Eiyuu to Majo Jilid 1 Bab 2 Bagian 3

Bab 2 Bagian 3

 

Setelah itu, kami berdua hanya berjalan bersama dalam keadaan mulut tertutup rapat.

Walaupun aku merasa kalau aku tidak ingin mengatakan apa pun kepada mantan musuh bebuyutanku, tapi pada saat yang sama, aku juga ingin membicarakan banyak hal dengannya. Saat aku sedang memikirkan hal konyol semacama itu, Si penyihir tiba-tiba berhenti.

“Di sini tempatnya.”

Dia berkata dengan acuh tak acuh.

Namun masalahnya, tempat yang dia tunjuk ialah apartemen yang sangat mewah. Pemikiran kalau anak SMA akan tinggal sendirian di sana sangatlah aneh karena betapa mahal biaya sewanya.

“…Eh, kamu seriusan?”

“Apa ada yang salah? Kenapa kamu memasang wajah konyol semacam itu?”

Si penyihir memiringkan kepalanya dengan bingung ketika menatapku.

“Orang tuamu ... Apa mereka orang yang kaya raya atau semacamnya?”

“Hah? Aku tidak tahu ... Mereka cuma, normal kurasa?”

Si penyihir mengatakan itu dengan wajah kebingungan. Dia kemudian melanjutkan untuk mengambil kartu dan menggeseknya di depan pintu aula depan apartemen. Pintu kemudian dibuka segera setelah itu dan kami disambut oleh lobi yang sangat luas.

Diriku yang hanyalah orang biasa, tidak bisa berbuat apa-apa selain gemetaran dan mengeluarkan suara lemah pada pemandangan ini.

Si Penyihir tidak menyadari keadaan batinku, dan dengan cepat masuk ke dalam lift. Aku buru-buru mengikutinya dari belakang. Aku tidak ingin ditinggalkan olehnya dan ditangkap oleh para penjaga keamanan.

"Menakjubkan…”

Di dalam lift ada dinding yang terbuat dari kaca tempered. Kami bisa melihat seluruh pemandangan kota dari sini.

“Sejak dari tadi kamu selalu bereaksi berlebihan tentang hal-hal paling konyol.” Kata penyihir itu sambil mengangkat bahu.

“Tentu sajalah! Aku lahir dalam keluarga normal, oke? ”

Ketimbang meledekku, dia hanya tidak memahami apa yang menakjubkan tentang situasinya.

Karena dia tidak punya teman, dia jadi tidak menyadari kalau lingkungan tempat tinggalnya sama sekali tidak normal. Kegagalan dalam bersosialisasi selama bertahun-tahun mengakibatkan kurangnya akal sehat.

“Kurangnya akal sehatmu tidak berubah sama sekali, ya? Inilah sebabnya kenapa kamu harus mencoba dan bersosialisasi dengan lebih banyak orang supaya kamu bisa belajar tentang dunia tempat dimana kamu tinggal dengan benar.”

“…Apa begitu?”

Penyihir itu memiliki ekspresi gelisah di wajahnya. Mungkin kata-kataku akhirnya berhasil mengulik hatinya.

“Dengan kata lain, berhenti membaca buku kemanapun kamu pergi.”

“A-Aku tidak melakukan itu! La-Lagipula, aku belajar tentang dunia ini melalui buku-buku itu!”

Dia memalingkan wajahnya sambil mendengus 'hmph'.

Akhirnya lift pun berhenti. Aku bahkan tidak tahu sudah berapa lantai yang sudah kami lalui.

Si Penyihir turun dari lift dan membuka kunci pintu sebuah ruangan di ujung lorong dan memasukinya.

“Sebenarnya aku tidak ingin kamu berada di sini, tapi masuklah.”

“Pe-Permisi…”

Saat aku mengikuti dibelakang penyihir dengan takut-takut dan memasuki ruangan, aroma khas buku menggelitik hidungku.

Ada beberapa rak buku yang berjejer pada dinding ruangan yang luas itu. Semuanya penuh dengan buku. Bahkan ada beberapa buku yang tidak muat di rak karena tidak ada tempat yang kosong lagi. Buku-buku itu ditumpuk rapi di lantai.

Di tengah ruangan, ada sebuah meja yang dikelilingi oleh dua sofa.

Si Penyihir duduk di salah satu dari dua sofa itu dan aku duduk di sofa di seberangnya.

“Kamar ini sangat besar…”

Ruangannya sendiri cukup luas, tapi rasanya menyesakkan bagiku. Mungkin itu karena jiwa miskinku yang merasa panik.

Bahkan di kehidupanku sebelumnya, aku tidak hidup dalam kemewahan seperti ini. Ya, mereka memberiku kamar pribadi yang sebesar kamar ini karena aku adalah seorang pahlawan, tapi aku tidak banyak menggunakannya karena aku harus sering bepergian. Aku dulu justru sering tidur di penginapan yang murah.

“Ngomong-ngomong, bukannya menurutmu terlalu ada banyak buku di sini?”

“… Apa boleh buat, ‘kan? Ada begitu banyak buku menarik di dunia ini.” Kata si penyihir sambil mengalihkan pandangannya dariku.

“Tidak seperti di dunia sebelumnya, buku-buku di sini sangat murah dan keluargaku akan membelikanku buku sebanyak yang aku mau…”

Kalau dipikir-pikir lagi, dia juga lumayan kutu buku di dunia itu. Tapi karena bahan kertas di sana sangatkah langka, jadi harga buku menjadi sangat mahal.

“Hmm…”

Saat aku melihat-lihatnya lagi dari dekat, ada banyak manga dan novel ringan di rak bukunya. Ada juga buku-buku lain, seperti film dokumenter sejarah.

Aku menyadari kalau ada lebih banyak manga shounen dan novel ringan daripada apa pun di sana.

“Ma-Mau bagaimana lagi, ‘kan?! B-Buku cerita di dunia ini menarik!”

Aku tidak mengatakan apa-apa, tapi dia tiba-tiba mulai membela dirinya.

“Dari dulu kamu memang selalu menyukai cerita seperti ini, ‘kan? Aku ingat pandanganmu selalu berbinar-binar setiap kali mendengarkan cerita para penyair. Aku tahu kamu menyukai cerita heroik seperti ksatria yang membunuh naga jahat dan semacamnya…”

Rasanya sungguh nostalgia sekali. Bayangkan saja reaksi para penyair jika mereka mengetahui kalau gadis muda yang kegirangan seperti anak kecil di sekitar mereka adalah Penyihir Malapetaka itu sendiri.

“…Ehem. Aku akan membuatkanmu teh.”

Mungkin karena mengingat sejarah kelamnya, si penyihir tersipu dan berdeham. Kemudian, dia bangkit dari tempat duduknya dan kembali tidak lama kemudian dengan dua cangkir di tangannya.

“Kupikir aku tidak diterima di sini.”

“Kamu masihlah tamu, ini hanya sikap beramah-tamah saja Jika kamu tidak menginginkannya, kamu tinggal membuangnya saja. ”

“Tidak, tidak, terima kasih atas keramahannya.”

Si Penyihir berkata dengan nada meremehkan dan duduk di sofa.

Tata krama dan gerak-geriknya terlihat anggun nan indah.

Yah, karena dia adalah seorang Ojou-sama, dia pasti telah dididik dengan baik sejak usia muda.

Aku berharap dia akan menunjukkan keanggunan sebanyak ini ketika berbicara dengan orang lain selain diriku.

Saat aku sedang mengagumi kecantikannya, tiba-tiba si penyihir berseru,

“Panas!”

Penyihir yang baru saja menyesap tehnya saat ini menjulurkan lidahnya. Air mata mulai terbentuk di sudut matanya.

