Chapter 95 — Rahasia
Aku belum pernah melihat keadaan
Enami-san selemah ini sebelumnya.
Menunjukkan kelemahannya
bukanlah sigat Enami-san. Namun, sudah menjadi ciri khas Enami-san untuk
melakukan apa yang dia inginkan tanpa mempedulikan kehadiran kami. Lagipula, aku
masih tidak terlalu mengenal dirinya.
Kurang lebih sudah dua bulan sejak
kami mulai berbicara. Sejauh yang kuketahui mengenai dirinya, dia adalah orang
yang berkemauan keras dan tidak bisa bersikap ramah dengan orang lain. Aku jadi
penasaran apa sebenarnya ada sisi yang sama sekali berbeda dari dirinya. Fujisaki
pernah memberitahuku kalau dia pernah melihat Enami-san di pusat perbelanjaan.
Dia muncul dengan cepat ketika seorang anak kecil menangis dan membantunya
dengan senyum lembut.
Aku mulai percaya bahwa itu
pasti bukan kesalahpahaman atau keinginan sesaatnya, hal itu melainkan salah satu
dari watak Enami-san.
“Nishikawa…, apa maksudmu saat
kamu mengatakan itu?”
“Hah?”
“Saat kamu bilang kalau dia
memaksakan diri, dan dia menanggung semuanya sendiri ...”
“Ah, mengenai itu, ya.”
Dia tampak tidak nyaman.
Mungkin dia tidak yakin apa dia bisa membicarakan hal itu denganku tanpa seizin
Enami-san.
“Jika kamu tidak ingin memberitahuku,
tidak masalah, sih...”
“... Kamu janji takkan memberi
tahu siapa pun?”
“Tentu saja.”
Aku tidak begitu lancang untuk
memberitahu siapa pun tentang hal itu. Jika Enami-san mengetahuinya nanti, aku
yakin kalau dia akan sangat marah.
Nishikawa lalu berbicara dengan
suara pelan.
“Sebenarnya, Risa-chan telah
banyak melakukan pekerjaan paruh waktu.”
“Bekerja paruh waktu? Kalau
tidak salah, sekolah kami tidak mengizinkan pekerjaan paruh waktu, ‘kan?”
Dia balas mengangguk. Aku mulai
memahami kenapa dia tidak ingin aku memberi tahu siapa pun. Aku tidak tahu apa
yang akan terjadi jika guru mengetahui bahwa Enami-san melanggar peraturan
sekolah.
“Aku tidak tahu banyak tentang
itu, tapi aku mendengar kalau dia bekerja berjam-jam sepulang sekolah dan bahkan
pada hari liburnya. Kurasa dia bahkan kekurangan tidur.”
“…Aku tidak pernah tahu hal
itu.”
“Aku juga tidak tahu lebih dari
itu, karena dia bukan tipe orang yang suka menceritakan dirinya sendiri. Aku
yakin dia mengalami masa-masa yang sulit.”
“Jadi begitu…”
Kurasa Nishikawa memberitahuku
tentang ini karena dia memercayaiku. Atau mungkin karena dia menilai Enami-san
takkan marah jika mengetahui kalau dia telah memberitahuku.
Mungkin, aku
mulai merenunginya.
Kurasa bukan masalah finansial
saja yang menjadi satu-satunya alasan dia bekerja paruh waktu. Kamar yang suram
ini. Walaupun ini ruang pribadinya sendiri, akan tetapi tidak memiliki kesan kehidupan.
Aku bisa merasakan kalau itu merupakan tanda jika dirinya tidak ingin tinggal
di rumah ini terlalu lama.
Itu sebabnya dia mencoba
menjalankan tugas di luar rumah dan tidak pulang. Semuanya jadi masuk akal jika
aku memikirkannya begitu.
“Apa yang harus kita lakukan,
Naochi?”
“Hmm…”
Terus terang saja, tujuan kami
sudah terpenuhi. Kami bisa memeriksa Enami-san, tapi tidak ada lagi yang bisa
kami lakukan. Aku meras tidak baik untuk melanjutkan pembersihan tanpa
kehadirannya, dan tidak ada yang bisa kami lakukan selain pergi.
“Kita akan menunggu sebentar, kalau
dia masih tidak bangun, kita akan pulang.”
“Ya, baiklah.”
Kami tidak bisa dengan paksa membangunkan
Enami-san yang sedang tidak enak badan. Kami duduk di lantai di sampingnya. Itu
adalah ciri khas Enami-san bahwa tidak ada kursi maupun bantal.
Kami berdua terdiam beberapa
saat, tapi kemudian Nishikawa tiba bertanya padaku,
“Hei, hei. Naochi, apa kamu
kenal dengan cowok yag bernama Andou~?”
“Andou? Siapa itu?”
“Maksudku Ando. Eh? Kamu tidak
mengenalnya?”
Ando? Ando, Ando…. Aku berusaha
mengingat nama itu dan akhirnya teringat. Itu adalah nama dari cowok yang membully
Fujisaki ketika aku masih baru kelas 1. Ia tidak melakukan sesuatu yang
aneh-aneh sejak itu, dan aku hampir melupakan keberadaannya.
“Aku cukup yakin ada orang
seperti itu di klub tenis ...”
“Ya, dari klub tenis. Aku
melihatnya tempo hari, dan Ia sedang membicarakan Naocchi, loh~.”
“… Palingan bukan sesuatu yang
enak didengar.”
Ia pasti menyuruhku mati atau menyebalkan
atau semacamnya.
“… Kamu tahu, Naochi, ada gosip
yang menyebar kalau kamu berpacaran dengan Risa-chan, kan?”
“Sayangnya memang begitu.”
“Sepertinya Ando juga melihatmu
sedang bersamaku dan Risa-chan baru-baru ini. Ia terus-menerus mengoceh pada
Naochi seperti 'Ia benar-benar cowok bajingan',
dan 'Ia pasti mencoba memeras Enami
supaya berpacaran dengannya setelah puas bermain-main dengan Fujisaki.'”
“Kamu tahu apa? Jangan
repot-repot memberitahuku tentang itu. Simpan saja untuk dirimu sendiri, oke?”
“Aku tidak tahu mengapa Naocchi
harus mengalami semua itu, aku jadi penasaran apa ada sesuatu yang terjadi di
antara kalian berdua.”
“Kamu ini bicara apa? Mana
mungkin itu bisa terjadi. Kami tidak pernah berada di klub atau kelas yang sama
pula.”
“Itu benar, sih.”
Tapi orang itu masih belum
kapok juga, ya. Aku sampai dibuat tercengang dengan tingkahnya.
“Tapi meski Ia mengatakan semua
itu, Ia masih berusaha menghindari Naocchi setiap kali melihatmu. Aku sama
sekali tidak mengerti.”
“Bukannya itu cuma imajinasimu
saja?”
Aku belum memberi tahu siapa
pun mengenai peristiwa yang terjadi pada hari itu. Jika aku membicarakannya,
mau tidak mau aku harus berbicara tentang pembullyan yang terjadi pada Fujisaki,
dan itu akan membuat Fujisaki merasa tidak nyaman.
“Yah, aku akan lebih berhati-hati
lain kali. Aku akan mencoba untuk tidak terlalu terlibat dengannya.”
Setelah itu, aku berbicara
dengan Nishikawa sebentar, tapi tidak ada tanda-tanda kalau Enami-san akan
segera bangun. Pada akhirnya, kami memutuskan untuk meninggalkan ruangannya dan
pulang ke rumah masing-masing.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya