Chapter 6 — Engkaulah Cahaya yang Bersinar Di dalam Jurang Keputusasaanku
“……”
“Fufu, kamu terlalu gugup,
Chinatsu-kun.”
“… Ma-Masa?”
Madoka yang dari seberang meja
memberitahunya, dan Chinatsu menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan
dirinya.
“Kita hanya akan makan malam
bersama, loh…? Lagipula ini cuma sukiyaki, jadi mari kita nikmati sambil
mengobrol satu sama lain♪”
“Y-Ya!”
Panci di antara mereka berdua
diisi dengan daging, tahu, dan berbagai sayuran lainnya. Karena suhunya agak
sedikit dingin, jadi ini periode waktu di mana hidangan nabe semacam ini akan
terasa paling enak.
“Dengar, Chinatsu-kun, aku
menyiapkan ini untukmu.”
“…Kalau gitu… Itadakimasu!”
Chinatsu dengan cepat meraih
sumpitnya dan dengan hati-hati mengambil daging. Saat Madoka menyaksikan, Chinatsu
mendinginkan daging dengan napasnya dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
Dagingnya dimasak dengan baik dan empuk, dan umaminya menyebar di mulutnya
begitu Ia menggigitnya.
“Rasanya lezat sekali,
Madoka-san!”
“Fufu, syukurlah kalau kamu
menyukainya. Kalau begitu, aku akan mencicipi beberapa dari itu juga.”
Madoka juga mengulurkan
sumpitnya dan mengambil beberapa daging dari panci.
Fakta bahwa dirinya sedang menikmati
makan malam bersama Onee-san yang disukainya membuat pipi Chinatsu hampir
terkulai, tetapi Ia berhasil menahannya dan berkonsentrasi pada makanan.
Untungnya, sukiyaki adalah makanan kesukaannya, jadi Ia bisa fokus makan tanpa
terlalu memikirkan Madoka.
“…Rasanya benar-benar lezat.”
“Itu membuatku senang melihat
Chinatsu-kun sangat bahagia. Ayo tambah lagi, dagingny masih banyak, jadi
teruslah makan.”
“Ya!”
Chinatsu bukanlah tipe orang
yang makan banyak, tapi hari ini Ia makan dengan rakus sampai memenuhi perutnya. Madoka
menyaksikan Chinatsu dengan senang hati saat mereka berdua menghabiskan waktu
makan malam.
“Nee, Chinatsu-kun.”
“Ah iya?”
Dirinya hendak memasukkan tahu
ke dalam mulutnya ketika Madoka memanggilnya. Chinatsu kemudian menghentikan tangannya
dan menatap wajahnya. Tatapan mata Madoka yang indah menatap lurus ke arahnya,
dan membuat Chinatsu tidak bisa berpaling darinya.
“Sebelumnya terima kasih banyak.”
“Hah?”
“Kamu marah karena pipiku
ditampar, ‘kan?”
“Ah… Tentu saja.”
Chinatsu mengangguk dan
mengatakan bahwa wajar saja Ia merasa marah.
Walaupun Ia hanya mendengarnya
dan tidak benar-benar menyaksikannya, Chinatsu tidak berpikir kalau Madoka
berbohong. Dia tidak perlu berbohong sejak awal... Meski Chinatsu tidak bisa
memastikan, tapi Ia tahu Madoka tidak berbohong.
Mungkin karena dirinya memiliki
perasaan terhadap Madoka, tapi, yah, orang-orang cenderung percaya pada hal-hal
dari orang-orang terdekat mereka… Itu sebabnya tidak ada yang salah dengan cara
berpikir Chinatsu.
“…Aku tahu aku sudah membuatmu
khawatir, Chinatsu-kun. Tapi aku merasa senang karena Chinatsu-kun marah
padaku.”
Madoka menatapnya dengan
ekspresi ramah, dan Chinatsu terpesona oleh senyumnya itu.
Madoka sedari tadi duduk di
kursi seberang mendadak berdiri, dan perlahan-lahan berjalan ke samping Chinatsu.
“Madoka-san?”
Dia lalu mendekat dan meraih
tangan Chinatsu.
Kulitnya yang seputih porselen
dan lembut itu terlihat menawan, tangannya yang ramping lalu membungkus salah
satu tangan Chinatsu yang sedang bebas. Ketika Chinatsu merasa senang dengan
tangan yang membelainya dengan lembut seolah-olah sedang memegang harta karun,
sensasi kegembiraan yang lebih besar menghampiri Chinatsu.
“Hal itu membuatku sangat kesal,
terutama pria itu… Tapi tau enggak? Aku sudah tidak terlalu memedulikannya.
Semuanya jadi tidak masalah selama aku memikirkan seseorang tertentu sepanjang
waktu.”
“Seseorang tertentu…”
"Itu kamu, Chinatsu-kun.
Aku terus memikirkan Chinatsu-kun, yang melindungi hatiku, dan semua kemarahan
yang kumiliki terhadap mereka dengan cepat menghilang. Itu sebabnya aku berdiri
tegak dengan memiliki sikap yang jelas. Bagaimana perasaanmu tentang kekerasan
terhadap orang, Chinatsu-kun?”
Chinatsu menjawab bahwa dirinya
takkan pernah melakukan seperti itu.
“Ya, aku juga… Aku lebih suka
dipeluk dengan lembut daripada seseorang
melakukan kekerasan demi diriku. Bukannya kamu juga suka dipeluk dengan
lembut, Chinatsu-kun?”
“Suka, ya…? Aku belum memiliki
pengalaman itu, sih.”
“Ya ampun~? Itu aneh, padahal
aku melakukan ini untukmu?”
Madoka lalu merangkul kepala
Chinatsu di dadanya yang besar.
Wajahnya terkubur di payudara
besar yang ukurannya kira-kira mendekati H-cup, dan pipi Chinatsu langsung
memerah. Meski begitu, Madoka segera melepaskan Chinatsu, karena Ia masih
sedang makan malam.
“…Ah, bajumu jadi kotor.”
“Tidak apa-apa, jangan khawatir
tentang itu. Itu karena salahku sih~♪”
Chinatsu sedang makan sukiyaki
dan mulutnya sedikit kotor. Itu sebabnya pakaian Madoka jadi kotor karena noda
bekas makanan, tapi dia sepertinya tidak keberatan. Chinatsu sangat diyakinkan
oleh kata-katanya ketika dia mengatakan bajunya akan bersih lagi setelah dicuci
nanti.
“Hei, Chinatsu-kun, jika kamu
ingin melakukannya lagi, kamu selalu bisa memberitahuku, oke?”
“……”
Cinatsu berusaha keras untuk
melupakannya, tetapi Ia justru diingatkan lagi. Madoka tersenyum pada Chinatsu
yang wajahnya memerah lagi, dan melanjutkan makan malam.
“…Madoka-san tuh… gimana
bilangnya, ya…”
“Ya?”
“Aku merasa kalau Madoka-san
bisa membuat seseorang menjadi tidak berguna ... Ini berbahaya.”
“Cara bicaramu sedikit kejam,
ih. Tapi, apa salahnya menjadi orang yang tidak berguna? ”
“Apa salahnya… Eh…?”
Chinatsu merasakan tingkat
toleransi yang berlebihan dari Madoka. Saat itulah istilah yang sering
digunakan “wanita penghancur pria” akan digunakan… Ia merasa seperti
seolah-olah sedang mengalaminya secara langsung.
Sekarang, setelah ditanya apa
salahnya dibuat menjadi orang tak berguna, Chinatsu hanya bisa balas menatapnya
seolah-olah Ia dalam masalah.
“Chinatsu-kun, jika kamu
menjadi orang yang tidak berguna, aku akan mengurusmu. Sama seperti sebelumnya,
aku akan memelukmu sebanyak yang kamu mau, aku akan membiarkanmu menyentuhku
sebanyak yang kamu mau, dan bahkan aku memperbolehkanku melakukan apapun yang
kamu mau padaku loh~, Chinatsu-kun.”
“……”
“…Chinatsu-kun?”
Di tengah jalan, kata-kata
Madoka sama sekali tidak masuk ke telinga Chinatsu.
Kata-kata tersebut terlalu
merangsang sehingga melebihi kapasitas penerimaan Chinatsu. Ketika wajah
Chinatsu memerah dan kepalanya mulai merasa pusing, Madoka lebih bingung dari
sebelumnya dan memeluknya saat Ia hampir pingsan.
“... Mungkin itu sedikit
terlalu merangsang.”
Itu masih terlalu merangsang
bagi Chinatsu yang masih belum berpengalaman.
◇◇◇◇
[Sudut Pandang Madoka]
Madoka lalu membawa Chinatsu
yang pingsan, ke atas sofa dan membaringkannya dengan kepala di pangkuannya.
“Maaf ya, Chinatsu-kun, aku
mungkin terlalu tergesa-gesa ingin memperpendek jarak di antara kita.”
Madoka menuliskan sedikit
renungan di buku strateginya.
Sekarang, sambil mengelus
kepala Chinatsu yang memejamkan matanya, Madoka mengingat kembali kejadian hari
ini. Dia berangkat kuliah dan menghadiri jam kuliahnya seperti biasa, dan
orang-orang itu mendekatinya seolah-olah melanggar rutinitas yang tidak berubah
itu.
“Yo
Madoka, apa kamu merindukanku~?”
“Yaa~hoo~♪
bagaimana rasanya dicampakkan~?”
Madoka berpikir itu mengesankan
meskip masih banyak orang di sekitar. Yah, Madoka tidak keberatan terjerat
seperti itu, pikirannya sudah terlalu sibuk dengan Chinatsu. Itu sebabnya dia
tidak bereaksi sama sekali, tapi sepertinya tanggapannya itu terlihat sombong
di mata mereka, dan mereka menampar pipinya.
“…Apa?”
Dia tidak mengatakan apa-apa,
dia hanya melihat ke arah wanita itu dan dia mundur selangkah, kemudian wanita
itu dan mantannya buru-buru pergi disertai dengan tatapan orang banyak yang tertuju
pada mereka.
“...Seriusan, melihat wajah
mereka saja udah bikin eneg.”
Dia sendiri tidak mempercayai
kalau nada suaranya terdengar sangat dingin.
Saat menyadari hal ini, Madoka
menggelengkan kepalanya dan menatap wajah tertidur Chinatsu lagi. Hanya
melihatnya tertidur nyenyak saja sudah cukup untuk menjernihkan pikiran Madoka.
“Dari sudut pandang
Chinatsu-kun, apa aku terlihat seperti Onee-san yang baik?”
Tentu saja, tidak ada jawaban
yang datang. Madoka terus melanjutkan sambil tersenyum lembut dengan
mengatakan...
“Satu-satunya orang yang kusukai
adalah Chinatsu-kun. Aku ingin dekat denganmu karena dirimu, tau. Aku ingin
berguna untukmu dan aku ingin memanjakanmu… Seperti berada di rawa yang dalam,
aku ingin tenggelam bersamamu ke dasar kegelapan yang tidak bisa keluar.”
Di mata Madoka, dia hanya
melihat Chinatsu. Cahaya yang bersinar dari kedalaman matanya yang gelap, yang tampak
seperti melihat kedalaman jurang, ialah sosok Chinatsu.
“…Chinatsu-kun, aku… aku takkan
membiarkanmu pergi, oke? Aku sangat tergila-gila padamu sehingga aku sendiri
terkejut. Tapi jangan khawatir. Aku takkan mengabaikan keinginanmu saat aku mengatakan
kalau aku takkan membiarkanmu pergi—— Aku hanya tinggal membuatmu jadi
tergila-gila padaku juga.”
Dia mendekatkan wajahnya ke
pipi Chinatsu dan menciumnya.
Dia ingin menciumnya di bibir,
tapi senyum Madoka semakin genit seakan-akan menyiratkan, “Yang itu untuk lain kali.”
“…Ah, sungguh luar biasa
sekali. Aku tak pernah menyangka akan datang hari-hari seperti ini~♪ ”
Madoka tertawa menyihir ketika menatap satu-satunya cowok yang ada di ruangan itu.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya