Chapter 5 — Menari di Ladang Ranjau Cinta
“…Ah, aku sangat senang sekali.”
Begitu tiba di sekolah,
Chinatsu bergumam pada dirinya sendiri sambil memegang tasnya dengan sangat
hati-hati.
Ia belum melihat isian di
dalamnya, tapi itu adalah kotak makan siang yang didapatkan dari Madoka.
Chinatsu merasa sangat penasaran dengan isinya, karena Ia belum pernah merasakan
bekal makan siang dari orang lain selain dari ibunya.
“…Ups, aku nanti dikira orang
aneh jika cengar-cengir sendiri.”
Ia sekarang berada di dalam
ruang kelasnya, tempat para siswa berkumpul. Itu sebabnya Chinatsu berhasil
mengencangkan ekspresinya, karena Ia akan dipandang aneh jika dirinya
cengar-cengir tanpa alasan yang jelas. Tapi begitu Ia memikirkan Madoka,
pipinya langsung mengendur.
Sementara Chinatsu bertarung
melawan pipinya yang mengendur seperti ini, dua orang memasuki kelas. Sepasang
muda-mudi itu meletakkan tas mereka di atas meja saat menyapa teman-teman mereka,
dan secara alami berjalan ke tempat duduk Chinatsu.
“Yo~ Chinatsu.”
“Selamat pagi, Nacchan!”
Mereka berdua mempunyai wajah
yang rupawan.
Mereka adalah bakacouple yang Chinatsu temani kemarin
sebelum memergoki Madoka yang mencoba bunuh diri.
Cowok yang menyapanya dengan
ramah mempunyai badan bongsor, wajah tampan yang menonjol dan sangat
berkembang, bernama Asakusa Ryoma. Sedangkan gadis yang menyapanya dengan nama
julukan merupakan gadis cantik dengan kompleks tentang dadanya yang agak kecil,
bernama Minase Shirayuki.
“Entah kenapa, kelihatannya
suasana hatimu sedikit lagi bahagia.”
“Betul banget. Hey, memangnya
apa yang terjadi?”
Mereka berdua menanyakan itu
padanya, dan Chinatsu tidak yakin bagaimana harus menjawabnya, tetapi mereka
tampaknya merasa bahwa akan lebih baik untuk tidak menanyakan begitu banyak
pertanyaan kepadanya. Mereka sering terlibat satu sama lain, sehingga mereka
tahu batasan mana yang pantas untuk ditanyakan satu sama lain.
“Yah, ada sesuatu yang terjadi
... Tapi hanya itu saja.”
“Hm~”
“Hee, begitu rupanya.”
Jadi hanya sebatas itu saja
ceritanya.
Bukan karena ingin mengubah topik
pembicaraan, tapi Chinatsu yang mengalihkan perhatiannya ke Shirayuki, membuka
mulutnya dengan sedikit jengkel.
“Hei, Shirayuki, bisa enggak
kamu berhenti memanggilku Nacchan?”
“Eh~~? Kenapa~?”
“… Kuku.”
Shirayuki mengungkapkan
kecurigaannya yang jujur pada kata-kata Chinatsu, dan
Ryoma, yang tahu alasannya, menutup mulutnya dengan tangannya dan berusaha menahan
tawa. Sekarang, mengapa Chinatsu mengatakan ini? …Itu, dalam arti tertentu,
kompleksnya yang telah berlangsung lama.
“Panggilan itu membuatku
terdengar seperti gadis.”
“Ehh~ tapi panggilan begitu terdengar
imut, tau~♪”
“… Kuku.”
Ya, Chinatsu adalah nama yang
sedikit kekanak-kanakan. Ia takkan mengatakannya sampai Ia tidak menyukainya
karena itu diberikan kepadanya oleh orang tuanya, tetapi Ia sedikit terganggu
dengan nama itu karena Ia pernah sedikit dipermainkan saat SMP dulu.
“Menurutku itu imut, kok …
Ryoma juga berpikir begitu, bukan?”
“Ya.”
“…Dasar kampret kalian …”
Yah, percakapan begini sudah
sering terjadi beberapa kali.
Sejak Shirayuki dan Chinatsu
saling mengenal, cara dia memanggilnya tidak berubah. Dia sangat menyukainya
sampai repot-repot akan mendatanginya dan memanggilnya ‘Nacchan, Nacchan’ setiap kali melihatnya.
“……?”
“…Apa ada yang salah?”
Ketika Chinatsu menjawab
Shirayuki, yang menatapnya, Shirayuki menggelengkan kepalanya.
“Bukan apa-apa. Hei Nacchan,
jika kamu ada masalah, kamu bisa mengandalkanku, oke? Baik Ryoma dan aku akan
membantumu.”
“…Ya, aku mengerti.”
Suasananya tiba-tiba menjad agak
aneh, jadi Chinatsu memiringkan kepalanya ke arah Shirayuki, yang menggelengkan
kepalanya seolah-olah tidak ada yang terjadi. Yah, pagi itu dimulai dengan
obrolan yang menyenangkan dengan teman-teman, dan waktu pun terus berlalu. Lalu
akhirnya, waktu istirahat makan siang sudah tiba.
“Sudah waktunya makan siang,
Nacchan!”
“Aku lapar banget, nih!”
“Benar! Ayo makan segera!”
“… Nacchan?”
“…Apa ada yang salah?”
Chinatsu tidak sabar untuk
memakan bekal makan siangnya, dan mereka berdua menatap ke arahnya dengan wajah
keheranan, tapi Chinatsu tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan hal itu.
Kemudian seperti biasa, mereka menyatukan meja mereka dan Chinatsu membuka
tutup bekal makan siangnya.
“…Oh~♪”
“Uwaah, apa-apaan ini?”
“Makananmu kelihatan lezat.
Bagaimana kamu membuatnya… Tidak, mana mungkin kamu bisa membuatnya.”
Suara mereka berdua sama sekali
tidak masuk ke lubang telinga Chinatsu.
Isian dari bekal makan siang hanya
terdiri dari onigiri biasa dan berbagai macam lauk pauk, bekal makan siang yang
sangat biasa. Tapi Chinatsu tahu kalau isiannya sudah disiapkan dengan
hati-hati dan kandungan nutrisinya dipikirkan dengan baik. Walaupun itu hanya
sekedar bekal makan siangnya, tapi hidangan itu kelihatannya sangat lezat,
seakan-akan bekal itu menyuruh Chinatsu untuk segera memakannya.
“…Itadakimasu.”
Chinatsu perlahan mengambil
sumpitnya dan setengah terkesan kalau ini merupakan bekal yang dibuat Madoka
untuknya. Pertama-tama, Ia memasukkan telur dadar ke dalam mulutnya...
Kemudian, rasa manis yang luar biasa menyebar di dalam mulutnya.
“… Enak~♪”
“Nacchan, siapa yang membuat bekal
makan siang ini?”
“Enak banget… nyam, nyam… Ohh♪”
“Nacchan… Hei Nacchan!!”
Telinga Chinatsu sudah
benar-benar tuli.
Hal itu menunjukkan betapa
lezatnya bekal yang dibuat Madoka untuknya. Itu adalah hidangan khas bento,
telur dadar, tahu goreng, sosis… Tapi semuanya terasa sangat enak.
“Ryomaaaa! Nacchan
mengabaikanku!!!”
“Cup, cup, sudah, sudah.”
Akhirnya, Shirayuki menangis
pada Ryouma. Tapi meski begitu, Chinatsu sepertinya tidak terlalu
memedulikannya dan memakan habis semua isi bekalnya.
“…Fiuh, terima kasih untuk
makanannya.”
Chinatsu menuangkan teh ke
dalam tenggorokannya, lalu sembari memancarkan ekspresi puas dan senyum lebar
di wajahnya, Ia mengatupkan kedua tangannya. Kemudian akhirnya, Ia melihat mata
Shirayuki yang berkaca-kaca dan memanggilnya.
“Apa ada yang salah?”
“…Aku benci Nacchan!”
“Memangnya aku salah apa!?”
“Hmph… Kamu bahkan tidak bisa
melihatku, ya?”
“Kamu lagi kesambet apa sih?”
Gumaman Chinatsu ditenggelamkan oleh amukan Shirayuki.
Nah, seperti yang bisa dilihat
sekarang, Hubungan Chinatsu dan pasangan ini cukup dekat. Mereka pertama kali
bertemu saat baru memasuki SMA, menghabiskan satu tahun bersama dan sekarang
mereka sudah menginjak kelas 2. Hubungan mereka lumayan baik. Itu sebabnya,
mereka sering bertengkar seperti ini dan mereka cepat berbaikan.
“Baiklah, baiklah! Aku mendapat
bekal ini dari Onee-san yang tinggal di sebelah kamar apartemenku!”
“Onee-san!”
“Dari kamar sebelah!”
Pada akhirnya Chinatsu mau
mengaku, tapi Ia tidak keberatan apa itu diketahui atau tidak. Meski Ryoma dan
Shirayuki mengatakan dengan gelisah bahwa mereka akan memeriksanya di lain
waktu mereka datang berkunjung, Chinatsu hanya bisa berharap bahwa hari seperti
itu takkan pernah datang.
Kemudian waktu di sekolah terus
berlalu dan sekarang waktu yang ditunggu-tunggu ketika sepulang sekolah.
Setelah bergaul dengan mereka
sebentar seperti kemarin, Chinatsu meninggalkan mereka dan kembali kegedung
apartemennya. Saat ini sudah lewat jam lima sore dan Madoka pasti sudah pulang
dari kampusnya.
“Mari kita lakukan!”
Chinatsu masih merasa gugup,
tapi Ia menguatkan tekadnya.
Begitu Ia membunyikan interkom,
Chinatsu bisa mendengar langkah kaki dan segera melihat wajah Madoka… tapi
ekspresinya langsung dibuat terkejut dan tatapan matanya tertuju pada satu
titik tertentu di wajah Madoka.
“Selamat datang kembali,
Chinatsu-kun!”
“Ah, ya… aku pulang…”
Ia berhasil menjawabnya, tapi
tatapan Chinatsu terfokus pada pipi Madoka… Pipinya terlihat membengkak merah
seolah-olah ada yang menamparnya.
“… Ah, begitu ya. Bekasnya
masih memerah.”
“Apa yang sudah terjadi,
Madoka-san?”
“Ah…♪”
Madoka terlihat senang saat
melihat tatapan mata Chinatsu sedikit menajam, tapi Ia tidak sempat
memperhatikannya. Madoka kemudian mengundang Chinatsu ke kamarnya dan
menceritakan apa yang terjadi.
“…Jadi itulah yang sebenarnya
terjadi?”
“Iya. Yah, tapi sejujurnya, semua
itu tidak terlalu penting lagi.”
Ketika berangkat ke kampusnya,
Madoka bertemu dengan mantan pacarnya dan pacar dari mantannya itu, lalu
terlibat dengan mereka, tapi wanita itu justru marah-marah karena kurangnya
reaksi Madoka dan menampar pipinya. Kemudian terjadi keributan besar, lalu
pihak lain mengira kalau situasinya menjadi semakin buruk dan pergi
meninggalkan Madoka.
“Terima kasih banyak karena
sudah mengkhawatirkanku.”
“Tidak ada apa-apa…”
Untungnya, pembengkakan di pipi
Madoka tidak terlalu parah, dan bisa segera hilang sepenuhnya dalam beberapa
jam. Akan tetapi, Chinatsu dipenuhi dengan perasaan marah yang tak berdaya terhadap
orang yang sudah melibatkan Madoka sedemikian rupa sehingga dia harus melalui
semua masalah itu.
“Chinatsu-kun.”
“Ap— !?”
Chinatsu gemetar karena marah,
tetapi segera diselimuti oleh kelembutan yang menghanyutkannya.
“…Kamu benar-benar peduli
padaku ya, Chinatsu-kun. Aku senang… Aku sungguh senang sekali.”
“Itu sih–”
“–Itu sih sudah pasti, itulah yang ingin kamu katakan, kan? Ah…
Chinatsu-kun”
Madoka lalu dengan berani
memeluk Chinatsu.
Chinatsu yang wajahnya terkubur
di dada Madoka, sama sekali tidak menyadarinya. Tapi senyum Madoka sedikit
terdistorsi. Penyebabnya karena sebagian dia merasa senang saat mengetahui
kalau Chinatsu sangat mengkhawatirkannya, tapi lebih dari segalanya, itu karena
Chinatsu tampak seperti seorang majikan yang marah karena barang miliknya dirusak.
“Ngomong-ngomong, bagaimana dengan bekal makan siangnya?”
“Ah… Rasanya enak. Itu
benar-benar lezat!”
“Begitu ya, syukurlah. Hei, Chinatsu,
jika kamu mau, aku bisa terus membuatnya untukmu, kok.”
Madoka berbisik dengan wajah yang
sangat dekat dengan telinga Chinatsu.
Senyum Madoka semakin dalam saat
melihat Chinatsu yang kebingungan tetapi tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Dia lalu menggerakkan mulutnya dengan sangat pelan sehingga tidak ada yang
bisa mendengarnya.
–Ah…
Master ♥…~ ♪