Chapter 94 — Bingkai Foto
Ketika memasuki apartemen
Enami-san, aku menyadari kalau di sana ada lebih banyak barang daripada
sebelumnya. Aku pikir itu bukan karena dia sedang demam, tetapi karena dia
membawa beberapa barang bersamanya dari ruang tamu.
Misalnya saja, kotak musik. Aku
ingat pernah melihatnya ketika sedang membersihkan rumah. Itu kotak musik model
lama. Saklarnya agak terkelupas, ada slot untuk CD dan kaset, serta LCD-nya
tergores di sekitar tepinya.
Mungkin benda itu adalah sesuatu
yang dia temukan di ruang tamu ketika sedang membersihkan dan memindahkannya ke
sini. Jika seukuran ini, Ibunya takkan menyadarinya.
“Uhuk, uhuk…”
Enami-san lebih pendiam dari
biasanya. Dia menarik kardigan berwarna krem di atas
bahunya dan berbaring di kasurnya. Dia tampak kedinginan, dan tubuhnya sedikit
menggigil.
“Risa-chan. Keadaanmu terlihat
lebih buruk dari yang kuduga...”
“Makanya aku menyuruh kalian
untuk pulang.”
Menurut Enami-san, itu bukan sekedar
flu. Dia mengatakan kalau dia sudah pergi ke rumah sakit sekali untuk berobat.
“… Apa gejalanya cuma
tenggorokan gatal dan demam saha? Hidungmu sepertinya tidak pilek juga.”
tanyaku, yang dibalas oleh
Enami-san dengan cara yang agak lesu.
“Seluruh tubuhku terasa lemas. Aku
merasa sangat lelah sampai-sampai aku hampir tidak bisa berbicara.”
“Bagaimana demammu?”
“Sekitar 38,5 derajat. Mungkin
akan hilang setelah satu atau dua hari tidur.”
Ada beberapa tas plastik yang
tertinggal di sisi kasurnya. Dia pasti membeli beberapa nasi kepal atau
sejenisnya dari minimarket terdekat.
Berkat AC, suhunya lebih baik
daripada di ruang tamu. Itu sudah cukup membuatku berkeringat jika aku tetap
bersembunyi di sini. Wajah Enami-san sudah basah oleh keringat.
“Apa kamu memiliki nafsu makan?”
Nishikawa melirik wajah
Enami-san saat dia berbaring.
“Aku sudah membeli banyak makanan. Apa
kamu bisa memakannya?”
“… Nishikawa. Aku sudah makan,
jadi aku tidak membutuhkannya. Aku tidak bisa repot-repot mengangkat tubuhku
untuk memasukkan sesuatu ke dalam mulutku, dan menyikat gigi sesudahnya. Mohon
mengertilah.”
“Yah, kalau begitu, kurasa apa
boleh buat.”
Pada akhirnya, sebagian besar
dari apa yang kami beli tidak berguna. Aku sudah siap untuk itu, jadi kami
tidak terlalu kecewa.
“Terima kasih telah bersusah
payah untuk menjengukku ... Tapi tidak baik juga kalau kalian tertular.”
“Enami-san, sepertinya kamu
merasa agak lemah, ya.”
“Apa maksudmu?”
Dia memelototiku sejenak. Tentu
saja, maksudku biasa dia takkan mengatakan
komentar semacam itu dalam keadaan normal.
“Pu~ pu~. Kamu seharusnya tidak
boleh meledek orang yang sakit, loh~.”
“… kurang ajar…”
Enami-san menarik selimutnya.
Aku meminta maaf padanya dalam pikiranku.
“Kamu juga sama-sama tidak
terlalu jujur, Naochi~”
“Bukan begitu niatku.”
Nishikawa menyeringai padaku
karena suatu alasan. Sial, aku seharusnya tidak mengatakan sesuatu yang tidak
perlu.
Karena tidak banyak yang bisa
kami lakukan, jadi kami memutuskan untuk membersihkan kamar Enami-san saja.
Kami membuang sampah yang berserakan ke tempat sampah dan menarik peralatan
yang kami beli di Home Center ke
dinding. Kami juga mengganti plester penurun panas yang telah kehilangan
sebagian besar efektivitasnya.
Mungkin karena tidak bisa
tidur, napas Enami-san terlihat terengah-engah.
Nishikawa menyeka keringat di
wajahnya dengan saputangan. Kemudian dia berbicara dengan lembut padanya.
“Bukannya kamu terlalu memaksakan
dirimu?”
Enami hanya meliriknya dan
tidak menjawab. Dia benar-benar tampak terlalu lelah untuk berbicara.
Nishikawa lalu melanjutkan.
“Risa-chan tidak pandai
dimanjakan oleh orang lain…”
Suasananya begitu hening.
Hampir tidak ada suara kecuali suara kami.
Apa yang mereka bicarakan dari
tadi? Tidak pandai dimanjakan? Memaksa dirinya? Aku tidak berpikir kalau
Nishikawa hanya mengacu pada Ibu Enami.
“Jika kamu tidak membiarkanku
memanjakanmu sedikit lagi, aku mungkin merasa kesepian, tahu~.”
Namun, tetap saja, Enami-san
tidak menjawab. Seolah-olah dia menolak percakapan itu, atau menerima kata-kata
Nishikawa sepenuhnya.
Itu hanya dunia Nishikawa dan
Enami-san. Bukan kebetulan bahwa dia telah berhubungan baik dengan Enami-san
yang selalu bersikap jutek. Ada masa lalu dan hubungan di antara mereka yang
tidak kuketahui.
“… Aku akan tidur.”
Hanya itu saja yang Enami-san
katakan, dan dia segera menutup kelopak matanya.
Kupikir tidak etis buat melihat
wajah tidurnya, jadi aku bangun. Berkat pembersihan, ruangan tersebut telah kembali
menjadi kesuraman yang pernah kulihat sebelumnya. Itu adalah kamar seorang
gadis, tetapi ruangan itu sangat kosong sehingga membuatku merasa tidak seperti
itu sama sekali.
Tiba-tiba, aku menyadari
sesuatu.
Itu di atas lemari setinggi
pinggang. Ada bingkai foto yang jatuh. Aku belum pernah melihat ini sebelumnya,
jadi itu pasti berasal dari ruang tamu.
Aku mengangkat bingkai foto.
Ada foto keluarga, mereka
tampak seperti potret dari keluarga bahagia.
Itu mungkin foto keluarga Enami
di masa lalu. Ada juga foto Enami-san saat masih SMP. Aku mencoba untuk
mengembalikannya, berpikir kalau aku seharusnya tidak melihatnya terlalu
banyak, tetapi anehnya perhatianku terpaku pada foto tersebut.
Ada empat orang dalam keluarga
itu.
Ibu Enami, Enami-san, dan
kemudian ada seorang anak laki-laki kecil dan seorang pria jangkung berkacamata
yang tersenyum tenang.
Jika ini merupakan foto
keluarga, aku yakin kalau dua orang laki-laki tersebut adalah adik laki-laki
dan ayahnya.
Foto itu dipenuhi dengan aura
kebahagiaan yang tak terbayangkan dari situasinya yang sekarang.
Foto itu diambil dari suatu
tempat di Eropa. Di jalan yang terbuat dari batu, mereka tersenyum pada lensa
kamera saat berdiri berdekatan bersama. Enami-san tidak terkecuali dalam hal
ini. Senyumnya begitu polos sampai-sampai sulit dibayangkan kalau gadis di foto
tersebut adalah Enami-san.
——Apa
yang sebenarnya sudah terjadi?
Saat ini, tidak ada adik
laki-laki maupun ayahnya di rumah ini. Hanya ada ibu yang sakit mental dan
Enami-san dengan ekspresi dingin di wajahnya.
(Aku
tidak benar-benar memahami arti dari 'penting'. Hal tersebut selalu berubah
seiring berjalannya waktu. Hal-hal yang dulunya penting bagi kita menjadi
kurang begitu penting ketika keadaan berubah.)
Keadaan yang berubah. Menjadi
kurang begitu penting.
Sebenarnya apa yang dimaksud
dari perkataannya itu?
“… Naocchi?”
“Ah tidak…”
Ketika Nishikawa memanggilku,
aku buru-buru meletakkan bingkai foto di lemari. Jika Enami-san melihatku
melakukan ini, dia akan marah dan menyuruhku untuk tidak melihatnya tanpa izin.
“Bukan apa-apa. Apa Enami-san
sudah tertidur?”
“Mungkin…”
Di atas kasurnya, aku melihat wajah
tidur Enami-san dengan napasnya yang tenang. Dia tidak menyadari suara kami,
kelopak matanya tertutup dan dadanya naik turun, yang menandakan kalau dia
benar-benar sudah tertidur.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya