Chapter 8 — Gadis Cantik dan Cowok Suram
“Ak-Ak-Ak-Ak-Ak-Aku menyukaimu!
Ku-Ku-Kumohon berpacaranlah denganku!”
Begitu mendengar pernyataan
cinta yang absurd dan canggung ini (?), hal pertama yang terlintas dibenak
Chisaki adalah “Nih orang ngomong apaan
sih?”
“...”
Bertempat di ruang komite
disiplin publik SMA Seirei Gakuen, Chisaki yang sedang duduk di kursi, melipat
tangannya sambil menyandarkan punggungnya di sandaran dan menatap cowok di
depannya.
Sekilas, Ia tampak seperti tipe
cowok otaku yang tertutup. Dengan tubuh besar yang terlihat lambat dan berat,
badannya sama-sama besar baik secara vertikal maupun horizontal. Rambutnya
acak-acakan dan tidak terawat, serta mempunyai wajah tua layaknya om-om paruh
baya dengan jerawat yang mencolok. Mata di balik kacamata berbingkai hitam
dengan gelisah melirik ke sana kemari, dan dikombinasikan dengan punggungnya
yang bungkuk, Ia tampak sangat ketakutan.
(Rasa-rasanya aku
pernah melihatnya ... meski tidak pernah berbicara dengannya, sih)
Dilihat dari warna dasinya, dia
bisa mengetahui kalau mereka adalah teman seangkatan, dan dia juga ingat pernah
melihatnya selama masa SMP. Walau demikian, mereka tidak pernah berada di
kelas yang sama, dan Chisaki yakin kalau mereka tidak pernah bertukar kata.
Jadi, mengapa pria ini tiba-tiba mengunjungi ruang komite disiplin publik, dan
bahkan mengakui perasaannya?
(... Apa jangan-jangan
karena itu? Karena sanksi hukuman dari permainan? Atau mungkin, perundungan?)
Baru sekitar satu bulan berlalu
sejak memasuki tahun ajaran baru. Pada sekitaran waktu inilah pengelompokan
dibuat dan hierarki di dalam kelas ditetapkan. Akibatnya, cowok yang menjadi sasaran
perundungan ini ... maaf kalau berbicara kasar, cowok yang tampaknya berasal
dari kasta terendah ini, datang untuk mengakui perasaannya kepada anggota
komite disiplin yang galak sebagai bentuk sanksi hukuman dari permainan atau
semacamnya …. Atau begitulah kemungkinannya.
(Lagi-lagi~
perundungan ... padahal kupikir aku sudah menghancurkan sebagian besar dari
mereka selama di sekolah SMP)
Namun, ada beberapa siswa yang
mendaftar secara eksternal saat memasuki SMA, dan kemungkinan besar ini dampak
dari hal tersebut. Dengan pemikiran ini, Chisaki bertanya langsung pada anak
cowok yang ada di depannya.
“... Apa ini semacam sanksi
hukuman dari permainan? Jika itu perundungan, aku bersedia mendengar
pembicaraanmu juga, kok?”
“Ehh……”
Mendengar perkataan Chisaki,
anak cowok di hadapannya membuka mulutnya sejenak ... Segera setelah itu, Ia menggelengkan
kepalanya.
“Ti-Ti-Tidak! Bu-Bukan begitu
masalahnya, aku serius ...”
“... Hah?”
Chisaki menatap matanya, karena
tidak memahami maksud dari “keseriusannya”.
Chisaki memahami betul bagaimana pandangan anak-anak cowok mengenai dirinya.
Dia bisa mengetahui hal-hal semacam itu dengan mendengarkan desas-desus di
sekitarnya.
Berdasarkan gosip yang beredar,
dia adalah sersan iblis dari komite disiplin publik. Atau, ada juga yang
menganggapnya sebagai ketua geng dari gadis-gdais Seirei Gakuen.
Sebagian besar perasaan kaum
cowok yang diarahkan padanya adalah kekaguman, dan Chisaki sendiri puas dengan
situasinya saat ini. Hal itu sepuluh ribu kali lebih baik ketimbang diremehkan
oleh mereka. Justru karena dia berpikir seperti itu, dia tidak bisa memahami bahwa
ada anak cowok yang menyukainya.
Jika orang yang menembaknya
adalah siswa luar yang baru masuk ke dalam SMA Seirei Gakuen, dia masih bisa
memahaminya. Chisaki sendiri mengerti kalau dirinya punya wajah yang
cantik, jadi tidak heran jika seseorang akan mengaku padanya hanya dengan
melihat wajahnya. Namun, anak cowok di depannya ini adalah siswa internal yang
sudah ada sejak dari SMP.
“Kamu ... siapa namamu?”
“Eh, ah iya, namaku Kenzaki...
Kenzaki Touya.”
“Gitu ya... kalau begitu Kenzaki.
Apa yang kamu sukai dariku?”
“Umm, itu ...”
Chisaki bertanya dengan tatapan
mata dingin, Touya lalu menjawab dengan takut-takut dan lebih membungkuk lagi.
“Kamu terlihat kuat, bermartabat,
dan keren ... tapi pada saat yang sama, terlihat feminin juga. Kalau boleh
jujur, aku terpikat oleh cara hidupmu yang penuh kebanggaan.”
“Fuee, ah, hmm, … gitu ya.”
Chisaki dikejutkan dengan
jawaban yang dipenuhi kejujuran dan pujian blak-blakan begitu. Faktanya, ini
adalah pertama kalinya Chisaki diberitahu pujian langsung dari lawan jenis.
Tentu saja, bukannya berarti
dia tidak pernah menerima pengakuan perasaan. Tapi kebanyakan dari mereka hanya
mengatakan sesuatu seperti “Kamu tidak
punya pacar? Aku tidak keberatan jadi pacarmu, kok?” Atau “Aku cukup menyukai gadis yang kuat, loh? Jadilah
pacarku”. Kebanyakan dari mereka selalu berupaya mendominasi Chisaki. Tentu
saja, cowok-cowok yang salah paham itu diberi pelajaran, lalu dipisahkan
sebagai sampah yang bisa terbakar dan tidak bisa terbakar, tapi yah,
kesampingkan itu dulu.
Pokoknya, karena secara tak terduga
mendapat pujian yang begitu blak-blakan ... Chisaki tanpa sadar merasa senang.
“Ehemm!”
Kemudian, ketika dia berdeham
untuk menipu dirinya sendiri, Chisaki berpura-pura tidak terlalu peduli, dan mulai
mengatakan sesuatu.
“Y-Yah, aku mengerti bagaimana perasaanmu
... tapi aku tidak mengenalmu sama sekali, tau?”
“Ah, i-itu sih sudah jelas ...
oleh karena itu, pertama-tama, bagaimana kalau …kita memulai dari berteman
dulu?”
Lama-kelamaan, baik tubuh dan
suara Touya semakin mengecil. Sikapnya yang begitu pengecut dan gemetar
ketakutan itu ... tumpang tindih dengan dirinya yang dulu dan membuatnya sangat
jengkel, Chisaki lalu membuka mulutnya dengan nada menyinggung.
“Aku tidak suka cowok yang
tidak mengatakan sesuatu dengan jelas dan tegas.”
“Ehh, be-begitu ya.”
“Aku juga benci cowok yang
selalu ragu-ragu dan pengecut. Aku juga membenci cowok yang lemah. Lagian, aku
membenci cowok pada umumnya, jadi mana mungkin aku menjadikanmu sebagai
pacarku.”
“It-Itu sih, tolong kasih
pertimbangan ...”
Chisaki merasa terkejut ketika
Touya, dengan badan yang gemetar ketakutan, masih tidak mau mundur, meski dia
sudah mendorongnya habis-habisan. Kemudian, tatapan mata lurus yang
memandangnya dari belakang kacamata membuat Chisaki sedikit terguncang lagi,....
dia lalu memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan diri, dan berkata sambil
melambaikan tangan.
“Kalau gitu, bagaimana kalau
kamu bisa mencobanya lagi setelah menjadi cowok yang lebih keren? Hmm, benar
juga ... misalnya saja jadi ketua OSIS? Jika kamu menjadi ketua OSIS, aku akan
mempertimbangkannya kembali.”
“Ke-Ketua OSIS!?”
“Apa? Kamu tidak bisa
melakukannya?”
Walaupun dia sendiri yang mengatakannya
sendiri, Chisaki sadar betul kalau permintaannya sangat tidak masuk akal. Nilai
menjadi ketua OSIS di sekolah ini sangatlah tinggi. Oleh karena itu, ada banyak
murid yang mengincar jabatan tersebut, dan jelas sekali jika ada seorang siswa
biasa dan tidak menonjol tiba-tiba mencalonkan diri, Ia akan dihancurkan
habis-habisan tanpa bisa sampai ke tahap pemilihan.
Namun, itu tidak masalah. Itu
hanya persyaratan asal ceplos yang keluar dari mulutnya, tapi itu bukan alasan
yang buruk untuk membuat Touya menyerah. Ketika Chisaki berpikir demikian …
“…baiklah, aku mengerti.”
“Hah?”
“Kalau begitu, aku akan memulai
lagi dari awal.”
Usai mengucapkan itu dengan
nada yang lebih jelas daripada sebelumnya, Touya menundukkan kepalanya dan
meninggalkan ruangan. Chisaki memandang punggungnya dengan ekspresi bengong ...
“Eh, apa Ia serius mau jadi
ketua OSIS?”
Setelah bergumam tanpa
sadar,Chisaki menggelengkan kepalanya seraya berkata, “Tidak, mana mungkin, iya ‘kan.”
(Ia pasti merasa kalau
aku sama sekali tidak gampang menyerah, jadi Ia asal mengatakan sesuatu dan
pergi begitu saja.)
Setelah mengatakan itu pada dirinya
sendiri, Chisaki mencoba menghapus penyusup itu dari ingatannya. Dia tidak
menyadari fakta bahwa dirinya — dalam
artian tertentu— sedikit tertarik dengan pihak lain ketika melakukan upaya
semacam itu.
◇◇◇◇
Kemudian, sekitar sebulan
kemudian.
(Cowok itu benar-benar
tidak pernah keliatan lagi batang hidungnya... padahal Ia sendiri yang bilang
kalau Ia menyukaiku. Tidak, aku tidak keberatan jika Ia sudah menyerah sih!)
Usai mengeluh di otaknya,
Chisaki berpatroli mengelilingi sekolah dalam suasana hati yang sedikit kesal. Kemudian
dari ruang seni terdekat, dia mendengar suara gelak tawa rahasia antara
sepasang laki-laki dan perempuan, Chisaki hanya bisa menghela nafas ringan.
Bahkan di sekolah bergengsi di mana ada banyak dari anak-anak keluarga tajir
bersekolah, ada saja siswa yang seperti mereka. Sepulang sekolah, ada beberapa
siswa yang suka bertemu diam-diam di ruang klub atau ruang kelas yang sepi.
Namun, melakukan hubungan tidak
senonoh di dalam sekolah merupakan tindakan yang melanggar peraturan sekolah.
Bahkan itu cuma sekedar ciuman, jika ada guru yang mengetahuinya, seseorang
akan mengalami hukuman yang berat.
(Ya ampun, buat apa
mesra-mesraan di sekolah, kayak enggak ada tempat lain aja!)
Dengan perasaan jengkel,
Chisaki mengayunkan pedang bambu yang ada di tangannya di lorong.
Prakkkk! Suara
keras bergema di lorong, dan suara laki-laki dan perempuan yang terdengar dari
ruang seni tiba-tiba berhenti.
“Gerbangnya sebentar lagi akan
ditutup, tau!”
Sembari berteriak keras, Chisaki
dengan cepat meninggalkan tempat itu. Walaupun itu sudah menjadi tugas komite
disiplin untuk menindak hubungan yang tidak senonoh, tapi dia tidak perlu
repot-repot untuk melangkah masuk dan memperingatkan mereka. Jika mereka
menurut dan pulang dengan tenang, itu sih bagus. Jika tetap tidak mau pulang,
risikonya biar ditanggung sendiri. Seandainya ada guru yang memergoki mereka,
itu sudah bukan urusan Chisaki lagi.
“Benar-benar konyol sekali.”
Ada banyak politisi dan
pengusaha terkemuka di antara lulusan dan orang tua murid sekolah ini. Di
sekolah yang mendapat banyak perhatian ini, jika mereka diskors dari sekolah,
masa depan mereka akan menjadi gelap gulita. Rasanya tidak berlebihan kalau
jalan mereka untuk menuju kesuksesan akan tertutup rapat.
Siapa
juga yang mau mengambil risiko seperti itu dan terlena dengan hasrat sementara?
Apakah mereka akan sebodoh itu ketika otak mereka dibakar oleh perasaan cinta? Sambil
berpikir seperti itu, dia dengan santai mengalihkan perhatiannya ke luar
jendela...
“Hmm...? Bukannya itu...”
Chisaki menyipitkan mata pada
dua orang dengan seragam olahraga yang berdiri di dekat gerbang sekolah. Dia
lalu mendekati jendela dan menatap mereka selama beberapa detik, lalu menyadari
kalau kedua orang itu adalah ketua dan wakil ketua OSIS.
“? Apa yang sedang mereka
lakukan?”
Mereka berdiri berdampingan
tepat di luar gerbang sekolah dan tampak melambai atau memanggil seseorang dari
arah kiri sudut pandang Chisaki. Sebagai anggota OSIS, bukan hal yang aneh jika
mereka tetap berada di sekolah usai sepulang sekolah. Namun, lain lagi ceritanya
saat mereka mengenakan seragam olahraga di dekat gerbang sekolah. Chisaki yang
memandang mereka dengan tatapan bingung, melihat orang yang mereka ajak bicara.
“Ehh....?”
Orang yang datang berlari dengan
ngos-ngosan dan kelelahan, yang bahkan bisa dilihat dari kejauhan, adalah anak
cowok yang baru saja dia bayangkan dalam benaknya. Chisaki merasa kalau
siluetnya tampak sedikit berbeda, tapi dia tidak salah menduga ketika melihat
tubuhnya yang besar dan bungkuk itu. Cowok itu meletakkan tangannya di lutut
dan menarik napas mati-matian, punggungnya ditepuk-tepuk oleh dua Senpai yang
mengawasinya.
“...”
Kenapa cowok itu bisa bersama
dua anggota OSIS? Jawabannya sudah jelas. Karena cowok itu juga termasuk anggota
OSIS. Dengan kata lain, itu berarti ...
“Apa Ia serius ... berniat
menjadi ketua OSIS?”
Chisaki segera menggelengkan
kepalanya saat kata-kata tersebut keluar dari mulutnya. Jika memang begitu.
lantas apa? Pasti ada yang tidak beres dengan isi kepala cowok itu karena sudah
menganggap serius penolakan halus
yang dibuat di tempat.
(Lagipula itu cuma
basa-basi semata saja, ‘kan? Menganggap hal itu dengan serius saja sudah aneh
... Jadi, ini semua bukan salahku)
Memang itu bukan salahnya.
Meski itu bukan salahnya, tapi ... mungkin tidak ada salahnya juga untuk peduli
sedikit kepadanya.
Dengan sedikit perasaan
bersalah, Chisaki turun ke lantai satu dan membeli minuman olahraga dari mesin
penjual otomatis, lalu memutuskan untuk menunggu Touya di pintu masuk. Akan
tetapi ….
“Staminamu jadi semakin
meningkat ya, Kenzaki.”
“Betul, betul, belakangan ini
kamu juga tidak sering merasakan nyeri otot, ‘kan?”
“Memang, sih ... jika dibandingkan
dengan sebulan yang lalu.”
Saat mendengar suara Touya
bersama dua orang lainnya, Chisaki segera bersembunyi di balik kotak sepatu.
Tidak, jika dipikir-pikir lagi dengan tenang, dia tidak perlu bersembunyi
segala ... sebagai seseorang yang sedikit
mengidap androphobia, rasanya cukup
memalukan bagi dirinya untuk berbicara dengan anak cowok, atau sulit untuk
menjelaskan situasinya ...
(Kalau sudah begini
... kurasa aku tidak punya pilihan lain selain melakukannya)
Setelah merenungkan banyak
pertimbangan, Chisaki mengambil keputusan seraya meletakkan pedang bambu dan
minuman olahraga di tempat, lalu menyerang ketua dan wakil ketua OSIS yang
sedang mengganti sepatu mereka dan hendak menuju ke lorong sekolah.
“Eh….”
“Ap….”
Serangan mendadak itu langsung
menghilangkan kesadaran mereka dan membuat mereka bersandar dengan lembut di kotak
sepatu.
“Ehh? Senpai? Tadi itu suara
apa …”
Kemudian dia mendengar suara Touya
dari belakangnya, dan ketika Chisaki berbalik, tatapan mata mereka saling
bertemu.
“Eh, Sarashina-san? Kenapa …...
lah, apa yang terjadi dengan ketua dan wakil ketua!?”
Touya tiba-tiba mengalihkan
pandangannya pada dua orang yang bersandar di kotak sepatu di belakang Chisaki.
Namun, Chisaki tidak terlalu memedulikan itu, dan berdiri dengan ekspresi acuh
tak acuh seraya mengambil minuman olahraga dengan wajah menyeringai.
“Lama tidak ketemu, ya.”
“Eh? Ah ya… sudah lama tidak
berjumpa. Tapi umm,ketua dan wakil ketua…”
“Apa kamu ikut bergabung dengan
OSIS? Karena kamu bersama mereka berdua, itu artinya ….”
“Y-Yah, begitulah ... la-lalu
mengenai mereka berdua..””
“Hmm~? Bergabung dengan OSIS,
ya~”
“Su-Sungguh kasar dan ... kuat sekali...
aku menyukainya.”
“H-Hah!?”
“Ah maaf, aku cuma keceplosan.”
Ketika Chisaki berteriak
kebingungan karena pengakuan yang tiba-tiba, tatapan Touya mengembara
seolah-olah Ia juga merasa gelisah. Saat melihat reaksinya yang seperti itu,
dia bahkan tidak bisa marah dengan
“Jangan meledekku!”. Chisaki memelototi Touya dengan tajam dan mengangkat
dagunya seolah ingin mendorongnya menjauh.
“Apa jangan-jangan, kamu
menganggap serius dengan yang kukatakan tempo hari? Asal kamu tahu saja, itu
cuma pemikiran sekilas yang kukatakan untuk menyingkirkanmu. Jadi, jika kamu
berpikir untuk secara sembrono mengincar jabatan ketua OSIS, bagaimana kalau
kamu hentikan itu?”
Chisaki yang berani
mengatakannya dengan arogan, memutuskan untuk membuat pernyataan yang jelas
pada saat ini, tapi ... balasan yang dia dapat sungguh tak terduga.
“Eh, ah ... tidak, yah, aku memang
ada perasaan seperti itu, tapi ...”
“Eh...”
Chisaki terkejut oleh ucapan
Touya yang mengatakan itu dengan senyum bermasalah dan yang menggaruk pipinya.
Tanpa melihat wajah Chisaki, Touya melanjutkan perlahan.
“Yah sebenarnya ... tentu saja,
aku memiliki motif tersembunyi untuk membuat Sarashina-san sedikit memberi
perhatian padaku, tapi .... mengesampingkan alasan itu, kupikir ini bisa
menjadi kesempatan yang bagus. Umm, maksudnya, kesempatan. ...... untuk
mengubah diriku.”
“……Mengubah diri?”
“Y-Yah, aku menyadari kalau
diriku yang sekarang tidak cukup menarik sebagai seorang pria ... jadi kupikir,
aku tidak boleh begini terus.”
“... Meski begitu, kamu masih
berusaha menyatakan perasaanmu padaku?”
“Ugh! Tidak, itu sih, umm ...
karena aku pernah mendengar kalau … seseorang harus memberitahu perasaanya
kepada gadis yang disuka sesegera mungkin ...”
“... Bukannya itu dengan asumsi
kalau kamu sudah menjalin beberapa hubungan dengan orang yang terkait?”
“Su-Sudah kuduga memang begitu,
ya...”
Touya mengatakan itu sembari
menjatuhkan bahunya dengan kecewa ... tapi Ia kemudian tiba-tiba bangkit. Touya
menatap lurus ke arah Chisaki sementara matanya sedikit bergetar, Ia lalu
memberitahunya dengan suara yang sedikit gemetar namun terdengar jelas.
“Tapi aku tidak menyesalinya.
Berkat itu, aku mendapat kesempatan untuk mengubah diriku sendiri! Jadi umm, Sarashina-san
tidak perlu repot-repot mengkhawatirkan aku ...”
Touya tiba-tiba menurunkan nada
suaranya dan membuang muka. Chisaki membuka matanya lebar-lebar saat mendengar
ucapan yang tepat sasaran.
“Ha-Hah!? Siapa juga yang
mengkhawatirkanmu! Aku cuma berpikir kalau kamu menganggap serius candaanku,
jadi aku hanya memastikan itu saja, kok!”
“Ehh, bukannya itu sama saja
dengan memedulikan——”
“Hah~? Jangan ngaco, deh! Mana
mungkin aku peduli dengan cowok! Nih, aku memberimu ini karena aku punya banyak! Kalau
begitu, sampai nanti!”
Chisaki berbicara cepat sembari
mendorong minuman olahraga yang dipegangnya ke arah Touya, meraih pedang bambu
yang tergeletak, dan bergegas keluar dari tempat tersebut.
“Ah, tapi, ketua dan wakil
ketua OSIS ….. lah, larinya cepat banget——
.”
Chisaki berlari secepat mungkin
seolah-olah tidak ingin mendengar suara Touya. Dia berlari dengan hati yang
gelisah.
(Hah? Peduli? Itu sama
sekali sangat berbeda! Jika sampai dibilang begitu, aku takkan peduli lagi
secuil pun! Tidak peduli di mana atau apa yang cowok itu lakukan, aku sama
sekali tidak pernah peduli!!)
Layaknya anak kecil yang keras
kepala, Chisaki bersumpah dalam hati. Setelah itu, Chisaki melakukan segala
upaya untuk menghindari kontak dengan Touya, , sesuai dengan sumpahnya.
“Chisaki~ patroli minggu ini,
katanya kita kebagian untuk berpatroli di halaman sekolah.”
“Aku akan menggantikan orang
yang bertanggung jawab di dalam gedung sekolah.”
“Ehh?”
Sepulang sekolah, Touya akan
berlari di luar sekolah. Chisaki benar-benar menghindari apa pun yang akan
menyebabkan dia bertemu dengannya di sana..
“Sarashina, bisa minta waktunya
sebentar?”
“Iya, ada apa?”
“Iya, tolong bantu aku memasang
pamflet selama masa pemilihan Ketua OSIS——”
“Tolong minta orang lain saja untuk
melakukan itu.”
“Eh...oh, baiklah?”
Ketua komite disiplin membuat
wajah kebingungan setelah ditolak mentah-mentah. Tapi, apa boleh buat. Lagi
pula, papan buletin baru-baru ini memiliki fitur khusus kecil tentang Touya di
koran sekolah.
Walaupun dia sudah berusaha
untuk menghindari Touya dengan segala cara …. tapi, ada kejadian tertentu yang
tidak dapat dihindari.
“Lalu, selanjutnya adalah
pidato perkenalan dari bendahara OSIS, Kenzaki Touya.”
Teradapat acara salam dari
pengurus OSIS pada upacara penutupan semester pertama. Mendengar nama yang
familiar dipanggil, Chisaki secara refleks mencoba mengalihkan pandangan dari
panggung …. Tapi dia merasa terkejut saat melihat sosok keluar dari di belakang
panggung.
“Senang bertemu dengan kalian
semua, nama saya Kenzaki Touya selaku Bendahara OSIS angkatan ini.”
Apa ini yang dimaksud dengan
tampil beda? Bentuk tubuhnya jelas berbeda dari satu setengah bulan yang lalu.
Meskipun badannya masih sedikit gemuk, tapi kesan lamban dan kucelnya telah
menghilang, lalu caranya berjalan dengan punggung lurus dan tegap memberi kesan
penampilan yang berwibawa serta bermartabat.
Chisaki menatap sosok yang
berdiri di atas panggung, lupa untuk berpaling. Pada saat itu, Touya menatap
lurus ke arah mata Chisaki. Itu bukan hanya imajinasinya saja. Karena itu
dibuktikan dengan ucapan Touya selanjutnya.
“Saya berniat mencalonkan diri
sebagai ketua OSIS pada pemilihan tahun depan, tapi saya belum memiliki calon
wakil ketua untuk berpasangan dengan saya. Namun, ada satu orang yang ingin
saya jadikan pasangan saya. Tidak, saya tidak bisa membayangkan dipasangkan
dengan siapa pun kecuali orang itu!!”
Pernyataan Touya membuat jantung
Chisaki berdebar tak karuan. Dan pada saat yang sama, para siswa di sekitarnya
......, terutama murid laki-laki, menunjukkan kegembiraan yang aneh.
“Saya ... tidak, aku! Aku akan
melakukan semampuku untuk membuat orang itu bersedia menjadi pasanganku!”
Deklarasi
macam apa itu?
Sementara Chisaki berpikir
demikian dengan ekspresi linglung, semua orang di sekitarnya bertepuk tangan
untuk Touya di atas panggung. Karena terpengaruh dengan suasana di
sekelilingnya, Chisaki sempat bertepuk tangan beberapa kali ...dan buru-buru
menurunkan tangannya. Dia bisa merasakan kalau pipinya terasa panas. Entah itu
karena tepuk tangan yang dilakukan secara refleks atau sesuatu yang lain ...
pada waktu itu, Chisaki tidak bisa menilainya.
◇◇◇◇
Kemudian, sehari setelah
upacara pembukaan sehabis liburan musim panas. Chisaki benar-benar terkejut ketika
Touya mengunjungi ruang komite disiplin publik seperti yang pernah dilakukannya
dulu.
“Sarashina-san! Kumohon, apa
kamu bersedia mencalonkan diri sebagai calon wakil ketua dan mengikuti
pemilihan ketua OSIS bersama denganku!”
Touya menundukkan kepalanya dan
tampak menjadi orang yang sama sekali berbeda dari empat bulan sebelumnya. Lemak
yang menutupi seluruh tubuhnya telah sepenuhnya terbuang dan digantikan oleh
otot-otot yang kencang. Rambutnya tertata rapi, dan matanya yang menatap lurus ke
arah Chisaki, dipenuhi dengan percaya diri.
“Ah, ummm ...”
Chisaki dibuat terdiam setelah melihat
perubahannya yang begitu drastis dan terbatuk sekali. Kemudian, dia dengan
paksa mengalihkan pandangannya ke arah Touya.
“... Kenapa? Kupikir awalnya
aku memintamu untuk menjadi ketua OSIS, ‘kan? Jika aku mencalonkan diri bersama,
bukannya itu sama saja dengan aku yang membantumu?”
“Tentu saja aku tahu itu. Tapi aku
tidak bisa memikirkan orang lain selain Sarashina-san sebagai partnerku!”
“O-Ohh ...”
Chisaki secara naluriah
membuang muka pada kata-kata yang terlalu lugas dan blak-blakan itu. Touya
kemudian memberi penjelasan lebih jauh.
“Tentu saja, jika aku
memenangkan pemilihan dengan bantuan Sarashina-san, aku tidak akan
menggunakannya sebagai tameng untuk memaksamu menjalin hubungan denganku! Tapi
... aku bukan lagi cowok yang pengecut maupun lemah. Dan aku akan terus tumbuh
menjadi cowok yang akan diakui oleh Sarashina-san! Apa kamu bersedia melihat
pertumbuhanku dari dekat? Kumohon!”
“U-Ummm, yah….”
Kedengarannya seperti
permintaan yang agak egois, tetapi kelugasan permintaan itu membuat Chisaki
tidak mungkin menolaknya begitu saja. Kemudian, dia menyadari kalau mulutnya
kembali berbicara sendiri dan mengucapkan kondisi aneh tanpa izin.
“Kamu sama sekali tidak lemah
... Bukannya itu sudah kelihatan jelas dengan melihat tubuhmu yang sekarang?
Kurasa aku harus membuktikannya juga ... hmmm, benar juga. Aku akan
memikirkannya jika kamu berhasil memenangkan satu poin dariku dalam kendo.”
Karena sudah terlanjur mengatakannya,
Chisaki sendiri bahkan berpikir “Aku ini
ngomong apaan sih?”. Jika ingin menolaknya, dia seharusnya menolak secara
normal tanpa perlu memberikan syarat apa pun. Jika dia melakukan itu lagi, maka
...
“… Baiklah, aku mengerti.
Sepulang sekolah nanti, aku akan mengunjungi Aula Kendo Kedua.”
Sesuai dugaannya, Toya
menyanggupi persyaratan itu setelah dua detik terdiam, Ia lalu menundukkan kepalanya
dan meninggalkan ruangan. Sambil melihat punggungnya,Chisaki terus
bertanya-tanya, “Mengapa aku tidak berani
menolaknya?”
◇◇◇◇
“Jadi kamu orangnya, ya! Cowok
bandel yang berani-beraninya mendekati Onee-sama!”
“Ummm...”
Sepulang sekolah, Touya
mengunjungi aula kendo dan terlihat sangat terkejut. Tapi wajar saja Ia
bereaksi begitu, karena begitu dirinya masuk, Touya langsung dikeroyok oleh Ojou-sama
dengan gaya rambut ringlets atau roll gantung* dalam setelan kendo tanpa
tahu apa-apa. Terlebih lagi, di kedua sisi Ojou-sama itu, tiga siswa perempuan
dengan postur berdiri yang anehnya elegan (entah
kenapa berdiri dengan gaya kuda-kuda karate) berbaris berjajar. Suasananya
benar-benar seperti kedatangannya sudah ditunggu-tunggu. (TN: Kurang tau istilah tepat gaya rambutnya,
tapi gambarannya seperti gaya rambut yang biasa digunakan para Ojou-sama, yang
bagian ujung rambutnya kayak drill :v )
“Ma-Maksudnya Onee-sama itu
siapa, ya?”
“Bukannya itu sudah jelas ...
ketika membicarakan Onee-sama, siapa lagi kalau bukan Chisaki Onee-sama desuwa!”
“Be-Begitu ya ...”
Touya menganggukkan kepalanya
seolah kewalahan oleh kekuatan Ojou-sama itu. Kemudian, Ojou-sama itu
menyibakkan rambut roll-nya seraya
berkata.
“Aku tahu alasanmu datang
kemari ... dengan kasarnya, kamu ingin menantang Onee-sama, bukan?”
“Ya ampun, dasar orang yang
tidak mengenal kedudukannya sendiri!”
“Ini sangat merepotkan, tau?
Jangan menganggap enteng Onee-sama.”
“Jika kamu berpikir kalau kamu
bisa menang dengan mudah karena kamu seorang pria, kamu itu salah besar, oke?”
“Tidak, aku tidak berpikiran
begitu ... Umm, kenapa kalian berdiri agak miring?”
“Itu sama sekali tidak penting!
Jika kamu ingin menantang Onee-sama .....”
Kemudian, Ojou-sama itu
menghentikan pidatonya dan menjentikkan jarinya. Lalu, gadis dengan gaya twintail yang tampak ceria di sebelah
kanannya berteriak sambil membusungkan dadanya.
“Shinbashi Ayame!”
Selanjutnya, gadis tomboy yang
berada lebih jauh di sisi kanan mulai membuka mulutnya, menutupi satu mata
dengan tangannya.
“Oomori Kikyou!”
Dilanjutkan dengan gadis
berkacamata di sisi lain berkata sambil mendorong kacamatanya.
“Kurasawa Hiiragi!”
Dan akhirnya, Ojou-sama yang
ada di tengah maju ke depan seraya mengoyangkan rambut roll-nya.
“Kiryuuin Sumire! Bagaimana
kalau kamu mengalahkan kami dulu, Saudari
Empat Musim, sebelum bisa melawan Onee-sama desuwa!?”
Itu adalah deklarasi perang
yang benar-benar mengesankan, diumumkan dengan suara keras dan nyaring. Bahkan,
rasa-rasanya bakalan ada ledakan di belakang mereka. Ketika mendengar nama
julukan yang mirip seperti Empat Jenderal Surgawi dari pasukan raja iblis,
reaksi Touya justru …., melangkah mundur dan menoleh ke arah Chisaki, yang
sedang menepak dahinya di belakang mereka berempat.
“Ummm, Sarashina-san... Siapa
orang-orang yang meriah ini?”
“... Mereka semua adalah
anggota tim kompetisiku di klub kendo saat SMP dulu”
“... Lalu panggilan Onee-sama
tadi?”
“Tidak, jangan salah sangka
dulu oke? Kami tidak ada hubungan darah
maupun saudari tersumpah, bukan semacam itu, oke? Pertama-tama, Sumire itu
lebih tua dariku dalam hal ulang tahun, dan meskipun dia menyebut dirinya 'Sumire' untuk menyesuaikan diri dengan
orang-orang di sekitarnya, tapi nama aslinya adalah Viole——”
“Jangan seenaknya mengabaikan
kami dan berbicara dengan Onee-sama!”
Sembari mencondongkan tubuhnya
ke depan untuk menghalangi pandangan Touya, Vio ... Sumire-jou meninggikan
suaranya. Kemudian, dia menjentikkan jarinya lagi, dan seorang gadis mungil
yang menyebut dirinya sebagai Ayame melangkah maju.
“Jika kamu ingin melawan
Onee-sama, kalahkan aku dulu!”
“E-Ehhh...?”
Touya menatap gadis yang ada di
depannya, suaranya bergetar karena kebingungan. Bahkan menurut perkiraan kasar,
perbedaan tinggi di antara mereka berdua lebih dari 30 cm. Bahkan jika
mengecualikan perbedaan jenis kelamin, sulit dipercaya kalau mereka bisa
bertanding dengan adil.
“Yah, baiklah ... jika kamu
mengatakan itu…”
Tetap saja, karena menganggap
kalau pembicaraannya takkan bisa berlanjut, jadi Touya memutuskan untuk
meladeninya, tapi...
“Hmph! Cuma besar mulut doang!”
“Hah, aku tidak menyangka kalau
ini akan berakhir dalam satu kali pukulan ...”
“Mengecewakan sekali.”
“Ara ara~, ternyata cuma pohon
yang berdiri melongo, doang.”
Itu adalah kekalahan instan.
Begitu aba-aba diteriakkan, lawannya menghilang dari pandangannya dan ......
segera diikuti dengan tusukan di bagian leher, dan pertandingannya selesai
begitu saja.
“Goho, gah, ughh!”
“Ap-Apa kamu baik-baik sa—”
“Onee-sama! Jangan menunjukkan
belas kasihan pada lawan, desuwa!”
“Tidak, tapi ini sudah
keterla—”
Touya terbatuk-batuk dalam
posisi berjongkok, dan Chisaki yang mengkhawatirkannya, mencoba bergegas ke
arahnya...... tapi sebelum itu, Sumire berdiri menghalangi jalannya. Dia
kemudian menatap lurus ke arah Chisaki seraya berbisik.
“(Seorang wanita seharusnya
tidak menunjukkan simpati kepada seorang pria yang sudah membulatkan tekad.
Menunjukkan belas kasihan sama saja dengan meremehkan tekadnya desuwa.)”
“!!!”
Chisaki tertegun saat mendengar
ucapan Sumire. Kemudian, sementara Chisaki berdiri mematung, Touya bangkit sendiri
dan memegang pedang bambunyalagi.
“Uhuk, uhuk, ... ayo lakukan satu ronde lagi!”
“Hee~, kamu masih berani
melawanku? Yah terserahlah, aku akan memukulmu lagi dan lagi sampai kamu merasa
puas!”
Sesuai deklarasi tersebut, Touya
dipaksa untuk menjilat tanah selama dua jam ke depan. Namun, Touya sama tidak
putus asa maupun menyerah, Ia terus pergi ke aula kendo dan menantang Empat
Jenderal Surga— ..... Saudari Empat
Musim untuk bertanding. Kemudian, Ia berhasil mengalahkan mereka satu per satu
...
“Aku akhirnya bisa berhadapan
denganmu, Sarashina-san.”
Pada saat Touya menantang
Chisaki untuk berduel, waktunya sudah memasuki bulan OktoberTapi itu bukan
alasan bagi Chisaki untuk bersikap mengalah padanya.
“... Aku akan kembali lagi
nanti.”
Walaupun Touya sudah
meningkatkan keterampilannya dalam pertempuran melawan Saudari Empat Musim,
tapi Ia terus-menerus dikalahkan oleh Chisaki. Selama waktu ini, Chisaki tidak
bertukar sepatah kata pun dengan Touya, tapi dia tidak menolak untuk melawannya
dan terus memukulinya dengan segenap kemampuannya. Jika dirinya tidak menenggelamkan
hatinya dengan cara begini,, dirinya mungkin akan dipenuhi dengan perasaan
tidak nyaman.
Tapi suatu hari, tiba-tiba.
(Ah, sebelum ujian ….
Lengan bawahnya… dia perlu belajar dengan giat juga..)
Touya mengerahkan seluruh
kekuatannya ke lengannya untuk menyerang bagian topeng, dan dalam sepersekian
detik itu, Ia mencoba mengarahkan pedang bambunya ke bagian lengan Chisaki yang
kosong...... Tiba-tiba, pikiran semacam itu terlintas di benaknya. Dan
kemudian, keraguan sesaat itu menyebabkan pegangannya melonggar, dan tangan
kecil Chisaki membelah udara. Segera setelah itu, pedang bambu Touya diayunkan
ke bawah dan ...
Plangg!
Kepala Chisaki menerima dampak
ringan. Dampaknya terlalu ringan … untuk dinilai sebagai pukulan.
“…. Haa?”
Lawannya menahan diri. Begitu
kemungkinan itu terbesit di dalam pikirannya, emosi yang ditekan Chisaki
meledak.
“Hahhhh~~~~!?”
Dengan campuran penghinaan dan
kemarahan dalam suaranya, Chisaki merenggut pedang bambu yang mengenai
kepalanya, meraihnya dengan paksa, dan melemparkannya ke arah Touya.
“Apa maksudmu melakukan itu,
hahh!?”
Dia memelototi Touya melalui
topeng logamnya dengan marah, dan Touya yang
menangkap pedang bambu dalam pelukannya, berteriak panik.
“Eh, ah, maafkan aku! Aku tahu
kalau itu tidak sopan untuk menahan diri padamu atau semacamnya, tapi saat aku
berpikir akan memukul gadis yang kusukai dengan sekuat tenaga, tubuhku mendadak
menahannya ...”
“Ap-Apa……!!”
Menanggapi perkataan tersebut,
Chisaki dibuat terdiam ..... giginya gemeretak, dan kemuidan dia berteriak
untuk meluapkan berbagai hal.
“Ahhhhh~~, duhh! Terserahlah!
Aku kalah karena pelanggaran! Pemilihan ketua OSIS!? Baiklah, siapa takut! Aku terima
tawaranmu jadi calon wakil ketuanya!”
“Eh, ah ... ho-horee!”
Setelah beberapa saat
kebingungan, Touya mengangkat kedua tangannya seperti anak kecil. Saat melihat
pemandangan itu sambil menghembuskan nafas dengan marah, Sumire yang bertindang
sebagai wasit, memanggilnya.
“Onee-sama, apa kamu yakin?”
“... Yah, tidak masalah, kok?”
Chisaki mengatakan itu dengan
membuang muka, padahal dia mengenakan topeng sehingga wajahnya tidak terlalu
terlihat.
“Yah, kami hanya mencalonkan
diri untuk mengikuti pemilihan ketua OSIS saja, ‘kan?? Buat pacaran sih beda
lagi ceritanya.”
Saat dia terus berbicara dengan
cepat, Chisaki sadar bahwa dia membuat alasan untuk dirinya sendiri.
“Aku
berhasillllllllllllll!!!!!”
Dengan baju pelindungnya, Touya
membuat pose kemenangan seolah-olah seseorang akan mengira kalau Ia telah
memenangkan medali emas di Olimpiade. Saat memandangnya dari samping, Chisaki
meramalkan bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama, dirinya benar-benar
menginginkan bisa maju dalam pemilihan bersama Touya.....
◇◇◇◇
“Terus, tau enggak? Touya
semakin lama jadi semakin keren setelah itu ….”
“Uhh, ya, itu sih patut untuk
disyukuri ...”
Berlokasi di arena besar di
sebuah dojo milik keluarga besar Sarashina. Di kursi penonton, Chisaki sedang
berbicara dengan sepupunya, yang sudah lama tidak dia temui, dengan nada gembira.
Namun, ekspresi di wajah sepupunya justru berkedut dan kaku. Hal itu karena ...
“Ummm? Chisaki-neechan. Pacarmu
yang keren itu kemungkinan besar akan terbunuh dalam babak penyisihan, loh?”
“Astaga~ kamu ini ngomong
apaan, sih? Mana mungkin Touya, yang berhasil mengalahkanku, akan kalah begitu
mudah~~”
“Tidak, meski dibilang berhasil
mengalahkanmu, itu cuma kemenangan karena pelanggaran yang dilakukan Chisaki-neechan
saja, ‘kan...? Terlebih lagi, pertandingan ini adalah pertarungan tangan
kosong.”
Sepupunya menatap cemas ke arah
Touya yang berada di tengah arena, wajahnya jelas-jelas terlihat mengerut dan
pucat. Di depannya, seorang pria yang bahkan lebih besar dan lebih berotot
daripada Touya, menatapnya dengan tatapan tajam dan haus darah.
“Lawannya itu, bukannya pria
itu murid dari dojo kita yang pernah dihajar babak belur oleh Chisaki-neechan
waktu dulu, ‘kan? Entah kenapa, Ia mengeluarkan hawa membunuh yang kelihatannya
bukan main-main.”
“Apa iya? Aku sama sekali tidak
ingat. Touyaaa~~ Berjuanglah~~!”
Chisaki dengan polosnya
menyemangati Touya sambil mengatakan sesuatu yang keterlaluan. Sebagai
tanggapan, Touya mengangkat tangan kanannya dengan senyum kaku, dan hawa
membunuh lawan di depannya semakin menguat.
“Ku-Kurasa itu terlalu mustahil
bagi seorang amatiran untuk berpartisipasi dalam festival bela diri, meskipun
itu cuma divisi amatir... … He-Hei, bukannya lebih baik kalau kita menghentikan
pertandingan itu sekarang?”
“Ehh~~? Tapi Touya tampak
sangat bersemangat melakukannya, kok~ ?”
“Tentu saja, jika pacarnya
menyemangatinya seperti itu, seorang pria tidak punya pilihan lain selain
melakukannya!!?”
“Bener banget, ‘kan~, Ia
kelihatan begitu jantan dan keren, bukan~~?”
“Ahhh dasar bucin!!”
Wasit pun menyatakan dimulainya
pertandingan, tanpa menghiraukan kekhawatiran sepupu Chisaki. Hasilnya... yahh,
anggap saja ketika Touya ambruk, badannya jatuh ke depan. Setelah itu, lawannya
tersebut tertanam di sudut arena oleh Chisaki, yang ikut campur tangan dan menerobos
masuk setelah pertandingan.
Sebelumnya|| Daftar isi || Selanjutnya