Chapter 12 — Kekasih dan Majikan
“Kalau begitu, ayo kita mulai
pesta tidurnya!”
Kamp pelatihan OSIS yang diadakan
di vila keluarga Kenzaki. Pada malam pertama menginap. Di dalam kamar tempat tinggal
tiga gadis kelas satu, Yuki yang mengenakan piyama dan duduk di tepi tempat
tidur, berteriak gembira. Di sisi lain, Alisa yang mengenakan piyama juga
dengan ragu menanggapi dan membuka mulutnya.
“Apa enggak apa-apa ... di atas
tempat tidur, melakukan hal seperti ini ...”
Alisa memiringkan kepalanya
sedikit seolah-olah hati nuraninya tidak memaafkan dirinya sendiri. Tatapan
matanya tertuju pada jus dan cemilan ringan yang tertata rapi di meja samping
tempat tidur. Karena tidak ada banyak ruang untuk duduk di lantai, jadi mereka
duduk di dua tempat tidur terpisah, dengan jus dan cemilang ringan di antara
mereka ….. tapi Alisa yang mempunyai sifat serius, merasa tidak nyaman duduk di
tempat tidur untuk makan-makan atau minum.
“Jangan khawatir~ jangan
khawatir~ asalkan jangan sampai tumpah, kurasa kita akan baik-baik saja.”
Namun, Yuki yang duduk di
seberang meja samping Alisa, membawa kue choco
chips ke dalam mulutnya seolah-olah untuk menenangkannya. Ayano yang duduk
di sebelahnya, juga mengambil donat mini yang dibungkus satu per satu dan
memasukkannya ke dalam mulutnya dalam sekali gigitan, berusaha untuk tidak
menumpahkannya. Kenapa tidak ada suara ketika membuka bungkusnya itu masih
menjadi misteri. Ngomong-ngomong, tidak seperti Yuki dan Alisa, Ayano
mengenakan daster tipis. Alasan mengapa dia mengenakan daster sudah jelas. Jika
tidak memakai rok, dia tidak bisa mengambil senjata dengan cepat jika terjadi
keadaan darurat. Meski belum diketahui kapan keadaan darurat itu bakalan tiba.
“Hmm... yah, kurasa aku bisa
membersihkannya nanti, ‘kan?”
Melihat dua orang di depannya
memakan cemilan dengan lezat, Alisa sepertinya sudah bisa berdamai dengan
dirinya sendiri. Sembari mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, dia mengambil
sepotong kue choco chip di mulutnya
dan mengendurkan pipinya. Melihat pemandangan itu, Yuki mulai tersenyum lebar.
“Fufufu, memang harusnya
begitu, Alya-san. Sebelum tidur di malam hari, kita perlu menikmati makanan
manis dan jus tanpa perlu mengkhawatirkan kalori. Inilah bagian terbaik dari
pesta tidur!”
Tangan Alisa berhenti sejenak
setelah mendengar kata ‘kalori’ yang
disebutkan Yuki. Namun, ketika dia melihat Ayano yang diam-diam membawa donat
mini ke dalam mulutnya tanpa memedulikan hal itu, dia lalu mengalihkan pandangannya
ke perutnya, dan setelah beberapa detik merenung dalam diam, Alisa meraih kue cokelat
itu lagi.
...... Bila dipikir-pikir lagi
dengan tenang, melihat bagian perut Ayano sekarang sama sekali tidak bisa
dijadikan acuan. Asupan kalori yang dia
makan sekarang akan berpengaruh sampai besok, tapi Alisa berpaling dari fakta
itu.
“... Yah, mungkin ini bisa
kuanggap sebagai hidangan penutup setelah makan ... lagipula, aku juga sudah banyak
berolahraga di pantai hari ini.”
Alisa bergumam sambil mencari-cari
alasan dan membawa kue cokelat itu ke dalam mulutnya. Melihat hal itu, Yuki
tersenyum seperti iblis yang bersukacita atas kejatuhan manusia. Namun, begitu
Alisa mendongakkan kepalanya, senyumnya langsung menghilang dalam sekejap.
“Benar juga, aku terlalu asyik
dengan kompetisi memasak sampai-sampai membuat kesalahan dengan tidak
menyiapkan makanan penutup.”
“Fufu... Jika mau, kita bisa
mengadakan pertandingan makanan penutup sebagai babak kedua.”
“Ahh, itu ide yang bagus ...
upss, hampir kelupaan.”
Yuki kemudian mengambil cangkir
dengan ekspresi yang mengingatkannya pada sesuatu, dan mengangkatnya dengan
ringan.
“Pada akhirnya, kita kalah dari
para senpai ... jadi sebagai hadiah hiburan, ayo kita bersulang.”
“Apa-apaan itu?”
Sambil menertawakan saran Yuki,
Alisa juga mengambil cangkirnya sendiri. Setelah memastikan bkalau Ayano juga
diam-diam mengambil cangkirnya, Yuki mulai memimpin.
“Kalau begitu, sebagai hadiah
hiburan ... Masachika-kun no baka!”
“!? Fufufu, baka~!”
“!? ... Ber-Bersulang?”
Alisa yang terkejut sejenak dengan
teriakan Yuki langsung tersenyum geli dan ikut menimpali dengan gembira,
sementara Ayano tampak kebingungan dan ragu-ragu saat mengangkat cangkirnya. Bagi
Masachika, itu ucapan fitnah yang kejam, tapi bagaimana pun juga, suasana di antara
Yuki dan Alisa sudah semakin santai.
“Ya ampun, Masachika-kun tuh
benar-benar payah banget, iya ‘kan~. Memang benar kalau masakannya Masha-senpai
itu enak, tapi aku ingin Ia lebih memuji masakan kita dengan mengatakan, ‘Yang ini tidak kalah enaknya, kok’.”
“Betul sekali. Apalagi, Ia
salah menyebut nama hidangan dengan ekspresi songong di wajahnya, loh?”
“Ahh, yang itu sangat memalukan
sekali, bukan~”
Mereka bertiga yang hadir di
sana tahu kalau mereka tidak benar-benar serius mengatakan itu, tapi Ayano yang
tidak bisa menjelek-jelekkan majikannya meski itu cuma sekedar bahan candaan, terlihat
agak bermasalah dan gelisah. Melihat reaksi Ayano yang seperti itu, Yuki tersenyum
dan menoleh ke arahnya.
“Ayano, jika kamu punya sesuatu
yang ingin dikatakan kepada Masachika-kun, kamu bebas mengatakannya, kok?”
“Ehh!? Tidak, tidak, hal
semacam itu ... Masachika-sama merupakan orang yang benar-benar baik hati dan
luar biasa ...”
“... Orang yang baik hati? Luar
biasa?”
Ketika Ayano mengatakan itu
sambil mengecilkan bahunya, Alisa mengangkat alisnya dan menyipitkan matanya. Dia
kemudian mulai mengingat segala perilaku Masachika terhadap dirinya sendiri. Gambaran
yang muncul di benaknya adalah Masachika yang selalu menggoda, mengerjai, dan
meledek dirinya setiap kali ada kesempatan.
“... Yang ada justru, Ia
lumayan nakal, tau?”
Alisa bergumam pada dirinya
sendiri karena sedikit kesal pada gambaran yang muncul di kepalanya. Namun, Ayano
berkedip berulang kali seolah-olah tidak memahami apa yang dibicarakan, dan
bertanya sambil memiringkan kepalanya.
“... Masachika-sama, lumayan
nakal?”
“I-Iya, setiap kali ada sesuatu
yang terjadi, Ia selalu mengejekku ...”
Alisa menjawabnya sambil
sedikit tersentak oleh tatapan Ayano yang benar-benar tulus bertanya. Namun,
Ayano hanya memiringkan kepalanya dengan rasa penasaran. Lalu pada saat itu,
Yuki mengulurkan bantuan sembari tertawa.
“Fufu~, kalaupun Ayano diejek,
dia kemungkinan akan menjawab dengan wajah datar seperti ‘Apa maksudnya itu?’. Sedangkan di sisi lain, Alya-san selalu
serius dan memberikan reaksi yang menarik, mungkin itulah sebabnya Masachika-kun
jadi suka menggodamu.”
“Apa benar begitu?”
“Itu tidak membuatku senang
sama sekali ...”
“Sudah, sudah. Bukannya ini
mirip dengan yang itu? Itu loh~ sesuatu yang seperti, kamu ingin terus
menjahili orang yang kamu sukai?”
“Hmm?”
Usai mendengar kata-kata Yuki,
Alisa mengangkat alisnya dan tiba-tiba memasang ekspresi tenang di wajahnya.
“Yah, bisa jadi? Mungkin memang
bisa begitu….”
Dan saat dia mengatakan itu
sambil memain-mainkan ujung rambutnya... Alisa kemudian mengingat gambaran
dirinya yang juga sering menggoda dan meledek Masachika.
“Tidak, mana mungkin. Hal yang
semacam itu mustahil terjadi.”
Alisa langsung menarik kembali
pernyataan sebelumnya dan melepaskan tangannya dari rambutnya dengan ekspresi
cemberut.
“Ehh, ada apa?”
“Bukan apa-apa, kok? Yah, ini
mirip seperti mata dibalas mata dan gigi dibalas gigi, jadi bukan yang seperti
itu.”
“??”
Alisa dengan ringan berdeham
pada Yuki yang sepertinya tidak bisa mengikuti percakapan..
“Pertama-tama, aku tidak bisa
memahami perasaan seseorang yang ingin menjahili orang yang mereka sukai.”
“Itu sih ... karena mereka
ingin mencari perhatian kepada orang yang mereka sukai? Soalnya, anak cowok
sering melakukannya, ‘kan. Mereka akan meledek atau mempermainkan gadis yang
mereka sukai. Memangnya hal semacam itu tidak pernah terjadi padamu, Alya-san?”
“Ah... yah. Aku sih biasanya
mengabaikan mereka. Memangnya mereka pikir mereka akan disukai setelah
melakukan sesuatu yang mengganggu gadis yang mereka suka?”
Yuki tertawa kecil kepada
Alisa, yang mendengus sebal setelah mengatakan sesuatu yang tanpa ampun.
“Yah, mau usia berapapun, anak
cowok selalu saja terkadang terlihat kekanak-kanakan.”
“Betul sekali. Walaupun sudah
SMA, Ia tidak bisa tenang sama sekali, dan selalu melakukan hal-hal bodoh.”
“Fufufu, tapi saat melihat anak
cowok melakukan hal bodoh satu sama lain, pasti terkadang membuatmu berpikir
kalau itu terlihat menyenangkan, bukan~?”
“Aku sendiri berpikir kalau Ia
bebas melakukan apapun asalkan tidak mengganggu orang lain, tau? Tapi
membuka-buka majalah manga di sekolah sih sudah termasuk keterlaluan.”
“Ahh, memang benar kalau melanggar
peraturan sekolah itu tidak baik. Tapi menurutku itu masih lucu jika cuma
membawa manga saja, sih.”
“Jika sebatas manga biasa saja,
oke? Tapi Ia kadang-kadang menyeringai ketika melihat majalah gravure, loh? Aku
benar-benar berharap Ia berhenti melakukan hal semacam itu ...”
“Hmmm~ hal semacam itu memang
membuat gadis-gadis merasa risih ..... Berbicara tentang merasa risih, kamu
pasti tidak ingin mereka bergosip tentang gadis mana yang paling imut dan mana
yang memiliki payudara besar, iya ‘kan~...... Kamu bahkan masih bisa
mendengarnya dengan normal meskipun mereka sudah berbisik-bisik.”
“Benar sekali ... dan kalau
didengar baik-baik, mereka selalu membicarakan gadis dua dimensi. Hal itu
benar-benar membuatku merasa muak.”
“...? Itu benar. Kadang-kadang
mereka akan berdebat tentang siapa yang menjadi karakter favorit mereka dalam
tayangan anime yang populer, iya ‘kan.”
“Betul, betul. Lagipula, hal
itu cuma fiktif, ‘kan? Seriusan deh, aku sama sekali tidak paham kenapa Ia
begitu terobsesi dengan hal semacam itu. Setiap kali memutar gacha, Ia akan
merasa senang atau sedih tergantung pada apakah karakter favoritnya muncul atau
tidak…..”
“Hmm~~~~~?... Bukannya mereka
terobsesi karena itu karakter fiktif dan idealis?”
Sambil menjawab seperti itu,
Yuki merasakan kecurigaan yang tumbuh dalam dirinya. Kecurigaan tersebut ialah
….
(Ehh? Kami sedang
membicarakan anak cowok pada umumnya, ‘kan? Apa ini cuma perasaanku saja? Sejak
dari tadi, Alya-san sepertinya cuma
membicarakan tentang Onii-chan melulu...)
Itulah yang dia rasakan. Untuk
membuktikan kecurigaannya, Yuki mencoba membahas topik yang sedikit lebih dekat
dengan itu.
“Berbicara tentang anak cowok,
mereka selalu tidak kooperatif saat ada jadwal piket, iya ‘kan.”
“Betul sekali. Walaupun Ia
sudah melakukan bagian piketnya, tapi Ia takkan melakukan lebih dari itu.”
(Apa itu mengenai
Onii-chan?)
“Mereka pasti tidur setelah jam
pelajaran olahraga atau jam pelajaran lainnya, iya ‘kan?”
“Betul. Yah, Ia selalu kelihatan
mengantuk, sih.”
(Itu tentang Onii-chan,
iya ‘kan?)
“Juga, mereka biasanya bermain
game smartphone di sekolah, ‘kan~?”
“Benar banget. Ia selalu
membantah dengan mengatakan ‘Karena belum
memasuki jam pelajaran, jadi ini bukan pelanggaran aturan sekolah.’”
(Yup, itu sudah pasti
tentang Onii-chan)
Padahal mereka sedang
membicarakan tentang anak cowok pada umumnya, tapi Alisa jelas-jelas cuma
berbicara tentang Masachika. Pipi Yuki berkedut pada percakapan yang sedikit
menakutkan ini.
(Hahh ~? Kok aneh
banget, ya~? Di dalam dunianya Alya-san, apa keberadaan anak cowok tuh cuma
Onii-chan doang? Apakah dia seorang putri yang dipenjara di dalam menara dan
terpisah dari dunia luar?)
Jika dia melakukannya secara
sadar dengan memikirkan Masachika, mendingan cepetan menikah sana, tapi jika
dia melakukannya dengan tidak sadar, seberapa tidak tertariknya dia terhadap
anak cowok lain …... mau bagaimanapun juga, Yuki merasa kalau dia tidak boleh
menyentuh topik itu. Jadi, Yuki dengan cepat mengalihkan pandangannya dan
menengok pada Ayano yang ada di sebelahnya.
“Ngomong-ngomong, Ayano,
bukannya dari tadi kamu terus memakan donat melulu?”
“Eh, ahh ... itu benar.”
Tanpa disadari, Ayano sudah
membuka bungkusan baru yang berisi donat mini dan memegangnya di perutnya. Jangan
bilang, alasan dia membeli dua bungkus donat mini dalam perjalanan belanja pagi
tadi karena dia bermaksud memakan semuanya sendirian?
“Sama seperti Churros di taman
hiburan tempo hari, ...... kamu sangat menyukainya, ya? Kue yang digoreng.”
“I-Iya...”
“Tidak, aku bukannya
menyalahkanmu, kok.”
Ayano mengecilkan bahunya
seolah meminta maaf, tetapi tetap tidak melepaskan bungkusan cemilan itu.
Seraya tersenyum masam pada pemandangan itu, Yuki lalu menoleh ke arah Alisa.
“Jenis kue macam apa yang kamu
sukai, Alya-san?”
“Aku? Hmmm ... mungkin cokelat?
Pada dasarnya aku suka yang manis-manis, sih.”
“Oh, Alya-san ternyata menyukai
makanan yang manis-manis, ya.”
“Ya, mungkin? Tapi kalau
makanan pedas ...”
Alisa bergumam begitu dan
memberi Ayano pandangan penuh arti. Di sisi lain, Ayano juga menanggapinya
dengan berkedip penuh makna. Yuki tidak memahami arti dari pandangan itu, tapi
dia merasakan ada semacam ikatan di antara mereka berdua ketika mereka saling
menatap dan memiringkan kepalanya sedikit.
(Apa ini... persahabatan?
Tidak, lebih tepatnya ini mirip seperti kawan seperjuangan ... tidak, ini
apa-apaan sih?)
Sambil melontarkan tsukkomi di dalam batinnya, Yuki
bertanya kepada mereka berdua tentang sesuatu yang telah mengganggunya.
“... Omong-omong, Alya-san
masih memanggil Ayano dengan panggilan Kimishima-san, ‘kan?”
“Ehh? Yah, itu benar.”
“Ayano juga masih memanggilnya
dengan panggilan Alisa-sama.”
“Itu sih ... ya.”
Ketika mereka berdua bertukar
tatapan bingung, Yuki sekarang merasa seolah -olah mereka adalah sepasang
penderita gangguan komunikasi yang hubungannya tidak berkembang sama sekali.
(Apa-apaan dengan
mereka berdua ini, merepotkan sekali)
Walau berpikir demikian, Yuki tetap
menyatukan kedua tangannya dengan senyuman polos.
“Bukannya panggilan semacam itu
sangat aneh, padahal kita tinggal dalam satu kamar begini? Kurasa kita harus berhenti
memanggil dengan nama keluarga dan mulai memanggil dengan nama masing-masing
satu sama lain.”
“Eh...? Hmm. Aku sih tidak
keberatan, kok.”
“Saya juga ..... bila
Alisa-sama merasa tidak masalah dengan itu.”
(Memangnya kalian ini
pasangan yang malu-malu kucing napa!?)
Di hadapan Yuki, yang di dalam
hati membuat candaan semacam itu, Alisa dan Ayano bertukar pandang seolah-olah
sedang curi-curi pandang. Dan kemudian, Alisa membuka mulutnya dengan sungkan.
“Umm, kalau begitu... Ayano-san?”
“Ah, iya. Alisa-sa ... n.”
(Percakapan mereka
masih terlalu canggung untuk kemunculan pasangan bunga lily)
Otak wibu Yuki langsung berpacu
kencang saat mereka berdua membuat kemajuan dalam hubungan mereka, yang sedikit
mirip dengan pasangan yuri yang baru saja mulai berpacaran.
(Fumu, Apa ini Alya x
Ayano? Atau mungkin Ayano x Alya? Yang mana pun sama-sama bagus ... lebih
tepatnya, aku ingin ikut menjadi bagian dari mereka juga. Jika ada cowok yang
terjebak dalam yuri akan dibunuh, tapi jika seorang gadis yang terjebak dalam
pasangan yuri pasti akan dimaafkan, ‘kan? Kalau perlu, bagaimana kalau sekalian
melibatkan Masha-san juga yang sangat menyukai Alya-san?)
“? Yuki-san?”
“Ah, ummm ...”
Ketika Alisa memberinya tatapan
curiga saat dia memiliki fantasi yuri, Yuki segera menanyakan pertanyaan yang
muncul di benaknya.
“Oh iya, Alya-san. Mengapa kamu
sangat menolak begitu keras untuk sekamar dengan Masha-senpai?”
Walaupun itu perubahan topik
yang terlalu dipaksa untuk menyingkirkan fantasi yuri di dalam kepalanya, tapi
Alisa hanya mengerutkan kening tanpa terlalu terganggu.
“... karena aku nanti akan
dijadikan bantal.”
“Ehh?”
“... Masha tuh selalu tidur
dengan bantal yang sangat besar ... atau lebih tepatnya boneka binatang yang
besar? Jadi ketika dia bepergian dan tidak memilikinya, dia kadang-kadang
mengigau dan menggunakan apa saja yang didekatnya untuk dijadikan bantal guling
….. Setiap kali dalam perjalanan keluarga, terutama di sebuah penginapan, dia
selalu menyelinap masuk ke dalam futonku ...”
“Oh... Kalau begitu, mungkin Sarashina-senpai
sedang digunakan sebagai bantal guling sekarang, ‘kan?”
Ketika Yuki bercanda mengatakan
itu, Alisa mulai membayangkan adegan itu, dan tertawa kecil.
“Mungkin saja, tapi
Sarashina-senpai pasti akan menendangnya keluar dengan sekuat tenaga.”
“Fufufu, itu benar. Mungkin
saja dia akan ditendang dari tempat tidur.”
“Bagus tuh. Aku berharap kalau dia
belajar dari kejadian itu dan jangan pernah menggunakan orang sebagai bantal
guling lagi.”
Sambil tertawa bersama Alisa,
Yuki berpikir dalam hati, “Dijadikan
bantal guling oleh Masha-senpai? Kalau gitu, aku akan dengan senang hati
menjadi bantal gulingnya.” Begitu bunga lili mekar di otak, sepertinya hal
itu lumayan sulit untuk dihilangkan.
Setelah itu, Alisa dan Ayano,
yang
kelihatannya merasa sedikit lebih dekat karena perubahan cara panggil mereka,
mulai berbicara satu sama lain sedikit demi sedikit. Perlahan-lahan, mereka
bertiga bisa mengobrol santai layaknya gadis normal pada umumnya.
(Kurasa sudah waktunya
...)
Yuki menyatukan kedua telapak
tangannya ketika salah satu topik selesai dan memanfaatkan kesempatan itu.
“Kalau begitu, kurasa sudah
waktunya untuk membahas topik utama.”
“Topik utama?”
“???”
“Kalian berdua masih belum
memahaminya? Topik utama dari pesta tidur tentu saja tentang obrolan kisah
cinta!”
“……Apa iya?”
Mendengar pernyataan Yuki yang
menggembirakan, reaksi Alisa sedikit lamban. Ketika Alisa jelas-jelas
menunjukkan kalau dia tidak terlalu tertarik dengan topik tersebut ... Yuki
meninggikan suaranya dengan riang.
“Aku sudah lama memimpikan hal
ini! Berkumpul dengan teman-temanku dan mengobrol tentang cinta sampai
sepuasnya!”
“!!”
Pipi Alisa berkedut ketika
mendengar perkataan “teman” dari
mulut Yuki. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya darinya dengan ekspresi yang
tidak terlalu tertarik dan perlahan-lahan menyisir rambutnya ke belakang.
“Engg …hmm~? Begitu? Kalau gitu
yah... ayo kita lakukan? Obrolan tentang cinta.”
Pada saat itu, senyum gelap
muncul di wajah Yuki, seolah-olah suara hatinya yang berkata ‘gampangan banget~’ bisa terdengar.
Namun, karena itu cuma sesaat, Alisa yang membuang muka tidak menyadarinya.
“Kalau begitu ... mari kita
mulai dengan tipe cowok ideal. Ngomong-ngomong, tipe cowok idealku adalah orang
yang pengertian dan baik hati. Bagaimana dengan Ayano?”
“Kalau saya ... benar juga. Mungkin cowok yang selalu
mengajak saya merupakan tipe ideal?”
“Ahh~, Ayano bukan orang yang
tegas, sih ... Alya-san sendiri gimana?”
“Orang serius dan terhormat
yang selalu berusaha untuk mengembangkan dirinya sendiri.”
“Hee~”
Sementara sedikit terkejut
dengan jawaban cepat Alisa mengenai topik semacam itu, Yuki merasa sedikit ragu
tentang jawaban tersebut dan memiringkan kepalanya.
“... Bukannya itu berarti
seseorang yang mirip denganmu adalah tipe cowok ideal Alya-san?”
“Yah, itu benar. Bukannya itu
penting untuk memiliki nilai derajat yang sama?”
“Itu memang benar sih, tapi …...
mengingat kepribadian Alya-san, tipe orang seperti itu mungkin bisa menjadi
saingan yang baik, tapi kupikir kamu takkan mengembangkan perasaan romantis
untuknya .....”
“Ehh?”
“Tidak, dalam kasus Alya-san,
kamu mungkin akan mengakui dan bersaing dengan cowok tersebut, tapi kamu takkan
pernah bergandengan tangan dengannya ...”
Begitu mendengar perkataan
Yuki, pandangan mata Alisa melebar karena terkejut dan perlahan meletakkan
tangannya di dagunya. Dia lalu menelaah kata-kata Yuki dengan ekspresi serius
selama beberapa detik sebelum mengangguk dalam-dalam.
“... Ketika mendengarmu bilang
begitu, mungkin itu ada benarnya juga. Jika begitu, maka ... orang yang masih
bisa kuhormati, tapi mempunyai sifat yang cukup ramah ... Yah, orang yang
sedikit luar biasa sampai tidak bisa disaingi…..”
Pada saat mengatakannnya
sebanyak itu, Alisa membuka matanya lebar-lebar sejenak dan mengangkat
wajahnya. Kemudian dia menyisir rambutnya dan membuat wajah cuek seolah-olah
berusaha menutupi sesuatu.
“... Yah, itu sama sekali tidak
penting. Lebih dari itu, mengenai tipe cowok ideal Yuki-san ...”
“Ya?”
“Apa … ummm, … Apa kamu
memiliki perasaan khusus kepada seseorang?”
Ketika Alisa memain-mainkan
ujung rambutnya dan meliriknya, Yuki bisa segera menebak niatnya dan berpikir
dalam hati, “Ahh~ begitu ya….”
(Begitu rupanya. Jadi
dia penasaran apa aku akan menjadi saingan cintanya atau bukan, ya)
Tak diragukan lagi dalam benak
Yuki kalau Alisa menaruh perasaan kepada Masachika.
Mempertimbangkan hal tersebut, hal
yang sebenarnya ingin ditanyakan Alisa ialah, “Apa kamu menyukai Masachika-kun juga?”. Ditambah lagi, Yuki pernah
menyatakan kepada Alisa kalau dia mencintai Masachika. Adapun bagi Alisa, dia
ingin mengambil kesempatan ini untuk mengkonfirmasi kebenarannya ... dan itulah
yang sedang dia lakukan sekarang.
(Fumu .... Aku bisa
saja mengatakannya dengan tegas, “Aku cuma menunjukkan kasih sayang antar
keluarga kepada Masachika-kun, loh~?”)
Alisa pastinya akan merasa lega
jika dia mengatakan itu. Membeberkan hubungan ikatan darah mereka memang
terdengar cukup menarik bagi Yuki, tapi….
(Tapi yang begitu terlalu
membosankan, iya ‘kan~?)
Dengan senyum iblis dalam hati,
Yuki hanya menunjukkan senyum penuh arti.
“Hmm, entahlah~?”
“Kamu malah bertanya balik ...
Bukankah gunanya obrolan cinta untuk membicarakan itu?”
“Ehhh~ habisnya ... rasanya
sangat memalukan, sih.”
Sembari memegangi pipinya dengan
kedua tangan, Yuki menggoyangkan tubuhnya dengan malu-malu. Yuki tidak
mengabaikan cahaya serius yang bersemayam di mata Alisa ketika dia melihatnya.
(Kufufu, dia salah
paham, dia salah paham. Yah begitulah~ jika ada gadis yang berperilaku
malu-malu begini, kamu biasanya berpikir, “Apa kamu tidak berani mengatakanyan
...?” iya ‘kan~)
Yuki tertawa jahat dalam hati
pada kenyataan bahwa dia mampu mengundang kesalahpahaman. Semua ini demi
mempermainkan Alisa …... bukan, semuanya demi bisa membantu kehidupan asmara
kakak tercintanya. Karena kehadiran saingan selalu bisa mempercepat perkembangan
cinta. Yuki tak segan-segan memainkan peran sebagai saingan demi memajukan
kemajuan asmara antara kakaknya dan Alisa.
(Kuhehehe~ jika
seandainya Alya-san resmi berpacaran dengan Onii-chan ... kira-kira, ekspresi
macam apa yang akan dia buat nanti saat mengetahui kalau aku sebenarnya adalah
adik perempuan dari pacarnya?)
Yup ... mungkin semua itu demi
kesenangannya sendiri. Diiringi dengan senyum jahat yang terlihat seperti iblis
di dalam batinnya, Yuki berpura-pura menjadi gadis polos dan menengok ke arah
Alisa.
“Kalau begitu, jika Alya-san
mau cerita duluan, aku juga akan menceritakannya, loh?”
“Ehh?”
“Aku ingin mendengar kisah
cinta Alya-san.”
“Meski kamu mengatakan itu ... aku
tidak pernah jatuh cinta kepada seorang cowok.”
“Ehh, benarkah?”
Menanggapi jawaban Alisa, Yuki
membuka matanya dengan terkejut dan menutup mulutnya dengan tangan seraya
berpikir dalam hati, “Mulut mana yang
bicara begitu?”. Bibir Alisa sedikit cemberut tidak puas dengan reaksi yang
sangat mengejutkan itu.
“Apaan sih ... tidak masalah,
‘kan? Meski tidak pernah merasakan jatuh cinta.”
“Tentu saja tidak masalah, tapi
..... karena Alya-san sangat populer, jadi kupikir kamu mungkin pernah
mengalaminya setidaknya sekali.”
“Sama sekali tidak pernah...
Lagian, bukan berarti orang yang memiliki banyak pengalaman asmara terlihat
jauh lebih baik, bukan? Entah kenapa, ada semacam kecenderungan sosial, kalau
seseorang tidak punya pengalaman cinta, mereka akan diejek atau
diolok-olok .... sebenarnya apa-apaan
sih, itu?”
“Uh, ummm~ ... yah, memiliki
banyak pengalaman cinta berarti kamu memiliki pesona feminin ... Ada juga
orang-orang yang cuma ingin merasa superior, sehingga mereka bisa mengungguli
orang-orang di sekitar mereka.”
“Dari sudut pandangku, tipe
orang semacam itu sepeti mengakui kalau mereka tak menjaga kesucian mereka
sendiri.”
Alisa mendengus dengan ekspresi
kesal, seolah-olah dia pernah mengalami pengalaman diejek semacam itu. Yuki
tersenyum masam dalam hati pada ucapan yang tidak cocok untuk obrolan cinta itu
sendiri.
“Ummm ... apa jangan-jangan,
Alya-san merupakan tipe gadis yang semacam itu? Tipe yang meyakini kalau kamu
harus menjaga kesucianmu sampai kamu menikah?”
“Ap-Apa kita sampai
membicarakan itu juga?”
“Itu sih tentu saja. Obrolan
tentang cinta memang seperti itu, ‘kan?”
Alisa mengalihkan pandangannya dengan
pipi yang sedikit merah merona pada topik seksual yang tak terduga ….. tapi
Yuki mengangguk dengan senyum yang sangat alami. Senyumnya yang jelas itu
membuat Alisa sedikit bimbang dan berpikir.
“Uh, ummm~ ... aku takkan
mengatakannya sampai sejauh itu sih, tapi menurutku, hanya orang-orang yang sudah
berkomitmen satu sama lain yang akan melakukan hal seperti itu?”
Mungkin merasa malu dengan apa
yang dia katakan, Alisa menajamkan pandangannya sementara rona merah di pipinya
semakin meningkat, dan dia terus berbicara dengan nada yang lebih kuat.
“Maksudku, gadis mana pun akan
memimpikan itu, ‘kan? Pertama kali jatuh cinta kepada seseorang, lalu
berpacaran dengan seseorang yang kamu cintai untuk pertama kalinya, dan
kemudian menikah dengan orang tersebut, lalu menghabiskan sisa hidupmu
dengannya!”
“Hmm……”
Yuki kesulitan menjawab atas pernyataaan
lugas Alisa. Yah, dia memang memahami apa yang ingin dikatakannya.
Berpacaran dengan orang yang
kamu sukai untuk pertama kalinya, memadu kasih dengan lancar tanpa saling
berselingkuh, lalu menikah dalam beberapa tahun kemudian, dan hidup bahagia
selamanya~ ... bisa dibilang, itu adalah perkembangan yang bisa digambarkan
sebagai jalan super mulus di manga shoujo. Jadi, bukannya dia tidak memahami
kalau pernyataan itu mencerminkan cita-cita semua gadis di dunia. Namun ...
(Di beberapa belahan dunia,
ada juga gadis yang idealnya ingin menjadi populer dan dimanjakan oleh pria
yang baik, dan ada banyak gadis yang menganggap kalau pernikahan adalah tentang
uang, bukannya cinta ..... Sebaliknya, gadis-gadis yang berpegang teguh pada
cinta murni cukup langka di jaman sekarang, bukan?)
Faktanya, sebagai seseorang
yang dikelilingi oleh beberapa gadis yang membuat pernyataan seperti itu, mau
tak mau dia memandang Alisa dengan tatapan lembut.
“... Apa? Apa-apaan dengan
tatapan mata itu?”
“Ah, tidak, bukan apa-apa ...
aku hanya berpikir kalau Alya-san ternyata otak manga shoujo yang sangat
romantis dan gadis bucin yang polos.”
“....”
Perkataan Yuki yang agak
tersirat membuat Alisa berpikir dalam hati,
“Entah kenapa, aku merasa sedang diejek?” dan mengerutkan keningnya. Namun
untuk membahasnya, Alisa masih sedikit enggan pada Yuki. Seandainya saja dia
melawan Masachika, Alisa akan mencecarnya tanpa ampun. Namun, Yuki sepertinya
merasakan sesuatu dalam keheningan Alisa. Dia lalu mengalihkan pandangannya
dari Alisa dan menoleh ke Ayano, yang berada di sampingnya.
“Fufufu, itu jalan pemikiran
yang sangat bagus. Bukankah kamu juga berpikir begitu, Ayano?”
“!!!”
Mata Ayano melebar ketika dia
tiba-tiba diminta untuk berbicara. Dia segera mencoba untuk menjawab pertanyaan
majikannya, tapi mulutnya justru sudah dipenuhi donat. Tidak sopan kalau dia
berbicara dengan keadaan seperti itu. Namun, meski berusaha menelannya dengan
cepat, donat itu masih tidak mudah melewati tenggorokannya. Dia masih
kekurangan air untuk mendorongnya.
“!!”
Ayano meraih cangkir di meja
samping untuk mencari air. Namun, ketika dia menyadari kalau di dalamnya berisi
jus jeruk, dia mengangkat cangkir dan segera berhenti bergerak. Karena tindakan
menggabungkan donat manis dengan jus jeruk merupakan di luar selera Ayano.
Namun, ketika ditanya mana yang harus diprioritaskan antara seleranya dan
situasi dimana majikannya sedang menunggu...!
“Uh! ~~~~ ... Puha, ya, saya
pikir begitu.”
“Yup, entah kenapa, maafin ya?”
Yuki memiringkan kepalanya
dalam kesulitan ketika Ayano menuangkan sesuatu ke dalam mulutnya dengan cara
yang mengerikan.
“Tidak, Yuki-sama tidak perlu
meminta maaf segala. Benar sekali. Saya sepenuhnya setuju dengan pendapat Alisa-san.
Setelah mengambil keputusan yang mantap, saya akan mengabdikan diri sepenuhnya.
Itulah idealnya.”
“…hmm?”
Yuki memiringkan kepalanya
ketika mendengar perkataan Ayano. Entah bagaimana, Ayano sepertinya sedang membicarakan
hal lain yang bukan mengenai obrolan
cinta ... Tapi sebelum pertanyaan itu bisa terjawab, Alisa langsung menimpali
pendapat Ayano.
“Sudah kuduga, memang benar
begitu, ‘kan! Mengabdikan diri pada satu orang yang kamu sukai selama seumur
hidupmu. Itulah yang harus dilakukan seorang wanita!”
“Begitu……”
Ayano membuka mulutnya terhadap
kata-kata Alisa ... dan tertegun. Pupil mata hitamnya mengarah ke atas pada
suatu sudut dan menelusuri setengah lingkaran di sekitar langit-langit. Lalu
dia memiringkan kepalanya.
“? Ayano-san?”
“Tidak ... saya merasa kalau saya
tidak perlu terpaku pada satu orang ...”
“Ehhh.....”
Kali ini ucapan Ayano membuat
Alisa tertegun. Ekspresi wajah Alisa benar-benar mirip seperti “Aku dikhianati!”, tapi perkataan Ayano
selanjutnya membuat dia membelalakan matanya dengan lebar.
“Saya pikir dua orang pun tidak
masalah ...”
“Du-Dua orang?”
“Saya memang mempunyai satu
tubuh, tapi jika berusaha keras, entah bagaimana saya bisa menanganinya.”
“Ditambah lagi, pada saat yang
bersamaan!?”
Di dalam benak Alisa, dia
membayangkan Ayano diapit oleh dua cowok di kedua sisinya dan tertawa centil
nan genit. Lebih jauh lagi, pernyataan Ayano sendiri tentang “pada saat yang sama” memunculkan
gambaran tentang Ayano yang berurusan
dengan dua cowok pada saat yang bersamaan ...... ketika membayangkan itu, wajah
Alisa langsung berubah merah padam. Kemudian, Alisa menajamkan pandangannya dan
secara refleks meninggikan nada suaranya.
“Ja-Jangan, yang begitu tuh
enggak boleh! Ah, enggak, kalau orangnya sendiri setuju dengan itu sih tidak
masalah, tapi ...... po-pokoknya, seorang pelajar enggak boleh bersikap tidak
bermoral seperti itu!”
“? Tidak bermoral?”
“Ka-Karena, dua orang
sekaligus...!”
Alisa tak bisa berkata apa-apa
lebih lanjut karena delusi mesum yang muncul di dalam otaknya. Kebetulan, ketidakjelasan
keseluruhan imajinasi bukan karena pembatasan yang dipaksakan sendiri, tapi
hanya karena kurangnya pengetahuan Alisa. Bagaimanapun juga, batas pengetahuan
Alisa di area itu berada pada level manga shoujo, yang hanya menggambarkan
bagian atas tubuh mereka yang saling berpelukan..
(Mungkin dia sedang
berfantasi seperti ini~)
Di sisi lain, melihat reaksi
yang Alisa seperti itu, Yuki bisa membayangkan adegan Ayano yang “Ahhhnnn~” atau “Iyaaaaannnn~~~” dari depan dan belakang. Imajinasi yang ini
memiliki adegan sempurna dalam setiap detail. Sebaliknya, dia justru harus
lebih membatasi diri sendiri. Tentu saja, Yuki menyadari kalau Ayano tidak
bermaksud demikian. Dia memang menyadarinya, tapi...
(Karena kelihatannya
menarik, jadi mendingan tutup mulut aja, deh)
Di hadapan Yuki yang dengan
kejam memilih untuk tetap diam, percakapan dua orang yang tidak selaras itu
masih terus berlanjut.
“? Saya pikir kita tidak perlu
terpaku pada laki-laki melulu?”
“Eh!? Se-Sesama gadis pun tidak
masalah!? It-Itu berarti ….”
“Tentu saja, Alisa-san juga
termasuk, kok?”
“Eh, ehhhhhhhhhhh~~~~!?”
Alisa segera mengungsi ke
tempat tidur sambil memegangi tubuhnya dengan kedua tangan dan berteriak
melengking. Melihat reaksi yang tak terduga itu, Ayano memiringkan kepalanya
dengan penasaran.
(... Ya. Mungkin dia
berusaha mengatakan kalau jika Alya-san menikahi Onii-chan, dia juga akan
memberikan dedikasinya padanya... Fatalnya, kata-katanya masih kurang lengkap,
sih.)
Yuki secara naluriah menatap
Ayano dengan tatapan lembut, tapi Ayano sepertinya tidak menyadari tatapan
majikannya dan berkedip cepat seolah-olah dia baru kepikiran mengenai sesuatu.
“Benar juga... kalau begitu,
mungkin suatu saat nanti ada empat orang secara bersamaan.”
“Em-Empat orang...!? Ehh, nanti
bagaimana kamu melakukannya?”
Rupanya, itu sudah terlalu
sulit untuk dipahami dan kali ini dia benar-benar tertarik pada hal itu. Sambil
tersipu, Alisa bersandar di tempat tidur dengan mengerutkan alisnya. Di sisi
lain, tatapan Ayano berkeliaran dengan wajah tanpa ekspresi seperti biasanya.
“... Hmm, benar juga. Mungkin
saya kira dua orang secara bergantian setiap hari?”
“Ka-Kamu mau melakukannya
secara bergantian...!?”
“Tidak, tentu saja, jika
semuanya tinggal bersama, itu berarti empat orang pada saat yang bersamaan.”
“Tinggal bersama … ma-maksudnya
sarang cinta…?”
“Bahkan jika itu yang terjadi,
saya takkan melakukannya dengan setengah-setengah, Saya akan tetap melayani
dengan sepenuh hati.”
“Jadi kamu tetap melayani, ya
...”
“Ya, saya sudah menerima
beberapa pelatihan dalam kasus seperti itu.”
“Pe-Pelatihan ... Funyaa~~”
Rupanya, otaknya benar-benar
kelebihan kapasitas. Seluruh tubuh Alisa memerah seolah-olah dia telah direbus,
dan dia mengeluarkan tangisan yang menghancurkan jiwa dan jatuh terlentang di
atas tempat tidur.
“! Alisa-san, apa kamu
baik-baik saja? Sebenarnya apa yang...”
“Puhahahahahahahaha...!”
Ayano menatap kosong pada Alisa,
yang pandangan matanya terlihat berkunang-kunang di tempat tidur. Yuki yang sudah
tidak tahan lagi dengan adegan lucu itu, mulai tertawa terbahak-bahak. Kemudian,
sambil menyeka air mata dari sudut matanya, dia berkata kepada Ayano yang
matanya bergetar dengan tatapan bingung.
“Fufufu... sepertinya Alya-san sedikit kelelahan, ya? Oh iya, Ayano, bagaimana kalau kamu saja yang mengurus calon (sementara) majikanmu?”
“Mengurusnya ...?”
“Ya. Secara khususnya ...”
……Setelah itu.
Sekitar sepuluh menit kemudian,
kesadaran Alisa mulai kembali dan menemukan dirinya berbaring di tempat tidur
di atas bantal pangkuan Ayano yang sedang mengipasi wajahnya ….. berkat
kesalahpahaman berbagai hal, Alisa jadi mengeluarkan jeritan aneh.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya