Bab 9 — Sudah Terlambat
Percakapan dengan mantan pacarku
membuatku sadar apa yang benar-benar penting bagiku: Hinata. Ia bukan sekadar
teman yang aku kenal sejak aku masih kecil, tetapi sosok yang lebih penting
bagiku.
Sejujurnya, aku bersyukur
kepada mantan pacarku karena sudah membuatku menyadari hal itu, tapi terlepas
dari itu, Ia hanyalah pengganggu. Setelah putus dan mengabaikan kemarahannya,
aku kembali ke rumah dan segera menghubungi Hinata.
Hari perayaan natal akan tiba
besok, jadi belum terlambat. Kami berdua akan menghabiskan liburan bersama
dengan pergi berkencan ke akuarium. Lalu, aku akan meminta maaf karena sudah meninggalkannya
sendirian untuk sementara waktu, dan akhirnya, aku akan mengakui perasaanku
untuknya. Kehidupan kami yang bahagia selamanya tinggal sebentar lagi.
Panggilan telepon terus
berdering, tapi Hinata masih tidak mengangkatnya. Mungkin Ia tidak memegang
ponselnya, jadi aku akan meneleponnya lagi lain kali.
... Setelah beberapa saat, aku
meneleponnya lagi, dan Ia masih tidak menjawab telepon. Aku akan mengulangi
dalam beberapa saat setelah aku memberinya waktu.
... Setelah waktu sedikit
berlalu, aku berusaha menelponnya lagi. Ia masih tidak mengangkat telepon, jadi
aku akan menunggunya sedikit lagi. Hanya sedikit lagi, aku yakin.
... Aku melakukan panggilan lain,
dan Ia masih tidak mengangkat telepon.
... aku meneleponnya sekali
lagi, dan Hinata masih tidak menjawab.
… Sekali lagi, tapi tidak ada
jawaban.
…Tidak ada Jawaban. Tidak ada
Jawaban. Tidak ada jawaban, tidak ada jawaban.
Kenapa kamu tidak mengangkatnya,
Hinata?
Aku tidak tahu sudah berapa
kali aku menekan tombol panggilan. Aku sudah mencoba untuk meleponnya, tapi Ia
tetap tidak mau menjawab telepon. Hinata yang biasa akan mengutamakanku
daripada lainnya, jadi mengapa? Oh, mungkin Ia dalam keadaan bahaya! Atau
mungkin gadis itu melakukan sesuatu padanya ... benar-benar tidak bisa
dimaafkan.
Aku tahu kalau Hinata seharusnya
tidak terlibat dengan si cewek lonte itu …
Namun, ketika aku hendak bangun
dan bertemu dengannya secara langsung, ponselku tiba-tiba berdering, dan aku
melihat nama Hinata di layar kecil. Aku bergegas untuk menjawab panggilan itu,
melakukannya secepat mungkin.
“Hinata?!” Aku berteriak.
“Whoa?! Suzuka? Ada apa? Apa
ada yang salah denganmu?”
“Ah, syukurlah. Apa kamu aman?
”
“Umm, apanya? Aku baik-baik
saja. Aku mendapat banyak panggilan masuk, apa ada sesuatu yang terjadi?”
“Ya, ada! Kenapa kamu tidak
menjawab panggilanku? Aku mengkhawatirkanmu, tau!”
“Oh, mengerti. Maaf, aku
menaruh ponselku di dalam tas, jadi aku tidak menyadarinya sama sekali.”
“Tidak, tidak masalah. Aku
minta maaf. Jadi, kamu lagi ada di mana? Apa kamu sendirian?”
“Aku hampir sampai di rumah,
dan ya, aku sendirian.”
Syukurlah Ia tidak bersama si
cewek lonte itu. Jadi Ia hampir mencapai rumahku karena kami berdua tetanggaan.
Perkataannya mengangkat beban di dalam diriku … jika Hinata sedang bersama
cewek lonte itu, aku akan langsung meluncur menuju tempat mereka sehingga aku
bisa memisahkannya.
“Tapi kenapa kamu tadi
terdengar begitu khawatir?”
“Eh, bukan apa-apa kok, yang
lebih penting lagi, kita memiliki beberapa hal yang harus dilakukan besok!”
Aku tidak ingin menyebutkan namanya, jadi aku akan langsung ke
intinya. Tidak ada yang lebih baik daripada membuat rencana secepatnya.
“Besok adalah Malam Natal, ‘kan?
Aku ingat kamu pernah membicarakan tentang pergi ke akuarium, jadi ayo pergi!
Cuma kita berdua!”
“Hah? Kamu dan aku?”
“Hmm? Iya. Kamu juga
menantikannya, bukan?”
“Tidak, tidak, pacarmu juga
akan datang, ‘kan? Aku tidak ingin jadi di antara kalian berdua. “
“Oh, tentang itu…”
Hinata pasti kebingungan
ajakanku yang begitu mendadak. Aku berencana untuk mengejutkannya dengan
mengumumkan kalau aku secara resmi putus dengan mantan pacarku! Tentu saja, Ia
pasti akan merasa senang kalau aku tidak disibukkan lagi, dan kami akan tetap
bersama seperti sebelumnya. Hanya membayangkan ekspresi wajahnya yang akan
segera terkejut membuatku tersenyum dalam hati.
“Jadi, sebenarnya kami berdua—”
“Ah maaf, sebenarnya aku sudah
membuat rencana dengan orang lain, jadi aku tidak bisa ikut denganmu.”
“…Hah?”
Perkataannya sama sekali tidak
masuk akal dalam pikiran aku, serangkaian karakter yang tidak berguna…
Orang lain?
Kamu akan menghabiskan Malam
Natal bersama mereka?
…Bukan bersama denganku?
“Oh, maksudnya nongkrong bareng
anak cowok lain?” Aku menjawab. “Itu bukan ide yang bagus, kamu tinggal ikut
denganku!”
“Uh, bukan begitu. Aku akan
berbelanja dengan Kuraki-san. Kami sudah berjanji sebelumnya, dan kami barusan
berbicara tentang ke mana kami akan pergi besok!”
Aku bisa mendengar suaranya
yang ceria, tetapi perutku terasa sakit saat mendengarnya bahagia merencanakan
kencan dengan cewek lain … telebih lagi dengan Kuraki dari semua orang.
Palingan juga, cewek itu cuma mempermainkan Hinata. Sudah pasti begitu.
Hatiku yang tadinya melayang
senang karena sudah membayangkan wajah terkejut Hinata, sekarang dibuat
terjatuh ke bumi ketika mendengar setiap perkataannya.
“… Kamu akan ‘bermain’ dengan
Kuraki?”
“…Hah?”
“Yah, kamu tahu sendiri, ada
banyak rumor buruk tentang cewek itu. Dia itu orang yang berbahaya.”
“Ah, tapi jika kamu benar-benar
berbicara dengannya, kamu akan memahami kalau dia itu orang yang baik. Terlalu
mempercayai gosip itu enggak baik, loh?”
“Dia hanya berakting. Cewek itu
sama skali enggak bener dan dia juga cuma membodohimu. Kuraki pasti sedang
bermain dengan pria lain sekarang! Dia itu tipe cewek yang terburuk, cewek yang
menjual tubuhnya demi mendapatkan uang! Cowok tidak lebih dari celengan
baginya. Enggak ada bagusnya untuk berkencan dengannya, dan sekarang dia bahkan
mengincarmu. Hinata, Kamu itu sedang dipermainkan, tau!”
“… Suzuka, mengapa kamu
berbicara begitu buruk tentang dia?” Ada kemarahan, racun yang dicampur dalam nada
suaranya. Aku tidak bisa menelaah perasaan baru yang Hinata tunjukkan terhadapku.
Kenapa kamu lebih memilih melindunginya ketimbang aku?
“Karena cewek lonte itu cuma
mempermainkanmu, jadi aku mengkhawatirkanmu—”
“—Sudah cukup!”
“… Eh?” Hinata membentakku. …Ia
berteriak padaku?
“Aku tidak menyangka kalau kamu
sejahat itu, Suzuka. Besok aku akan bermain dengannya, ya, jadi kamu mendingan
bermain dengan pacar mu juga. Dah, selamat tinggal.”
“Tidak, tunggu sebentar—!”
Kata-kataku tidak didengarnya,
semuanya berakhir sia-sia. Panggilan juga sudah berakhir.
Hinata tidak pernah semarah itu
padaku sebelumnya. Jika aku tidak meminta maaf, apa Ia akan membenciku?! Aku
mulai tidak tahan saat membayangkannya, jadi aku berlari keluar dari rumahku
sehingga aku bisa sampai ke rumahnya.
Ketika aku menekan interkomnya,
ibunya menjawab, tapi——
“Suzuka-chan, apa kalian berdua
sedang bertengkar? Ia mengatakan kepadaku untuk jangan membiarkanmu masuk hari ini, dan aku belum pernah melihatnya
seperti itu sebelumnya. Jadi, bisa tidak kamu meninggalkannya sendirian untuk
saat ini? ”
“Itu …”
Aku tidak diizinkan masuk, dan
demi masa depanku, aku tidak mau menyinggung ibunya. Dengan enggan, aku
menyeret kakiku kembali ke rumahku, bertanya-tanya apakah Hinata sudah membenciku
… pikiranku tidak bisa jernih setelah penolakannya yang jelas sekarang.
“Apa yang harus kulakukan,
Hinata …” Itu adalah pertanyaan tanpa jawaban. Yang bisa aku lakukan hanyalah
terus menelepon teleponnya, yang selalu terputus setiap saat.
◇◇◇◇
Bahkan sebelum aku menyadarinya,
keesokan hari sudah menjelang. Aku memeriksa ponselku, tapi tidak ada satu pun
pemberitahuan dari Hinata, padahal aku sudah banyak meneleponnya …
Aku tidak punya pilihan. Aku
harus berbicara dengannya secara langsung. Setelah memutuskan begitu, aku
menuju langsung ke rumahnya, bertekad untuk masuk bahkan jika mereka tidak
mengijinkanku, tetapi begitu ibunya keluar, dia mengatakan sesuatu yang tidak
pernah aku bayangkan.
“Maaf tentang kemarin ya,
Suzuka-chan. Hinata kembali normal hari ini, jadi kamu bisa bicara dengannya
sekarang.”
“Benarkah? Syukurlah…”
“Mungkin kamu baru bisa berbicara
dengannya besok karena Ia tidak akan pulang hari ini, dasar bocah itu.”
“Hah? Apa maksud tante?”
“Hmm, Ia sedang keluar. Pasti
nongkrong bersama teman-teman cowoknya atau yang lainnya karena Ia tidak punya
pacar. Bagaimanapun juga, ayo jangan ragu untuk masuk—”
Dan aku berlari secepat
mungkin.
“Hei, Suzuka-chan?!”
Meski suara ibunya bergema di
belakangku, aku terus berlari dan berlari ke depan. Walau aku meninggalkan
percakapan di tengah jalan, aku tidak bisa berhenti dan mendengarkannya. Tidak
untuk sekarang.
Hinata yang pergi keluar itu
bohong.
Kemarin, Hinata sendiri yang mengatakan
tidak ada hal seperti itu, dan justru mengumumkan kalau dirinya dan Kuraki akan
berbelanja … jika demikian, lalu mengapa Ia sampai berbohong tentang hal itu?
Alasannya mudah.
Karena Ia menghabiskan malam
bersama Kuraki.
Aku menduga kenapa Ia sampai
berbohong segala karena Ia tidak bisa memberi tahu akan tinggal bersama seorang
gadis, dan aku yakin gadis itulah yang meminta Hinata untuk melakukannya. Ini
buruk…
Aku tahu persis apa yang kamu
incar, memintanya untuk menginap selama Malam Natal! Cewek lonte itu! Dia
memanfaatkan perasaan murni Hinata. Dia memang cewek kurang ajar …
Hinataku dalam bahaya.
Jadi aku terus berlari dan
berlari sambil memanggil namanya. Walaupun aku tidak tahu kemana mereka pergi.
◇◇◇◇
“Haah … Haah …”
Aku penasaran sudah berapa jam
berlalu sejak aku mulai berlari dan mencari keberadaan Hinata. Tirai sephia
sudah menyelimuti langit musim dingin.
Sementara aku berlarian
mencarinya, aku terus–menerus berusaha menelepon Hinata, tetapi Ia tidak
menjawab sama sekali. Langit sudah mulai semakin gelap, jadi aku bakalan
benar-benar tamat jika si cewek lonte itu membawa Hinata pulang ke rumahnya atau
ke hotel.
Sayangnya, aku tidak mempunyai
petunjuk ke mana aku harus mencarinya lagi. Aku sudah mengunjungi ke setiap
tempat di lingkungan di mana aku akan pergi berkencan, dan aku masih tidak bisa
bertemu dengannya. Meski aku berlarian sampai hari sudah menjelang malam … Aku
tidak tahu harus berbuat apa lagi.
Aku mengeluarkan ponselku dan
meneleponnya dalam upaya terakhir. Tidak ada lagi yang bisa kulakukan, dan
tepat ketika aku akan menyerah setelah bunyi bip anorganik yang aku dengar
ratusan kali lipat—
“Suzuka? Enggak baik nyepam
telepon orang… hentikan itu …”
“Hinata?!”
“Uwah?! Hei, Suzuka! Jangan
mendadak berteriak! “
“Syukurlah, Hinata … Aku sangat
senang …”
“Su-Suzuka?”
“Hinata! Aku minta maaf. Aku minta
maaf, jadi tolong, pulanglah.”
“Kamu minta maaf atas kejadian
kemarin?”
“Ya! Dan meski selama ini aku sudah
mengabaikanmu karena orang lain, aku akhirnya menyadari apa yang benar-benar
penting bagiku!”
“Eh? Dan itu …? “
“Maafkan aku karena sudah
mengabaikanmu begitu lama. Aku membutuhkanmu, dan aku baru menyadarinya
sekarang. Maafkan aku karena sudah meninggalkanmu.”
“… tidak! Aku sudah menyerah
padamu, bahkan jika kamu mengatakannya sekarang! Kupikir aku akan menyebabkanmu
khawatir jika aku mengalami depresi selamanya, dan sekarang kamu meminta supaya
kita kembali seperti dulu? Sudah terlambat sekarang.”
“Aku mengerti, aku benar-benar
paham, tapi tolong! Tolong kembalilah padaku! ”
“Itu … eh? Ah, tunggu …”
“Hinata? Ada apa, Hinata?”
Percakapan kami tiba-tiba
terpotong. Dari panggilan yang masih terhubung, aku bisa mendengar suara napas
samar dan suara lembut – itu adalah suara Hinata dengan seorang gadis. Itu
adalah suara Kuraki.
Suara dan napas mereka yang menggairahkan
melalui telepon merupakan sesuatu yang paling sensual yang pernah aku dengar. Aku
hampir kehilangan akal ketika membayangkan apa yang terjadi di ujung telepon.
“Hinata! Hinata! Tolong jawab
teleponnya! Hinata!”
Aku terus berteriak di telepon
untuk menghilangkan bayangan yang mengerikan itu, tetapi tidak ada jawaban.
Suara mereka justru bertambah lebih keras dan lebih keras, seolah-olah percikan
berubah menjadi bara api.
Hentikan!
Hentikanhentikanhentikanhentikanhentikan!
Aku tidak bisa berbuat apa-apa
dan terus berteriak. Lalu aku mendengar suara, sepertinya Ia meraih teleponnya
dan membawanya ke wajahnya. Akhirnya kamu mau menjawabku, Hinata!
“Hinata?!”
“Kamu sudah kehilangannya, semuanya
sudah terlambat, Ichinose-san.”
“…Hah?”
Panggilan pun berakhir
bersamaan dengan kata-kata terakhir dari Kuraki sendiri.
“Hi-Hinata…? Apa yang sudah dia
lakukan padamu? … Hei, Hinata? … Ah, aaaaaaaaaaaaaaaaaaah?! ”
Pandangan mataku langsung menjadi
gelap, dan kesadaranku terputus di sana.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya