenandungkan lagu itu di tempat kerja juga.”

“Ugh, aku benar-benar tidak mau membayangkannya ...”

Buta nadanya sudah mirip semacam polusi. Begitu mulai bersenandung, Ayah kami tidak bisa berhenti, jadi tidak masalah apa yang kamu katakan. Satu-satunya hal yang dapat kamu lakukan adalah menunggu sampai selesai.

“Ini sangat mengganggu karena kita tidak bisa menghentikan kebisingan. Aku ingin tahu apakah dia benar-benar punya teman.”

“Mungkin ada Yah, mungkin mereka lebih membencinya dari kita.”

Ia bukan orang jahat. Bukannya tidak menghormatinya sebagai seorang ayah. Aku tahu aku bisa mengandalkannya pada waktu-waktu tertentu, dan Ia mengawasiku dengan hangat.

Tapi masalah itu dan ini merupakan dua hal yang berbeda.

“Departemen ayah pada dasarnya adalah pekerjaan di belakang meja, jadi aku yakin senandungnya dapat didengar ke segala arah. Memikirkannya saja sudah menakutkan.”

“Kantor yang kamu lihat di TV tidak memiliki partisi. Aku yakin mereka bisa mendengarnya.”

Aku benar-benar tidak tahu bagaimana Ia bisa menikah. Ibuku pasti orang suci atau semacamnya.

Sayaka mengutak-atik ponselnya.

“Yah, aku tidak peduli tentang ayah itu.”

Dia tiba-tiba melepaskan topik pembicaraan. Aku cuma bisa tersenyum getir.

 “Itu hal yang buruk untuk dikatakan."

“Bagaimana hubungan kuso-aniki dengan Fujisaki-san? Apa ada kemajuan?”

Jantungku hampir copot dengan pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan. Tatapan Sayaka bergerak bolak-balik antara layar ponselnya dan wajahku.

“Apa yang sedang kamu bicarakan?” balasku.

“Apa maksudmu… Tak peduli seberapa naifnya kuso-aniki, kamu pasti sudah mengetahuinya, ‘kan? Aku sedang berbicara tentang hubungan percintaan kalian.”

“Kamu juga suka melakukan pembicaraan cinta ya …”

“Apa kamu melakukan ini dengan sengaja dari sebelumnya untuk menghindariku? Jawab pertanyaannya.”

Sebenarnya, itu sengaja. Aku bingung harus bagaimana menjawabnya.

“Aku akan bertanya lagi. Sudah seberapa jauh hubungan kalian?”

“Tidak, hubungaku dengan Fujisaki tidak seperti yang kamu bayangkan…”

“Pembohong. Jangan meremehkan sensor otaku rahasia. Aku biasanya memantau ekspresi orang, jadi aku bisa memahami banyak hal.”

“... apa-apaan dengan sensor aneh itu?”

Meskipun aku berbicara ringan, aku mencari tindakan terbaik. Aku tidak ingin memberi tahu siapa pun bahwa dia telah melakukan sesuatu yang mirip dengan pengakuan cinta.

“Bagaimana pendapatmu tentang Fujisaki-san?”

“Kamu sampai mengatakan hal yang sama dengan ayah.”

“Ja-Jangan menyamakan kita seperti itu! Aku tidak mengatakannya di hadapannya langsung.”

Dia benar-benar tidak ingin disamakan. Ayahku yang malang…

“Aku tidak tahu mengapa kamu menanyakan itu padaku sejak awal. Ini sama sekali tdak ada hubungannya denganmu.”

“Itu memang bukan urusanku… tapi….”

Dia menggertakkan giginya. Mungkin dia mendapat firasat tentang sesuatu saat berinteraksi dengan Fujisaki. Memang benar bahwa sensor Sayaka tidak bodoh. Dia peka terhadap perubahan ekspresiku.

“Fujisaki-san juga yang memprakarsai karaoke ini, bukan?”

“…yah.”

“Aku pikir kuso-aniki harus memikirkan semua ini dengan benar. Dengan serius."

Tidak ada kesalahan dalam apa yang Sayaka katakan. Aku tahu bahwa aku harus memikirkannya sendiri.

Namun, memikirkannya juga berarti menghadapi masa lalu. Apakah aku bisa memaafkan diriku sendiri? Apakah aku memiliki keinginan untuk maju?

“Ngomong-ngomong, jika aku harus memberitahumu pendapat pribadiku…”

Dia mematikan layar ponsel yang dia lihat sebelumnya.

“Aku tidak berpikir ada orang yang sebaik dirinya. Aku terkejut mengetahui bahwa mungkin ada orang yang begitu murni. Seorang siswa SMA pasti memiliki satu atau dua pemikiran yang korup, tapi dia tidak seperti itu sama sekali. Bukankah dia adalah berkah bagi seseorang yang tak berdaya seperti kuso-aniki?”

“Terlepas dari apakah aku tidak berdaya atau tidak, Fujisaki pasti memiliki kepribadian yang baik.”

“Dia itu punya kepribadian yang baik, imut, pintar, dan dia tidak pernah berbicara buruk tentang siapa pun. Dia seperti gadis ideal. Bukankah menurutmu begitu?”

“…”

Aku tidak bisa menjawab apa-apa. Dia melanjutkan seolah-olah memberikan pukulan terakhir.

“Aku lebih menyukainya ketimbang gadis cantik itu.”

...Dia benar-benar menyadari perasaan Fujisaki. Itulah sebabnya mengapa dia mengatakan itu. Dia memintaku untuk bertanggung jawab sebagai seorang pria.

“Pokoknya, lakukan saja dengan benar pada hari Minggu nanti.”

Hanya itu yang dia katakan, lalu dia beralih ke komputernya. Tanpa memperhatikan kehadiranku, dia memulai permainan otome dan memasang headphone di telinganya. Kurasa itu berarti percakapan sudah selesai.

Karena tidak ada urusan lagi, jadi aku meninggalkan kamarnya.

Bahkan setelah meninggalkan kamarnya, perkataan Sayaka masih ternginag di dalam kepalaku.

Aku memiliki tanggung jawab. Aku sangat menyadari hal itu.

Aku tidak bisa lari dari masalah ini selamanya. Aku harus memikirkannya dengan serius.

Aku akhirnya menderita karena kegundahan itu sepanjang malam.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama