Eiyuu to Majo Jilid 1 Bab 2 Bagian 4

Bab 2 Bagian 4

 

Aku pulang ke rumah dengan sepedaku.

Jadwal untuk pekerjaan sambilanku akan segera dimulai, tapi aku masih harus pulang ke rumah untuk berganti pakaian terlebih dahulu.

Karena pergelangan kakiku yang terkilir, aku membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya untuk sampai di rumah.

“Aku pulang.” Kataku sambil membuka kunci pintu rumahku.

Mengucapkan salam semacam itu hanyalah kebiasaan karena saat ini tidak ada orang di rumah.

Kedua orang tuaku sama-sama sibuk bekerja. Ayahku bekerja di kota lain, sedangkan ibuku takkan kembali sampai larut malam. Aku memiliki seorang kakak perempuan, tapi dia mulai tinggal sendiri semenjak menjadi mahasiswa. Itu sebabnya setiap kali aku kembali dari sekolah, tidak akan ada yang menyambutku di rumah.

Aku menaiki tangga dan berjalan ke kamarku yang berada di lantai dua.

Dibandingkan dengan kamar si penyihir, kamarku hanyalah kamar biasa pada umumnya.

Ada tempat tidur, meja belajar, kursi, laci, dan rak buku kecil di dalamnya. Hanya ada lima atau enam manga dan novel yang berjejer di rak buku, perbedaan mencolok dibandingkan dengan banyaknya koleksi buku si penyihir.

Ups, aku harus berhenti memikirkan hal-hal semacam itu.

Aku mengambil seragam untuk pekerjaan sambilanku dan bergegas keluar rumah.

Tujuanku saat ini adalah restoran keluarga yang terletak di depan stasiun. Aku mempunyai beberapa pekerjaan sambilan, tapi aku memiliki shift paling banyak di sana karena bayarannya lebih baik daripada pekerjaan yang lain.

“Hei, Shiraishi-senpai~”

Saat aku sedang dalam perjalanan, tiba-tiba aku mendengar suara seseorang yang memanggil namaku.

Aku berbalik untuk melihat seorang gadis berkacamata melambai padaku. Rambutnya yang berwarna kastanye diikat rapi dengan gaya kuncir kuda.

“Kawasaki? Kamu ada shift hari ini?”

Gadis itu adalah Kawasaki Saya, seorang senpai dalam pekerjaan sambilanku dan seorang kouhai di sekolahku.

“Ehh? Bukannya aku sudah memberitahumu tentang ini kemarin?”

Dia membalas dengan muka cemberut, meletakkan tangannya di pinggulnya dan terus menegurku. Gesturnya tampak seperti mencoba merayuku atau sesuatu dan aku sadar bahwa dia adalah tipe gadis yang benar-benar melakukan begitu.

“Memangnya kamu pikir aku akan mengingat semua yang kamu katakan padaku?”

Dia berbicara kepadaku sepanjang waktu selama bekerja pada hari kemarin.

Aku terlalu mengantuk untuk mendengarkan ocehannya, jadi aku tidak ingat semuanya.

“Ka-Kamu jahat sekali, senpai! Kamu akan membuatku menangis, loh! Hiks, hiks, aku menangis! Kamu membuat kouhaimu menangis, senpai! Sekarang, kamu harus menghiburku!”

“Jika kamu beneran menangis, tentu aku akan melakukannya.”

“Aku menangis tau! Lihat nih? Ada air mata di mataku!”

“Wow, kamu benar-benar bisa menangis saat diminta seperti itu? Kamu harus mencoba menjadi seorang aktris, kamu pasti bakalan terkenal.”

“Sebenarnya, ini hanya demamku.”

“Oke, aku akan menarik kembali pujianku. Kalau dipikir-pikir, sekarang sudah memasuki musim panas, ya?”

“Benar. Ngomong-ngomong, senpai, tahu enggak kalau kamu mengalami demam parah, tidak peduli apa musimnya, kamu masih akan menangis?”

“Uwah, itu terdengar mengerikan…”

“Aku baru saja mengarangnya, aku tidak beneran lagi demam.”

“Jadi, percakapan ini cuma untuk membuang-buang waktu, ya.”

“Hahaha, inilah kenapa aku menyukaimu, senpai. Kamu selalu mengikuti leluconku~”

Kawasaki tertawa saat dia menggodaku.

Digoda oleh seseorang yang lebih muda seperti dia membuat harga diriku hancur, tapi melihat senyumnya membuatku ingin mengampuninya.

Dasar gadis berwajah cantik, itu sangat tidak adil. Itu sama dengan penyihir juga.

“Ngomong-ngomong Senpai, bukannya kamu memiliki terlalu banyak shift akhir-akhir ini?”

“Memangnya kenapa?”

“Apa kamu tidak perlu lebih banyak waktu untuk belajar? Ujian akhir sudah dekat, tau?”

Ah, benar, aku melupakan itu. Ujian akhir semester akan dimulai pada minggu depan. Jika aku tidak ingin mendapat nilai merah, aku harus belajar mati-matian pada minggu ini. Ugh, merepotkan sekali.

“Kamu sendiri bagaimana?”

“Ini hari terakhirku. Aku akan cuti sampai ujian selesai!”

“Kamu mendapatkannya dengan baik, ya?”

“Apa maksudmu, senpai? Bukannya kamu bisa melakukan hal yang sama?”

“Tidak bisa. Manajer meminta bantuanku. Maksudku, ada banyak siswa seperti kita yang bekerja di sana, ‘kan? Kita akan kekurangan staf, jadi aku tidak punya pilihan lain.”

Sebenarnya, aku baru saja lupa kalau kami akan menghadapi ujian UAS.

Aku mengangkat bahuku saat Kawasaki menatapku dengan pandangan tidak yakin.

“Tapi kamu bisa saja menolaknya seperti yang aku lakukan, ‘kan?”

“Berbeda denganmu, aku tidak terlalu peduli dengan nilaiku. Jadi aku tidak keberatan untuk melakukannya.”

Aku benar-benar baru ingat tentang ujian.

“… Astaga, baiklah, lakukan apapun yang kamu suka, senpai.”

Saat kami sedang mengobrol, kami memasuki gedung restoran keluarga.

Tiba-tiba, Kawasaki berhenti ketika sesuatu muncul di benaknya.

“…Ngomong-ngomong, senpai, apa kakimu baik-baik saja?”

“Hah, kamu menyadarinya? Bukan masalah kok, aku hanya menabrak sesuatu. Tertawakan aku jika kamu mau.”

...Dia lumayan peka juga, ya? Sejauh ini, hanya si penyihir yang menyadarinya, tapi itu sudah sewajarnya karena dia adalah penyihir.

Kawasaki kemudian terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mendesah frustasi.

“…Tolong jangan terlalu berlebihan, senpai.”

“Berhentilah bereaksi berlebihan.  Ini cuma cedera kecil, jadi aku bisa menangani ini, tidak masalah.”

Aku senang dia mengkhawatirkanku, tapi aku tidak pernah memaksakan diri sejak aku bereinkarnasi ke dunia ini.

Tidak seperti di dunia itu, aku hanya melakukan apa pun yang bisa kulakukan.

 

◇◇◇◇

 

Pekerjaan di tempat sambilanku dibagi menjadi dua, bagian dapur dan bagian pelayanan. Karena aku bisa melakukan keduanya, peranku adalah mengisi salah satu dari keduanya yang kekurangan staf. Hari ini, aku kebagian menjadi bagian pelayanan, yang berarti aku akan menjadi pelayan.

Seperti yang diharapkan, jumlah orang mulai meningkat segera setelah waktu makan malam dimulai. Karena restoran terletak tepat di depan stasiun, kami mendapat lebih banyak pelanggan daripada restoran biasa. Sulit berurusan dengan begitu banyak orang sekaligus, terutama karena kami selalu kekurangan staf, tetapi karena bayarannya sangat bagus, pekerjaannya sendiri tidak terlalu buruk. Upah seribu yen* per jam sangat jarang terjadi di prefektur ini. (TN: Kurang lebih sekitar 130k kalau dirupiahkan)

“Selamat datang. Meja untuk berapa orang?”

Berkat pengalaman dari kehidupanku sebelumnya, aku sebenarnya bisa menebak dari langkah kaki mereka berapa banyak orang yang akan datang ke restoran. Dalam hal ini, ada empat orang. Ngomong-ngomong, aku masih bisa melakukan ini bahkan saat tempat ini sedang ramai.

Di medan perang, ada kalanya aku harus bertarung dengan pandangan yang terhalang, jadi aku harus memahami situasi di sekitarku menggunakan indraku yang lain, terutama pendengaran. Alasan kenapa aku begitu kuat saat itu bukan karena kekuatanku, ilmu pedang atau eksorsisme, tapi karena panca inderaku yang tajam secara tidak wajar.

Walaupun aku bereinkarnasi, panca inderaku masih mempertahankan ketajaman itu, yang mana itu saja sudah cukup aneh. Kamu mengira kalau kamu takkan mempertahankan indramu saat kau berpindah ke tubuh yang berbeda, tetapi inilah yang terjadi padaku.

Aku terus melayani pelanggan sambil memikirkan hal-hal seperti itu. Ada lebih banyak orang dari biasanya hari ini dan sayangnya, kami tidak dapat melayani mereka semua karena kekurangan tenaga kerja. Lambat laun, jumlah pelanggan yang menunggu di ruang tunggu semakin bertambah.

“Terima kasih sudah menunggu, ini pesanan anda.”

Baik Kawasaki dan aku melakukan pekerjaan kami dengan baik, tapi ada karyawan baru yang melakukan pekerjaannya dengan sedikit buruk. Padahal, dia melakukannya dengan cukup baik untuk pendatang baru. Kalau tidak salah namanya adalah ... Takase-san?

“…Senpai, keadaannya mulai terlihat sangat buruk di sini.”

Di tengah kekacauan, Kawasaki berjalan mendekat dan berbicara denganku.

“Ada begitu banyak pelanggan yang menunggu… Dan beberapa dari mereka kelihatan berbahaya…”

Benar, ada beberapa orang yang bertampang berandalan tengah menunggu di ruang tunggu dengan ekspresi jengkel. Aku mengerti perasaan mereka, aku juga benci menunggu. Membayangkan harus menunggu puluhan menit hanya untuk makan di restoran keluarga saja sudah membuatku kesal. Nah, jika itu adalah toko ramen yang enak, aku takkan keberatan menunggunya meskipun itu memakan waktu berjam-jam.

“Yah, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Bagian dapur juga mengalami kesulitan.”

Tidak peduli seberapa baik kami melayani pelanggan, itu takkan membuat situasi di dapur menjadi lebih baik. Mereka saat ini sedang kewalahan dengan banyaknya pesanan. Aku bisa pergi ke sana untuk membantu mereka tetapi, jika aku melakukan itu, bagian pelayanan akan kewalahan. Seperti yang sudah kubilang berkali-kali, kami kekurangan staf.

Saat aku memikirkan itu…

Prangg bunyi pecah bernada tinggi bergema di seluruh ruangan. Ketika aku berbalik, aku melihat si pendatang baru jatuh ke lantai. Sepertinya dia sedang membawa pesanan karena lantai di sekitarnya dipenuhi dengan makanan yang berserakan dan pecahan piring yang pecah.

“Dasar bangs*t ...”

Tidak hanya itu saja, ada beberapa makanan yang berceceran di celana seseorang yang sedang menunggu di ruang tunggu. Sialnya lagi, orang tersebut adalah salah satu cowok bertampang berandal yang disebutkan Kawasaki sebelumnya.

“Sa-Saya benar-benar minta maaf!”

“Emangnya kamu pikir minta maaf saja sudah cukup?! Kamu membuatku menunggu begitu lama dan ditambah lagi dengan yang ini—!”

Takase-san berusaha meminta maaf dengan putus asa, tapi pelanggan tersebut tidak mengindahkannya.

“I-Ini gawat, senpai.” Ucap Kawasaki dengan wajah pucat.

Aku segera berlari menuju sisi Takase-san untuk membantunya meminta maaf kepada pelanggan itu, tapi aku justru melihatnya menendang salah satu piring utuh di tanah ke arah Takase-san.

Aku berhasil menangkap piring terbang tepat sebelum menabraknya. Untungnya, aku bisa membaca gerakannya sebelum benar-benar menghantamnya. Takase-san menatap pemandangan di depannya dengan linglung.

“Maaf banget, kakiku terpeleset, sama seperti wanita yang ada di sana itu”

Pria itu tampak terkejut ketika melihatku berhasil mengambil piring, tetapi Ia dengan santai bertindak seolah-olah Ia melakukannya dengan tidak sengaja.

... Orang ini seriusan? Memangnya Ia tidak menyadari bahwa jika itu benar-benar mengenainya, kami bisa saja menuntutnya atas penyerangan?

Jika di dunia itu, perilaku semacam ini masih akan diterima, tapi melakukan sesuatu seperti ini di dunia ini? Aku hanya bisa melihat orang yang melakukan ini sebagai tindakan bodoh. Melakukan perilaku ini di dunia yang menjunjung tinggi hukum merupakan tindakan  bodoh, risikonya terlalu tinggi.

“…Maaf, tapi area ini sedikit berbahaya karena ada pecahan piring. Untuk beberapa alasan piringnya juga bisa terbang sendiri, jadi apa anda tidak keberatan untuk pindah ke tempat lain sebentar?”

Tetap saja, aku tidak bisa memperlakukannya dengan kasar karena aku berhasil menghentikannya dan Ia juga mengklaim itu sebagai kecelakaan. Lagi pula, kesalahan pertama adalah dari pihak kami, bukan mereka.

Itulah mengapa aku memberinya beberapa jalan keluar dengan mengatakan itu ... Tapi sepertinya orang ini lebih bodoh dari yang kuduga.

“Keparat, jangan terbawa suasana!”

Entah Ia merasa kesal karena sikapku yang meremehkan atau hanya dibutakan oleh amarahnya. Apa pun alasannya, Ia meraih kerahku dan menarikku mendekat padanya. Dalam hal itu, lingkungan di sekitar kami mulai membuat keributan.

“O-Oi, Masato… A-Aku pikir kamu sudah terlalu berlebihan…”

Teman-temannya melangkah maju, mencoba menghentikannya. Mereka tampak seperti kelompok yang berbahaya, tapi setidaknya mereka tahu bahwa mereka benar-benar bertindak berlebihan dengan melakukan ini. Rupanya, satu-satunya orang idiot di grup mereka adalah cowok bernama Masato ini.

Kemudian, Takase-san yang linglung, perlahan berdiri dan menundukkan kepalanya lagi.

“U-Um, a-aku benar-benar minta maaf, semuanya salahku, j-ajadi jika kamu ingin menyalahkan seseorang–”

Sungguh gadis yang sangat baik hati. Jika aku berada di posisinya, aku bahkan takkan repot-repot meminta maaf kepadanya. Tapi kurasa dia mencoba membuatnya melepaskanku.

Tetapi, jika semuanya berjalan sesuai keinginannya, kemarahannya akan kembali tertuju padanya dan aku tidak ingin itu terjadi. Tidak masalah jika Ia menyerangku, tetapi jika Ia menyerang Takase-san, itu akan merepotkan. Siapa yang tahu hal apa yang akan dilakukan si idiot ini, jadi aku tidak berani mengambil risiko apa pun di sini. Aku mendengus padanya untuk membuatnya gelisah.

“Dasar—”

Tindakan itu berhasil membuatnya kehilangan semua kesabarannya. Ia lalu memukulku sekeras mungkin.

Aku bisa saja menghindarinya dengan mudah, tapi itu akan menjadi bumerang. Jadi, aku memutuskan untuk menerima pukulannya, membelokkan benturan dan menjatuhkan diri ke lantai untuk mengubah ini menjadi pemandangan yang lebih besar. Segera setelah itu terjadi, pelanggan wanita di sekitar kami mulai berteriak.

“S-Senpai?!”

Kawasaki pun datang mendekatiku, tapi aku menghentikannya dengan isyarat dan mengatakan kepadanya bahwa aku baik-baik saja.

Pria yang memukulku tadi menyadari apa yang terjadi dan ekspresinya berubah sangat buruk, seolah-olah Ia baru saja mengunyah pil pahit.

“Cih, dasar brengsek…”

Kemudian, Ia segera bergegas keluar dari restoran. Teman-temannya yang lain mengikutinya tidak lama kemudian.

Nah, mungkin sampai di situ saja. Masalah sudah terpecahkan, kurasa…

Aku menghela nafas lega dan memanggil Takase-san.

“Apa kamu baik-baik saja?”

“Y-Ya!”

Dia menganggukkan kepalanya, bubliran air mata mengalir di pipinya.

Segera setelah itu, dia berkata,

“Da-Daripada itu, apa kamu baik-baik saja, Shiraishi-san?!”

Aku tersenyum untuk meyakinkannya bahwa dia tidak perlu mengkhawatirkanku.

"Aku baik-baik saja. Aku cukup kuat, loh?”

Pukulan itu bahkan sama sekali tidak menyakitiku. Aku hanya membuatnya tampak berlebihan untuk membuat mereka meninggalkan tempat itu dengan cepat.

“Apa maksudmu dengan baik-baik saja? Lihat ini.”

Sementara aku memikirkan hal seperti itu, Kawasaki meraih tanganku dengan frustrasi.

Ketika aku melihat tanganku dari dekat, aku bisa melihat darah menetes darinya. Goresan? Apa tanganku tak sengaja terkena serpihan piring saat melakukan tindakan itu? Hebat, aku membodohi diriku sendiri saat itu.

“‘Ini cuma goresan saja, kok. Jangan khawatir."

Namun, aku masih harus mengobatinya dengan cepat atau luka ini akan menjadi penghalang untuk pekerjaanku.

“A-Apa maksudmu?! K-Kamu berdarah, tau!”

Takase-san berteriak dengan wajah yang sepertinya akan segera menangis.

Ini benar-benar bukan masalah besar. Aku takkan mati sebanyak ini. Aku tahu persis seberapa banyak darah yang perlu kamu keluarkan untuk membunuh seseorang, berkat pengalaman dari kehidupanku yang sebelumnya.

“Senpai… Apa kamu tidak merasa sakit?”

Tanya Kawasaki dengan suara khawatir.

“Rasa sakit sebanyak ini tidaklah seberapa, aku bahkan hampir tidak bisa merasakannya. Aku baik-baik saja, aku akan mengobatinya secepat mugnkin. ”

Aku tersenyum untuk meyakinkannya dan pergi ke ruang khusus staff.

Aku berkata dengan jujur. Aku menerima luka yang jauh lebih menyedihkan daripada ini di kehidupanku yang sebelumnya.

Dibandingkan dengan itu, luka semacam ini bukanlah apa-apa.

Bagaimanapun juga, untung saja semua orang baik-baik saja setelah semua itu.

Akhirnya, pengalamanku dari kehidupanku yang sebelumnya bisa berguna kali ini.

Jika aku bisa menggunakannya untuk membantu orang lain di dunia ini juga, itu saja sudah lebih dari cukup untuk membuatku senang.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama