Chapter 91 — Sudah Terbiasa
Begitu memasuki rumah
Enami-san, aku menyadari kalau situasinya tidak banyak berubah.
Di dalam ruang tamu. Ibu Enami
sedang duduk di sana. Nishikawa sedang mengumpulkan sampah-sampah kecil seperti
yang dia lakukan minggu lalu. Namun, sepertinya mereka tidak bisa membuat
perubahan besar pada ruangan dan perabotan yang rusak tertinggal.
“Hei, Naocchi! Syukurlah kamu
sudah datang! ”
Nishikawa berkata dengan volume
suara yang tidak membuat Ibu Enami kesal.
Ibu Enami di belakang ruangan juga
tersenyum melihat kehadiranku. Mengingat peristiwa yang terjadi minggu lalu,
dia kelihatannya tidak terlihat ramah padaku. Senyumnya itu seperti senyum
samar bagi seseorang yang berjaga-jaga.
“Ah, kamu datang lagi ya. Aku
senang Risa punya banyak teman.”
“Ah iya, selamat sore.
Bagaimana keadaan anda?”
“Aku merasa jauh lebih baik
sekarang, terima kasih.”
Namun, Enami-san yang sangat
penting tidak ditemukan di mana pun. Nishikawa yang mengenakan sweter atas dan
bawah, merenungkan kejadian dari terakhir kali, menjawab untukku.
“Risa-chan? Dia keluar buat
berbelanja sesuatu. Aku yakin dia akan segera kembali.”
Situasinya tidak banyak
berubah, tapi kegiatan bersih-bersih ini tampaknya berkembang sedikit demi
sedikit. Jumlah sampah di ruang tamu semakin berkurang. Baunya juga tidak
terlalu menyengat seperti dulu.
Sebuah kantong sampah
dikumpulkan di sudut ruang tamu. Dia sepertinya tidak punya niat untuk
melakukan apa pun tentang sampah itu, dan Ibu Enami sama sekali tidak
menyentuhnya. Lagi pula, hal yang ditakuti oleh Ibu Enami adalah perubahan pada
apa yang berfungsi sebagai bagian dari ruangan itu.
Tepat saat aku memakai sarung
tangan plastik untuk mengumpulkan sampah, Enami-san kembali.
“Ah.”
Dia menyadari kehadiranku dan
mengangguk kecil. Barang-barang yang dia beli sepertinya adalah minuman jelly
dan air. Kulkas tidak berguna di ruangan ini, jadi dia mungkin harus membelinya
lebih sering.
Enami-san sudah berganti
memakai baju olahraga. Kurasa wajar saja kalau dia harus mengenakan sesuatu
yang membuatnya tidak keberatan menjadi kotor. Biasanya, baju olahraga tersebut
akan terlihat norak, tapi ketika Enami-san yang memakainya, anehnya
penampilannya justru terlihat bagus.
Kakinya yang panjang dan
ramping serta tubuh yang langsing, membuatnya tampil layaknya seorang model.
Enami-san lalu menyerahkan
barang-barang yang baru saja dia beli kepada Ibunya. Dan ibunya hanya menjawab,
“Terima kasih”.
Begitu dia menerimanya, dia
mengeluarkan sebotol air dari kantong plastik dan meminumnya dalam satu
tegukan. Dahinya dipenuhi keringat. Bahkan di tempat yang dingin ini, orang mungkin
berkeringat saat diselimuti dengan futon.
“Jika ada sesuatu yang Ibu
inginkan, beri tahu aku segera. Aku akan membelinya nanti.”
“Oh, manisnya. Apa kamu
berusaha terlihat baik karena di sini ada cowok itu?”
“Bu… Itu tidak benar”
“Aku bercanda. Menakutkan
sekali~”
Untuk beberapa alasan,
Enami-san memelototiku. Memangnya aku melakukan sesuatu yang salah? Padahal tidak
ada yang menganggapnya serius, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Kami bertiga melanjutkan
bersih-bersih kami. Tidak peduli seberapa banyak sampah yang kami kumpulkan,
semuanya masih jauh dari kata beres. Sepertinya kami akan berakhir cuma
bersih-bersih saja hari ini.
Sampah di dekat TV sudah hampir
habis. Sedari awal, tidak ada banyak sampah di sekitar sana. Pecahan-pecahan
piring yang tersisa di karpet semuanya telah dikumpulkan. Pecahan piring itu
mungkin diambil dengan cara menempelkannya dengan lakban yang dibeli di Home center.
Area di sekitar meja makan masih
belum tersentuh. Kertas tisu berserakan di lantai dan makanan menempel di meja.
Aku dengan hati-hati membersihkan dan mengumpulkan sampahnya satu per satu.
“……”
Kami bekerja dalam diam.
Enami-san dan Nishikawa sama-sama terdiam. Ibu Enami juga pendiam.
Bayangan Ibu Enami minggu lalu
masih membekas di benakku. Tatapan marah yang dia tunjukkan pada kami saat kami
membereskan perabotan.
(Apa
kalian tidak bisa mendengarkan apa yang aku katakan?)
Nada suaranya tanpa kompromi.
Dia menatap kami seolah-olah ingin menembak kami. Kami tidak boleh melakukan
kesalahan yang sama lagi.
Saat aku dengan hati-hati
melanjutkan pekerjaanku, tiba-tiba aku mendengar suara gemerisik datang dari
dekat. Suara itu berasal dari dekat dapur. Aku mendongak dan menajamkan mataku
untuk melihat apa itu.
Kemudian aku menyadari.
“Oh, Keco…”
Sebelum aku bisa menuntaskan
ucapanku, Nishikawa lebih dulu mengangkat suaranya.
“Kyaaa~! Ah, Ah, Ah, Ah… Ke,
Ke, Ke, Ke,….!”
Dia tadi masih terdiam sampai
beberapa saat yang lalu, tetapi wajahnya berubah jadi pucat dan mundur dengan
penuh ketakutan.
“Tidak, aku tidak sanggup.
Tidak, tidak, aku tidak sanggup menyingkirkan makhluk itu . Seseorang tolong singkirkan,
singkirkan, selamatkan aku, tolong selamatkan aku…”
Dia segera mengoceh tidak
karuan. Dia tampak sangat tidak nyaman dengan serangga itu dan berteriak setiap
kali kecoa bergerak.
Sejujurnya, aku juga tidak bisa
berhadapan dengan kecoak. Mereka kadang-kadang keluar di rumahku, tetapi setiap
kali mereka muncul, aku kesulitan untuk menyingkirkan mereka. Aku tidak ingin
menyentuh mereka, jadi aku menggunakan semprotan untuk melemahkan mereka, lalu
menangkap mereka dan membiarkan mereka keluar. Pergerakan mereka sangat cepat
sehingga sulit untuk menyemprotnya jika kamu terlalu malas untuk menanganinya.
Aku lalu menghela napas.
Tenang. Cuma ada gadis-gadis
saja dalam situasi ini. Aku hanya perlu menghadapinya.
Saat aku hendak menghadapi
kecoa, Enami-san berjalan melewatiku.
–Eh?
Tidak ada keraguan dalam
langkah Enami-san. Dia langsung menuju kecoa dan membanting kotak tisu kosong
di tangannya sekeras mungkin.
Brakkk!
“……!”
Itu adalah serangkaian tindakan
yang sangat mulus. Aku langsung dibuat terdiam karena terkejut.
“……Yosh”
Sekali banting. Kecoa itu
sekarang berubah menjadi pemandangan yang tidak sedap dilihat. Enami-san
menyeka bangkai kecoa dengan lap dan kembali bersih-bersih seolah tidak terjadi
apa-apa.
Nishikawa dan aku tercengang.
Mungkin hal seperti ini selalu terjadi. Itu tindakan yang begitu brilian.
Enami-san memasukkan kotak
kosong tisu, bangkai kecoa, dan lap ke dalam tas sampah dan mengikat tas sampah
itu. Dia kemudian menatap kami dengan curiga karena kami tidak melanjutkan
pembersihan.
Aku kemudian berpikir.
–Dia
kuat.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya