Tanin wo Yosetsukenai Chapter 99 Bahasa Indonesia

Chapter 99 — Dialog

 

“Enami-san, apa kamu tak keberatan kalau aku membuang ini?”

“Tunggu sebentar.”

Keesokan harinya, kami berada di rumah Enami-san lagi. Enami-san berangkat ke sekolah seperti yang dia katakan kemarin. Setelah mendiskusikannya dengan Nishikawa, kami memutuskan untuk melanjutkan kegiatan bersih-bersih di rumah Enami-san.

Saat ini, aku sedang membersihkan area di sekitar wastafel, yang aku tinggalkan sampai terakhir di ruang tamu, membersihkan jamur yang menempel dan kotoran lainnya. Sampah secara bertahap dibersihkan, diiringi aksi heroik Enami-san yang berani membasmi kecoa sesekali.

Enami-san lalu melihat sendok di tanganku dan berkata, “Tidak, aku tidak membutuhkannya”.

“Sebagian besar barang di sini sudah jelek. Kita mungkin juga perlu membuang semua peralatannya.”

“Bahkan pancinya juga?”

“Ah iya. Lebih baik beli semuanya lagi.”

Aku tidak bisa mengumpulkan semua sampah lainnya, jadi aku mengemasnya dalam kantong terpisah. Sudah sekitar satu jam berlalu kami memulai pembersihan hari ini, dan aku secara mengejutkan bisa memenuhi target. Sedari awal, semua sampah di sini hanyalah sisa sampah dari ruang tamu. Kurasa bagian dapurnya tidak pernah digunakan untuk sementara waktu.

Satu-satunya hal yang aku antisipasi ialah kemunculan kecoak.

Nishikawa benar-benar enggan setelah seekor kecoa muncul. Saat ini, dia sedang melihat-lihat dan mengumpulkan sampah dengan penjepit. Ekspresi ketakutan di wajahnya adalah hal baru bagiku karena aku biasanya melihatnya begitu ceria dan energik.

“Me-Mereka sudah tidak ada, ‘kan?”

“Jangan khawatir, jangan khawatir

“Kenapa kamu terlihat begitu santai, Risa-chan?”

Nishikawa hampir menjadi gila. Aku juga tidak dalam kondisi pikiran yang baik. Aku juga tidak pandai menangani kecoak. Satu-satunya yang tetap tenang adalah Enami-san.

Seperti yang diharapkan, Ibu Enami bereaksi terhadap teriakan keras itu. Dia menatap kami sejenak dan kemudian dengan cepat mengalihkan pandangannya. Sejujurnya, dia sepertinya tidak terlalu tertarik untuk membersihkan dapur. Namun, dia mungkin akan mengeluh nanti tentang peralatan dapur yang akan kami buang. Aku harus berhati-hati tentang itu.

Berkat bersih-bersih yang teratur, bau tak sedap sudah banyak memudar. Hal ini adalah perubahan besar ketimbang pertama kali aku mengunjungi ruangan ini. Karena kami sudah mengatur sirkulasi udaranya dengan baik, aku merasa seperti ada lebih sedikit debu yang beterbangan di udara.

Satu-satunya hal yang tidak berubah adalah suhu. Mungkin filter AC belum dibersihkan dengan baik. Atau mungkin ada yang salah dengan mesinnya.

Ada suara gemeretak konstan.

“Ayo istirahat!”

Nishikawa berseru, setelah mencapai batasnya. Tidak ada alasan khusus untuk menolak, jadi aku dan Enami-san langsung menyetujuinya.

Nishikawa dan Enami-san kembali ke kamarnya Enami-san. Yah, kurasa karena cuma tempat itu satu-satunya yang bisa digunakan bersantai di rumah ini. Walaupun ruang tamu telah diatur ulang, masih ada sisa-sisa furnitur yang tergeletak di sana-sini. Aku bahkan tidak tahu di mana sisa piring yang pecah, jadi sulit untuk duduk dan bersantai.

Tapi aku memutuskan untuk tinggal di ruang tamu. Aku sedikit berbohong kepada mereka kalau “Aku akan istirahat setelah menyelesaikan bagian ini”.

Alasanku berbohong ialah ….

Setelah memastikan kalau mereka sudah pergi, aku mendekati Ibu Enami. Dia terlihat sedikit lebih baik, tapi tampaknya masih belum dalam kondisi fisik yang sempurna.

Ibu Enami lalu mendongak setelah merasakan keberadaanku.

“Oh… ada apa?”

Dia tampak bingung karena aku datang sendirian. Sampai sekarang, Enami-san juga berada di ruangan yang sama. Mungkin sendirian dengan orang asing membuatnya gugup.

“Aku datang ke sini untuk berbicara dengan anda.”

Ucapku dengan jelas.

Aku cukup penasaran dengan Ibu Enami. Meski aku tidak bisa berbuat banyak untuknya. Tapi jika aku tidak berbicara dengannya, setidaknya aku bisa tahu apakah aku bisa melangkah lebih jauh atau tidak. Bukannya aku ingin menyudutkan orang ini atau apa pun.

“Berbicara? Apa yang ingin kamu bicarakan?”

“Bukan apa-apa. Aku cuma berpikir kita akan mengobrol sebentar.”

Aku tidak ingin membuatnya waspada. Aku juga tidak berusaha untuk mengorek sesuatu darinya. Aku hanya ingin melihat sekilas cerita di balik mereka.

“Anda sepertinya masih belum pulih, bagaimana keadaan Anda sekarang?”

Pipi Ibu Enami sedikit mengendur.

“Fufu. Aku baik-baik saja, kok. Gadis itu hanya melebih-lebihkannya saja. Sakit tenggorokanku sudah lebih baik.”

Saat dia tersenyum, wajahnya mirip seperti Enami-san.

“Aku minta maaf karena akhir-akhir ini banyak hal yang sibuk. Kami hampir selesai membersihkannya.”

“Terima kasih. Aku merasa jauh lebih bersih sekarang.”

Dia memahami perubahan di ruang tamu dan tidak marah seperti dulu karena dia tahu bahwa perubahan itu tidak masalah baginya. Aku ingin mencari tahu di mana batas toleransinya.

Dan bukan hanya itu saja.

Foto yang kulihat tempo hari. Pasti ada sesuatu yang pernah terjadi di rumah ini.

Aku bukannya penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Aku hanya ingin memahami apa yang sangat dihargai dari orang ini.

“Um…”

Saat aku berusaha memilih-milih kata, pemandangan waktu itu kembali terlintas di pikiranku. Dia menyeret meja dan berteriak pada Enami-san. Lorong yang menuju dari pintu depan masih memiliki bekas gesekan waktu itu.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama