Eiyuu to Majo Jilid 1 Bab 2 Bagian 2

Bab 2 Bagian 2

 

Aku berhasil melewati jam pelajaran kelima tanpa masalah dan melanjutkan tidur sampai jam pelajaran keenam. Waktu pun berlalu dan sekarang seluruh jam pelajaran sudah selesai.

Aku meletakkan wadah pensilku di ransel  dan melemparkan sisa barang, buku teks, dan buku catatan, ke dalam lokerku.

Tentu saja, aku bakalan mendapat omelan jika seorang guru menemukanku melakukan ini, tapi rasanya terlalu merepotkan untuk membawa semua barang-barang ini pulang. Selain itu, aku tidak belajar di rumah, jadi melakukan hal semacam ini lebih praktis untukku.

Setelah selesai berkemas, aku melihat si penyihir yang mengutak-atik ponselnya di kursinya.

“Baiklah, sampai jumpa lagi, Godou-kun. Aku harus pergi ke klubku duluan.”

“Aku pulang duluan ya, Godou. Aku ingin mampir ke pusat gim hari ini. Sampai jumpa lagi.”

Aku mengangkat tanganku sebagai tanggapan terhadap perpisahan Yuuka dan Shinji. Kemudian, aku pergi mendekati tempat duduk Si penyihir.

“… Jadi, apa yang sedang kamu lakukan?”

Dia berteriak  imut karena terkejut ketika aku memanggilnya. Apa-apaan? Apa dia terlalu fokus pada ponselnya?

“Aku nanya, kamu sedang ngapain?”

Aku mengintip ke layar ponselnya, dan melihat aplikasi 'RINE' -nya. (TN: Plesetan dari LINE, aplikasi pesan yang populer di Jepang.)

Pada awalnya aku mengira kalau dia sedang mengirim pesan kepada seseorang, tapi setelah melihat lebih dekat, dia benar-benar menatap layar beranda aplikasi. Bagian atas layar menunjukkan 'teman (4)' dengan dua kontak yang terdaftar sebagai 'teman baru'. Dari gambar profil yang akrab dari dua kontak tersebut, kurasa aku bisa berasumsi kalau teman baru tersebut adalah Hina dan Yuuka.

Si Penyihir dengan cepat menyembunyikan ponselnya.

“…Apa?”

Dia langsung memelototiku. Aku bisa melihat sedikit rona kemerahan di pipinya.

“…Kamu….”

“Ap-Apa? Jangan memandangku dengan tatapan kasihan begitu!”

Aku bisa melihat butiran air mata terbentuk di matanya.

Yah, kupikir dia merencanakan sesuatu, tetapi dia hanya merasa girang karena jumlah temannya meningkat. Kurasa aku bisa berasumsi dengan aman kalau  dua kontak lain yang dimilikinya dalam daftar temannya adalah kedua orang tuanya. Yah, syukurlah dia rukun dengan orang tuanya.

“Jika ada sesuatu yang ingin kamu katakan,  katakan langsung di wajahku!”

"Ah, tidak ... Maksudku ... kurasa ... bagus untukmu? Um, berusahalah yang terbaik di bagian itu, oke?”

“Jangan katakan itu! Kamu hanya membuatku terlihat menyedihkan!”

“Lalu kamu ingin aku ngomong apaan?! Kamu memang gadis yang merepotkan ...”

“Bagaimana kalau tidak mengintip ke ponsel orang lain tanpa izin?!”

Oh, itu argumen yang bagus.

“Maaf, itu memang salahku ... tapi tetap saja, aku tidak menyangka akan melihat itu ...”

“Bahkan caramu meminta maaf membuatku kesal…”

Si Penyihir menggertakkan giginya saat dia memelototiku.

Yah, yang namanya pertemanan dinilai dari kualitas dan bukan kuantitas, jadi jumlah temanmu bukan sesuatu yang perlu kamu pedulikan, tetapi ... dia hanya memiliki empat teman di dalamnya berarti dia tidak punya teman dari sekolah sebelumnya, ‘kan? ... Tidak, aku harus berhenti memikirkannya.

Lalu, aku mendengar suara ceria yang datang dari belakang.

Hina datang ke ruang kelas sambil mengayunkan tasnya di pundaknya. Dia memperhatikan Si penyihir yang berlinang air mata dan mengerutkan alisnya terhadap pemandangan itu.

“Apa ada yang salah? Apa Godou membully-mu? ”

“Ah, bu-bukan ... a-ada debu ... di mataku ...”

Sementara penyihir itu membuat alasan acak, orang lain memasuki ruang kelas.

Aku melihat ke arahnya dan melihat seorang gadis membawa tumpukan besar.

“Teman-teman! Sensei lupa menyerahkan ini! ”

Badannya terlihat tidak stabil ketika dia mengatakan kalimat itu.

Sepertinya dia ingin meletakkan lembaran tersebut di meja guru, tetapi karena postur tubuhnya, apa yang dia lakukan tampak berbahaya.

Melalui mataku yang terlatih, aku berhasil memprediksi apa yang akan terjadi padanya dalam beberapa detik berikutnya.

Jika ini terus berlanjut, dia akan jatuh dan lembaran print itu akan menyebar ke seluruh lantai. Ada juga kemungkinan kalau kepalanya akan menabrak meja terdekat.

“O-Oi, awas, bahaya!”

Aku memanggilnya dan berlari ke arahnya. Tepat pada saat itu…

“Hah?”

Seperti yang kuprediksi, dia mencoba memperbaiki postur tubuhnya, tetapi tindakannya justru kontraproduktif dan membuatnya benar-benar kehilangan keseimbangan. Pada akhirnya, dia terjatuh sambil menjerit.

Jika aku pergi ke sana secara normal, aku takkan tepat waktu untuk menyelamatkannya.

Jadi, aku memutuskan untuk memaksakan otot-otot tubuhku hingga ke batas.

Aku masih memiliki tubuh cowok SMA yang normal, tetapi untuk sementara waktu, aku bisa menghilangkan pembatas dari otakku untuk meningkatkan kemampuan fisik tubuhku.

“Yosh…”

Aku mengambil tumpukan lembaran print dengan tangan kananku dan menangkap pinggang gadis itu dengan tanganku yang lain.

Setelah itu, aku mengoreksi postur tubuhku sehingga aku bisa memegang lebaran print dengan tangan kananku dan menarik gadis itu lebih dekat ke badanku dengan tangan yang lain sehingga dia takkan jatuh.

“Eh? Hah? ….”

Gadis itu menatapku dengan ekspresi bingung.

Pada saat itu, aku merasakan sensasi sakit yang tajam di pergelangan kakiku. Kurasa kakiku terkilir, ya? Yah, kurasa itu akibatnya jika melakukan sesuatu seperti itu tanpa pemanasan.

Aku mencoba mengabaikan rasa sakit tersebut dan memanggil gadis itu,

“Kamu baik-baik saja? Apa kamu bisa berdiri?”

“Y-Ya! U-Umm… Ma-Maafkan aku karena sudah merepotkanmu! D-Dan, t-terima kasih!”

Gadis ini adalah Sasayama Miki. Dia adalah salah satu teman sekelasku, tetapi aku belum banyak bicara dengannya. Dia cukup dekat dengan Hina.

“Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Lain kali hati-hati, oke? ”

Aku membiarkan Saakuma pergi dan menepuk pundaknya.

“Y-Ya! T-terima kasih, Shiraishi-kun! Aku melihat hidupku berkelebat di depan mataku sebentar di sana ...”

Hina kemudian bergegas ke sisi Sasayama dan bertanya tentang kondisinya. Sasayama menganggapi dengan tersenyum padanya.

“Tidak buruk, Godou.”

“Seorang cowok harus terlihat keren sesekali.”

Aku mengangkat bahuku dalam menanggapi pujian Hina sebelum menempatkan lembaran print di meja guru.

Sebagai akibat atas 'tindakan keren' itu, kakiku jadi terkilir, sih.

Tidak seperti kehidupanku sebelumnya, aku memiliki waktu yang lebih sulit menolong orang lain karena tubuh ini.

Lagi pula, walaupun aku memiliki semua pengalaman tempur dan refleksku, tubuhku yang sekarang masih tubuh dari seorang anak sekolahan. Aku dapat meningkatkan kemampuan fisikku seperti yang kulakukan tadi, tapi seluruh badanku akan sakit jika melakukannya dalam jangka waktu yang lama.

“Apa?”

Ketika aku kembali ke sisi penyihir, dia memberiku tatapan kosong.

“... Kebiasaanmu itu masih belum berubah, ya? Apa kakimu baik-baik saja?”

“Ah, jadi kamu menyadarinya ya, seperti yang diharapkan darimu.”

Aku sedikit mengguncang kakiku.

“Bukan masalah besar, kok. Aku hanya perlu mengoleskannya dengan beberapa salep dan itu akan sembuh dalam beberapa hari.”

“Apa kamu bisa berjalan pulang dengan kaki terkilir seperti itu?”

“Rumahku cukup dekat, jadi ya, tentu saja. Jangan khawatirkan aku.”

Rasa sakit sebatas ini takkan menggangguku.

Berkat kehidupanku yang dulu, aku mengalami banyak hal yang lebih menyakitkan dari ini.

“Aku tidak mengkhawatirkanmu atau semacamnya.”

Dia memalingkan kepalanya sambil mendengus 'hmphh'.

“Godou, kami akan pergi ke klub kami! Sampai ketemu lagi!”

“U-um, terima kasih sekali lagi, Shiraishi-kun! Aku akan membalasnya lain kali!”

Baik Hina dan Sasayama berlari keluar dari ruangan. Mereka sepertinya sedang terburu-buru.

Mereka berdua berada di klub lari dan mereka mungkin kehabisan waktu untuk kegiatan klub mereka.

Sebagian besar teman sekelas kami telah pulang atau pergi ke klub mereka. Beberapa dari mereka masih berbicara di lorong, tapi cuma ada aku dan Si penyihir saja yang masih berada di dalam ruang kelas.

“Jadi, apa kamu berencana memasuki klub?”

Aku bertanya pada si penyihir. Dia memalingkan wajahnya sebagai tanggapan.

“... jika ada klub sastra atau semacamnya, mungkin ... Aku tidak ingin bergabung dengan klub apa pun yang berkaitan dengan olahraga ...”

“Jelas banget. Kamu memang payah dalam hal itu, sih.”

“Cerewet. Jangan bandingkan aku dengan otot-otak macam diriku!”

“Siapa yang kamu panggil otak otot?! Bagaimanapun, klub sastra sudah ditutup beberapa waktu lalu. Mereka tidak berhasil mendapatkan anggota yang cukup aktif.”

“Apa begitu? Lalu, aku takkan bergabung dengan klub mana pun.”

“Kamu yakin? Bergabung dengan klub merupakan salah satu cara termudah untuk mendapatkan lebih banyak teman, loh?”

“Bawel, itu bukan urusanmu! Kamu selalu mengguruiku tentang klub dan yang lainnya, tapi kamu sendiri bagaimana? Kenapa kamu masih ada disini? Jangan bilang kalau kamu sendiri tidak masuk dengan klub apa pun setelah semua ocehan itu?”

“Tentu saja aku masuk klub. Klub yang langsung ke rumah. Izinkan aku menyambutmu di dalam klub ini, anak baru.”

“Aku tidak butuh sambutanmu. Lagian juga, kenapa kamu masih ada di sini? Cepetan pulang sana!”

“Oi, oi, aku di sini karena kamu, tau. Bukannya kamu sendiri yang memintaku untuk menghilangkan kutukanmu?”

“Ah iya, benar juga.”

Setelah mendengar ucapanku, si penyihir balas mengangguk.

Bukankah tujuannya pindah ke sini untuk menghilangkan kutukannya? Bagaimana bisa dia dengan santai melupakannya seperti ini? Apa kepalanya baik-baik saja?

“Yah, pertama-tama, ayo pindah ke tempat lain.”

“Ke mana?”

“Kamarku.”

“…Hah?”

Aku tahu kalau dia adalah penyihir, tapi masih rasanya masih memalukan bahwa dia tanpa berpikir  panjang langsung mengundangku ke kamarnya seperti itu.

“Apa? Kamu ada masalah dengan itu?”

“... Memangnya orang tuamu tidak ada di rumah?”

“Tidak, mereka tidak ada. Aku menanam sugesti ke dalam pikiran mereka untuk membuatku pindah ke sini sendirian menggunakan sihir. ”

“Oi, apa-apaan? itu”

“Lihat, aku tidak punya pilihan lain, oke?”

Dia mendengus sebelum melanjutkan,

"Jadi, bagaimana? Aku juga tidak ingin mengundangmu kali, jadi jika kamu mempunyai tempat yang lebih baik bagi kita untuk melakukannya, aku tidak keberatan untuk pergi ke sana denganmu.”

Lihatlah gadis ini ... bertindak angkuh saat meminta bantuan seseorang.

“... Yah, karena kamu hidup sendirian, mungkin lebih baik di situ saja. Ini bukannya seperti aku bisa menggunakan kekuatanku di tempat lain.”

Padahal, aku tidak yakin apakah aku bisa menggunakan kemampuan eksorsisku atau tidak. Tetapi, jika teori penyihir itu benar, aku pasti bisa melakukannya tanpa masalah

Bagaimanapun juga, aku masih belum bisa menggunakannya di mana pun yang aku inginkan. Demi bisa menghilangkan kutukan dari tubuhnya, aku masih perlu melakukan kontak fisik dengannya sehingga aku bisa berinteraksi dengan mana dan membuat jalur mana untuk menyuntikkan kekuatanku. Memegang tangannya saja mungkin sudah cukup, tapi mana mungkin aku bisa melakukannya di depan umum. Selain itu, aku harus berkonsentrasi saat menggunakan kekuatanku, jadi kalau bisa aku lebih memilih tempat yang tenang.

“Kalau begitu ayo pergi.”

Mari kita selesaikan urusan yang merepotkan ini secepat mungkin.

Aku memunggungi penyihir dan berjalan pergi. Dia mengikuti di belakangku dengan tenang.

“... Ngomong -ngomong, ummm, kenapa kamu tidak bergabung dengan klub mana pun?”

“Apa? Kenapa kamu bertanya begitu? ”

“Maksudku, ini cocok untuk otak otot sepertimu.”

“Apa maksudmu cocok dengan otot-otak sepertiku? Hanya karena kamu payah dalam aktivitas fisik bukan berarti kamu—”

“…...”

“Apa ada yang salah?”

Untuk beberapa alasan, si penyihir berhenti berjalan. Ketika aku berbalik, dia sedang berjongkok sambil memegang dahinya.

Ada pilar tepat di depannya. Kurasa dia menabraknya entah bagaimana, ya?

“…Apa sih yang kamu lakukan?”

Ketika aku memanggilnya, dia menatapku dengan tatapan berkaca-kaca.

“Aku cuma berjalan normal! Jangan pedulikan aku!”

Dia masih bisa bertindak seperti ini, sungguh luar biasa.

Dia selalu bertindak angkuh seperti ini di dunia itu sebagai mekanisme pertahanan diri tetapi sepertinya kebiasaannya itu masih terbawa bahkan di dunia yang damai seperti ini. Itu tidak selalu merupakan hal yang buruk, tapi yah ...

“Ja-Jangan menyentuhku!”

Aku menyibakkan rambutnya dengan tangan dengan tanganku dan melihat dahinya.

“Ah, ada benjolan di dahimu.”

“Ka-Kamu terlalu dekat! Memangnya kamu tidak tahu kalau ada sesuatu yang disebut pelecehan seksual di dunia ini?! ”

“Itu tidak berlaku untukmu, khususnya.”

Tentu saja aku takkan sembarangan menyentuh dahi gadis lain. Tapi si Penyihir termasuk pengecualian. Tunggu, sebenarnya, aku tidak keberatan melakukannya pada Hina karena dia adalah teman masa kecilku.

“Kesampingkan itu, rumahmu di mana? Apa dekat dengan sekolah? ”

“Ya. Jaraknya lumayan dekat dengan berjalan kaki.”

“Ternyata sangat dekat ...”

“Orang tuaku membuatku tinggal di dekat sekolah karena mereka mengkhawatirkanku.”

“Begitu ya. Mereka benar-benar menyayangimu, bukan?”

Ketika aku mengatakan itu, si penyihir justru mengerutkan alisnya.

“Mereka menyayangiku?”

“Tentu saja. Mereka mengkhawatirkanmu karena mereka menyayangimu.”

"Mereka hanya khawatir atas dasar kewajiban karena aku putri mereka.”

Ujar si penyihir dengan terburu-buru, seolah-olah ingin menyelaku.

Cara dia mengatakan kalimat itu sangat menggangguku. Aku lalu berhenti berjalan.

“Kamu ... apa kamu? ...”

Kalimat tersebut seolah-olah menyiratkan bahwa jika dia bukan putri mereka, mereka takkan peduli padanya.

“Kamu takkan mengerti bagaimana perasaanku. Semua orang mengagumimu. Mereka membutuhkanmu.

Ada senyum samar saat dia mengatakan itu. Sama seperti pada waktu itu.

“Kurasa ... Kamu ada benarnya...”

Aku terpilih sebagai pahlawan untuk memimpin orang-orang di sekitarku

Karena aku sudah menghabisi banyak iblis dan menyelamatkan banyak orang, semua orang menaruh harapan mereka di pundakku.

Oleh karena itu, aku tidak mengerti perasaan penyihir itu. Lagi pula, berbedan dengan diriku, dia dibenci oleh semua orang.

Meski begitu, aku masih memiliki keluhan tentang situasiku.

“Tapi, mereka hanya mencariku karena kekuatanku. Mereka bergantung padaku karena aku mampu. Tidak ada yang peduli dengan siapa aku sebenarnya. Itulah jenis keberadaanku ... dan itulah penyebab mengapa mereka membunuhku di akhir hayat hidupku ...”

“Bahkan jika itu masalahnya ...”

Si Penyihir terus berusaha merangkai kalimatnya dan membuat senyum misterius.

Aku tidak tahu perasaan seperti apa yang tersembunyi di balik senyumnya itu.

“Aku masih merasa iri padamu…”

Dia adalah musuh dunia, akar dari semua bencana.

Penyihir yang menerima kebencian semua orang di dunia, mengeluarkan senyum yang menyihir.

“Aku cuma bercanda doang, kok.”

Bayangan masa lalunya yang tumpang tindih dengan gadis yang berdiri di hadapanku.

“Aku tidak terlalu peduli dengan semua hal itu. Ayo cepetan pergi, kita sudah membuang-buang banyak waktu.”

Si Penyihir membalik rambutnya dan berjalan menuju pintu masuk gedung sekolah.

Lalu, dia tiba -tiba berbalik dengan wajah kosong.

Ketika dia lewat di depanku, dia berdehem.

Aku menekan dahiku dengan tanganku tanpa sadar.

“Kamu lupa mengganti sepatumu, iya ‘kan?”

“Li-Lihat, semua orang pernah melupakannya sesekali! …Iya, ‘kan?”

Setidaknya tetaplah teguh saat membuat argumenmu, ya ampun.

“Yang pasti bukan aku sih ...”

Fakta bahwa ini terjadi setelah pembicaraan serius seperti itu membuatku merasa malu ... tunggu, mengapa aku yang malu karena kejenakaannya? Astaga-naga…

“Aku tidak tahu ... tapi ... bertahanlah, penyihir ...”

“... Aku bertingkah seperti ini karena aku merasa gugup sepanjang hari, oke? …Mungkin…”

Aku meninggalkan penyihir yang berusaha keras untuk membela diri dan pergi ke luar.

Ketika aku mengambil langkah di luar, gelombang panas menyelimuti seluruh tubuhku.

Rasanya seperti pancaran sinar matahari berusaha mencoba membakar tubuhku.

Musim panas telah tiba, ya? Tidak ada penjelasan yang lebih baik selain ini. Walaupun aku baru beberapa langkah meninggalkan gedung sekolah, keringat sudah mulai bercucuran dari tubuhku.

Namun, suara-suara energik dari anggota klub bisbol dan sepak bola dapat didengar dari arah lapangan. Bagaimana mereka bisa berlarian dalam cuaca pabas seperti ini? Aku lebih suka tinggal di dalam rumah sambil menikmati es krim daripada menyiksa diriku seperti itu.

“Panas sekali…”

Penyihir itu menepis rambutnya dari wajahnya dan mengipasi dadanya dengan ringan dengan tangannya.

“Apa kamu baik-baik saja?”

“…Apa? Memangnya kamu pikir aku bakalan pingsan karena suhu panas?”

“Itu bukannya mustahil. Pada saat di dunia lain, cuaca panasnya tidak pernah seburuk ini. Musim panas di Jepang justru sangat gila...”

“Yah, bukannya itu karena kita tinggal di bagian utara? Mungkin cuacanya bakalan seperti ini juga jika berada di selatan.”

“Mungkin saja…”

Aku hanya melakukan perjalanan di sekitaran wilayah kekuasaan Kekaisaran Augusria Suci, penguasa de facto di wilayah utara. Selain itu, aku pergi ke negara bagian pengikutnya juga, terutama Federasi Mariano. Wilayah terjauh di selatan yang pernah aku kunjungi ialah di mana aku sedang menggerebek ruang bawah tanah di kerajaan Istria, tetapi kerajaan itu terletak di perbatasan antara utara dan pusat benua.

Sambil mengenang kenangan pada kehidupanku sebelumnya, aku pergi ke tempat parkir sepeda. Rumah penyihir berada dalam jarak berjalan kaki, sementara rumahku sendiri sedikit lebih jauh. Butuh waktu dua puluh menit untuk sampai ke sana dengan sepeda.

Di tempat parkir, aku melihat sesama anggota klub langsung pulang ke rumah sedang berkeliaran.

“Sampai jumpa lagi.”

Aku mendorong sepedaku keluar gerbang setelah itu. Aku mengucapkan selamat tinggal lebih awal supaya mereka takkan mengundangku pulang bersama.

Sementara itu, si penyihir berjalan beberapa meter di belakangku sehingga orang lain takkan menganggap kalau kita akan pulang bersama. Meskipun aku tidak keberatan dia melakukan itu, aku tidak tahu di mana rumahnya.

Aku menanyakan arahan dengan tatapanku dan dia mengkonfirmasi dengan tatapannya, jadi aku dengan berani berjalan menuju arah yang dituju.

Akhirnya, kami mencapai persimpangan jalan. Sepertinya si penyihir memutuskan kalau dia tidak perlu berhati-hati lagi dengan tatapan orang lain, jadi dia melangkah maju dan berjalan di sampingku.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama