Bab 6 — Rutinitas Yang Tidak Biasa
________________________________________
Catatan: Mulai dari bab ini
sampai bab 9 akan menjadi Sudut pandangnya Suzuka. Setelah itu ada peralihan
sudut pandang lagi.
________________________________________
Belakangan ini, kehidupan
sekolahku terasa berjalan dengan sangat lancar. Aku juga cukup akrab dengan
pacarku, anggota andalan dari tim bisbol, dan seorang pria yang tampan menurut
standar semua orang.
Aku tidak menyembunyikan fakta
bahwa kami berpacaran, meski Ia cowok yang lumayan sulit didapatkan dan tidak menerima
pengakuan orang lain sampai sekarang. Ia tidak ingin menyembunyikan hubungan
kami juga.
Taniguchi adalah pria yang
populer, dan aku punya banyak teman, oleh sebab itu kami mendapatkan banyak
ucapan selamat. Bahkan beberapa di anatara mereka menyebut kami sebagai “pasangan ideal.”
Aku mulai selalu tinggal
bersamanya, baik itu dari berangkat ke sekolah, atau saat makan siang, dan aku
bahkan menunggunya sementara Ia menjalani kegiatan klubnya. Ia juga sangat
penuh perhatian dan baik, jadi aku tidak punya satu pun yang dikeluhkan. Mana mungkin
aku bisa mengeluh dengan kehidupan yang sempurna ini.
Kecuali ada satu hal yang
menggangguku…
“Hei, Hinata, mau ikut beli jus
denganku? Aku lagi haus, nih.”
“Hmm, kira-kira apa boleh.
Mungkin lebih baik kalau kamu pergi bersama Taniguchi-kun. Jika kamu beruntung,
atau tidak, dia akan mentraktirmu minuman.”
“Hinata~ ada pelajaran praktek
sekarang, jadi ayo pergi! Cepat!”
“Aku perlu buang hajat dulu.
Jangan berani-berani mengikutiku ke kamar mandi cowok, oke ~!”
“Hinata, sepulang sekolah hari
ini, bagaimana kalau kamu ikut menunggu tim bisbol selesai bersamaku? Aku bosan
duduk di sana sendirian.”
“Oy, semoga berhasil di sana!
Kalian adalah pasangan baru!”
Cara Hinata berbicara kepadaku,
sikapnya, dan tanggapannya, semuanya tidak ada yang berubah dari sebelumnya.
Terlepas dari itu, Ia mulai menolak semua ajakanku karena beberapa alasan yang
tidak diketahui.
Pada awalnya, aku berpikir
kalau Ia mungkin masih ngambek kalau aku sedikit cuek padanya ketika aku punya
pacar, tapi begitu aku mendekati, Ia selalu membuat lelucon seperti yang selalu
Ia lakukan denganku. Sikapnya seperti biasa, dan Ia kelihatannya tidak marah
maupun merajuk.
Hmm, mungkin itu cuma
imajinasiku saja. Tetap saja, aku masih sedikit penasaran dan memutuskan untuk
bertanya kepada pacarku mengenai hal itu.
“Jadi, kau tahu, persahabatanku
dengan Hinata jadi renggang belakangan ini. Menurutmu kenapa bisa begitu? ”
“Menurut pendapatku? Hmm, Ia
bertindak normal, bukan? Mungkin Ia berusaha pengertian atau semacamnya.”
“Eh, pengertian, Hinata yang
itu ~? Cowok yang selalu mengatakan 'oke!'
setelah aku mengundangnya?”
“Tidak, aku tidak tahu banyak
tentangnya, jadi mungkin aku cuma salah menebak saja. Kamunya saja yang terlalu
protektif, kalian berdua ‘kan cuma teman masa kecil.”
“Cuma?! Kami sudah bersama
sejak kami lahir! Jika hubungan seumur hidup terasa berbeda, maka itu normal
untuk khawatir!”
“… Maaf tentang itu.”
“Oh, tidak, maafkan aku ..”
Berbicara dengan pacarku mengenai
masalah itu merupakan sebuah kesalahan. Ia sama sekali tidak mengeal Hinata, jadi
wajar saja kalau aku tidak dapat menyampaikan sedikit perbedaan dalam
persahabatan kita kepadanya. Aku harus berhati-hati dan tidak mengungkit
masalah ini lagi.
Ia menyebut Hinata sebagai cuma
seorang teman masa kecil, dan entah kenapa itu membuatku kesal. Aku tidak tahan
dengan sindiran itu.
◇◇◇◇
Beberapa hari kemudian…
“Maaf, tapi aku ada rapat penting
hari ini setelah kegiatan klub untuk mempersiapkan pertandingan, jadi aku akan
pulang lebih lama dari biasanya. Sekali lagi maaf, tapi kamu boleh pulang
duluan.”
Aku langsung memaklumi dengan
apa yang Ia katakan dan mengemas barang-barangku untuk pergi terlebih dahulu.
Hari ini merupakan pertama kalinya aku mempunyai “senggang” dalam waktu yang
lama. Hmm, mungkin aku akan mengajak Hinata untuk jajanan manis atau
semacamnya.
Kalau tidak salah, ada toko kue
baru tepat di tepi stasiun, tapi aku belum pernah memeriksanya karena pacarku
tidak menyukai makanan yang manis-manis sepertiku. Oleh karena itu, rasanya
jadi sungkan buat mengajaknya untuk mencobanya dengan aku. Di sisi lain, Hinata
pasti akan pergi tanpa berpikir dua kali, jadi kami akan memakan banyak untuk pertama
kalinya setelah sekian lama!
“Nah enggak deh~ Aku merasa
enggak enakan dengan pacarmu, jadi aku engg bisa ikut menemanimu.”
Jawabannya membuatku tercengang,
dan untuk sesaat, aku bahkan tidak bisa memahami kata-kata yang keluar dari
mulutnya. Apa yang maksudnya itu? Hah? Apa itu berarti kamu tidak ikutan pergi?
“Eh, kenapa? Jangan khawatir
tentang itu!”
“Tidak, akulah yang khawatir!”
“Tidak-tidak, itu cuma kamu
saja kok, Hinata! Kamu tidak perlu merasa seperti itu!”
“Tetap saja itu tidak baik!
Meski kamu tidak masalah dengan itu, kamu tidak bisa menjamin kalau pacarmu
tidak merasa keberatan, ‘kan?”
“It-Itu ...”
“Di tambah lagi, aku sudah punya
rencana lain hari ini, jadi maaf aku tidak menemanimu. Aku harus pergi, jadi sampai
jumpa lagi.”
“Tunggu, tunggu, tunggu!
Bukannya belakangan ini kamu jadi bertingkah aneh? Kenapa kamu selalu menolak
semua ajakanku? Apa kamu marah denganku?”
Hinata yang menolak ajakanku
membuatku merasa kesal, dan aku buru
-buru menghentikannya karena Ia hendak pergi. Kenapa kamu tidak tinggal
bersamaku? Kita berdua ‘kan selalu bersama! —Semua perasaan ini ditunjukkan
dalam nada suaraku sebagai bentuk kejengkelan. Hinata sepertinya merasakannya
juga, jadi Ia berbalik seolah -olah merasa panik.
“Hah? Aku sama sekali tidak
marah, kok. Aku hanya tidak terlalu mengenal Taniguchi-kun, jadi aku tidak tahu
mengenai apa saja yang dipedulikannya. Itu sebabnya aku hanya berhati-hati.”
“Oh, benarkah?”
“Ya, serius! Kalian berdua baru
saja mulai berpacaran, jadi masa sekarang merupakan waktu yang penting bagimua.
Dan kamu tidak ingin memprovokasinya, bukan? Jadi ini semua demi kamu, Suzuka.”
“Uu, begitu ya, maaf. Aku tidak
menyadari kalau kamu sampai berpikir sejauh itu.”
“Tidak masalah, dan aku
benar-benar sudah ada rencana sendiri hari ini, jadi aku minta maaf karena
waktunya enggak pas.”
“Tidak,tidak, maafkan aku juga.
Aku hanya memikirkan diriku sendiri.”
“Jangan khawatir tentang itu.
Tapi apa kamu baik -baik saja? Kenapa kamu keliatan jengkel begitu? Hmm, kalian
berdua lumayan rukun? ” Hinata bertanya padaku.
“Tentu saja! Aku minta maaf
karena sudah sudah membuatmu khawatir. Aku merasa lebih baikan sekarang.”
“Benarkah? Syukurlah, kalau
begitu! Upss, kurasa sudah waktunya aku pergi.”
“Oke! Lain kalai ayo lakukan
pertandingan jajanan manisan kita kapan-kapan!”
Hinata melambaikan tangannya
dan berjalan lurus menuju pintu kelas. Aku ditinggalkan sendirian karena
ajakanku sudah ditolak, tapi aku merasa lebih baikan berkat pembicaraan yang
baik dengannya setelah sekian lama.
Saat ini, aku merasa seolah-olah
lubang menganga yang ada di dalam diriku kembali terisi.
Hinata yang akhir-akhir ini
bertingkah aneh, tampaknya cuma peduli dengan pacar baruku. Hmm, setelah
kupikir-pikir lagi, semuanya jadi masuk akal. Berbeda denganku, mereka berdua
tidak pernah berinteraksi satu sama lain, dan mengingat sifat lembut Hinata, Ia
pasti sedikir merasa sungkan dengan pacarku.
Ya ampun, Hinata selalu saja
mengutamakan orang lain ketimbang dirinya, jadi aku khawatir jika aku tidak
bersamanya, Ia akhirnya akan kehilangan sesuatu. Hehe, kamu itu terlalu peduli
padaku, Hinata.
Aku merasa lega dan siap untuk
berjalan sendirian. Ya, aku akan membiarkan mereka berdua bertemu supaya bisa
menunjukkan kepada pacarku bahwa Ia tidak perlu khawatir tentang Hinata, dan
semuanya akan kembali seperti semula.
Kemudian, aku nanti bisa
mengajaknya ke kafe yang ada di samping stasiun Aku yakin Hinata akan merasa
senang karena kami berdua jarang bersenang-senang belakangan ini.
Dengan pemikiranku yang penuh
dengan rencana, aku secara tidak sengaja melihat ke luar jendela. Namun pada
saat itu, jalan pemikiranku mendadak berhenti.
Melalui kaca jendela kelas, aku
bisa melihat Hinata dalam perjalanan pulang ...
Tapi Ia tidak sendirian, Ia berjalan
dengan wajah gembira di samping Kuraki Mayumi, si berandalan kelas.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya