Tanin wo Yosetsukenai Chapter 109 Bahasa Indonesia

Chapter 109 — Pertemuan

 

Pada akhirnya, aku tidak mampu mengambil kesimpulan. Justru sebaliknya, yang datang menghampiriku adalah pesan Line dari Enami-san. Pesan tersebut menanyakan apakah aku punya waktu senggang pada hari Sabtu dan membantunya mengenai sesuatu.

Tentu saja, itu tentang membantu memasak.

Karena pada hari Minggu aku akan berkumpul dengan Fujisaki dan Sayaka. Secara alami, tidak ada masalah, jadi aku setuju dengan jawaban sederhana.

Mungkin, ini akan menjadi terakhir kalinya aku mengunjungi keluarga Enami.

Meski aku merasa sedikit bersalah, tapi aku tidak punya pilihan selain berhenti sekarang. Itu sama seperti ketika aku pertama kali menerima permintaan ini dari Enami-san. Aku ingin melakukan yang terbaik yang aku bisa.

Hari Sabtu pun tiba.

Karena sore harinya aku ada rencana, jadi sampai saat itu tiba, aku hanya belajar dan bermain game sesekali. Sebagai anggota klub sains, aku ingin mempertahankan tingkat keterampilan tertentu. Dalam game balap, jika ada jeda waktu antar game, Kamu mungkin kehilangan akal sehat dan tidak dapat mengontrol game dengan benar.

Saat aku menghabiskan waktuku seperti ini, waktu pun berlalu dan sudah waktunya untuk meninggalkan rumah. Aku membersihkan diri dan menuju pintu. Kemudian, mungkin memperhatikan suara langkah kakiku di tangga, Sayaka ikut turun bersamaku.

“Ada apa, Sayaka?”

“Kamu mau pergi kemana? Kelihatannya kamu tidak berencana mau pergi berbelanja.”

“Aku punya beberapa urusan. Jadi, aku akan pulang sebelum makan malam.”

“Hmm?”

Wajahnya tampak agak curiga. Namun, dia tidak bertanya lebih jauh. Mungkin dia berpikir kalau aku takkan menjawab pertanyaan lebih lanjut.

Aku naik kereta dan tiba di pintu keluar stasiun tempat kami akan bertemu.

Enami-san masih belum datang. Aku melihat layar ponselku, tetapi tidak ada pesan darinya. Jika menunggunya, dia pasti akan datang cepat atau lambat.

Sekitar sepuluh menit kemudian…

“Ternyata kamu sudah sampai, ya.”

Aku mendengar suara dari belakangku. Aku langsung tahu bahwa itu adalah suara Enami-san. Saat aku berbalik untuk mengeluh sedikit tentang keterlambatannya, suaraku tertahan di tenggorokan.

Sudah lama aku tidak melihatnya dengan pakaian kasual. Rasanya sudah lama sekali sejak aku dipanggil di tengah malam beberapa waktu yang lalu.

Rok berpinggang tinggi dan baju rajutan berwarna  biru tua. Selain itu, dia mengenakan mantel hitam.

Dia tampak berpakaian sedikit lebih modis ketimbang terakhir kali aku melihatnya. Aku tidak tahu banyak tentang mode wanita, tapi baju tersebut terlihat sangat cocok untuknya sehingga tanpa sadar aku terdiam.

Kupikir Sayaka juga memiliki pakaian serupa. Namun, penampilan Enami-san saat ini memancarkan keseksian yang melampaui seorang gadis SMA. Faktanya, dia bahakan menarik perhatian orang-orang yang berjalan di depan stasiun.

Saat aku terdiam beberapa saat, Enami-san terkekeh.

“Mulutmu terbuka, tuh.”

Aku bergegas menutup mulutku dengan tanganku. Aku merasa kesal karena menyadari kalau aku sedang diledek. Tapi aku tidak tega untuk berdebat.

“Bagaimana pendapatmu? Sudah lama sekali sejak aku membeli baju baru.”

“… Itu terlihat bagus. Suasananya jadi terlihat berbeda dibandingkan dengan biasanya.”

