Chapter 9 — Penyayang dan Ore-sama
“Aku penasaran, apa hipnosis
akan mempan pada Onii-chan enggak, ya?”
Pada suatu hari selama liburan
musim panas. Sembari duduk di tempat tidur di kamarnya dengan memegang buku
tentang hipnosis di tangannya, Yuki tiba-tiba menggumamkan kata-kata tersebut.
Judul buku itu adalah “Siapapun Bisa Belajar Hipnosis~ Mulai Hari
Ini, Kamu Juga Seorang Ahli Hipnotis!~ ”. Itu adalah buku yang tadinya
pernah menyebabkan insiden di ruang OSIS. Setelah kejadian menyedihkan itu,
Yuki berjanji kepada Masachika kalau hipnotisme yang dijelaskan dalam buku ini
akan disegel selamanya, tetapi …… mana mungkin Yuki akan melepaskan hal menarik
semacam ini begitu saja karena pernah gagal sekali.
Dia membeli buku itu dengan
uangnya sendiri, dan mulai sejak itu dia sudah mencoba berbagai teknik hipnosis
pada Ayano sebagai kelinci percobaannya ....... Ayano yang tingkat kesetiaannya
sudah mencapai tingkat maksimal dan akan menuruti perintah apa saja tanpa perlu
hipnosis, tidak bisa dijadikan contoh yang tepat. Ketika Yuki memikirkan, “Aku ingin mencobanya dengan orang lain juga~tapi
kalau sama teman sendiri dan gagal, agak canggung gimana gitu~” dan pada
saat itulah keberadaan Masachika muncul di benaknya.
“Nee~ Bagaimana menurutmu?”
“Nyaan?”
Saat ditanya oleh Yuki, Ayano
yang sedang meringkuk dengan kepala di atas pahanya, mengangkat wajahnya. Dia
menatap wajah Yuki dengan mata penasaran dan menyingkirkan poni dari matanya
ketika dia bangun, sembari menggunakan tangan kanannya untuk menyibaknya.
“Aaahh....”
Dia mengeluarkan suara
linglung, dan Yuki mengangkat kedua tangannya serta mencoba bertepuk tangan
dengan bunyi prokk ... lalu, Ayano
mendadak berhenti bergerak. Kemudian, dia menatap Ayano, yang sedang duduk dengan
gaya duduk khas gadis* di tempat tidur, dan tiba-tiba mengusap payudaranya. (TN: Onna no ko no
suwari atau cara duduk anak gadis, cara duduknya mirip duduk bersimpuh tapi
agak beda, cara duduknya kayak di ilustrasi ini)
“Mu, mumu? Apa ini ... sudah
tumbuh sedikit?”
Memiringkan kepalanya dan menatap
Ayano dengan rasa penasaran, Yuki mengusap-usap payudara Ayano dengan ekspresi
serius di wajahnya.
“O-O-Ohhhh~? Uwooohhh~ ini
tumbuh dengan baik …. Rasanya begitu lembut dan kenyal ….”
Yuki mendorong payudara Ayano
dari bawah dan terdengar agak terkesan. Setelah itu, Yuki menghabiskan beberapa
menit mengagumi payudara Ayano sebelum menepuk kerasa kedua tangannya dengan
puas.
Lalu seketika, gerakan Ayano
berhenti sejenak. Dia kemudian berkedip perlahan dan memiringkan kepalanya.
“... Apa Anda berhasil?”
“Ya, semuanya berhasil tanpa
masalah pada perubahan perilaku si target... Jadi menurutmu, apa ini akan
mempan juga buat Onii-chan?”
“Kepada Masachika-sama? ...
Saya kira itu lumayan sulit?”
Ayano memiringkan kepalanya,
sepertinya tidak terlalu terganggu dengan fakta bahwa dia baru saja dihipnotis
menjadi seekor kucing. Yuki lalu menanggapinya dengan mengangkat bahu.
“Bener banget ‘kan~~. Sudah jadi kepercayaan umum kalau
penghipnotis akan memperoleh resistensi terhadap hipnosis ... Upss, kurasa
sudah waktunya untuk les biola~.”
Usai mengatakan itu, Yuki
bangkit dari tempat tidur dan mulai mempersiapkan les pelajarannya. Sambil
membantunya, bibir Ayano terkatup rapat seolah-olah dia sudah memutuskan untuk
melakukan sesuatu.
◇◇◇◇
Beberapa hari kemudian, saat
Yuki sedang bersiap-siap untuk pergi mengunjungi kediaman Kuze, Ayano tiba-tiba
mendekatinya.
“Yuki-sama.”
“Hmm?”
“Mengenai perihal hipnosis
tempo hari, …. Saya sudah menyiapkan beberapa benda yang kemungkinan bisa
membantu Anda.”
“Eh? Hipnotis ......? ... Ahhh!
Maksudmu sesuatu yang bakal mempan kepada Onii-chan! Kamu sampai repot-repot
menyiapkan sesuatu segala?”
“Ya. Jika Anda berniat
menghipnotis Masachika-sama, saya pikir Anda mungkin memerlukan beberapa alat
untuk memperkuat efek hipnotis Anda.”
“Ah~ semacam item peningkatan?
Itu memang akan membantu, sih~”
“Saya sudah meneliti berbagai
hal mengenai itu ... dan pertama-tama, benda ini.”
Sembari mengatakan itu, Ayano
mengeluarkan lilin merah muda gelap dari saku baju pelayannya.
“Katanya ini adalah lilin aromatik
yang mampu menenangkan pikiran dan membuat seseorang lebih mudah untuk
dihipnotis.”
“Bukannya itu yang sering
muncul di doujinshi erotis!?”
“Lalu selanjutnya, ... yang
ini.”
Ayano mengoperasikan smartphone-nya
dan memberikannya kepada Yuki. Layar smartphone-nya menampilkan gambar
mencurigakan dengan efek bergelombang di sekitar mata besar.
“… Apa ini?”
“Sepertinya itu adalah aplikasi
hipnosis.”
“Bukannya itu yang sering
muncul di doujinshi erotis!?”
Yuki mengulangi tsukkomi yang sama, dan kemudian Ayano
mengeluarkan,... semacam kalung kerah yang kasar.
“… Apa itu?”
“Sepertinya ini adalah kerah
yang memaksa pemakainya untuk patuh.”
“Bukannya itu benda yang sering
muncul dalam fantasi isekai! Lah, kamu berniat memakaikan benda semacam itu
kepada Onii-chan!?”
“Tidak, saya harap Anda bisa
memakaikan ini untuk saya...”
“Kamu sih tidak membutuhkannya,
‘kan.”
“Begitu…ya…”
“Oi, kenapa mukamu kelihatan
kecewa begitu?”
Dengan kepalanya yang mulai
terasa pusing dan meletakkan tangan di dahinya, Yuki melihat kerah yang
berbentuk aneh dan keta. Kerah itu memiliki beberapa benda mirip seperti batu
kekuatan berwarna-warni yang melekat padanya, memberikan hawa kehadiran aneh
yang membuat kerah itu tidak terlihat seperti
barang untuk lelucon.
“Pertama-tama ... dari mana
kamu mendapatkan semua benda yang terlihat mencurigakan ini?”
“Umm, itu ... tempo hari ketika saya pergi berbelanja,
saya didekati oleh seorang pedagang kaki lima bertudung ... Walaupun saya tidak
mengatakan apa-apa, tapi dia memberi saya ini dan mengatakan kalau saya tidak
perlu membayarnya ....”
“Upss? Ternyata itu bukan
fantasi isekai, melainkan okultisme modern? Jangan sekali-sekali menggunakan
itu, oke? Jika menurut alirannya, orang yang memakainya entah kenapa akan
hancur dan pedagang kaki lima tersebut akan menertawakannya seraya mengatakan
sesuatu seperti, ‘Manusia memang makhluk
yang bodoh…’ ”
“Hah...?”
“Tunggu dulu sebentar. Apa
jangan-jangan lilin aroma itu juga?”
“Kalau yang ini, saya
membelinya dari toko 100 yen.”
“Seriusan, lu. Toko 100-yen
memang serba ada, ya.”
“Saya membelinya 200 yen, sih ...”
“Bukannya itu sedikit mahal?
Kok bisa?!”
Setelah melontarkan semua tsukkomi-nya, Yuki menyadari kalau Ayano
tampak sedikit berkecil hati.
(Ah ... mungkin aku
mengatakannya terlalu berlebihan. Padahal dia sudah repot-repot menyiapkannya
demi aku ...)
Merenungi itu di dalam hatinya.
Yuki dengan ringan berdeham, dan membuka mulutnya seraya mengalihkan
perhatiannya ke lilin.
“Yah, tapi ... bagaimana kalau
kita mencobanya? Lilin dan aplikasi itu.”
“! Ya, dengan senang hati!”
“Ya, terima kasih banyak sudah mencari
semuanya.”
“Tidak, hal semacam ini bukanlah
masalah besar.”
Sambil menertawakan pelayannya
yang terlihat langsung bahagia, Yuki dalam hati tersenyum kecut “Kupikir koin lima yen dengan seutas tali
masih jauh lebih efektif ...”.
◇◇◇◇
“Ada kalanya aku berpikiran
seperti itu juga.”
Yuki bergumam pada dirinya
sendiri, kemudian tatapannya tertuju pada Masachika yang sedang duduk di tempat
tidur dengan tatapan mata kosong. Tadi malam, dia menyerahkan lilin aroma
kepada Masachika sembari berkata “aroma yang
bisa meningkatkan kualitas tidur”, setelah menghabiskan semalaman menghirup
banyak asap, Yuki lalu menggunakan aplikasi hipnosis pada Masachika yang dalam
keadaang linglung …. Tak disangka-sangka, dia berhasil menghipnotis kakaknya.
“Seriusan, nih ……”
“Selamat. Hipnosis Anda
berhasil dengan sukses.”
“Ah, ya ... ummm, mari kita
buka dulu ventilasinya untuk saat ini, oke?”
“Baiklah, dipahami.”
Ketika Ayano dalam mode
pembantu membuka jendela dan pintu yang mengarah ke ruang tamu, udara manis
yang aneh di dalam ruangan memudar saat udara panas melewati ruangan. Namun,
meski begitu, Masachika tidak menunjukkan tanda-tanda kembali ke kewarasannya.
Ia hanya menatap ksosong pada satu titik di lantai dengan ekspresi hampa.
“……Hmmm, gimana nih~?”
Yuki tidak tahu apa yang harus
dia lakukan dari sini karena tidak menyangka kalau hipnotisnya bakalan mempan.
Namun, setelah bekerja sama dengan Ayano, mana mungkin dia akan mengakhirinya
dengan “Karena aku sudah tahu kalau ini
bisa mempan, jadi ayo sudahi ini.”
“Hmm~~ ...”
Setelah berpikir sejenak, Yuki
membuat ekspresi “Aha~” seolah-olah
mendapat ide bagus dan mulai mengoperasikan smartphone-nya. Kemudian, sambil
menunjukkan layar yang membuka aplikasi hipnosis ke arah Masachika, dia mulai
memberikan sugesti.
“Kamu akan menjadi cowok ikemen
yang penyayang. Kamu takkan bisa mengendalikan perasaan cintamu yang
meluap-luap!”
Setelah mengatakan itu, dia
lalu mengetuk layar dan terdengar suara mendesis aneh dari smartphone-nya,
menyebabkan tubuh Masachika tersentak. Kemudian, saat matanya berangsur-angsur menjadi
fokus ... Masachika tiba-tiba tersenyum manis pada Yuki.
“Hai Yuki... Hari ini kamu
kelihatan imut juga, deh.”
“Uwaahh najis banget.”
Yuki dibuat terkejut, dan langsung melontarkan komentar pedas. Masachika yang sepertinya tidak terganggu dengan keadaan syok adiknya, mulai mengalihkan perhatiannya kepada Ayano.
“Ayano juga kelihatan manis,
kok.”
“Te-Terima kasih banyak?”
“Fufufu, kamu kenapa? Kok
kelihatan aneh begitu ... oya?”
Kemudian Masachika tiba-tiba
menyadari sesuatu dan bangkit dari tempat tidur, lalu dengan lembut meraih
rambut hitam Ayano.
“Lihat, ada serat yang menempel
di rambutmu, loh?”
“Ah, ma-maafkan saya! Karena
sudah menunjukkan penampilan yang memalukan ...”
Masachika dengan lembut
meletakkan tangan kanannya di pipi Ayano saat dia mengecilkan lehernya dan sudut
mata yang sudah merah merona. Kemudian, ketika dengan lembut membuat Ayano mendongak,
Ia berbisik manis dengan senyum hangat dan penuh kasih sayang.
“Kamu tidak perlu
mengkhawatirkan tentang itu, oke? Karena itu menunjukkan seberapa keras kamu
bekerja... justru sebaliknya, kupikir Ayano boleh sedikit bersantai, tau?”
“Ti-Tidak, hal semacam itu ...”
“Begitukah? Ayano sungguh gadis
yang pekerja keras, ya... Terima kasih untuk semuanya. Aku mencintaimu.”
Mata Ayano terbuka lebar dan
hampir saja terjatuh pada pengakuan cinta Masachika yang sambil dengan lembut
membelai pipinya ...
“Fuhyuu~~~...”
“A-Ayano!”
“Upss”
Masachika dengan cepat mendukung
Ayano, yang lututnya tampak lemas dan mata yang berkunang-kunang. Kemudian,
dalam sekejap, Masachika langsung menggendongnya ala putri, dan dengan lembut
membaringkannya di tempat tidur sembari membelai kepalanya.
“Fufu, Ayano memang imut
banget, ya.”
Usai mengatakan itu, Masachika
kemudian menoleh ke Yuki seolah meminta persetujuannya. Tapi Yuki dengan cepat
menguatkan diri untuk melawannya. Masachika mulai mendekatinya dengan senyum
manis saat Yuki duduk kembali dan memegang tangannya di depan dadanya.
“O-Ohh, apa? Apa kamu berniat
melakukannya juga padaku? Jika kamu berpikir kalau aku akan terintimasi oleh
pengakuan cinta biasa saja, kamu itu salah besar, oke? Ya, itu masalah besar
jika kamu menakut-nakutiku. Berbeda dengan Ayano, aku takkan… ahh, tunggu…”
——
Lima menit kemudian.
“Aku mencintaimu ... Aku sangat
mencintaimu dari siapapun di dunia ini, Yuki.”
“Ohyohyohyohyo! Gawat,
apa-apaan ini! Ada suara aneh yang keluar dari mulutkuuuuu~~~!”
Di sana terdapat sosok Yuki
yang duduk di atas kaki Masachika yang bersila dan membisikkan kata-kata cinta
sambil dipeluk dari belakang. Kata-kata manis dilantunkan tanpa henti di dekat telinganya
saat dia dipeluk dengan lembut di perutnya dan rambut serta pipinya dibelai.
Yuki yang sudah tidak tahan lagi, mulai mengerang dan menggeliat sambil
mengeluarkan suara aneh.
Pada awalnya, dia merasa tidak
nyaman dengan Masachika yang beringkah sangat penyayang, tapi saat Ia melakukan
gerakan ala ikemen tanpa merasa malu, Yuki merasa kalau semuanya jadi percuma
saja. Lagi pula, sepertinya itu benar adanya kalau kamu merasa malu, kamulah
yang akan kalah.
“Ada apa? Kok kamu tidak bisa
tenang begitu ... apa jangan-jangan kamu merasa malu, ya?”
“Fueehh, anuu, ummm~ bisakah
kamu berhenti berbisik di telingaku? Rasanya bikin aku jadi merinding ...”
“Benarkah? Kalau begitu... coba
nengok ke sini? Aku ingin berbicara sambil melihat wajah cantiknya Yuki.”
“Enggakkkk~~, enggak mau~
enggak mau~! Karena wajahku lagi kelihatan aneh sekarangggg~~~!!”
Dia merentangkan tangan dan
kakinya ke depan, menggeliat dan meronta-ronta. Tapi itu saja masih belum cukup
untuk lolos dari pelukan Masachika.
Atau lebih tepatnya,
pegangannya luar biasa kuat meskipun tangannya lembut. Yuki bisa merasakan
keinginan kuat Masachika untuk tidak pernah melepaskannya.
“Ku-Kukuku, boleh juga rupanya.
Aku tidak pernah menyangka kalau kamu berhasil membuatku semalu ini ...”
“Fufufu, benarkah? Selama aku
bisa melihat sosok Yuki yang imut, aku akan mengatakan perasaan cintaku padamu
berulang kali, kok? Karena aku sangat mencintai Yuki lebih dari apapun di dunia
ini.”
“Fuhyaa, mu, mugugu, jangan
besar kepala dulu, Onii-chan. Jika kamu berpikir kalau aku tidak melawan, kamu
salah besar, tau?”
Dengan senyum tak kenal takut
di wajahnya, Yuki menyilangkan tangannya di lengan di lengan Masachika.
“Rasakan ini, Onii-chan! Mata
dibalas mata! Gigi dibalas gigi! Hipnosis dibalas hipnosis! Aku akan meladenimu
dalam mode baru terbaruku yang kupelajari tempo hari!”
Walaupun dia menggunakan kata
“baru” dan “terbaru” pada saat yang bersamaan, tapi Yuki sama sekali tidak
memedulikan itu, dia meringkukkan tubuhnya menjadi bola untuk meningkatkan
auranya, dan kemudian dia mendorong lengan kanannya ke langit sekuat tenaga.
“Ayo! Aktifkan! Mode
Malaikat——”
“Bahkan jika kamu tidak
melakukan itu, Yuki selalu menjadi malaikatku, kok?”
“Fueeeaaaaii”
Bisa dibilang, Masachika dengan
sengaja menghancurkan transformasi terlarang. Masachika yang dalam mode
menyayangi, tidak mau menunggu lama adegan transformasi. Yuki yang gagal
melakukan perubahan, menjadi kaku sampai pada titik di mana aura yang dibangkitkan
dengansusah payah jad terbuang sia-sia. Masachika memeluk Yuki dengan penuh
kasih sayang dan meletakkan dagunya di bahu Yuki.
“Malaikatku yang selalu mencintai
keluarganya lebih dari siapa pun dan selalu bekerja keras demi keluarganya...
Aku benar-benar merasa bahagia bisa memiliki adik perempuan seperti Yuki.”
“O-Ohhh ...”
Yuki benar-benar merasa malu
engan ucapan jitu tanpa ampun selama kekakuannya, dia bahkan tidak bisa membuat
lelucon. Pada saat itu, suara samar terdengar di belakang Yuki yang tersipu
dengan wajah datar.
“U-Ughh ... umm…”
“A-Ayano! Kamu sudah bangun,
ya!? Tolong bantu aku sebentar!”
Melihat ke atas bahu Masachika
pada Ayano, yang telah mengangkat dirinya di tempat tidur, Yuki berusaha
meminta bantuan. Namun, Ayano mengalihkan pandangannya dengan kasar ke
Masachika, yang menatapnya dengan cara yang sama......
“Ah, be-benar juga. Saya sedang
menyiapkan sarapan …...”
Dia mengatakan intu dengan
cepat dan meninggalkan ruangan, mengabaikan permintaan bantuan majikannya.
“A-Ayanooooo! Dasar
pengkhianatttt~!”
“Hei, hei, kamu enggak boleh
mengatakan itu, tau? Kita semua adalah keluarga, oke?”
“Sudah kubilang jangan berbisik
di telingaku!”
Munyaa~~, Yuki
meninggikan suaranya dengan ekspresi gusar sembari menggeliat liar seperti
kucing.
“Ah, to-toilet! Aku mau ke
toilet!”
“Hmm? Begitukah? Kalau begitu,
nah silakan.”
Menanggapi perkataan Yuki yang
terdengar putus asa, Masachika dengan mudah melepaskannya Yuki
segera bangkit dan bergegas ke kamar mandi, setelah sampai, dia lalu
mengembuskan napas panjang.
“Gawat banget~ …. Seriusan
gawat banget.”
Perilaku manis kakaknya, yang
sudah kehilangan rasa malunya, membuat Yuki tak bisa menyembunyikan kegirangannya.
Sangat berbeda dengan video gambar idola di mana seorang pria tampan cuma
membisikkan kata-kata manis saja. Lagi pula, perkataan dan tindakan Masachika
yang sekarang adalah ... tidak salah lagi, itu merupakan niatnya yang
sebenarnya. Hal tersebut tidak diragukan lagi karena Yuki sendiri yang
menghipnotisnya dengan sugesti, “Kamu
takkan bisa mengendalikan perasaan cintamu yang meluap-luap!”
“Y-Ya ampun~~ Astaga, seriusan,
nihhh~? Onii-chan, kamu terlalu menyukaiku ~~”
Yuki memegang pipinya dengan
kedua tangan dan menggeliatkan badannya
sambil meledek Masachika. Jika tidak begitu, dirinya takut
kehilangan kendali atas rasa gatal yang menyerang seluruh tubuhnya.
“Sial, sialan ... Onii-chan
memang imut banget.”
Setelah beberapa saat
menggeliat di kamar mandi dan sedikit menenangkan diri, Yuki kembali ke ruang
tamu. Begitu kembali……
“Aku suka cara Ayano memasak
... tanganmu terlihat begitu terampil, mau tak mau aku jadi terpesona saat
melihatnya.”
“Ah, ummm …”
“Apa yang kamu lakukan,
keparat! Memangnya kalian ini pengantin baru!”
Yuki langsung tsukkomi begitu
melihat Masachika sedang memeluk Ayano yang berdiri di dapur dari belakang dan
membisikkan kata-kata manis. Namun, dia tidak berani melangkah maju saat
berpikir kalau perhatian kakaknya akan tertuju padanya lagi. Yuki menggertakkan
giginya dan memberanikan diri untuk melangkah ke pintu masuk dapur. Sementara
itu sisi lain, Ayano yang sekarang dimanja oleh Masachika, benar-benar membeku
dengan telur mentah di tangannya. Matanya berputar-putar tanpa ekspresi, dan
wajahnya berangsur-angsur mulai memerah.
“Pengantin baru, ya …. Fufu,
siapapun yang bisa menikahi Ayano pasti merasa beruntung. Dia sangat imut dan
baik, serta bisa melakukan pekerjaan rumah tangganya dengan sempurna.”
“A-Awa, awawawawawa ...”
Begitu mendengar pujian manis Masachika,
terdengar suara bergetar yang belum pernah didengar dari mulut Ayano, dan
tangannya yang memegang telur mulai bergetar hebat. Mungkin
merasakan bahaya bahwa telur mentah itu akan terlepas dari tangannya, Ayano
mengangkat suaranya dengan penuh gemetaran.
“Ma-Ma-Masachika-sama! Anda
tidak boleh begitu! Telurya, telurnya akan keluar!”
“Umm? Ahh ... enggak boleh
begitu, bahaya, tau. Lihat, apa kamu bisa memegangnya dengan benar?”
Sembari mengatakan itu,
Masachika dengan lembut menggenggam tangan Ayano yang memegang telur dengan
tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegangi perut Ayano. Segera, tubuh Ayano
gemetar hebat dan mengeluarkan suara yang semakin berbahaya.
“Ah, jangan! Telurnya akan
keluar! Telurku——”
“Jangan mulai bersiap-siap
untuk mengandung anak Onii-chan!!"
Karena sudah tidak tahan
mendengarnya, Yuki melangkah ke dapur dan menarik Masachika dari Ayano.
“Hora! Onii-chan mendingan
menonton TV aja! Jangan mengganggu Ayano memasak!”
Dia kemudian dengan paksa
mengeluarkan Masachika dari area dapur dan melihat kembali ke arah Ayano, yang
telah merosot di meja dapur dan masih memegangi telur di tangannya.
“... Jadi? Apa kamu bisa
melanjutkan membuat sarapannya?”
“I-Iya ...”
“Jangan mengelus-ngelus perutmu dengan
cara yang bikin orang lain salah paham.”
Ayano membelai perut bagian
bawahnya dengan pipinya yang memerah, dan Yuki memandangnya dengan tatapan
tercengang.
◇◇◇◇
“... Hmm~~”
Setelah selesai sarapan, Yuki
memiringkan kepalanya saat melihat Masachika sedang menonton TV dengan santai.
“Hmm? Ada apa? Yuki.”
“Aku sudah muak.”
“??”
Ketika Masachika memiringkan
kepalanya dengan senyum manis, Yuki berkata dengan jelas dengan wajah masam.
Sudah satu setengah jam berlalu
sejak dia menghipnotis kakaknya untuk menjadi cowok ikemen yang penyayang. Dia
sudah terbiasa dengan kata-kata dan perbuatan manisnya. Atau terus terang saja,
lama-kelamaan mulai menjadi menyebalkan.
Bahkan saat sarapan, Ia mencoba
menyuapinya dengan ‘ahhhhh~’ dan
menyeka mulutnya dengan lap, jadi wajar saja Yuki merasa kekenyangan. Dalam
arti yang berbeda dari makanan.
(Lagian, kapan sih Ia
bisa tersadar dari hipnotisnya? Mungkin lebih baik kalau aku membuka lebar
ventilasinya kali, ya ...)
Sejak pagi, suhu udara hari ini
lumayan panas dan gerah, jadi dia menutup semua jendela dan menyalakan AC
setelah ventilasi ruangan cukup, tetapi ternyata masih ada aroma yang menguap
masih tersisa di udara. Keadaan terhipnosis Masachika pun tidak menunjukkan
tanda-tanda akan kembali ke kewarasannya.
“Hmm~... Mungkin sudah waktunya
untuk memberi hipnosis yang lain~?”
Saat Yuki mengutak-atik
smartphone-nya sambil bergumam pada dirinya sendiri, Masachika datang mengitari
meja dan memeluknya dari belakang.
“Apa yang sedang kamu lakukan?
Apa sedang main game baru?”
“Ya, ya, itu benar ~. Yup, coba
lihat ini.”
“Hm? Apa yang ...”
Sembari menepis pertanyaan
kakaknya, Yuki menunjukkan layar smartphone-nya di atas bahunya. Kemudian,
suara Masachika memudar dengan cepat dan mulai menatap layar tanpa berkedip. Ketika
Masachika sekali lagi dalam keadaan induksi hipnosis, Yuki memberinya sugesti
berikutnya.
“Kamu akan menjadi cowok ikemen
tipe Ore-sama. Kamu selalu percaya diri dan bertingkah angkuh. Tapi jangan
khawatir, karena orang-orang di sekitarmu sangat menyukaimu~”
Setelah mengatakan itu dengan
asal-asalan, Yuki lalu mengetuk layar, kemudian suara desis yang aneh keluar
dari smartphone-nya, dan lengan Masachika tersentak dan bergetar. Kemudian, pandangan
matanya berangsur-angsur menjadi fokus .... dan Ia tiba-tiba mengangkat dagunya
dengan sekejap dan menatap Yuki dengan senyum sombong di wajahnya.
“Oi, oi, padahal sudah dipeluk
sama aku, tapi kamu malah sibuk main smartphonemu melulu? Kamu punya nyali
juga, ya ...”
“Uwaah parah”
Yuki mengungkapkan kesan
jujurnya dengan wajah datar kepada kakaknya yang mengangkat dagu sambil tertawa
angkuh. Berbeda dengan tipe penyayang yang sebelumnya, tipe ‘Ore-sama’ ini tidak terlalu serius
dalam pandangan Yuki. Lagipula, sebentar lagi akan berakhir. Yang ada justru
dia merasa sedikit kesal.
“Ada apa? Apa kamu cemberut
karena aku terlalu perhatian pada Ayano?”
“!!!”
Yuki tidak bisa menahan diri
untuk tidak mengangkat smartphone-nya saat melihat semakin tingkah laku
kakaknya yang semakin menjengkelkan setelah dihipnotis jadi tipe ‘Ore-sama’. Kemudian, saat dia mulai
merekam video, Masachika mengangkat tubuhnya dan menyibakkan poninya sambil
berbalik.
“Oi, oi, kamu mendadak kenapa,
sih? Aku memahami perasaanmu yang ingin memotretku, tapi …. Jika kamu ingin
memotretku, bisa tidak kamu melakukannya saat aku sedikit lebih modis?”
Sembari mengatakan itu,
Masachika membuka satu kancinga atas bajunya, duduk di kursi dengan bunyi
gedebuk, dan mengalihkan pandangannya yang tampak bermasalah ke lensa
smartphone Yuki.
“Uwaahh alay banget~ ... maksudku,
bukannya karakter ‘Ore-sama’ menurut
gambaran Onii-chan agak menjijikan? Kira-kira reaksinya bakalan gimana ya~
setelah melihat ini saat Ia tersadar nanti?”
Yuki tersenyum kejam ketika memikirkan
hal semacam itu sebagai pembalasan karena sudah dibuat malu oleh kakaknya yang
tadi dihipnotis jadi mode kakak penyayang. Karena sejak awal Yukilah yang
menjadi penyebab masalah, itu benar-benar fitnah yang tak tahu malu. Yuki
memalingkan muka dari kebenaran yang tidak menyenangkan tanpa ragu sedikit pun.
Butuh waktu beberapa saat bagi
Yuki untuk memotret kakaknya dalam serangkaian pose narsis, “Tapi cuma jika Ia punya wajah tampan”. Lalu tiba-tiba, terdengar
bunyi interkom berdering pelan, dan Yuki mengangkat wajahnya. Pada saat yang
sama, dia merasa sedikit tidak nyaman karena Ayano, yang biasanya siap menjawab
panggilan, tidak bergerak sama sekali.
“? Ayano?”
Yuki lalu melirik sekilas ke
sampingnya, dan melihat sosok Ayano yang duduk di kursi dengan ekspresi agak
linglung. Yuki pikir kalau dia cuma membaur jadi udara seperti biasa, tapi
ternyata dia masih belum pulih dari serangan kasih sayang Masachika. Dengan
enggan, Yuki meletakkan smartphone-nya dan bangkit dari tempat duduknya untuk
menjawab interkom.
“Iya, iya, siapa ya...?”
Dia mengintip ke layar intercom
karena berpikir itu mungkin cuma kurir atau semacamnya .... tapi tubuh Yuki
langsung membeku ketika melihat bayangan gadis berambut perak berdiri di sana.
“… Ehh?”
Kakaknya belum pernah
memberitahu kalau Alisa akan datang hari ini. Lupa memberi tahu? Mustahil.
Pertama-tama, karena kemarin ada sesi belajar bersama Alisa, jadi Yuki sengaja
datang untuk menginap karena berpikir kalau dia takkan datang hari ini. Jika
dia berencana untuk datang selama dua hari berturut-turut, mana mungkin
Masachika melupakannya. Jika demikian, ini mungkin kunjungan mendadak oleh
Alisa sendiri ... tapi waktu sekarang masih menunjukkan pukul 10:30 pagi. Masih
terlalu pagi untuk mengunjungi rumah seorang teman.
(Eh, Alya-san? Eh,
kenapa?)
Yuki segera dalam keadaan
panik, terjebak di depan interkom dalam situasi yang tidak terduga. Dari
belakangnya, Masachika tiba-tiba berdiri dengan cepat. Ia kemudian mengulurkan
tangannya melewati bahu Yuki, dan menekan tombol jawab sebelum dia bisa
menghentikannya.
“Ada apa? Alya.”
[Ah,
Masachika-kun? Maafkan aku karena berkunjung mendadak. Sepertinya aku
meninggalkan smartphone-ku di rumahmu kemarin ... ]
Yuki diyakini dengan alasan
kedatangan mendadak Alisa. Namun, pada saat yang sama, dia kemudian berpikir....
(Untuk seseorang yang
cuma datang untuk mengambil smartphone-nya, dandanannya cukup mewah juga.)
Dari sudut pandang sesama
gadis, pakaian Alisa jelas-jelas seperti sengaja buat ditunjukkan untuk lawan
jenis. Itu sih tidak masalah kalau dia
biasanya berpakaian cukup modis, tapi rasa-rasanya ada sesuatu yang lebih dari
itu.
“Kagak masalah, ayo naik
kemari.”
“? Ya”
“!!?”
Sementara dia menatap Alisa
dengan pandangan lembut di layar intercom, tanpa diduga, Masachika sudah membukakan
pintu apartemen dan mengundang Alisa masuk. Alisa, yang sepertinya merasa ada
yang aneh dari cara berbicara Masachika, memasuki apartemen tanpa berkata
apa-apa.
“Tidak, bukannya ini gawat?”
Menggumamkan kalimat itu dengan
wajah datar, Yuki menoleh dengan cepat. Kalau ditanya apa yang gawat?
Pertama-tama, keadaan Masachika yang sedang terhipnotis saja sudah gawat. Selain
itu, keberadaan dirinya dan Ayano di kediaman Kuze pada jam sepagi ini akan
memperburuk keadaan. Di tambah lagi, Ayano sekarang sedang mengenakan seragam
maid, dan Yuki sendiri memakai baju santai yang longgar.
(Benar juga!
Penampilanku yang sekarang sangat berbahaya!)
Dia langsung memikirkan itu dan
harus berganti pakaian dulu ..... selama dia sedang merenungi itu dan hendak
melangkah, Masachika mulai menuju ke pintu depan.
“Ughh~~~~ hipnosisnya harus
dilepaskan dulu!”
Setelah merasa bimbang sjenak,
Yuki segera meraih smartphone-nya.
“Ayano! Cepat hentikan
Onii-chan... Tidak, sembunyikan sepatuku dan punyamu dulu!”
“……Ya”
Ketika Ayano menuju pintu
depan, Yuki mengaktifkan smartphone-nya.
(Untuk saat ini, lebih
baik sembunyikan sepatuku dan sepatu Ayano dulu, dan meminta Onii-chan yang
sudah tersadar, untuk menemui Alya-san di pintu depan ...)
Saat merumuskan rencana
selanjutnya dengan kecepatan tinggi, Yuki meluncurkan aplikasi hipnosis dan
mengaktifkannya ...
“... Lah, bagaimana cara melepaskan
hipnosisnya!?”
Karena tidak tahu bagaimana
cara melepaskannya, Yuki berteriak dengan frustrasi. Sekarang setelah sudah
sampai sejauh ini, dia tidak punya pilihan lain selain mencoba pelepasan
hipnosis yang biasa ... dan ketika hendak melakukannya, bel pintu berdering,
dan tubuh Yuki membeku.
“Yoo~ akhirnya datang juga.”
Apalagi setelah itu, dia bisa
mendengar suara pintu depan dibuka dan suara Masachika menyambut Alisa. Di
hadapkan situasi yang terburuk, Yuki mengatupkan gigi belakangnya dengan erat.
.....
(~~~~ Pertama-tama, aku
perlu menyamar dulu!)
Dia berlari ke kamarnya sendiri,
melepaskan kuncir kudanya, dan mengganti pakaiannya secepat mungkin. Kemudian,
dengan senyum anggun di wajahnya, dia menuju pintu depan …. Lalu tubuhnya
membeku ketika melihat pemandangan yang ada di depan matanya.
Di sana, dia melihat sosok
Alisa yang dipojokkan pada dinding dan ujung dagunya di angkat oleh Masachika
di balik pintu depan. Dan kemudian ada Ayano yang menyaksikan adegan itu tanpa
menunjukkan tanda-tanda mencoba bersembunyi.
“Tidak, tunggu, tunggu, tunggu,
tunggu, ...”
Untuk beberapa alasan, Yuki
mencoba menyela dengan melewati Ayano yang sedang berdiri bengong. Masachika lalu
memberi tahu Alisa dengan senyum sadis.
“Ayo buat bayi denganku.”
“Tidak, omong kosong macam apa
yang kamu katakan!”
“……Ya.”
“Oooooooeeeiiii !? Dia malah
menjawab iya!?”
Segera setelah dia menimpali
kalimat egois ala ‘Ore-sama’ Masachika
dengan wajah lurus, Yuki hampir terkejut oleh persetujuan tak terduga Alisa.
Kemudian, setelah menatap wajah Alisa dengan mata terbelalak, …. Yuki mulai
memahami situasinya saat menyadari kalau Alisa mempunyai ekspresi kosong dan
hampa.
“Waduhh sialannn! Orang ini
gampang sekali kena hipnosis!”
Mungkin dia terkena aroma
hipnotis yang masih tersisa di dalam rumah. Meski begitu, dia tidak menyangka
kalau aromanya sampai mengalir di dekat pintu masuk ini, tapi ... seberapa
rentannya dia terhadap hipnosis? Atau mungkin, itu sudah menjadi kebiasaan
untuk dihipnotis oleh Masachika?
Ketika Yuki sedang merenungi
hal itu, Masachika berjalan ke arahnya sembari merangkul pinggang Alisa. Alisa
juga bersandar di pelukan Masachika dengan ekspresi linglung di wajahnya.
“Eh, tidak ... tunggu dulu
sebentar, oi.”
Yuki meraih bahunya dan
menghentikannya dengan wajah lurus saat Masachika mencoba menyelinap melewatinya
dan menuju ruang tamu. Kemudian, Masachika meliriknya seraya tersenyum tipis,
dan berkata dengan nada menegur.
“Yuki... pekalah sedikit. Oke?”
“Apa yang ingin kamu lakukan,
dasar keparattt~~~~!!”
Diiringi teriakan keras, Yuki
segera mengayunkan tinjunya. Dia tanpa ampun berusaha meninju rahang Masachika dari
samping kanannya dan mencoba untuk melumpuhkannya. Namun, sebelum berhasil
memukul targetnya, pergelangan tangannya itu dicengkeram oleh seseorang dan
berhenti.
“Upss bahaya, loh. Aku benci
gadis yang tidak mau mendengar perkataanku, tau?”
“Masa bodo!! Cepat kembali ke
kewarasanmu, dasar cheat sialan!!! Ayano! Oni-, Masachika-kun ....... Ayano?”
Yuki mencoba meminta kerja samanya setelah melihat keberadaan
Ayano, yang berdiri tegak dan terus melangkah maju di depan Masachika. Namun, ketika
melihat tatapan matanya, Yuki mempunyai firasat yang buruk.
“Masachika-sama...Ya. Saya akan
melahirkan anak Masachika-sama....”
“Kamu jugaaa!!!!”
Ketika dia mengira kalau Ayano
selalu terlihat linglung, sepertinya aromanya perlahan bekerja padanya juga.
Adapun bagaimana hal itu bisa terjadi...
(Itu sih sudah pasti karena
salahku!)
Tak lain dan tak bukan ialah Yuki
sendiri yang membuat perlawanan Ayano terhadap hipnotisme menjadi lemah karena
sering menggunakan dia sebagai kelinci percobaan. Sementara merasa khawatir di
dalam hati, Yuki buru-buru memberi perintah ketika melihat Ayano mencoba
menyandarkan tubuhnya ke Masachika.
“Ayano! Duduk!”
“...”
“Kamprettt, dia tidak mau
berhenti! Apa ini yang namanya perbedaan
bakat!?”
Yuki merentangkan kedua
tangannya dan berdiri di depan Masachika sambil menepis tangannya serta berteriak
putus asa. Dia kemudian memelototi Masachika, yang merangkul Alisa dan Ayano di
kedua tangannya, seolah-olah ingin menantangnya.
“Saat aku menyentuh bahumu,
kamu akan terlepas dari hipnotis! Dengar baik-baik? Siap? Satu, dua—plak!”
Yuki memberitahunya dengan
jelas, lalu menepuk pundak Masachika dan mengguncangnya seolah sedang berdoa. Tapi
….
“Yuki... kamu kenapa, cemburu? Jangan
khawatir, aku akan selalu menjadi kakakmu, oke?”
“Tidak berhasil! Ahhhhh sialan,
apa yang harus kulakukan nih?”
Segera setelah dia berteriak
dengan kasar, Yuki merasakan cengkeraman di pergelangan tangan kanannya dan
tubuhnya tiba-tiba terangkat ke udara. Kemudian Yuki mendapati dirinya
berbaring telentang di lorong.
“… Ehh?”
Dia sama sekali tidak merasakan
sakit sedikit pun, berkat sikap pasif setengah sadar dan perbuatan Masachika
yang dengan lembut menjatuhkannya. Tapi tak peduli seberapa cerobohnya dia, dia
bahkan tidak bisa bereaksi sampai sebelum dia jatuh ke lantai. Yuki merasa ketakutan
dengan kenyataan itu, tapi ketika dia menyadari bahwa kakaknya, yang telah
melakukan hal ini, sudah berbalik dan menuju kamarnya sendiri, dia buru-buru
mengejarnya.
“O-Oi, serius, tolong tenanglah
dulu, oke? Hipnosis ecchi sebenarnya bukan doujinshi erotis. Tidak, bukannya
itu aneh kalau cowoknya juga ikut dalam keadaan terhipnotis juga? Tidak, tidak,
langsung melakukan threesome pada
pengalaman pertama, ini bukan bonus rute haremsetelah menaklukkan semua rute,
kali!? Kalau yang begitu sih, kamu baru
boleh melakukannya setelah selesai menaklukkan rute individu !?”
Dia meraih bahunya dari
belakang dan berusaha mati-matian untuk menghentikan Masachika, ..… tapi
sayangnya, tubuh kecil Yuki cuma terseret
dengan sia-sia.
“~~~kuhh! Ahhh, kurasa apa
boleh buat!”
Kemudian, ketika memasuki ruang
tamu, Yuki mengeluarkan suara putus asa……
◇◇◇◇
“── Hmm? Eh, duh! Aduduh, sakit
banget! Aduh, hah, apa karena posisi tidurku yang salah jadi rasanya nyeri
begini?”
Masachika mengerang karena
sakit leher yang begitu hebat ketika bangun dari tidurnya.
“Adududuh, ini sakit banget,
kenapa ya ...hmm?”
Kemudian Ia bangun sambil
memegangi lehernya dan menyadari kalau entah bagaimana dirinya tertidur di
kasurnya dengan pakaian biasa.
“Kenapa... Wah!?”
Masachika melihat ke dalam
ruangan dengan pertanyaan di benaknya dan dibuat terkejut ketika melihat Ayano
bersujud di samping tempat tidurnya.
“Eh? Apa? Apa yang terjadi?”
“Saya benar-benar minta maaf……”
“Minta maaf karena apa? Eh,
tunggu, aku sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
“Sebenarnya…lilin aroma yang
saya berikan kepada Masachika-sama kemarin dimaksudkan untuk mempermudah dihipnotis…Masachika-sama
sudah dihipnotis oleh Yuki-sama sejak tadi pagi.”
“Hah? Maksudnya dihipnotis...”
Dalam benak Masachika, sosok
Alisa yang setengah telanjang di ruang OSIS kembali muncul di dalam
kepalanya..... dan Ia buru-buru menyingkirkannya. Pada saat yang sama,
Masachika mengingat kalau Alisa telah kehilangan ingatannya selama hipnosis
saat itu.
“A-Ahhh~… eh, maksudnya jadi
begitu? Apa aku dihipnotis oleh Yuki dan ….mengalami hilang ingatan??”
“Ya …. kemungkinan besar
begitu.”
“Hah ...”
Sejujurnya, Masachika masih
belum bisa menerima situasi yang dialaminya, dan mengeluarkan suara yang tidak antusias.
Sebenarnya tidak mengherankan rekasinya jadi begitu, karena Ia sendiri tidak
sadar sudah dihipnotis dan tidak mengingatnya
“... Lalu, untuk beberapa
alasan leherku terasa sangat sakit, kenapa bisa begini?”
“Itu karena ....saya tidak bisa
mengatakannya dengan pasti karena ingatan saya juga sedikit kabur...tapi saat
Yuki-sama berusaha menghentikan Masachika-sama, dia mengatakan kalau dia
melakukan gerakan kuncian gulat dari belakang...”
“Hahh?”
Sudah diduga, Masachika masih
tidak begitu memahami situasinya.
“... Yah, enggak apa-apa lah.
Ngomong-ngomong, Yuki sendiri lagi ada di mana? Maksudku, itu bukan salahmu,
jadi angkat saja kepalamu.”
“Tidak, karena saya yang sudah
menyiapkan lilin aromatik dan aplikasi hipnotisnya ...”
“... Aplikasi hipnotis?”
“Yang ini …”
Setelah mengatakan itu, Ayano mengulurkan
smartphone-nya yang menampilkan gambar mata tertutup yang besar, diiringi suara
getar yang samar dan mencurigakan.
“... Apa-apaan ini? Lagian,
suara apa ini?”
“Ah, ini adalah gelombang suara
untuk melepaskan hipnotis? Sepertinya begitu. Dengan menggunakan ini dan
membiarkan Masachika yang tertidur mendengarkan ini… Oh iya, mengenai
Yuki-sama, ya. Yuki-sama, umm, dia kembali ke kediaman Suou duluan …”
“Hah? Kenapa?”
“Umm ... saya dititipkan ini
dan harus menyerahkannya kepada Masachika-sama ...”
Ayano dengan sangat enggan mengulurkan
selembar kertas yang terlipat. Ketika membukanya, Masachika hanya menemukan tulisan “MAAF YA” tertulis di sana dengan huruf
besar khas tulisan tangan Yuki.
“... Apa maksudnya ini? Tidak,
tunggu dulu sebentar. Berusaha untuk menghentikanku? Eh, apa aku habis
melakukan sesuatu sampai perlu dihentikan segala?”
“Itu sih ... saya pikir Anda
harus memeriksanya sendiri...”
Setelah mengatakan itu, Ayano
melirik smartphone Masachika yang diletakkan di samping bantal. Dengan perasaan
yang tidak enak, Masachika mulai menyalakan smartphone-nya, dan deretan pesan
para senpai-nya dari grup OSIS muncul di layar.
[Kuze,
kamu kenapa? Jika kamu memiliki masalah, aku bersedia mendengar curhatmu, loh?]
[Kuze-kun,
kamu baik-baik saja? Mungkin kamu dirasuki oleh sesuatu selama penyelidikan
Tujuh Misteri kemarin ... ]
[Tidak,
menurutku itu keren, kok? Ya]
Ada pesan dari Touya dan Maria
yang menunjukkan keprihatinan mereka. Dan pesan menghibur dari Chisaki.
Satu langkah mundur dari sana
memunculkan satu file video yang diunggah oleh Yuki. Ketika Masachika mengetuk
itu….
『Oi,
oi, kamu mendadak kenapa, sih? Aku memahami perasaanmu yang ingin memotretku,
tapi …. Jika kamu ingin memotretku, bisa tidak kamu melakukannya saat aku sedikit
lebih modis? 』
“Ap— !?”
Masachika langsung tak bisa
berkata apa-apa ketika melihat penampilan dirinya yang muncul di layar, yang
sama sekali tidak mirip dengannya. Di layar tersebut, dirinya berpose satu demi
satu dengan gaya narsisis. Video itu begitu tak tertahankan sehingga Ia
mematikan layar smarphone-nya, tapi itu tidak mengubah fakta kalau video
tersebut sudah dilihat oleh para senpainya. Masachika segera merasakan seluruh
tubuhnya menjadi panas.
“Yu, Yuukii~~... Apa yang …. Apa
yang sudah kamu lakukannnn...!!”
Ia menggertakan giginya di
tempat tidur dan mati-matian menahan rasa malu. Dan kemudian Masachika
tiba-tiba menyadari. Dirinya belum menerima pesan dari Alisa.
(Dengan kata lain, masih ada satu
kesempatan kalau Alya melihatnya—— Ah iya, Benar juga! Kemarin Alya lupa
membawa smartphone-nya, jadi dia belum melihatnya! Kalau gitu, aku harus
menghapus video ini sebelum dia melihatnya...!)
Orang yang paling tidak ingin
dilihatnya belum melihat video ini. Dengan secercah harapan yang tiba-tiba
muncul, Masachika berlari keluar dari kamarnya, hingga melupakan fakta kalau
Yuki sudah pergi.
“Oi! Yuki—”
Kemudian, saat melompat keluar
dari kamarnya dan …. menemukan Alisa di ruang tamu, menjatuhkan diri di atas
meja dan punggungnya sedikit gemetar, tubuh Masachika langsung membeku saat
melihat itu.
“Uhu, kufuh, fufufufu~~~~!!”
Alisa membenamkan wajahnya di
lengan kirinya dan membuat punggungnya tersentak sambil mengeluarkan sedikit
tawa. Di tangan kanan yang dilempar ke atas meja ... ada smartphone Alisa, yang
seharusnya ada di meja Masachika.
『Oi,
Oi, ambil lebih banyak foto lagi napa ... Ahh, begitu rupanya. Kamu ingin
melihatku dengan mata kepalamu sendiri, dan bukan melalui lensa smartphone-mu,
‘kan? Kuhh, apa boleh buat, deh... 』
“~~~~!!”
Suaranya sendiri, yang bukan
seperti miliknya, sedang diputar di smartphone itu.
Masachika segera jatuh berlutut
di tempat.
“Yu-Yuki... Yukii~~~~!!!”
Kemudian, sambil merangkak dengan
keempat kakinya, Ia meneriakkan suara dari bagian bawah perutnya.
“Apa yang sudah aku
lakukann~~!!”
“~~~~~~!!”
Suara jeritan jiwa Masachika
ditutupi dengan tawa tertahan Alisa. Pada saat itu, smartphone-nya bergetar di
tangan Masachika.
Sebuah pesan dari Yuki ditampilkan
di layar, mengatakan, “Kamu menjadi sangat
populer, ya”.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya