Chapter 4 — Terperangkap dalam Naluri Perbud*kan dan Keibuan
Rutinitas pagi Chinatsu dimulai
dengan bunyi alarmnya.
Suara alarmnya cukup bising
dengan caranya sendiri, tapi itu jauh lebih baik daripada ketiduran dan berangkat
terlambat. Tapi untuk hari ini, otak Chinatsu langsung terbangun.
“…! Madoka-san!!!”
Chinatsu merasa senang karena Ia
bisa bertemu dengannya lagi hari ini, tapi Ia ingin memastikan apakah keadaan Madoka
baik-baik saja. Jika dia mencoba bunuh diri lagi ... Ia takkan bisa
menjumpainya lagi.
Chinatsu lupa mencuci muka dan masih
mengenakan piyamanya saat berlari keluar kamarnya, langsung menuju kamar
Madoka. Sambil berusaha menekan emosinya, Ia membunyikan interkom dan mendengar
langkah kaki dari dalam.
“…Ah, syukurlah!”
Langkah kaki yang didengarnya berarti
menunjukkan kalau Madoka ada di sana.
“…Ah, aku belum mengganti
pakaianku dan mencuci muka!”
Kemudian, Chinatsu baru
menyadari kondisinya sekarang. Tapi semua itu sudah terlambat, dan pintunya langsung
terbuka begitu saja.
“Chinatsu-kun? Selamat pagi…
Ada apa? Apa ada sesuatu yang terjadi?”
Madoka berjalan mendekat dengan
rambut hitamnya yang indah berayun dan mata biru safirnya yang memantulkan sosok
Chinatsu. Rupanya, Madoka berpikir sesuatu mungkin telah terjadi pada Chinatsu
dari caranya memandangnya. Ia mengkhawatirkan Madoka, dan itulah sebabnya Ia
mencoba mencari tahu… tapi sepertinya Madoka sudah menebaknya.
“Ah, jangan-jangan kamu
mengkhawatirkanku?”
“…Itu … Iya. Tepat setelah aku
bangun, aku ingin memastikan kalau Madoka-san ada di sini.”
“Yah,
kamu terlihat baik-baik saja,” imbuh Chinatsu sambil
tersenyum masam. Saat mengatakan kalau Ia belum mengganti pakaiannya atau
bahkan mencuci wajahnya karena itu, pandangan matanya langsung berubah menjadi
sangat gelap. Pada saat yang sama, mulutnya ditutupi dengan sesuatu yang luar
biasa lembut, dan aroma wangi yang seakan-akan melelehkan otaknya menggelitik
hidungnya.
Ya, Chinatsu sedang dipeluk
oleh Madoka.
Dengan lengan yang melingkari
bagian belakang kepalanya, Chinatsu berada dalam situasi di mana dirinya
benar-benar tidak dapat melarikan diri, tapi dirinya masih menikmati sensasi
yang terasa seperti di khayangan. Misteri tubuh gadis, yang membangkitkan rasa
malu dan kegembiraan, bisa Ia nikmati pagi-pagi dengan tubuhnya sendiri.
“Kamu benar-benar baik sekali…
Sungguh. Hei, Chinatsu-kun, aku tidak tahu apa kamu akan senang dengan ini,
tapi aku sudah membuatkan bekal makan siang untukmu.”
“Ehh? Benarkah?”
“Ya. Apa kamu ingin membawanya
ke sekolah?”
Ketika membayangkan bekal makan
siang yang dibuat oleh gadis pujaan hatinya membangkitkan semangat Chinatsu.
Setelah membalas dengan mengangguk
senang, Madoka lalu mengundang Chinatsu ke dalam kamarnya. Ini adalah kunjungan
yang sama seperti kemarin, dan ketika memasuki ruangan, Chinatsu bisa mencium
aroma harum ruangan yang manis dan wangi.
“Kamu bisa membukanya saat jam
istirahat makan siang. Sampai saat itu, tolong nantikan itu, oke?”
“Ah iya…”
Kotak bekal makan siang itu
sangat berat. Bukan berat dalam artian sebenarnya, tetapi karena itu adalah
kotak bekal makan siang pertama yang dibuat oleh bukan keluarga lawan jenis.
Saat Ia dengan tegas menerima beban itu, pipi Chinatsu memerah dengan aura kebahagiaan,
yang mana Ia sendiri tidak menyadarinya.
“Hah!?”
Pada saat itu, Madoka langsung duduk
merosot di tempat.
Situasi yang begitu mendadak secara
alami mengejutkan Chinatsu, dan Ia bergegas untuk menanyakan apa ada yang
salah, tapi Madoka menyuruhnya untuk tidak khawatir dan perlahan berdiri.
“Rasanya sangat menyenangkan
bisa membuat seseorang bahagia… Hei Chinatsu-kun, aku sudah berpikir sejak tadi
malam…”
“Ya?”
Madoka yang wajahnya masih
sedikit memerah dan tatapan matanya tertuju pada Chinatsu, terus melanjutkan.
“Ketika berpacaran dengan mantanku
itu bukanlah cinta, itu sama sekali bukan cinta, hanya aku saja yang bertingkah
seperti orang bodoh. Jadi sekarang sudah tidak apa-apa, aku sudah bisa move on.”
Kalimat yang Madoka sampaikan
sambil tersenyum meyakinkan Chinatsu bahwa dia bisa bergerak maju.
Chinatsu masih kurang bisa
menilai apakah senyuman itu beneran menandakan kalau Madoka sudah baik-baik
saja atau tidak, tapi perkataannya itu sudah cukup membuat Chinatsu berpikir
bahwa semuanya sudah baik-baik saja.
“Selain itu…”
Madoka sekali lagi mendekatkan
wajahnya ke arah muka Chinatsu. .
Suhu tubuh Chinatsu naik tajam
lagi karena aroma yang dia pancarkan. Entah dia bisa mengetahui keadaan
Chinatsu atau tidak, Madoka langsung tersenyum dan memeluknya lagi.
“Kamu bilang kalau aku boleh
tinggal di sisimu ‘kan, Chinatsu-kun? Itu sebabnya semuanya sudah baik-baik
saja ... Karena sekarang aku sudah punya alasan untuk hidup~♪”
“…Madoka-san?”
Chinatsu hampir menyadari sedikit
kegelapan yang tersembunyi di dalam kata-katanya yang ceria, tetapi ketika melihat
senyum lembut Madoka, hal tersebut tidak mengganggunya lagi. Chinatsu
mengangguk dan meninggalkan ruangan.
“... Pesona wanita dewasa
memang terlalu berbahaya.”
Secara alami Ia bergumam begitu.
“~~ kun! Chi~natsu~kun…!”
“?”
Begitu meninggalkan kamar
Madoka, Ia bisa mendengar suara teredam dari dalam… Memikirkan hal itu,
Chinatsu memutuskan sudah waktunya untuk berangkat, jadi Ia kembali ke kamarnya
sendiri, selesai bersiap-siap, dan pergi ke sekolah.
◇◇◇◇
[Sudut Pandang Madoka]
Sesaat setelah Chinatsu pergi,
Madoka langsung bermain dengan dirinya
sendiri*, menyandarkan punggungnya ke pintu depan seolah-olah untuk
menghilangkan panas dari tubuhnya. (TN: IYKWIM ( ͡° ͜Ê– ͡°))
“…! …Chinatsu-kun~!”
Memang benar kalau dia sudah
menyiapkan bekal makan siang kejutan untuk Chinatsu, tapi Madoka tidak pernah
menyangka kalau Ia akan datang dalam keadaan gelisah seperti itu. Hal itu
menunjukkan kalau Chinatsu sangat mengkhawatirkan Madoka.
Hal itu saja sudah cukup membuatnya
bahagia, tapi ketika Chinatsu menunjukkan ekspresi sneang setelah melihat bento
yang dibuatnya, Madoka sudah tak bisa menahannya lagi. Dia tidak bisa menahan
cinta yang meluap-luap dari dalam dadanya. Bahkan saat ini dia berusaha sekuat
tenaga menahan keinginannya untuk lebih berhubungan fisik dengan Chinatsu.
“…Aku takkan bisa melakukan ini
sebelum aku berangkat kuliah, ‘kan?”
Setelah melihat jari-jarinya yang terbungkus kehangatan dan tersenyum, Madoka juga
mulai bersiap-siap.
Hari ini dia membuat makan
siang untuk Chinatsu, dan sebisa mungkin, dia akan membuatnya setiap hari mulai
sekarang. Dia juga ingin memberi tahu ibu Chinatsu kalau dia ingin merawatnya,
karena Madoka tetap ingin melakukan segalanya untuk Chinatsu.
“Chinatsu-kun… Kamu telah
mengawasiku begitu dekat… Benar juga, Chinatsu-kun selalu mengawasiku.”
Kemudian proses pemikirannya
melompat lagi.
Madoka lalu tersenyum dan meyakini
kalau alasan kenapa Chinatsu bisa tinggal di sebelah kamar apartemennya ialah
demi momen ini.
“Kali ini aku akan membalasmu.
Aku akan melindungi hatiku dan mengabdikan diriku untukmu yang memintaku untuk
berada di sisimu. Aku akan menjadi Madokamu…
Jadi, Chinatsu-kun, aku boleh memikirkanmu, ‘kan? Kamu tak keberatan kalau aku mencintaimu,
‘kan? ”
Ketika Chinatsu dalam
fantasinya mengangguk, itu saja sudah cukup untuk membuat tubuh Madoka bergetar
kesenangan.
Madoka sendiri tidak
menyadarinya karena hatinya telah sekarat sampai sekarang, tetapi jauh di dalam
dirinya ada rasa penghambaan yang ingin mengabdikan dirinya untuk orang-orang
yang dicintainya. Hanya saja, perasaan tersebut tidak pernah muncul sampai
sekarang, tapi perasaan itu bangkit dalam arti sebenarnya melalui kontak dengan
Chinatsu.
“Aku harus bekerja keras
untukmu, Chinatsu-kun. Aku akan membuatmu… menenggelamkan dirimu dalam diriku.”
Dan terlepas dari penghambaan
ini, ada naluri keibuan yang besar.
Terlepas dari sisi jantannya,
wajah malu-malu Chinatsu saat melakukan sentuhan sekecil apa pun, merangsang
insting keibuan Madoka. Ketika keibuan dan kewanitaannya dirangsang, bahkan
Madoka tidak bisa lagi menahan diri.
“Mungkin aku akan mengajaknya
makan malam malam ini… Ya, ayo lakukan itu. Enaknya kita harus pergi makan
sukiyaki… dan kita bisa berbelanja dalam perjalanan pulang~♪”
Madoka sangat senang ketika
membayangkan bisa menikmati makan malam yang lezat bersama Chinatsu.
Ketika dia berangkat ke kampus,
dia mungkin akan bertemu dengan mantan pacarnya, dan bahkan mungkin melihat
selingkuhan mantannya itu. Namun bagi Madoka, hal semacam itu sudah tidak terlalu
penting lagi.
Faktanya, dia sudah tidak
peduli seberapa bajingan mantan pacarnya yang suka berbicara seenak jidatnya, dan
lebih baik segera memiliki perasaan untuk Chinatsu .... Namun, perasaan yang
dia miliki untuk Chinatsu tidak bisa dibandingkan dengan apapun yang pernah dia
rasakan. Itulah sebabnya Madoka memaksakan dirinya untuk mempercayai, kalau perasaannya
ini merupakan cinta sejati.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya