Chapter 96 — Kegelisahan
Keesokan harinya ketika aku
tiba di sekolah, Saito tiba-tiba memanggilku. Seperti biasa, Ia masih membaca
novel ero di tangannya. Menurut pengakuannya, Ia bisa membaca dengan kecepatan
satu buku sehari. Aku lantas berpikir, mengapa
Ia tidak berusaha keras untuk belajar kalau bisa membaca secepat itu?
“Ada apa?”
Aku lalu bertanya padanya.
Setelah jam wali kelas pagi,
masih ada sekitar lima menit lagi sampai jam pelajaran pertama dimulai.
“Belakangan ini kamu lagi sibuk
apaan, sih?”
“Hah?”
Sebelum aku menyadarinya,
Shindo juga telah mengangkat kepalanya dan menatapku. Aku ingin mengatakan
bahwa jika ada sesuatu yang tidak biasa, itu adalah kalian yang membaca novel
ero seperti orang idiot, tapi aku tidak mengatakannya.
“Maksudku, kamu jarang mampir
di ruangan klub.”
“Oh, maksudmu itu? Yah, aku
punya beberapa urusan. ”
Pertama-tama, aku pikir mereka
berdua juga jarang datang dalam kegiatan klub. Namun, ketika aku mendengarkanny
lagi, katanya mereka muncul di ruang klub baru-baru ini.
Omong-omong, aku tidak bisa
menyelesaikan bersih-bersih rumah Enami-san seperti ini. Aku tidak ingin
menghabiskan terlalu banyak waktu untuk itu karena itu akan menjadi beban bagi
Fujisaki. Enami-san absen lagi hari ini. Dilihat dari keadaannya kemarin, dia sepertinya
memiliki kondisi yang serius. Dia mungkin tidak bisa segera pulih.
Aku penasaran, apa Nishikawa
akan mengunjunginya lagi hari ini. Aku punya firasat kalau dia akan
menjenguknya lagi, tapi aku memutuskan untuk tidak ikut dengannya hari ini.
Jika aku ketularan demam, tidak ada gunanya.
“Urusan ya. Aku tidak benar-benar
tahu, tapi Ketua merasa kesepian tanpamu, loh. ”
“Ia benar-benar tidak mau pensiun sampai menit-menit terakhir, jadi
mengapa tidak membiarkannya saja?”
“Itu benar, sih.”
Karena Ia adalah ketua klub, Ia
mungkin akan terus bermain game di ruang klub sampai hari terakhir sekolah.
Mungkin, bahkan jika Ia mengikuti ujian masuk ke Universitas Tohashi dalam
keadaannya saat ini, Ia hampir pasti akan lulus.
“Yah, aku akan pergi ke klub
sekitar minggu depan. Aku masih memiliki beberapa urusan yang perlu kutangani
minggu ini. Tolong beri tahu Ketua nanti.”
“Ya. Omong-omong, kami juga
tidak pergi setiap hari.”
“… Jadi berapa lama kegilaan
ini akan berlangsung?”
“Hmm? Oh, maksudmu novel ini?”
“Ya, yang itu.”
Karena Shindo dan Saito sedang
membaca novel erotis bersama, orang-orang di kelas mungkin berpikir kalau aku
sama dengan mereka. Sebenarnya, aku tidak membacanya di sekolah. Bahkan jika
itu bukan di sekolah, aku tidak ingin membawanya pulang karena ada kemungkinan Sayaka
akan melihatnya.
Jika dia memergokiku membaca
novel erotis, dia akan terus-menerus meledekku selama sisa hidupku.
“Kamu mungkin tidak
memahaminya. Di novel ini tuh ada banyak prinsip tentang pria. Yang penting dalam
erotisme bukanlah visual, melainkan situasinya. Situasi membangkitkan libido
pria berkali-kali. Begitu seorang pria mengetahuinya, bahkan jika itu hanya
teks, itu sudah cukup untuk membuatnya bersemangat.”
Pembicaraan tampaknya semakin
panjang, jadi aku mengulurkan tangan di depanku untuk menyela. Aku takut kalau
orang-orang akan mendengarkan pembicaraan kami.
“Yah, mungkin kamu masih
terlalu muda untuk memahami itu. Iya ‘kan, Shindo?”
Shindo mengangguk ‘itu benar’ dengan wajah yang sangat
serius.
“Betul sekali. Ini bukan
mengenai adegan yang mengharukan, tapi tentang kedewasaan, Kamu tahu,
kedewasaan.”
“Kedewasaan ya”
Aku sangat tercengang
sampai-sampai tidak bisa berkata apa-apa. Sejauh ini, guru-guru belum
mengetahuinya, tapi mungkin tinggal masalah waktu saja. Aku takut membayangkan
penghinaan macam apa yang akan mereka alami ketika guru mengetahuinya.
“Jangan terlalu banyak membaca
di kelas.”
“Jangan khawatir. Ini mirip
seperti mengerjakan PR untuk pelajaran biologi dan olahraga.”
“Kuharap kamu bisa mengatakan
itu kepada guru juga.”
Tapi tidak peduli apa yang kukatakan,
mereka berdua masih tidak mau berhenti. Otaku memiliki kemampuan luar biasa
untuk berkonsentrasi pada apa yang mereka sukai. Mereka tidak peduli apa yang
orang lain pikirkan tentang mereka, dan mereka mencurahkan seluruh tenaga
mereka untuk apa yang mereka anggap menyenangkan. Hal itu sendiri bukanlah hal
yang buruk.
Namun, aku berharap kalau mereka
menekan kegembiraan “ooh” dan “hoo hoo” sesekali. Ini bukan sesuatu
yang terjadi di jam pelajaran. Namun saat istirahat, mereka tidak segan-segan
tertawa begitu.
Suara bel terdengar, menandakan
jam pelajaran pertama akan segera dimulai.
“Ayo, gurunya sudah hampir
tiba.”
“Aku tahu.”
Untungnya, jam pelajaran
pertama adalah sastra modern. Guru sastra modern tidak memperhatikan siswa, tapi
hanya menjelaskan hal-hal dengan cara yang bertele-tele. Pertama-tama, dia
tidak mencela Saito dan yang lainnya.
Tapi bukannya berarti mereka
bisa membaca novel erotis selama jam pelajaran.
Aku mengeluarkan buku teksku
dari tas dan secara insting menatap Fujisaki.
Aku belum berbicara dengan
Fujisaki lagi hari ini. Meskipun aku kembali ke diriku yang normal, aku tidak
bisa menahan perasaan sungkan ketika mencoba berbicara dengan Fujisaki.
Tidak ada yang aneh dengan
tingkah laku Fujisaki. Dia mengobrol dengan gadis-gadis di belakangnya.
Bukannya aku tidak puas dengan
Fujisaki. Biasanya, aku akan melompat kegirangan dan berkata, “Dengan senang
hati” saat dia mengakui perasaannya padaku. Jika aku berbicara dengan siapa pun
tentang masalah seperti itu, aku pasti abakalan dicekik sampai mati.
Ini masalah yang cukup pelik.
Di tengah percakapan, gadis di
belakang Fujisaki sepertinya memperhatikan tatapanku dan menunjuk ke arahku.
Tatapan Fujisaki juga menengok padaku.
Jantungku langsung berdetak
kencang.
Tatapan mata kami langsung bertemu.
Aku tidak tahu ekspresi macam apa yang harus dibuat. Rasa kecanggungan masih tetap
ada dalam diriku.
Ekspresi Fujisaki juga tampak
bermasalah, tapi dia langsung tersenyum.
Aku hanya bisa membalasnya
dengan tersenyum samar.