“Begitu ya. Yah, walau harganya agak mahal, tapi kurasa ini harga yang sepadan.”

Aku merasa kalau suasana hati Enami-san lebih baik dari biasanya hari ini. Tidak, itu sama ketika kami berbicara di kafetaria. Mungkin suasana hati Ibu Enami yang lebih baik juga berdampak positif pada Enami-san.

“Aku selalu bekerja paruh waktu, jadi aku punya banyak uang sendiri. Melihat ekspresi di wajahmu membuatnya sepadan dengan biayanya.”

“Aku cuma sedikit terkejut saja! Apa-apaan…”

“Ya, ya.”

Aku menyesal telah lengah. Dia terlihat sangat bangga dengan kemenangannya.

Enami-san dan aku mulai berjalan berdampingan.

Bahu kami hampir bersentuhan satu sama lain. Aku menemukan diriku menjadi sedikit gugup. Aku mencoba yang terbaik untuk menahan ekspresiku karena aku tidak tahu seberapa lama aku bakal diledek jika aku menunjukkan perasaanku seperti ini.

Ketegangannya berbeda dari saat aku berduaan dengan Nishikawa.

Aku akan pergi ke rumah Enami-san berduaan dengannya. Menyadari fakta ini membuatku merasa agak aneh. Seharusnya aku sudah terbiasa melihat Enami-san berjalan di sampingku, tapi sensasi rambutnya yang berkibar dan kehangatan tubuhnya yang ditransmisikan melalui udara mengganggu otakku.

Berlawanan arah dari saat aku biasanya pulang. Aku melewati pertigaan biasa di pertigaan dan masuk lebih dalam ke kota.

Kami berdua terdiam beberapa saat, tapi kemudian tawa Enami-san tiba-tiba meledak.

“A-Apa...?”

“Tidak, bukan apa-apa.”

Jika aku tidak membuka mulutku pada saat ini, Enami-san akan mengolok-ngolokku dengan ejekan “Perjaka” lagi. Aku mempunyai firasat kalau itulah yang bakal terjadi, jadi aku mencari topik yang sesuai.

“Berapa banyak pekerjaan yang kamu lakukan sekarang?”

Aku mengangkat topik yang sepele, tetapi karena hal tersebut sudah dibahas sedikit lebih awal, jadi seharusnya itu takkan membuatnya tidak nyaman.

“Hmm? Ah. Aku bekerja tiga hari seminggu, Senin, Rabu dan Jumat. Aku telah memutuskan untuk mengecualikan hari libur.”

“Apa itu alasana kenapa kamu dalam suasana hati yang baik?”

Kelelahan Enami-san sepertinya sudah surut dari wajahnya. Aku pikir dia cepat membuat keputusan dan kemudian mengeksekusinya. Aku pernah melakukan pekerjaan paruh waktu selama liburan panjang, tapi aku tidak berpikir aku berada dalam suasana di mana aku dapat segera berhenti jika aku mau.

Tetap saja, itu benar-benar sangat sesuai dengan sifat Enami-san untuk bergerak dengan paksa dengan kecepatannya sendiri.

“Apa aku tampak dalam suasana hati yang baik?”

“Apa kamu tidak tahu seberapa judesnya kamu biasanya ...?”

Saat dia bersamaku dan Nishikawa, dia jauh lebih baik. Meski begitu, dia jelas kurang ramah terhadap orang lain.

“Kamu terlalu berlebihan. Bukan berarti aku selalu seperti ini.”

“Tetapi tetap saja. Aku senang keadaanmu sudah membaik. Saat kamu mengalami demam, Nishikawa sangat mengkhawatirkanmu.”

“Itu juga berlebihan. Yah, aku minta maaf karena sudah membuat kalian khawatir.”

“Ya ampun…”

Jika dia selalu dalam suasana hati yang baik, akan lebih mudah bagiku dan Nishikawa. Tapi mungkin cuma aku saja yang tidak tahu kalau kepribadian Enami-san yang asli merupakan orang seperti ini.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama