Chapter 14 — 1 Januari (Jumat) Ayase Saki
Aku buru-buru mematikan lampu
dan meringkuk ke atas futon untuk berpura -pura bahwa aku sudah tertidur. Jantungku
berdegup kencang. Pintu geser terbuka, dan aku merasa Asamura-kun memasuki
futonnya sendiri. Futon kami berada di ujung ruangan yang berlawanan, dengan
orang tua kami di tengah. Peletakannya cukup baik bahwa kita tidak akan terlalu
sadar satu sama lain saat tidur di ruangan yang sama, dan itu memungkinkanku
untuk tidak menunjukkan bagian diriku yang tak berdaya kepadanya.
Ia ... tidak menyadari, ‘kan?
Jantungku terus berdegup kencang dan lebih cepat. Aku merasakannya berdebar sampai
di telingaku, tidak menunjukkan tanda-tanda tenang. Wajahku terasa panas.
Meskipun suhu sekarang di bawah titik beku di luar, aku merasa seperti berkeringat
di bawah futonku sendiri. Karena khawatir bahwa Ia mungkin mendengarku bernapas
berat, aku menarik selimut di atas kepalaku.
"Saki
adalah gadis yang baik, tulus, dan ... orang yang benar-benar pekerja
keras."
Itulah yang dikatakan
Asamura-kun. Terlebih lagi, Ia memanggilku Saki. Bukan Ayase-san, tapi Saki.
Pada mulanya, aku ingin pergi
ke toilet, tetapi aku menyadari kalau Asamura-kun belum tidur di futonnya.
Namun, otak mengantukku tidak terlalu memikirkannya dan hanya menerima ini
sebagai fakta ketika aku meninggalkan ruangan. Setelah hampir berakhir tersesat
di lorong besar, aku berjalan kembali ke kamar ketika mendengar suara
Asamura-kun. Aku tidak bermaksud mengintip ke dalam, aku hanya berbiat berjalan
lebih dekat untuk mendengarkan. Hal tersebut memungkinkanku untuk mendengar
suaranya dengan jelas. Dan tanpa ragu -ragu, Asamura-kun mengatakan itu— bahwa
dirinya tidak keberatan dalam hal pernikahan ibu dengan ayah tiri.
Dan bukan hanya itu saja, dia
bahkan sampai melindungiku. Aku tidak tahu bagaimana awalnya sampai Ia
mengatakan itu, tapi— aku tidak menyangka kalau Ia akan memujiku dan menyebutku
gadis yang baik, tulus, dan pekerja keras. Aku khawatir apakah aku bisa
memenuhi harapannya. Aku senang, tapi pada saat yang bersamaan, aku merasa takut.
Aku tidak tahu apa artinya disukai. Aku belum melakukan apa pun untuk membuat
orang lain menyukaiku. Aku sudah memakai persenjataanku untuk memblokir siapa
pun yang mencoba mendekati atau menyerangku dengan cara apa pun.
Tetapi, ketika ada orang yang
ingin kudekati, aku tidak punya persenjataan atau peralatan yang memungkinkanku
melakukannya. Aku akan melakukan segala upayaku untuk dapat hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain. Aku menanggap kalau aku tidak butuh bersikap sok ramah
dengan orang lain. Tapi semuanya berubah pada waktu setengah tahun yang lalu. ‘Aku tidak punya harapan besar padamu, jadi
aku ingin kamu melakukan hal yang sama padaku.’
Ketika aku mengucapkan kalimat
tersebut kepada Asamura-kun setengah tahun yang lalu, aku tak pernah
membayangkan kalau dirinya akan menyukaiku. Sebaliknya, satu -satunya alasan aku
ingin rukun dengan ayah tiri ialah supaya ibu akhirnya bisa bahagia. Tapi tak
disangka-sangka, Asamura-kun tidak hanya menerima persyaratan dariku, kami
bahkan menyesuaikan satu sama lain,Ia bahkan meluangkan waktu untuk selalu
membicarakan banyak denganku.
Pada titik tertentu, aku jatuh
cinta padanya, dan aku bahkan mulai melihat Ayah tiri bukan sekedar orang yang
menikahi ibu, tapi sebagai individu yang benar-benar peduli. Aku mulai ingin
merawatnya karena orang yang kusuka melakukan hal yang sama.
Aku yakin aku bisa saja tidak
datang ke sini dengan alasan yang dibuat dengan baik. Aku bisa mengatakan kalau
aku harus belajar, atau aku harus bekerja, maupun aku bisa saja bilang kala aku
tidak mau pergi. Aku ragu mereka akan memaksaku untuk datang. Aku setuju untuk
datang karena itu keinginanku sendiri. Sama seperti yang dikatakan ayah tiri dalam
perjalanan ke sini, tidak ada jaminan kalau kami berempat bisa mendapatkan
kesempatan lain untuk bepergian bersama seperti ini, dan Ibu mengatakan bahwa
semua kerabat ayah tiri merupakan orang yang benar-benar baik. Aku ingin
menyukai orang-orang yang juga dihargai oleh orang yang kuhargai.
Namun, berurusan dengan kerabat
yang bahkan tidak berhubungan langsung denganku, apalagi orang -orang yang
tinggal begitu jauh, ternyata jauh lebih sulit dari pada yang kubayangkan. Di
tempat seperti ini, dengan kerabat dari apa yang terasa seperti keluarga asing,
menyesuaikan diri satu sama lain dan memahami pihak lain membutuhkan waktu.
Dalam hal ini, kamu membutuhkan seseorang untuk memihakmu, untuk bertindak
sebagai perisaimu karena memungkinkanmu untuk membangun percakapan— dengan kata
lain, sebuah perisai. Dan kali ini, Asamura-kun yang melakukan itu untukku.
Atau mungkin bahkan bisa
dibilang tempat sandaran. Hal yang sama berlaku untuk ayah tiri, tentu saja.
Berkat tatapan kakek tiriku terhadap kami harus menjadi jauh lebih lembut mulai
besok. Tanpa prasangka, sebagai imbalannya memudahkanku untuk berinteraksi
dengannya. Tentu saja, semuar itu karena Asamura-kun bertindak sebagai perisai
antara aku dan kerabatnya. Meski aku telah memutuskan untuk hidup secara
mandiri dan sendirian, aku mulai berpikir bahwa aku ingin berjalan di samping
seseorang—— di sebelah Asamura-kun.
Aku memusatkan perhatianku pada
suara apa saja yang terjadi di luar ruangan, tapi sepertinya tidak ada
kehadiran apapun yang dekat dengan kamar kami. Ibu dan ayah tiri mungkin sibuk
berbicara dengan kerabat kami. Saat ini, hanya ada Asamura-kun dan aku saja di
ruangan ini. Aku dengan hati-hati menarik selimutku dan bergerak ke arah
futonnya, seraya dengan lembut menyentuh bahunya. Menyentuhnya tanpa
menyesuaikan diri satu sama lain tidak seperti sifatku. Belum lagi ada
kemungkinan kalau orang tua kami akan memergoki kami melakukan semacam ini.
Tapi meski demikian, aku memanggil namanya sembari membungkusnya dengan semua
perasaanku.
“Terima kasih, Yuuta-kun.”
Aku mendorong diriku lebih
dekat ke arah punggungnya sampai aku hampir menyentuhnya, memanjakan kehangatan
yang aku rasakan di tanganku, yang kemudian melewati tubuhku sendiri. Sama
halnya es yang meleleh, alasan dan logika dalam pikiranku kehilangan bentuknya
dan menjadi bentuk yang tidak sedap diputar seperti mineral yang tidak seragam.
Walau begitu, aku datang untuk memuja perasaan janggal ini. Dan selama beberapa
detik butuh sampai Asamura-kun terbangun dengan kaget dan memanggil namaku,
yang rasanya seperti berlangsung selamanya bagiku, aku hanya menikmati kehangatan yang Ia
berikan kepadaku.