“…Ehem.”

Tidak, tidak, kesanku mengenai dirimu sudah hancur dari dulu, berpura-pura berdeham takkan merubah pendapatku.

Kalau dipikir-pikir, dari dulu dia tidak bisa langsung mencicipi makanan yang panas-panas juga.

“A-Aku akan membiarkannya dingin dulu ...”

Si Penyihir mengalihkan pandangannya ke jendela, dan berusaha menyembunyikan rasa malunya.

Aku diam-diam menyesap tehku.

“Mm, ya, ini teh yang enak.”

Aku tidak tahu menahu mengenai teh, tapi ini pasti the yang mahal. Fakta bahwa itu mahal berarti itu adalah teh yang enak. Jadi, aku harus bertindak seolah-olah aku tahu banyak tentang teh di sini dan memberikan pujian yang pantas untuknya.

“Padahal ini hanya teh instan yang aku beli dari minimarket, kok.”

“Oi, apaan sih? Kenapa kamu tiba-tiba mengeluarkan produk rakyat jelata?”

“Kamu tidak tahu apa-apa tentang teh, ‘kan?”

Si Penyihir mengangkat bahunya dan meletakkan cangkirnya ke tatakan teh.

“Baiklah, kurasa sudah waktunya bagi kita untuk memulainya.”

“Kenapa kamu bertindak songong ketika kamu yang meminta bantuanku?”

Serius, setidaknya bersikap merendah tentang hal itu, kek.

“Menurutmu ini salah siapa?”

“Meski begitu… Yah, terserahlah, rasanya menjijikkan jika kamu tetap memperlakukanku dengan sopan. Selain itu, ini merupakan sesuatu yang harus kulakukan juga. ”

Si Penyihir kemudian berdiri dan duduk di sebelahku.

Sesaat, aku pikir dia memiliki motif tersembunyi, kemudian aku menyadari bahwa dia melakukannya sehingga kami bisa mulai menghilangkan kutukannya.

“O-Oke, kamu bisa memulainya kapan pun kamu mau.”

Untuk beberapa alasan, suaranya sedikit gagap dan wajahnya memerah.

…Melihat reaksinya yang seperti ini membuatku tersadar akan kenyataan bahwa saat ini aku berada di dalam kamar seorang gadis dan duduk sangat dekat dengannya. Tenang, dia cuma si penyihir, jangan sampai berpikir yang aneh-aneh…

“Ba-Baiklah, ayo lakukan.”

“Y-Ya …”

Si Penyihir lalu mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arahku.

Aroma harum dan wangi menggelitik hidungku.

Aroma tubuhnya membuatku gugup. Walaupun aku adalah seorang pahlawan di kehidupanku yang dulu, aku masihlah seorang anak SMA. Walaupun aku tahu bahwa dia adalah penyihir, aku masih merasa gugup.

Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Segala sesuatu mengenai dirinya menarikku dari bulu matanya yang panjang, bola matanya yang jernih dan indah, kulitnya yang putih bersih…

Dia adalah gadis yang sangat cantik. Di kehidupannya yang dulu pun dia mempunyai paras yang sangat cantik, tapi dia juga diberkati dengan wajah cantik di kehidupan ini. Padahal, tidak seperti kehidupan sebelumnya, penampilannya saat ini dapat diklasifikasikan sebagai 'imut' daripada 'cantik'. Tubuh mungilnya hanya meningkatkan kesan itu lebih jauh.

“A-Apa? B-Bisa tidak kamu berhenti menatapku?”

Si Penyihir menatapku dengan wajah malu-malu.

“… A-Ahem.”

Melihat ekspresinya yang begitu, aku pun tersadar dan terbatuk, mencoba menepis semuanya. Kami melakukan ini karena masalah kutukan, tidak lebih. Aku harus berhenti memikirkan hal-hal yang aneh!

“A-Aku akan memegang tanganmu.”

Suaranya bergetar saat mengatakan itu, mungkin karena gugup. Kemudian, dia melanjutkan untuk menyentuh tanganku sebelum segera menarik diri sambil mengeluarkan jeritan kecil. Dia mencoba melakukannya lagi, lebih lambat, dan berhasil menggenggam tanganku dengan benar. Aku bisa merasakan kehangatan tangannya.

Tangannya mungil dan kecil. Rasanya seolah-olah bisa hancur kapan saja jika aku meremasnya dengan erat.

Pada awalnya, aku khawatir tentang kemungkinan tanganku yang berkeringat dan membuatnya tidak nyaman, tapi kemudian, aku menyadari kalau dia adalah penyihir dan aku tidak perlu menunjukkan banyak pertimbangan padanya. Aku menghela nafas dan itu membuat bahuku sedikit bergerak. Berkat hal itu, pundakku menyerempet bahu penyihir dan dia berteriak kaget karenanya. Apa-apaan dengan reaksinya itu?

“A-Apa ini benar-benar diperlukan?”

“De-Dengar, aku juga tidak ingin melakukan ini, tapi memang beginilah prosedur yang diperlukan.”


Berkat dia yang bereaksi malu-malu terus, perasaan malunya jadi menular kepadaku dan membuat suaraku bergetar saat berbicara.

Jantungku berdebar kencang sampai-sampai aku curiga kalau si penyihir bisa mendengarnya.

Aku merasakan keringat mulai muncul di tangan yang dipegang si penyihir.

…Aku harus menenangkan diri dan fokus untuk menghilangkan kutukannya. Aku memejamkan mata dan mencoba menggunakan kekuatanku.

“O~ kejahatan yang terlelap jauh di dalam sukma ...”

Rapalan. Ritual mantra yang menggunakan kata-kata sebagai medianya.

Teknik itu digunakan untuk mengaktifkan kekuatan eksorsisme, kekuatan untuk mengganggu mana terkutuk yang tertidur di dalam jiwa penyihir.

Persyaratan awal eksorsisme adalah tidak adanya mana di dalam diri sendiri. Tepatnya, hanya orang dengan konstitusi unik yang menolak sihir yang bisa menggunakannya. Itulah alasan mengapa penyihir tidak bisa menggunakannya.

Tapi, eksorsisme masih membutuhkan mana sebagai sumber kekuatannya. Tepatnya, seseorang perlu menggunakan mana dari subjek penyucian sebagai sumber kekuatannya. Dalam hal ini, aku menggunakan mana dari si penyihir.

“Tunjukkan wujudmu di hadapanku.”

Setelah rapalan mantra selesai, mantra penyucian terbentuk sempurna tanpa masalah menggunakan mana yang dimiliki penyihir di tubuhnya.

Aku menghela napas lega. Sejauh ini sepertinya tidak ada masalah.

Sepertinya selama ada kutukan yang harus dihilangkan, kemampuan eksorsisme masih bisa digunakan di dunia ini. Si Penyihir meyakini kalau itu akan terjadi, tetapi aku tidak melakukannya sejak aku dilahirkan di tubuh yang berbeda dibandingkan dengan kehidupanku yang sebelumnya.

“…Baiklah, ayo lakukan ini.”

Bagaimanapun juga, itu hanya tindakan pembuka. Baru di sinilah hal yang sebenarnya dimulai.

Aku berhasil mengamankan koneksi dengan jiwa penyihir, jadi aku hanya perlu menghilangkan kutukannya sekarang.

Jika aku tidak berhati-hati, kutukan tersebut mungkin akan menimpaku juga, jadi pada momen inilah aku perlu berkonsentrasi penuh.

Saat aku memikirkan itu, sesuatu yang keruh dan gelap memasuki kesadaranku.

“Apa-apaan ini?!”

Setelah melihatnya lagi dari dekat, aku menyadari kalau itu merupakan perwujudan dari kutukan itu sendiri.

Tapi bentuknya sangat besar dan padat. Sulit dipercaya bahwa kutukan semacam ini ada di dunia ini. Kutukan itu terikat erat pada jiwa putih murni si penyihir. Bahkan sekarang, kutukan itu perlahan-lahan mengikis jiwanya.

…Situasinya lebih buruk dari yang aku duga.

Aku menyadari keberadaannya di dunia itu, tapi pada saat itu, erosi kutukannya belum mencapai sejauh ini. Cahaya jiwanya hampir ada di sana karena setiap inci jiwanya terkontaminasi oleh kutukan.

“Oi, oi, apa yang terjadi padamu?”

Aku menyeret kesadaranku kembali ke kenyataan, hanya untuk menemukan bahwa dia menutup mata dan mulutnya, mungkin karena pertimbangan untukku. Memahami niatnya, aku memutuskan untuk menyelesaikan urusanku terlebih dahulu.

“Keajaibanku akan memurnikan setiap kenajisan…”

Mana mungkin untuk memurnikan semuanya sekaligus.

Aku hanya bisa melakukannya sedikit demi sedikit.

 

◇◇◇◇

 

Setelah sesi penyucian selesai, aku mengembalikan kesadaranku kembali ke kenyataan.

Si Penyihir bernapas dengan ngos-ngosan dan jelas sekali kalau dia kesakitan. Mungkin itu efek sampingku menyentuh jiwanya secara langsung. Dia memperhatikan bahwa aku telah menyelesaikan pekerjaanku untuk saat ini dan berterima kasih kepadaku, meskipun dengan susah payah, karena dia masih belum berhasil mengatur napasnya.

Dia tampak benar-benar kelelahan. Tubuhnya lemas saat dia bersandar padaku. Aku memutuskan untuk bangun dan membaringkannya di sofa.

“Tenang. Pertama-tama, cobalah untuk mengatur napas.”

“Y-Ya …”

Jawab si penyihir sebelum dia menarik napas dalam-dalam.

…Aneh sekali. Aku sudah melakukan hal ini berkali-kali di dunia itu, tetapi dia tidak pernah berakhir dalam keadaan ini. Apa itu berarti erosi kutukannya jauh lebih buruk daripada di dunia itu?

Itu adalah kutukan yang akan mengikat jiwa korbannya, merusaknya dan pada akhirnya membunuhnya.

Di masa lalu, berkat kemampuan ketahanan kutukannya, erosi kutukannya tidak terlalu jauh. Tak peduli seberapa kuat kutukan itu, si penyihir mampu menahannya sampai-sampai itu tidak mempengaruhi hidupnya sama sekali.

Itulah alasan mengapa dia bisa khawatir tentang apa yang terjadi setelah kematiannya. Orang biasa takkan tahan dengan kutukan keji semacam itu. Mereka akan mati seketika saat kutukan tersebut melakukan kontak dengan jiwa mereka.

…Jadi, apa yang terjadi dengannya?

Apa karena reinkarnasinya yang membuat ketahanan kutukannya  menjadi lebih lemah?

Tidak, tunggu sebentar, kurasa memang seperti ini seharusnya, ya? Lagipula, sudah enam belas tahun sejak dia dilahirkan kembali ke dunia ini.

Selain itu, aku tidak tahu apa yang terjadi padanya selama rentang waktu enam belas tahun itu.

“Apa kamu beneran baik-baik saja?”

Ketika aku bertanya, si penyihir mengerutkan alisnya dan menatapku dengan curiga.

“Kamu ini bicara apa? Aku jelas tidak baik-baik saja, itu sebabnya aku meminta bantuanmu.”

“Kamu tahu bukan itu yang kubicarakan ...”

“Maksudmu tentang erosi kutukannya? …Yah, semuanya akan baik-baik saja. Umurku akan diperpendek sedikit, tapi hanya itu saja. Jika kamu menghilangkan kutukan dengan benar, aku akan baik-baik saja… Mungkin…”

'Mungkin'? Apa maksudmu dengan mungkin?! Berhenti membicarakan hidupmu sendiri dengan enteng!”

“Seperti yang sudah kubilang, kamu tidak perlu mengkhawatirkan apa pun. Selain itu, kita tidak berada dalam hubungan di mana kita bisa saling mengkhawatirkan satu sama lain.”

Ketika aku mencoba memarahinya, dia langsung memotong ucapanku.

Aku membuka mulutku untuk mencoba dan membantah kata-katanya, tapi aku tidak bisa mengatakan apa-apa padanya. Lagipula, kata-katanya memang benar.

“Penyihir, apa jangan-jangan kamu ……”

“Aku tidak punya alasan untuk memberitahumu apa pun. Ingat, hubungan kita hanya sebatas menjalin kerja sama karena kita memiliki tujuan yang sama, tidak lebih dari itu. Sama seperti di dunia itu. Paham?”

Si Penyihir sepertinya tahu apa yang ingin kukatakan dan menyelea perkataanku.

“Aku tidak peduli dengan hubungan seperti apa kita sekarang! Aku hanya mengkhawatirkanmu!”

“Kenapa? Kamu itu bukan pahlawan lagi, kan?”

Saat mendengar kata-kata itu, tanpa sadar aku menahan napas.

Dia benar. Aku bukan lagi seorang pahlawan.

Grey Handlet yang heroik sudah tidak ada lagi.

Identitasku saat ini adalah Shiraishi Godou, seorang siswa SMA biasa yang tinggal di Jepang.

Tidak ada alasan bagiku untuk mengkhawatirkan musuh lamaku.

Keheningan menyelimuti sekeliling ruangan itu.

Saat aku tetap diam, si penyihir membisikkan sesuatu kepadaku.

“Mulai hari ini dan seterusnya, kamu harus melakukan ini setiap tiga hari sekali. Aku tahu ini merepotkan, tapi ini adalah harga yang harus kamu bayar karena tidak membunuhku pada hari itu... Itu sebabnya, aku takkan berterima kasih untuk ini, apapun yang terjadi…”

“…Baiklah…”

Aku tidak menyebutkan fakta bahwa dia sudah berterima kasih kepadaku sebelumnya. Mungkin dia melakukannya secara tidak sadar.

“Baiklah, kalau begitu aku akan pulang.”

Aku sudah menyelesaikan urusanku di sini dan sepertinya dia tidak akan menjawab pertanyaanku meskipun aku bersikeras menanyakannya.

Selain itu, aku ada pekerjaan sambilan pada pukul tujuh nanti, jadi aku harus segera pulang.

Namun, hanya ada satu masalah, sih.

Aku menatap penyihir itu dengan tatapan kosong.

Dia mengeluarkan dengusan 'hmph' ketika menyadari tatapanku.

“Apa lagi?”

“Bukan apa-apa sih… tapi…  mau sampai kapan kamu akan memegang tanganku?”

Bahkan ketika aku mencoba menariknya, dia memegangnya dengan sangat erat hingga dia tidak bisa bergerak.

“Kamu ngomong apaan sih?…”

Penyihir itu menatap tangan kami yang saling bertautan. Dia akhirnya menyadari apa yang telah dia lakukan.

Segera setelah itu, dia menarik tangannya dan dengan cepat mundur dariku.

“A-A-Apa …”

"Kamu tidak perlu bereaksi berlebihan seperti itu ..."

Aku tersenyum kecut padanya.

Dia masih si penyihir kikuk yang dulu. Sisi canggungnya ini tidak pernah berubah sama sekali.

“Baiklah, sampai jumpa di sekolah.”

Aku meminum sisa teh yang sudah dingin, dan meninggalkan kamar si penyihir.

 

 

Sebelumnya|| Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama