Daijina Mono wa Shitsu Kushite Wakaru Bab 7

Bab 7 — Kecemburuan

 

Sejak hari di mana Hinata menolak ajakanku supaya Ia bisa jalan bareng dengan Kuraki, aku mulai memperhatikan kalau mereka berdua sering bersama satu sama lain.

Biasanya, mereka berdua hanya sekadar bertukar salam semata. Hanya sebatas itulah tingkat pertemanan mereka sampai sekarang. Walaupun mereka sudah saling mengenal sejak sekolah SD, Kuraki mempunyai beberapa reputasi yang buruk, sehingga mereka berdua tidak banyak berinteraksi.

Atau setidaknya, begitulah yang seharusnya terjadi ...

Di pagi hari, setelah meninggalkan pacarku di kelasnya, aku berjalan masuk ke dalam ruang kelasku sendirian hanya untuk dikelilingi oleh teman -temanku. Tapi mengapa Hinata tetap duduk? Jika dilihat lebih cermat lagi, aku menyadari kalau Ia mengobrol dan tertawa dengan Kuraki karena dia duduk tepat di depannya.

Kenapa? Kenapa kamu tidak mendatangiku, Hinata?

Kemudian, selama jam istirahat, aku memeriksa Hinata ketimbang pergi mengunjungi kelas pacarku. Di sini, Hinata. Aku ada di sini! Aku tahu kalau aku tidak memperhatikanmu akhir-akhir ini, tapi hari ini aku ada di sini. Aku sangat merindukanmu, tau. Ayo habiskan waktu istirahat kita sambil bercanda gurau sama seperti sebelumnya, oke?

Aku menunggu dan terus menunggu, tapi satu-satunya yang mendekatiku adalah teman sekelasku, beberapa dari mereka bertanya kepadaku “Apa kamu tidak pergi ke tempat pacarmu hari ini?” Yang mana aku jawab dengan tepat, lalu perhatianku kembali tertuju pada Hinata.

—Dan Ia masih mengobrol dengan si Kuraki itu! Ini sama tidak lucu, tau? Kenapa?! Padahal aku tinggal di sini!

Kalian juga, teman sekelasku! Apa kalian tidak merasa aneh kalau si Kuraki itu sedang asyik mengobrol dengan Hinata sementara dia terlihat tersenyum lebar? Kenapa kalian semua tidak menyadarinya?!

Bukan hanya itu saja. Setelah beberapa saat, Hinata diundang olehnya dan mereka pergi ke suatu tempat bersama. Parahnya lagi, mereka tidak kembali pada jam pelajaran berikutnya, dan aku hampir tidak bisa menahan kecemasanku. Aku sama sekali lagi tidak mood belajar dengan pikiranku yang gelisah seperti itu, dan untuk beberapa alasan yang tidak diketahui, semakin lama rasa jengkelku semakin menumpuk.

Saat makan siang, pacarku datang mengunjungiku, mungkin karena aku tidak pergi ke kelasnya seperti biasa hari ini. “Hari ini lagi sibuk? Kamu tidak keberatan jika kita makan siang bersama? ” Ajakan buat makan siang bersamanya membuatku jadi semakin kesal. Aku lagi tidak mood saja hari ini.

“Ya, aku agak sibuk hari ini, jadi aku bahkan tidak bisa makan siang. Baiklah kalau begitu.”

“Ah, oke ... sampai nanti.”

Aku tidak punya waktu untuk itu sekarang. Aku harus memeriksa apa yang Hinata lakukan, tapi sebelum aku bahkan bisa berdiri, Ia dan Kuraki melangkah keluar dari pintu.

Sepertinya mereka berencana pergi ke kantin untuk makan siang bersama. Aku bergabung dengan teman sekelas yang makan di sana dan mengamati mereka. “Kamu tidak bersama pacarmu hari ini, ya? Tumben sekali, Suzuka.”

“... iya, sesekali,” kataku, tapi itu sama sekali tidak penting.

Melihat lebih jauh di meja yang ada di belakang punggung teman sekelasku, aku melihat mereka berdua sedang makan siang sambil mengobrol satu sama lain dengan gembira ... Lalu, aku menyadari sesuatu — atau bisa dibilang, pencerahan. Hinata pasti memaksakan dirinya. Sebaliknya, si Kuraki itu pasti memaksa Hinata untuk bergaul dengannya. Ya! Sudah pasti begitu! Jika tidak, mana mungkin Hinata bersedia nongkrong bersama  cewek seberbahaya dirinya.

“Kamu suka ayam goreng?”

“Iya!”

Percakapan yang luar biasa. Gadis itu sama sekali tidak tahu apa-apa tentang Hinata. Mendengarnya suka ayam goreng hanyalah pengetahuan awal. Aku tahu segalanya tentang Hinata, termasuk makanan favoritnya dan apa yang tidak Ia sukai. Kita berdua sama sekali tidak sama.

“Aku juga suka hamburger dan pasta!”

“Oh ~? Kamu tahu, begini-begini aku pandai memasak, loh~.”

“Nah, tidak mengherankan. Kamu terlihat jago dalam hal itu.”

“Hehehe, aku jadi tersanjung, nih... kalau begitu, apa kamu mau aku buatkan sesuatu di lain waktu?”

“Benarkah?! Aku ingin mencoba masakanmu, Kuraki-san!”

Haah?!

Cewek tengil itu! Apa kamu lagi bercanda, hah? Jangan berani-berani membuat makanan buatan sendiri untuknya! Tentu saja masakan buatanmu bakalan jadi sampah, jadi mendingan jangan! Tentu saja, makanan buatanku rasanya jauh lebih enak! Bahkan Hinata lebih suka masakanku daripada milikmu!

Oh, Hinata yang malang. Aku tidak percaya Ia dipaksa memakan masakan sampah ... jangan khawatir. Aku akan membantumu Hinata, jadi kamu tidak perlu khawatir.

“Hmm, tapi aku tetap merasa tidak enakan jika aku hanya memintamu untuk membuatkannya untukku. Apa ada sesuatu yang bisa kulakukan sebagai gantinya?”

“Jangan khawatir tentang itu. Hmm, kalau begitu aku ingin keluar di hari Sabtu ini, jadi apa kamu bisa ikut denganku?”

“Oh, apa jangan-jangan kamu ingin aku membawakan barang-barangmu? Itu mah perkara kecil.”

“Kalau begitu deal ya. Entah kamu akan membawa barang-barangku atau tidak, kamu harus menunggu dan melihatnya nanti ~!”

Tidak tidak tidak tidak. Tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak!

Cewek itu pasti serius, aku tahu itu. Dia benar-benar mengincar Hinata. Kamu pasti bercanda! Memangnya kamu pikir, sudah berapa tahun Ia bersamaku? Aku tidak membagikannya kepada siapa pun! Aku selalu, dan selalu akan bersamanya! Kamu benar-benar cewek tidak tau diri…

Aku tidak menyangka ada orang idiot di kelas ini yang tidak bisa melihat kalau Hinata membutuhkanku di sana. Ia orang yang sangat baik dan pemalu karena Ia tidak pernah menyapaikan apa yang ada dipikirannya, jadi aku harus mengatakan ini untuknya!

Aku sudah merencanakan untuk memberitahunya setiap kali Hinata sendirian supaya Ia bisa paham, tapi cewek itu sama sekali tidak pernah meninggalkannya sedetik pun. Dia sudah selalu sendirian, dan sekarang dia pikir kalau dia bisa memanfaatkan kebaikan Hinata? Hanya seperti itu?! Dia itu benar-benar cewek latjur yang kurang ajar!

Namun, kebetulan ketika aku pergi ke kamar mandi hari itu, Kuraki juga berjalan masuk. Dia sama sekali tidak memedulikanku, dan mulai memperbaiki riasannya sambil melihat-lihat cermin. Ketidakpekaannya mulai membuatku kesal, dan aku mencapai batas dari kesabaranku.

“Hei, Kuraki-san? Kamu kelihatannya tampak dekat dengan Hinata akhir-akhir ini, tapi bisa tidak kamu menghentikannya? Aku merasa tidak enakan buat dirinya.”

“Ha? Mendadak, apa yang kamu bicarakan? Aku tidak memahami maksudmu.”

“Ia hanya memaksa dirinya untuk bergaul denganmu. Oh, aku tahu Ia hanya tidak paham saja.”

“Tidak, Ia sama sekali tidak memaksakan dirinya atau semacamnya. Bahkan, memang begitulah penampilan Hinata ketika Ia bersenang-senang ... "

“Hah?!!!”

“…Apa?”

“Tidak, tidak, tidak, itu tidak benar! Kenapa kamu terus memanggilnya 'Hinata'? Padahal kamu tidak dekat satu sama lain, apa kamu tidak mempunyai sedikit rasa malu?”

“Aku menggunakan nama depannya karena Hinata sendiri yang mengizinkannya. Jadi, apa kamu punya masalah dengan itu?”

“Jadi itu berarti Ia benar-benar memaksakan dirinya, dan aku tidak tahu kenapa alasannya! Pokoknya, aku memperingatimu untuk berhenti terlibat dengannya.”

“Hah? Kamu dari tadi ngomong apaan sih? Memangnya apa urusanmu jika Hinata dan aku menjadi lebih dekat? Ia itu bukan pacarmu, ‘kan? Jadi jangan ikut campur dengan hubunganku.”

“Tapi Ia adalah teman masa kecilku! Kamulah yang seharusnya jangan ikut campur! Pasti sulit baginya untuk terlibat dengan seseorang yang memiliki banyak rumor jelek kayak kamu!”

“Hei, kamu tidak mempunyai hak untuk mencoba dan membatasi hubungannya hanya karena kalian berdua sudah saling kenal selama bertahun-tahun. Hinata bukan milikmu, tau.”

“Ap— ?! Apa yang ingin kamu katakan?!”

“Terlebih lagi, kamu tahu Ichinose-san? Kamu ‘kan sudah punya pacar. Kamu tidak akan bermain dengan Hinata saat kamu sudah ada yang punya, bukan? Kenapa kamu tidak bermain dengan pacarmu saja sana? —Kalau gitu, selamat tinggal. ”

Aku tidak punya pilihan selain melihatnya pergi ketika kata-kata terakhir itu keluar dari mulutnya.

Memang benar kalau Hinata bukanlah pacarku.

Aku tahu kalau aku sudah punya pacar, tapi tetap saja…

“Dasar ... Dasar cewek latjur…”

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama