Chapter 10 — Kikuk dan Karyawan Toko
“Haaahh ...”
Di sebuah ruangan lucu yang
dipenuhi dengan boneka binatang berbagai ukuran, terdengar desahan sedih yang
tidak sesuai dengan suasana ruangan. Pemilik suara itu adalah Maria, yang
sedang berbaring di tempat tidurnya sambil memegang boneka kucing.
Maria memegang boneka binatang
di satu tangan dan melihat foto yang ada di liontin emas dengan tangannya yang
lain, ekspresi wajahnya lebih muram dari biasanya.
“Sa-kun...”
Nama yang keluar dari mulutnya adalah nama orang yang dicintainya. Nama yang biasa disapa dengan suara merdu dan indah itu kini dipenuhi dengan suara kegetiran dan kesedihan.
“Kira-kira, apa aku bisa
bertemu denganmu lagi ...”
Harapan yang pesimistis muncul
dari mulut Maria. Tapi dia segera menggelengkan kepalanya dan meringkuk,
membenamkan wajahnya di bantal.
“... tinggal sedikit lagi.
Sampai liburan musim panas ini selesai...”
Usai mengatakan itu pada dirinya
sendiri, Maria menggenggam erat liontin di dadanya. Entah mengharapkan sebuah reuni
... atau mungkin, ketakutan.
Tok,
tok.
Setelah beberapa menit berlalu,
terdengar ketukan di kamar Maria. Dia menjawab ketukan itu dengan satu mata
mengintip dari bantalnya.
“Iya~”
“...
Masha? Boleh minta waktunya sebentar?”
“! Alya-chan!?”
Maria melompat seolah-olah dia
terpental dari tempat tidur oleh suara yang datang dari sisi lain pintu. Ke
mana perginya suasana hati yang melankolis tadi? Suasana hati Maria bisa
berubah dengan sangat cepat.
“A-Ada apa!?”
Tumben-tumbennya adik yang
selalu bersikap jutek terhadap kakaknya sendiri, mengunjungi kamar Maria
sendirian. Maria segera bergegas ke pintu terhadap peristiwa langka, yang
mungkin atau mungkin tidak terjadi setiap dua minggu sekali. Alisa yang datang
mengunjunginya terlihat sedikit bingung dengan penyambutan yang meriah.
Di sisi lain, wajah Maria
langsung tersenyum sumringah saat melihat wajah Alisa. Alisa ada di sini! Maria
langsung menyingkirkan semua hal yang merepotkan!
“... Apa jangan-jangan kamu
sedang tidur?”
Alisa terlihat sedikit khawatir
saat melihat rambut Maria yang sedikit acak-acakan. Namun, senyum Maria
menghilangkan kekhawatiran seperti itu dari Alisa, dan dengan bangga
membusungkan dadanya sambil tersenyum.
“Enggak kok, aku cuma lagi
rebahan di kasur aja! Jadi, ada perlu apa?”
“Gitu, ya ... yah, itu ...”
Dia sedikit jengkel dengan
pernyataan bangga kakaknya yang sedang bermalas-malasan, dan bergumam sedikit. Kemudian,
sambil membuang muka dan memainkan ujung rambutnya, Alisa dengan ragu membuka
mulutnya.
“Di kamp pelatihan minggu depan
nanti ... kita harus memakai baju renang, iya ‘kan? Apa Masha sudah
menyiapkannya?”
Sudah empat tahun yang lalu
sejak Kujou Bersaudari terakhir kali pergi berenang. Sejak saat itu, mereka
tidak pernah pergi ke pantai maupun kolam renang secara pribadi, jadi tidak ada
baju renang yang pas dengan tubuh mereka, karena mereka telah tumbuh dalam banyak
hal sejak empat tahun lalu. Walaupun ada baju renang yang ditunjuk sekolah,
bahkan Alisa tahu bahwa memakainya di luar sekolah tidaklah etis. Oleh karena
itu, dia datang untuk bertanya kepada kakaknya yang berada di posisi yang sama.
Yang mana itu berarti ...
“Tidak, aku masih belum
membelinya. Aku berpikir untuk membelinya hari ini atau besok.”
Mengantisipasi kata-kata
berikutnya, Maria memberitahunya sambil tersenyum lebar. Kemudian, sesuai
dengan firasatnya, Alisa melirik Maria dan berkata seraya mengalihkan
pandangannya lagi.
“Hmm ... Kalau begitu,
bagaimana kalau kita membelinya sekarang? Karena kita sama-sama masih belum
membelinya.”
Alisa mengajaknya berkencan! IQ
Maria turun lima poin!
“Ya! Aku enggak masalah, kok ~?
Fufufu, aku bisa berkencan dengan Alya-chan!”
“Ini bukan kencan, oke.”
“Kapan kamu mau pergi? Kalau
Onee-chan sih bisa kapan saja~.”
“Eh, kalau gitu ... sekitar 30
menit kemudian?”
“Baiklah! Lalu. aku akan segera
bersiap-siap dulu, ya~?”
Maria, yang dengan cepat
terlihat sangat bahagia, menutup pintu dan mulai berganti pakaian sembari mulai
menyenandungkan sebuah lagu, suasananya sangat berbanding terbalik dari beberapa
menit yang lalu. Sekali lagi, suasana hati Maria sangat cepat berubah.
Jadi, setelah menyelesaikan
persiapannya dengan penuh semangat, Maria meninggalkan rumah bersama Alisa.
“Kalau begitu, ayo berangkat~!”
“Tidak perlu bergandengan
tangan juga kali.”
“Yahh~”
Segera setelah dia mencoba
meraih tangan Alisa dengan kedua tangannya, dia ditepis dengan kasar, dan Maria
menggembungkan pipinya dengan tidak puas. Namun, dia buru-buru mengejar Alisa,
yang mulai berjalan cepat terlebih dahulu tanpa terlalu memedulikannya.
“Alya-chan, tunggu aku~ jalanmu
terlalu cepat, tau~!”
“Kamunya saja yang berjalan
terlalu santai, ‘kan?”
“Buat apa buru-buru segala,
yang ada cuma cuacanya jadi semakin panas saja, ‘kan~? Ayo jalan pelan-pelan
sambil ngobrol bersama Onee-chan, oke? Ayp?”
“Kita tidak perlu membicarakan
apa-apa juga tidak masalah, ‘kan.”
“Duhh! Alya-chan jutek banget!”
Sambil melakukan percakapan
yang biasa, mereka berdua tiba di stasiun terdekat dan bergerak di sepanjang
peron, menarik perhatian dari orang –orang di sekitar mereka.
“Ayo, Masha, sebelah sini”
“Ehh, yang ini lebih dekat ke
tangga saat kita turun, ‘kan~ ...”
“Enggak boleh. Ayo jangan
terlalu cerewet dan naik gerbong khusus wanita dengan benar.”
“Hmmph ... baiklah~”
Maria dengan enggan berjalan
melewati pintu masuk setelah diminta oleh Alisa. Tentu saja, bahkan Maria tahu
mengapa gerbong khusus wanita bisa ada, dan dia juga tahu bahwa ada penjahat
yang disebut penjahat pelecehan seksual di dunia ini. Walaupun dia mengetahui
itu, tapi karena dia belum pernah mengalaminya sebelumnya, jadi dia tidak
benar-benar merasakan bahaya dan terancam sama sekali.
...... Tidak, meski dia tidak
benar-benar menyadarinya, tapi dia sudah mengalaminya beberapa kali. Namun,
semua itu hanya berakhir dalam upaya percobaan karena saat sebelum pelaku bisa
menyentuhnya, adik perempuan yang menakutkan akan mendorongnya keras-keras,
atau wakil ketua OSIS yang menakutkan akan memelintir pergelangan tangan pelaku.
Rasanya sungguh ironi bahwa sementara dia berhasil menghindari hal itu berkat
upaya mereka berdua, rasa krisisnya sendiri masih tetap lemah seperti biasa.
“Bahkan ketika kamu naik sendirian,
pastikan untuk menaiki gerbong khusus wanita, oke? Jika tidak, jangan terlalu
asyik bermain dengan smartphone-mu, dan tetaplah waspada terhadap lingkungan
sekitarmu.”
“Iya~~”
Namun, mungkin itu sudah
menjadi watak Maria untuk menuruti nasihat adik dan sahabatnya, karena tahu
kalau mereka mengkhawatirkannya. Mengangguk pada peringatan Alisa, Maria
tiba-tiba mengerutkan kening.
“Alya-chan... jangan-jangan,
kamu pernah mengalami pelecehan?”
“Hah? Mana pernah lah... tidak
seperti Masha, aku memiki penjagaan yang ketat.”
“Muu, aku juga memiliki penjagaan yang ketat, tau? Selain Sa-kun,
aku takkan pernah membiarkan pria lain menyentuh tubuhku!”
Maria menggembungkan pipinya
dan meletakkan tangannya di pinggul dengan kecewa, tapi.... begitu melihat
pakaiannya, Alisa bergumam dengan cemas.
“Mulut mana yang berani bilang
begitu...”
Tidak heran Alisa berkata
begitu. Lagipula, model baju yang dipakai Maria hari ini menampilkan bahunya
yang mulus dan pusarnya yang seksi. Dengan kulitnya yang putih mulus dan sehat,
penampilannya saat ini sudah menarik banyak perhatian dari orang-orang di
sekitarnya. Namun, Maria dengan senang hati meletakkan tangannya di topinya dan
berpose ringan sejenak, mungkin karena tidak tahu bagaimana menafsirkan
tatapan-tatapan tersebut.
“Ah, baju ini? Fufu, imut
banget, ‘kan~?”
“... Aku mengakuinya. Meski aku
takkan pernah memakainya, sih.”
“Eh~? Tapi ini rasanya sejuk
banget, loh~?”
“Yang namanya gadis tidak boleh
membuat perut mereka dingin.”
Alisa menarik lengan Maria dan
menaiki gerbong kereta setelah memelototi para penumpang pria di sekitarnya
yang menatap kakaknya dengan tatapan tidak senonoh. Kemudian, setelah menaiki
kereta selama lima belas menit, mereka turun dari kereta di stasiun besar, tempat
mereka biasanya berbelanja pakaian dan barang-barang lainnya, mereka berdua
mulai memasuki fasilitas komersial besar di depan stasiun. Ketika mereka berdua
menaiki lift menuju area pakaian wanita, pandangan mata Maria langsung
berbinar-binar saat melihat deretan pakaian yang indah ….
“Wahhh~, baju itu lucu sekali!”
Segera, dia mencoba memasuki toko
yang tidak ada kaitannya dengan baju renang. Kemudian Alisa, yang sudah
mengantisipasi gerakannya, meraih pergelangan tangan kirinya dan
menghentikannya.
“Hari ini kita datang untuk
melihat-lihat baju renang, tau. Ayo, cepetan pergi.”
“Ehh~~ tunggu sebentar~
sebentar saja, ayo lihat-lihat sebentar saja~~”
Maria membuat suara menyedihkan
saat lengannya ditarik, tapi Arisa melanjutkan perjalanannya tanpa
memedulikannya. Alisa tidak ragu-ragu karena memahami betul jika dia membiarkan
kakaknya yang bebas ini tidak terkendali, tatapan matanya akan jelalatan tanpa
henti.
“Ah, rok itu, yang pernah
muncul di TV tempo hari!”
“...”
“Wah, mereka sedang mengadakan
obral! Alya-chan, semua produknya jadi setengah harga!”
Sejujurnya, Alisa sedikit
terguncang dengan kata-kata tersebut. Tapi karena dia tidak berniat menemani
belanja kakaknya yang pasti bakalan lama dan sia-sia, dia tetap menatap jalan di
depan dan terus bergerak maju. Maria akhirnya mulai sedikit tenang ketika dia
diseret setengah jalan oleh adik perempuannya untuk mencapai toko yang ingin
dia tuju.
“Uwahhh~ ada banyak baju renang
yang lucu-lucu!”
Tidak, lebih tepatnya, dia hanya terpaku dengan apa yang ada di
depannya. Usai menatap kakaknya yang kegirangan dengan ekspresi tercengang,
Alisa melihat sekeliling sebentar dan mengangkat alisnya..
“Ada apa, Alya-chan?”
Tanpa menjawab pertanyaan
Maria, Alisa melihat sekali lagi pada area sekeliling lantai penjualan ......
dan memiringkan kepalanya sedikit.
“Bukankah semua baju renangnya
terlalu terbuka?”
“Ehh, Apa iya~? Bukannya memang
harus begitu, ‘kan?”
Memiringkan kepalanya pada
kata-kata Alisa, Maria menunjuk pada baju renang model one-piece yang tergantung di dinding.
“Kalau kamu penasaran, ada juga
baju renang yang seperti itu, tau? Kalau yang itu...”
“Kakiku masih bisa kelihatan,
tau?”
“… Kaki?”
Maria menoleh ke Alisa dengan
wajah datar ketika mendengar pernyataan yang sedikit tidak terduga. Namun, tampang
Alisa terlihat sangat serius, dan Maria berkedip cepat.
“Umm, Alya-chan? Kupikir itu
normal-normal saja kalau kakimu bisa kelihatan…”
“Enggak. Berbeda dengan kolam
renang sekolah, di sana pasti ada anak cowok juga, ‘kan? Kamu seharusnya
menyembunyikan tempat yang biasanya tidak terlihat.”
“Ummm, jadi maksudnya?”
Ketika Maria memiringkan
kepalanya dengan sungguh-sungguh, Alisa mengatakan sesuatu yang seolah-olah itu
merupakan hal yang sewajarnya.
“Selain perut, kita harus
menyembunyikan kaki dan paha juga, iya ‘kan.”
“Alya-chan, apa kamu ingin
menjadi seorang penyelam?”
Setelah membuat lelucon dengan
wajah datar, Maria dalam hati berpikir, “Ini
gawat.” Dia tahu bahwa penjagaan Alisa terhadap lawan jenis sangatlah
ketat, tapi Maria bisa membayangkan masa depan di mana Alisa akhirnya akan
mengenakan pakaian selam jika dia diizinkan memilih baju renang. Sebagai seorang
gadis, dia berpikir kalau itu sangat tidak pantas, dan sebagai seorang kakak
yang menyayangi adiknya, Maria ingin Alisa memakai baju renang yang imut dan
cantik.
Namun, jelas sekali jika dia
secara langsung menyarankan baju renang dan berkata, “Ayo coba pakai ini!”, dia pasti akan menolak mentah-mentah
dengan “Aku tidak paham dengan selera
Masha”. Lagi pula, dia baru saja melihat baju Maria dengan pusar terbuka
dan menyatakan kalau dia takkan pernah memakainya. Jika memang demikian, maka …
“Alya-chan... Onee-chan
berpikir memang ada bagusnya bahwa Alya-chan berusaha melindungi badanmu
sendiri, tapi kurasa itu kurang cocok dengan TPO-nya, tau.” (TN: TPO =Time,
Place, and Occasion, yang mana artinya seseorang perlu bertingkah sesuai
tempat, waktu, dan keadaan)
TPO, maksudnya perilaku orang
yang berakal...... Tidak, ucapan tersebut merupakan kata-kata jitu bagi
seseorang yang ingin menjadi orang yang berakal. Alisa juga tidak terkecuali
dalam hal ini, dan menatap Maria dengan kedutan di alisnya. Sambil menatap
lurus ke arah matanya, Maria dengan antusias menasihatinya.
“Kamp pelatihan yang akan kita
tuju selanjutnya bukanlah kamp pelatihan biasa, melainkan perjalanan sosial
untuk meningkatkan kedekatan antar sesama OSIS. Dengan kata lain, ini cuma
perjalanan rekreasi, loh? Oleh karena itu, aku pikir kita berlu berpakaian
dengan tepat dan sesuai.”
“... Mungkin itu benar, tapi
bukannya berarti kita perlu memakai baju renang yang terlalu terbuka….”
“Tentu saja perlu. Jika kamu berpakaian
dengan cara yang jelas-jelas menyiratkan ‘Aku
tidak ingin menunjukkan kulitku pada kalian', tidak ada persahabatan yang
terbentuk. Aku yakin kalau semuanya~ pasti akan merasa sungkan dan canggung,
tau? Ingat, bukannya di Jepang ada istilah bersosialisasi tanpa busana*, bukan?”
(TN: kalimat
RAW-nya sih “裸の付き合い[Hadaka no Tsukiai]” yang kalau diterjemahkan secara harfiah bisa
diartikan “bersosialisasi tel*anjang”, tapi kalimat itu bisa juga merupakan
peribahasa yang mempunyai arti “Hubungan
yang benar-benar jujur”. Karena konteksnya sedang membicarakan baju renang,
kurasa terjemahan pertama lebih cocok ketimbang yang arti peribahasa)
“Muu….”
Alisa kehilangan kata-kata, karena
mungkin berpikir bahwa Maria ada benarnya. Kemudian, Maria memanfaatkan
kesempatan itu dan melipat tangannya.
“Selain itu, pantai yang akan
kita kunjungi adalah pantai pribadi, jadi kita tidak akan dilihat oleh
pengunjung pantai lain yang tidak dikenal.”
“... Bukannya di sana masih ada
Masachika-kun dan Ketua?”
“Jangan khawatir~ kamu tidak
perlu cemas, lagipula Ketua hanya memperhatikan Chisaki-chan saja. Selain itu,
Kuze-kun pasti akan melihatku.”
“Ehh?”
Ketika Alisa mengangkat alisnya
untuk menanyakan maksudnya, Maria berani membusungkan dadanya dengan bangga.
“Ingat, bahkan Kuze-kun juga
anak cowok, tau. Semua anak cowok pasti merasa penasaran dengan payudara gadis.
Oleh karena itu~ ... selama aku memakai
baju renang yang imut, aku yakin kalau pandangan matanya akan terpaku padaku.”
Maria dengan lembut
menggoyangkan tubuhnya sambil meletakkan kedua tangannya di dadanya. Ujung
mulut Alisa berkedut mendengar ucapan kakaknya yang tidak seperti biasanya, dan
semangat persaingan berkobar di mata birunya.
“Heee ... berani juga kamu
bilang begitu. Memangnya aku ini lebih inferior dari Masha, yang tidak hanya
berlemak di bagian payudara tapi juga bagian perutnya?”
Seraya menguatkan nada suaranya
pada bagian “Aku ini”, Alisa melipat
tangannya dan melengkungkan tubuhnya seolah-olah menyombongkan gayanya sendiri.
Kemudian, dia mengalihkan pandangan penuh arti ke perut Maria yang telanjang
dan mencibirnya. Namun, Maria tidak tersinggung dengan provokasi secamam itu.
“Kamu ini masih belum mengerti
apa-apa, Alya-chan. Anak cowok tuh~ lebih menyukai gadis yang sedikit berisi,
tau~? Menurutku tubuh Alya-chan yang kencang juga lumayan bagus, kok?”
Sambil mengatakan itu dengan
cara yang menghibur, Maria dengan percaya diri menonjolkan dadanya yang besar.
Sudut mata Alisa berkedut saat melihat sikap sombong Maria yang tidak seperti
biasanya.
Karena Alisa bangga pada
dirinya sendiri. Dia bangga dengan kenyataan bahwa dia bekerja lebih keras
daripada Maria untuk mempertahankan bentuk tubuhnya. Apakah kerja kerasnya
kalah dengan timbunan lemak yang kakaknya kumpulkan melalui kelalaian?? Alisa
dengan tegas menolak untuk menerima hal seperti itu.
“Nyalimu besar juga ... aku
enggak mau tau, loh? Jangan merengek kalau kamu akan merasa malu saat berjalan
di sampingku dengan gayaku yang sempurna.”
“Oke, siapa takut~? Kalau
begitu, Alya-chan juga akan memakai bikini, ya?”
“……Hmm?”
“Apa gunanya memakai baju
renang jika tidak memperlihatkan perutmu~? Jangan khawatir, aku juga akan
memakai bikini, kok ~. Oh, yang ini kelihatannya bagus.”
Sementara Alisa memiringkan
kepalanya dengan, “Hah? Kok malah jadi
begini?”, Maria dengan cepat mulai memilih baju renang.
Kemudian, seorang karyawan wanita
yang mengenakan kacamata dan mengikat rambutnya dengan erat, berjalan mendekatinya
dan menyela.
“Maafkan atas kelancangan saya,
Nona pelanggan. Dengan segala hormat, baju renang ini kelihatannya agak kecil
untuk anda. Saya merekomendasikan satu ukuran yang lebih besar.”
“Ehh?”
Maria menoleh ke Alisa ketika
karyawan wanita menunjukkan hal tersebut padanya sambil mendentingkan pelipis
kacamatanya. Dia kemudian menatap payudara Alisa dengan serius dan berkata.
“Alya-chan... Apa dadamu
kembali membesar?”
“Me-Memangnya kenapa, ... bahkan Masha juga sama, ‘kan?”
“Yah, kurasa begitu ...
kira-kira apa itu karena masakan ibu kali, ya? Pertumbuhanku tidak berhenti
sama sekali~”
Mengalihkan pandangannya dari
Alisa yang tersentak canggung, Maria melihat ke bawah payudaranya sendiri dan
membuat wajah bermasalah.
“Alya-chan, sebaiknya kamu
harus bersiap untuk ini, oke?”
“Apaan sih... lagipula, ini
bukan tempat yang tepat untuk membicarakan itu, tau!”
Sembari mengatakan itu, Alisa
mencoba merebut baju renang yang dipegang Maria di tangannya. namun petugas toko
mengambil satu ukuran lebih besar dan dengan cepat menyelipkannya ke tangan
Alisa.
“Nona pelangga, jika anda mau,
anda bisa mencobanya di sana.”
“Ehh, tidak, tapi ...”
“Tidak ada salahnya untuk
dicoba dulu. Anda bisa mencobanya terlebih dahulu dan kemudian memutuskan baju
renang mana yang ingin Anda pakai. Sekarang, silakan lewat sini.”
Alisa dengan cepat dipandu ke
depan ruang ganti dan didorong ke dalam ruang ganti. Maria mengacungkan jempol
kepada karyawan toko, yang telah membawakan dan memaksa Alisa untuk mencoba
baju renang itu dengan lancar.
“Terima kasih banyak sudah
melakukan ini.”
“Tidak, tidak, karena ini sudah
menjadi pekerjaan saya.”
“Pro banget~...
Ngomong-ngomong, siapa nama mbak-nya?”
“Maafkan saya karena terlambat
memperkenalkan diri. Nama saya Watanabe dan saya adalah manajer dari toko ini.”
Watanabe-san lalu menunjukkan
papan nama di dadanya sambil mendentingkan pelipis kacamatanya. Kacamata
manajer toko itu tampak bersinar.
“Ngomong-ngomong, apakah kalian
berdua bersaudara?”
“Ah, iya. Benar sekali ~.
Seenggaknya, akulah yang jadi kakaknya, sih ~”
Selain tinggi badannya yang
lebih pendek dari Alisa, ditambah dengan penampilan baby face-nya, dia selalu cenderung dianggap sebagai adik
perempuan, itulah sebabnya dia menambahkan perkataan itu.
Namun, Watanabe-san tidak
terkejut sama sekali dan berulang kali menganggukkan kepalanya seolah-olah dia
tahu apa yang dia bicarakan.
“Ya, ya, saya bisa
mengetahuinya. Anda ingin adik anda memakai baju renang yang cantik. Benar
begitu, ‘kan?”
“Bener banget~! Gadis itu
sepertinya akan memakai baju penyelam jika dibiarkan sendiri...”
Kemudian Maria menyadari bahwa
tidak ada suara sama sekali dari dalam ruang ganti, dan dia menjulurkan
wajahnya melalui tepi tirai.
“Alya-chan, apa ada yang
salah~?”
“Tungg—, setidaknya panggil
aku, kek!”
Benar saja, Alisa mengerutkan
kening dan membuat ekspresi enggan dengan baju renang yang diberikan padanya, dia
lalu kembali menatap Maria yang tiba-tiba mengintip ke arahnya.
“Kalau begitu segera ganti
bajumu~ karena Mbak manajer toko juga sudah menunggu, tau.”
“Tapi, baju renang ini ...”
Tidak heran Alisa merasa ragu-ragu.
Lagi pula, baju renang yang ada di tangannya adalah semacam bikini hitam
pamungkas.
Bikini hitam itu terlihat
polos, tidak memiliki pita atau embel-embel, dan kebetulan, cuma menutupi area
sensitif dengan kain kecil.
Hanya ada seutas tali tipis dan
sehelai kain kecil. Ini adalah jenis bikini yang cenderung sering dipakai oleh
supermodel benua Barat.
“Sudah kuduga, aku tidak bisa
memakai ini!”
Alisa berteriak dan mencoba mengembalikan
baju renangnya. Kemudian Watanabe-san sang manajer toko, tiba-tiba muncul di
sana.
“Lalu, bagaimana dengan yang
ini?”
Dia kemudian memberinya bikini berwarna
pink, bikini yang ini memiliki kain yang jauh lebih besar untuk menutupi area
sensitif. Bagian tepinya dihiasi dengan embel-embel, yang memberikan kesan imut
dan manis.
“Yah, kalau yang ini ...”
Ke mana perginya pernyataan
beberapa menit yang lalu kalau dia takkan memakai baju renang yang menunjukkan
perut atau kakinya? Dia benar-benar tertipu oleh teknik door-in-the-face, tapi Alisa mengambil baju renang yang dibawa Watanabe
tanpa menyadarinya. Kemudian, beberapa menit berlalu untuk berganti pakaian.
“Uwaah~ imutnya~”
“Baju renang tersebut sangat
cocok untuk Anda. Ini adalah jenis baju renang yang populer tahun ini, tapi kami
belum pernah melihat ada orang yang memakainya sebaik pelanggan.”
“Be-Benarkah?”
Jika itu cuma pujian dari Maria, Alisa mungkin akan mengabaikannya. Namun, Alisa sedikit tersipu dengan pujian lihai dari Manajer toko profesional.
“Tapi warna pink agak terlalu
manis untukku ...”
“Begitu rupanya. Kalau begitu,
bagaimana dengan yang ini?”
Watanabe-san dengan cepat mengulurkan
tangannya ke samping, dan karyawan toko lain yang tiba-tiba muncul, memberinya baju
renang baru. Apakah semua karyawan di toko ini menjalani pelatihan khusus?
“Baju renang ini mempunyai
model yang sama, tapi seperti yang Anda lihat, pola bunga di latar belakang
biru memberikan tampilan menyegarkan dan cantik——”
Dalam kondisi seperti itu,
Alisa yang terbawa suasana oleh promosi Watanabe-san yang tidak berlebihan dan
ditawarkan dengan tenang, mencoba enam potong baju renang.
“Hmm... yang ini mungkin
kelihatan bagus.”
Dalam balutan bikini bergaris
biru muda dengan embel-embel besar, mulut Alisa mengendur seolah baru pertama
kali merasa puas.
Tanpa melewatkan kesempatan
itu, Maria mengangguk setuju.
“Ya, ya, menurut Onee-chan,
baju renang itu kelihatan imut untukmu, kok~.”
“Uhh, hmm, tapi ...”
Kemudian, mungkin merasa
sedikit lebih tenang, Alisa memeriksa penampilannya lagi di cermin dan
mengerutkan kening seraya bertanya,
“Bukannya ini masih terlalu terbuka?”
Tapi kemudian Maria langsung
memasang wajah penasaran.
“Ehhh ~? Bukannya itu masih
mending dibandingkan dengan punya Onee-chan, bukan?”
Maria mengangkat bikini putih
dengan hanya seutas tali di tengah, memperlihatkan belahan dadanya. Penilaian
Alisa terguncang saat diperlihatkan dengan baju renang yang lebih berani
daripada miliknya.
“Tapi kakiku...”
Tetap saja, Alisa menatap
pahanya yang telanjang, seolah-olah dia masih sangat mencemaskan bagian itu.
Kemudian, Watanabe-san dengan cepat memberikan selembar kain padanya.
“Jika demikian, bagaimana kalau
menutupinya dengan pareo ini? Jika Anda membelinya sebagai satu set sekarang,
kami akan memberikan layanan khusus hingga saat ini ...”
Watanabe-san mengeluarkan
kalkulator dari suatu tempat dan menekan angka-angka dengan cepat dan
menunjukkannya kepada Alisa. Istilah jitu “Harganya
akan lebih murah jika kamu membelinya satu paket” membuat hati Alisa
terombang-ambing. Setelah beberapa menit kemudian, Alisa perlahan mengangguk
saat dia mencoba pareo dan memeriksa penampilannya.
“Kalau begitu, aku membeli yang
ini ...”
“Terima kasih banyak. Saya akan
membawakan yang baru dari belakang sekarang.”
Manajer Watanabe bertepuk
tangan dengan keras, dan salah satu pegawai menghilang ke area belakang toko. Alisa
sedikit terkejut dengan betapa cekatannya mereka. Kemudian, setelah selesai membayar
untuk mereka berdua,
“Terima kasih banyak sudah
berbelanja~”
Mereka dipandu keluar dari toko
oleh Watanabe-san dan karyawannya yang sangat terlatih.
Setelah mencapai tujuannya,
pikiran Alisa sudah dalam posisi bersiap-siap langsung pulang ke rumah, tapi
......, di sisi lain, Maria memandang Alisa dengan semangat tinggi, seolah-olah
mesin semangat dalam tubuhnya baru saja dihidupkan.
“Kalau gitu, apa yang harus
kita lakukan selanjutnya?”
“Selanjutnya? Aku sih mau
cepat-cepat pulang ke rumah ...”
“Ehh~ ayo melihat-lihat toko
lain bersamaku~”
“Aku tidak mau ikut menemanimu
karena aku tau bakalan lama.”
“Muu~~ dasar Alya-chan pelit~”
Maria mengeluh dengan boo-boo~, tapi Alisa tidak terlalu
memedulikannya dan menuju lift. Maria benar-benar penasaran apakah ada alasan
mengapa dia ingin cepat pulang karena sikapnya yang keras kepala.
(Hmm~ ... aha! Apa jangan-jangan dia ingin cepat-cepat pulang
karena ingin melakukan peragaan busana dengan baju renang yang baru saja dibelinya?
Lagi pula, membeli baju baru pasti membuat seseorang merasa senang!)
...... ...... Maria sering
diberitahu oleh keluarga dan teman-temannya bahwa dia kadang-kadang membuat pernyataan
kikuk yang ngaco. Namun, dia tidak menyadari hal ini dan tidak mengakuinya.
(Mungkin dia merasa sungkan saat di hadapanku dan karyawan toko
tadi ... Aku yakin dia berencana untuk menikmati peragaan busana sendirian di
kamarnya. Oh, saat berpikir begitu, aku jadi ingin melakukannya juga.)
Karena di dalam benak Maria,
pernyataannya selalu masuk akal. Dia selalu berbicara setelah memikirkan
perkembangan logis yang tepat dengan caranya sendiri. Namun……
“Baiklah aku mengerti, Alya-chan.
Tapi karena aku ingin melakukannya denganmu, jadi bisakah kamu menunggu
peragaan busananya untuk nanti?”
“…Apa sih yang kamu bicarakan?”
Kedengarannya seperti
pernyataan yang sangat tidak masuk akal dari sudut pandang pendengar karena dia
memulai dari kesimpulan tanpa menyebutkan prosesnya sama sekali. Tentu, sekali
lagi, Alisa tidak tahu apa yang sedang kakaknya bicarakan. Tapi dia langsung
berpikir, “Hal yang biasanya, ya?”
dan meninggalkan pemahamannya, lalu menggelengkan kepalanya seraya berkata “Yare~ yare~”.
“Iya deh, iya. Yah kalau begitu,
aku akan membawa baju renang itu bersamaku.”
“Ah, benarkah? Makasih ~”
Alisa mengambil kantong plastik
dari tangan kakaknya dan dengan cepat menuju lift sendirian. Setelah melihat
adiknya pergi, Maria memeriksa jam tangannya, berpikir sebentar, dan kemudian
naik ke lift berikutnya yang datang. Dia kemudian langsung turun ke lantai
dasar, dan meninggalkan gedung tanpa melihat-lihat toko mana pun secara khusus.
“Hmm ... kira-kira apa aku bisa
berjalan kaki dari sini enggak, ya?”
Kemudian, setelah mencari di
aplikasi peta, dia berkata pada dirinya sendiri dan mulai menyusuri jalan.
Tempat yang dia tuju adalah tempat yang sering dia kunjungi di waktu luangnya
sejak dia kembali ke Jepang. Hari ini dia berjalan kaki menuju tempat yang
biasanya dia datangi dengan sepeda. Dia memang menuju ke sana, tapi...
“Ara? Toko apa itu, ya?”
Maryia masih saja berubah
pikiran di sini.
Dia memasuki toko aksesoris
yang berada di sisi kanan jalan seolah-olah dirinya tersedot ke dalamnya.
Setelah sepuluh menit kemudian, dia lalu meninggalkan toko tanpa membeli
apa-apa... Ketika dia seharusnya pergi ke kanan dan kembali ke jalan semula, dia
justru berbelok ke arah kiri tanpa ragu-ragu. Dia terus berjalan selama
beberapa menit…
“… Ara?”
Maria akhirnya menyadari bahwa
dia telah menyimpang jauh dari jalan yang awalnya dia lalui. Dia kemudian
berhenti sebentar dan membuka aplikasi peta di smartphone-nya.
“Hmm~..... Hmm, mungkin lewat
sini.”
Dan tetap saja, tanpa
ragu-ragu, dia mulai berjalan ke arah yang salah. Ya, pada kenyataannya, Maria
itu ... orang yang selalu tersesat dan
buta arah.
Dia biasanya memberi tahu teman
dan keluarganya bahwa dia suka berkeliaran di sekitar kota, tapi dalam
kenyataannya, sekitar sebagian besar waktunya dia itu tersesat begitu saja.
Meskipun dia menolak untuk mengakuinya. Itu karena……
“Ara? Tanpa kusadari aku sudah
tiba di sini ...”
Maria juga merupakan pemilik
keajaiban, yang meskipun mengidap buta arah yang parah, tapi entah bagaimana berhasil
mencapai tujuannya*. Tiba-tiba, pemandangan yang familier menarik perhatiannya
saat melihat ke samping, dan Maria memiringkan kepalanya sedikit ketika menuju
ke arah itu. Di sana, ada alun-alun dengan banyak peralatan bermain di tepi
taman besar. (TN:
Zoro, is that you :v)
Tanpa ragu-ragu, Maria
melintasi area tengahnya dan berdiri di depan taman bermain berkubah besar
dengan lubang berbagai ukuran dan naik ke atasnya. Kemudian, dia duduk di atas
selembar vinil di tempat dan melihat sekeliling sekali, seolah-olah sedang
mencari sesuatu.
“…. Sudah kuduga, Ia tidak
datang, ya~”
Sembari bergumam sedikit sedih
dan bibir yang terkatup rapat, Maria menatap ke atas langit untuk menutupi
kesepiannya.
“Baiklah, tidak masalah. Aku
akan menunggu, oke? Karena takdir adalah sesuatu yang harus kamu raih.”
Dia menggembungkan pipinya
seolah-olah mengingatkan dirinya akan sesuatu, dan mulai menatap awan.
Kemudian, dia menunggu dengan sabar di bawah terik matahari musim panas selama
20 menit.
“Ah, itu dia! Hei~!”
Bahu Maria tersentak sedikit
ketika dia mendengar suara memanggilnya..., tapi dia segera menyadari bahwa
suara itu bukan “laki-laki itu” dan
menundukkan pandangannya dengan sedikit kecewa. Di pinggiran taman bermain, dia
melihat sekelompok tujuh anak SD yang dikenalnya.
“Maria onee-chan~!”
“Onee-chan kami datang~!”
“Ayo bermain bersama lagi~!”
Sekelompok anak laki-laki dan
perempuan menatap Maria dan tersenyum gembira. Dengan senyum di wajahnya, Maria
turun dari atas kubah.
“Yosh~ hari ini kita bermain
apa? Onee-chan tidak akan kalah, loh~?”
Setelah dengan riang menyatakan
itu, Maria mulai bermain sekuat tenaga dengan anak-anak SD tersebut. Mereka
bermain petak umpet menggunakan seluruh taman besar, dan ketika merasa lelah,
mereka dapat bermain game online di bawah rerimbunan pohon, atau mengobrol
dengan anak-anak perempuan. Setelah menghabiskan waktu seperti itu, matahari
mulai terbenam, dan anak-anak tersebut mulai pulang ke rumah masing-masing
sambil melambai kepada Maria.
“Sampai jumpa lagi ya~”
Dia melambai kembali pada mereka,
dan ketika keberadaan anak-anak itu hilang dari pandangannya ...... Maria
melihat kembali ke peralatan bermain yang berbentuk kubah dan tersenyum sedih. Perasaan
hati Maria menjadi bahagia sekaligus menyakitkan saat melihat ilusi anak
laki-laki kesayangannya yang dulu ada di sana.
Pada saat itu, angin kencang
tiba-tiba bertiup, dan Maria dengan cepat memegangi rambutnya dan memalingkan
wajahnya. Kemudian, ketika dia mengalihkan pandangannya ke arah peralatan
bermain lagi, ilusi anak laki-laki itu sudah menghilang.
“... Aku akan datang lagi ya,
Sa-kun.”
Setelah menurunkan alisnya sedikit dan mengatakan itu, Maria kembali meninggalkan tempat yang dipenuhi kenangan itu lagi.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya