Eiyuu to Majo Jilid 2 Bab 1 Bagian 4

Bab 1 Bagian 4

 

Setelah itu, kami membeli tiket masuk, memasuki fasilitas rekreasi, dan menuju ke ruang ganti.

Karena ruang ganti dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, jadi tentu saja Shinji akan pergi bersamaku.

“Ah, aku jadi sangat bersemangat!”

“Bersemangat untuk apa?”

“Ayolah, kamu tahu apa yang kumaksud!”

Ia mulai menepak-nepak bahuku.

Kurasa Ia membicarakan tentang baju renang gadis-gadis. Padahal aku sudah melihat Hina dan Shiina beberapa hari yang lalu.

Meski begitu, aku masih merasa gugup saat membayangkan mereka mengenakan baju renang.

“Yang namanya musim panas pasti tentang baju renang!”

“Ini tentang pantai atau kolam renang. Kamu terlalu blak-blakan, oi.”

Aku membalas sambil mengganti pakaianku. Setelah mendengar tanggapanku, Ia justru menegurku dan berkata, “Kamu tidak mengerti maksudmu, ‘kan?”

“Dengar, pada akhirnya, selama kita bisa melihat gadis-gadis dengan pakaian renang mereka, yang lainnya menjadi tidak masalah.”

“Itu terlalu berlebihan…”

“Apa? Apa kamu masih menyebut dirimu sebagai laki-laki? Atau kamu sudah berubah menjadi seorang pertapa?”

“Aku tidak mengerti mengapa kamu begitu bersemangat tentang ini. Kamu terbiasa melihat gadis telanjang, ‘kan? Kenapa baju renang bisa membuatmu sampai bersemangat seperti ini?”

“Dasar bego! Itu ya itu dan ini ya ini!”

Aku meninggalkan ruang ganti setelah berganti pakaian, mengabaikan Shinji yang mulai mengoceh tentang sesuatu yang tidak relevan.

Ketimbang mendengar ocehan ngelanturnya, aku lebih suka bertemu dengan grup gadis-gadis terlebih dahulu.

Pokoknya, bagian dalam fasilitas kolamnya ternyata tidak seramai di pintu masuk.

Shiina akan bisa bermain-main dengan tenang sekarang, syukurlah untukunya.

“Oi oi, jangan ninggalin aku sendirian gitu dong!”

Sayangnya, sebelum aku bisa berkumpul kembali dengan gadis-gadis, Shinji sudah menyusulku terlebih dahulu.

Yah, bahkan setelah semua obrolan receh semacam itu, kami para kaum laki-laki berganti lebih cepat daripada perempuan, jadi kurasa ini wajar saja.

“Oh, aku bisa melihat seorang gadis cantik di sana! Di sana juga! Ada Onee-san berbikini yang sedang bersantai di sana!”

“Hentikan itu.”

Orang ini langsung saja berubah menjadi orang cabul.

“Uwah…”

Aku mendengar suara kecewa dari belakang, jadi aku berbalik. Di sana, aku menemukan tiga gadis dengan balutan baju renang mereka. Yuuka menatap Shinji dengan tatapan kecewa, Hina terkikik di sampingnya dan Shiina terlihat gugup karena keramaian orang.

“Rasanya aku mulai menyesal membawanya bersamaku.” Ujar Yuuka.

Dia mengenakan bikini hitam dan menunjukkan lebih banyak kulit daripada dua lainnya. Mungkin karena dia mendengar Shinji berbicara tentang Onee-san yang berbikini, dia terlihat tidak nyaman saat melihatnya.

“Tapi, bukannya Shinji yang memilihkan baju renang itu untukmu?”

Hina memiringkan kepalanya. Seketika itu juga, wajah Yuuka langsung memerah.

“Jangan mengatakan sesuatu yang tidak perlu!”

“Ah, h-hei! Ahaha! Ja-Jangan menggelitikku! H-Haha!”

Yuuka menggelitik pinggang Hina, sementara Hina mencoba melepaskan diri dari genggaman Hina.

… Dada Hina bergetar hebat karena bergerak sembarangan. Bisa dibilang, ini adalah pemandangan yang menyegarkan mata.

“Jadi, kamu yang memilih baju renang itu.”

“Ya, karena bikini itu sangat cocok untuknya. Dia terlihat imut mengenakannya dan dengan kulit sehalus itu, penampilannya sudah pasti tampak cantik.”

“Tapi, kita ‘kan sedang berada di kolam renang. Orang-orang akan menatapnya, tau? Apa kamu baik-baik saja dengan itu?”

Shinji berpikir sejenak sebelum menjawab,

“Aku akan membiarkan mereka lolos untuk saat ini.”

“… Kenapa malah KAMU yang memutuskan itu?”

Yuuka memelototi Shinji saat mengatakan itu, tapi tatapannya tidak menunjukkan permusuhan seperti biasanya.

Aku baru menyadari kalau Shiina dari tadi terdiam terus beberapa saat, jadi aku melirik ke arahnya… dan menemukan dia sedang menyentuh dadanya sendiri. Tuh anak lagi ngapain sih?

“S-Shiina?”

Ketika aku memanggilnya, dia menjadi panik dan segera melepaskan tangannya.

“J-Jangan pedulikan aku!”

“A-Apa yang tadi kamu lakukan dengan dadamu…?”

“A-Aku tidak melakukan apa-apa! A-Aku hanya… merasa cemburu…”

Dia berbisik sebelum mengalihkan pandangannya ke arah dada Hina dan Yuuka.

Begitu ya. Dibandingkan dengannya, Hina memiliki dada yang sangat besar dan Yuuka memiliki ukuran yang cukup lumayan. Jika itu tubuh dari kehidupan sebelumnya, Shiina mungkin mendapat kesempatan bertarung, tapi dengan tubuhnya yang sekarang, dia hanya akan mengalami kekalahan telak.

“...laki-laki suka yang lebih besar, iya ‘kan?”

Shiina bertanya padaku dengan ekspresi putus asa. Aku harus cepat-cepat mengatakan sesuatu padanya!

“Y-Yah, secara umum, mungkin?”

Aku memalingkan wajahku dan menjawab pertanyaannya.

“Begitu ya…”

Balasnya sambil menghela nafas panjang.

Namun aku terus melanjutkan,

“Tapi, secara pribadi, aku tidak terlalu peduli tentang itu… Dada kecil juga memiliki daya tariknya tersendiri…”

Aku mengatakan itu tanpa berpikir. Ampun dah, kenapa kita membicarakan hal semacam ini sih?!

“Benarkah?”

Dia mungkin menatap wajahku dengan sangat keras sekarang.

Aku tidak akan tahu karena aku berusaha sangat keras untuk tidak melihatnya. Tapi aku bisa merasakan tatapannya padaku.

“Kenapa kamu menatapku seperti ini?”

“Karena kamu tidak mau menatap mataku!”

Aku tidak punya pilihan selain melakukan kontak mata dengannya.

Wajahnya masih terlihat cantik seperti biasanya.

Cantik secara objektif, oke? Bukan secara subyektif.

“Sudah puas sekarang?”

Saat aku bertanya, Shiina mengangguk.

“Ya. Akhir-akhir ini, kamu terus menghindari kontak mata denganku…”

Shiina terkikik saat mengatakan itu. Aku tidak bisa mengatakan apapun untuk membantahnya.

“Jangan ngobrol melulu dan ayo mulau bersenang-senang!”

Seru Yuuka dengan suara ceria. Sepertinya dia sudah selesai bermain-main dengan Hina.

Syukurlah, dia tidak mendengar percakapan kami yang memalukan.

… Yah, Shinji sepertinya mendengar kami, tapi aku berpura-pura untuk tidak memperhatikannya.

 

◇◇◇◇

 

Sebelum terjun ke dalam kolam, kami membentangkan seprai di dekat tepian dan mengamankan tempat duduk.

Yuuka dan Hina mempersiapkan area dengan baik. Setelah kami selesai meletakkan barang bawaan kami di atas seprai, Hina mengangkat tangannya ke langit dan berkata dengan penuh semangat,

“Ayo pergi ke kolam arus!”

Semua orang mengangkat tangan serempak, termasuk Shiina, meskipun dia tidak seenergik kami semua.

Kami kemudian menuju ke arah kolam arus. Shiina membawa pelampung di lengannya.

“Lagipula, apa itu kolam arus?”

“Hm... Ini adalah kolam berbentuk donat dengan aliran air yang mengalir melewatinya.”

Aku tidak tahu detailnya, tapi penjelasanku hampir mendekati kebenarannya.

“Apa kamu berenang di sana?”

“Jika kamu mau. Ada aliran di sana, jadi cukup mengapung saja. Kolamnya sendiri dangkal, jadi kamu bisa berdiri di sana. Kamu tidak perlu khawatir tenggelam. Jika kamu masih takut, kamu bisa berpegangan pada pelampungmu.”

“O-Oke…”

Shiina mengepalkan tinjunya dan meletakkannya di depan dadanya.

Kamu tidak perlu bertekad seperti itu untuk pergi ke sana.

Sementara itu, Yuuka dan Hina segera melompat ke dalam air sambil berteriak. Shinji mengikuti sambil duduk di atas pelampung dan mengapung dengan malas di dalam kolam.

Shiina mencoba ikutan masuk ke dalam air tapi dia ketakutan ketika jari kakinya menyentuhnya. Dia kemudian menatapku dengan mata berkaca-kaca.

“Jika kamu tidak segera masuk ke sana, semua orang akan meninggalkanmu.”

“A-Aku tahu, kok! Semuanya akan baik-baik saja… akan baik-baik saja…”

Suaranya terdengar bergetar. Dia beneran baik-baik saja?

Aku memasuki air terlebih dahulu dan mengulurkan tanganku padanya. Dia meraih tanganku saat dia perlahan-lahan masuk ke air. Sungguh gadis yang menyusahkan.

Saat aku menghela nafas, aku merasakan sensasi lembut di lengan kananku. Hampir seketika, jantungku mulai berdetak lebih cepat.

“H-Hei! Da-Dasar bodoh, kenapa kamu malah menempel padaku ?! ”

“A-Aku takut, jadi apa boleh buat oke!”

“Tenanglah dulu! Sudah kubilang kolamnya dangkal! Kamu bisa berdiri di dalam kola mini, tau!”

Setelah aku mengatakan itu, dia menyadari bahwa kakinya benar-benar menyentuh dasar kolam. Kemudian, dia segera berlari menjauh dariku dengan wajah semerah tomat. Aku bisa merasakan tatapan hangat di sekeliling kami.

“Ini pelampungmu.”

Aku meletakkan pelampung di kepalanya dan menariknya sampai ke pinggangnya. Sambil merengut, Shiina meraih sisi pelampung dan mulai hanyut mengikuti arus.

“W-Waah, a-aku terhanyut!”

“Biar saja. Lama-kelamaan kamu akan terbiasa dengan cepat, kok.”

Aku meletakkan tanganku di pelampungnya dan mengambang di sampingnya sambil sesekali menghindari orang-orang di sekitar kami. Shiina tampak gugup untuk beberapa saat, tapi ekspresinya berangsur-angsur menjadi santai.

“Rasanya nikmat.”

“Syukurlah untukmu. Kalau aku sih sudah merasa lelah.”

Ketika aku mengatakan itu sambil mengangkat bahu, Shiina segera meminta maaf,

“Maafkan aku… aku sangat menyusahkanmu hari ini…”

… Ayolah, jika kamu meminta maaf dengan sungguh-sungguh seperti itu, aku jadi merasa tidak enakan.

Rasanya seolah-olah akulah yang membuatnya bersalah.

“Jangan khawatir tentang itu. Kita ‘kan berteman.”

Ketika aku mengatakan itu, wajahnya tampak berseri-seri.

“Terima kasih.”

Tepat pada saat itu, ada seseorang menyembul keluar dari dalam air tepat di hadapan kami.

“Pwah! Heya~ apa kamu menikmatinya?”

Walaupun orang itu mengenakan kacamata renang, tapi aku tahu kalau dia adalah Hina.

“Kamu terlalu energik, tau? Lihatlah Shinji, Ia menikmati hidupnya dengan baik di sebelah sana.”

Aku menunjuk ke arah Shinji, yang mengambang malas-malasan sambil menatap langit. Seriusan, tuh orang lagi ngapain sih?

“Apa kamu merasa bersenang-senang, Mai-chan?”

“Ya, aku cukup menikmatinya. Meski pada awalnya aku sedikit takut, sih…”

Hina terlihat bingung, jadi aku menjelaskan padanya,

“Dia tidak bisa berenang.”

“Eh?! Kalau gitu, kamu tidak perlu memaksakan diri untuk mengikuti kami!”

“Tidak, aku tidak apa-apa… Jika aku tidak melakukan ini, aku tidak bisa bersenang-senang dengan semua orang…”

Mungkin dia merasa tersentuh dengan ucapan Shiina, tatapan mata Hina terlihat berbinar.

“Mai-chan! Aku mencintaimu!”

Dia kemudian menyerbu Shiina dan memeluknya.

Setelah itu, datanglah percikan air yang besar.

Pelampungnya terbalik. Tapi tak lama kemudian mereka berdua keluar dari dalam air.

“Oi, jangan melakukan itu. Dia nanti akan tenggelam, tau.”

Meski aku memperingatkannya, tepi Hina tidak mengindahkanku sama sekali.

Kedua gadis itu saling menatap dan tertawa segera setelah itu. Aku sudah tidak paham lagi dengan mereka berdua.

Ketika melihatnya seperti ini, Shiina terlihat seperti gadis SMA biasa.

“Ayo, kamu juga harus bergabung dengan kami!”

“Apa yang sedang kamu lakukan?! Ini akan terbalik— Woah!”

Sementara itu, di depan kami, Yuuka dengan paksa menarik Shinji menjauh dari pelampungnya.

Segera setelah itu, ada percikan air yang besar. Yuuka menoleh ke arah kami dan memamerkan tanda peace.

Tak berselang lama, Shinji muncul dari dalam air, meraih bahunya, dan menyeretnya ke dalam air. Percikan air besar lainnya muncul saat Shiina dan Hina tertawa melihat pemandangan itu.

Semua orang bersenang-senang, bagus untuk mereka.

…Ngomong-ngomong, Yuuka dan Shinji tampaknya tidak keberatan untuk saling bersentuhan. Mereka berkelahi di dalam air, meskipun jika dilihat dari posisiku, mereka malah tampak berpelukan. Bikin iri saja.

Sementara itu, aku justru merasa gugup setiap kali Shiina menyentuhku.

“Semuanya, ayo pergi ke seluncuran!”

Menanggapi kata-kata Hina sebagai isyarat, kami semua meninggalkan area kolam arus. Baik Hina dan Yuuka dengan penuh semangat pergi ke seluncuran. Sementara Shiina…

“Itu… kurasa aku tidak bisa…”

“Yah, karena kamu tidak bisa berenang, jadi lebih baik kamu tidak memaksakan dirimu.”

“Tidak, sejak awal aku memang tidak pandai menangani hal-hal seperti itu … aku bahkan tidak bisa naik roller coaster…”

“Kamu ‘kan bisa terbang dengan sapu di kehidupanmu sebelumnya. Apa yang membuatmu begitu takut?”

Bukannya dia takut ketinggian. Bibir Shiina berkedut saat dia berbicara,

“Aku bisa mengendalikan sapuku, tapi aku tidak bisa mengendalikan benda itu!”

Begitu rupanya…

Yup, aku tidak mengerti sama sekali.

“Selain itu, aku sudah merasa lelah.”

“Baiklah, ayo beristirahat dulu di sini sampai semua orang kembali.”

“Mm… aku ke toilet dulu.”

Dia berkata begitu sebelum pergi ke toilet sendirian. Aku duduk dan menikmati waktu tenang ini sendirian.

Lalu, Shinji tiba-tiba mendatangiku dengan sekaleng kopi di kedua tangannya. Ia melemparkan salah satunya ke arahku.

“Kamu tidak pergi ke seluncuran?”

Aku menangkap kaleng itu dan membukanya.

“Tidak, lagi enggak mood untuk melakukan itu.”

Ia kemudian duduk di sebelahku dan menyeka rambutnya dengan handuk.

“Shiina-san sangat menempel lengket padamu.”

“… Kamu juga berpikir begitu, ya?”

Kurasa memang seperti itulah kelihatannya dari sudut pandang orang luar.

“Tak peduli bagaimana kamu melihatnya, kalian berdua terlihat seperti pasangan bodoh, memamerkan kemesraan kalian di depan semua orang seperti itu.”

“Ugh…”

Kata-katanya sangat menusuk hatiku.

Aku sudah mempunyai firasat kalau kami terlihat seperti itu dari sudut pandang orang lain, tapi ketika ada seseorang yang benar-benar menunjukkannya kepadaku, rasanya sangat memalukan.

Semua ititerjadi karena Shiina tidak memahami bagaimana mengatur jarak. Aku harus mengajarinya dengan cepat tentang ini. Jika dia memperlakukan semua orang seperti dia memperlakukanku, orang-orang pasti akan salah paham dengannya.

“Jadi, apa yang akan kamu lakukan tentang ini?”

Aku tidak memahami maksud dibalik pertanyaannya itu.

Meski begitu, setidaknya aku tahu kalau Shinji sedang serius.

Biasanya, Ia cuma tertawa dengan hati-hati dalam situasi seperti ini, tapi saat ini, Ia menatapku tanpa sedikit pun main-main.

"…Apa maksudmu?"

Aku memikirkannya, tapi aku masih tidak mengerti pertanyaannya.

Jadi, aku bertanya balik. Shinji lalu meletakkan kopinya dalam diam.

Keheningan menyelimuti kami. Setelah beberapa saat, Ia membuka mulutnya untuk berbicara,

“Melihat kalian berdua seperti itu, hal tersebut menyakiti Hina, memangnya kamu tidah tahu mengenai itu?”

“… Apa kamu yakin kalau dia cuma tidak enak badan atau semacamnya?”

Kami sudah saling kenal sejak kami masih kecil, jadi aku tahu bahwa Hina telah memaksakan diri untuk sementara waktu.

Dia selalu berusaha bersikap sedikit lebih ceria setiap kali merasa sedih.

Tapi, berbeda dengan pria yang ada di sampingku ini, aku tidak tanggap, jadi aku tidak tahu alasan mengapa dia merasa sedih.

Shinji berkata bahwa dia tersakiti, tapi aku tidak memahami penyebabnya.

Ia menatap wajahku yang bermasalah. Mungkin sepertinya Ia mengerti apa yang ada di pikiranku, jadi Shinji memberitahuku dengan tegas.

“Aku tahu kalau kamu orang yang tidak terlalu peka, tapi sebelum aku bisa memberitahumu segalanya, kamu harus memilah perasaanmu terlebih dahulu.”

…Jawabannya cuma membuatku semakin bingung.

Tapi aku percaya kata-katanya. Berdasarkan pengalamanku, Shinji tidak pernah salah dalam situasi seperti ini.

“…Huh, Kudou-san juga ada di sini?”

Pada saat itu, Shiina kembali dari toilet.

“Ya. Aku semakin tua, jadi aku cepat kecapekan.”

“…Bukankah kita seumuran?”

Shiina terkikik mendengar lelucon Shinji sebelum duduk di sebelahku.

Akhir-akhir ini, gadis ini menjadi lebih nyaman dengan kelompok teman kami karena bisa berbicara dengan yang lain secara normal. Padahal, sepertinya dia masih memakai bahasa formal pada nama semua orang.

“Secara mental aku sudah.”

Kami berdua tetap diam setelah mendengar lelucon itu. Ia terkejut dengan reaksi kami. Maksudku, kami berdua memiliki ingatan dari kehidupan kami sebelumnya, jadi kami tidak menganggap lucu lelucon tersebut.

...Sebaliknya, fakta bahwa sifatnya jauh lebih dewasa dari kita terasa lebih lucu daripada leluconnya.

Aku berbisik kepada Shiina,

“… Jika kita menghitung usia kita dari kehidupan sebelumnya, kita sudah berusia lebih dari tiga puluh tahun sekarang.”

Tiba-tiba aku merasa seperti sudah menjadi om-om sekarang.

“T-Tidak, bukan begitu cara kerjanya. Kita tidak segera mengingat kehidupan kita sebelumnya, jadi kita tidak bisa menambahkan total umur kita seperti itu!” Bantah Shiina dengan suara bergetar.

Perkataannya memang benar, tapi semua itu terlihat tidak meyakinkan karena ucapannya yang cepat.

“Pertama-tama, Shiina Mai dan Cerys Flores adalah dua orang yang berbeda! Kamu sendiri yang bilang begitu, bukan?!”

“Jangan gunakan pidato inspirasionalku untuk membuat dirimu terdengar lebih muda!”

“Aku sama sekali belum tua! Jangan berani-berani memanggilku tua!”

Saat kami saling berdebat, Shinji mengangkat bahunya.

“Ayolah, jangan bermesra-mesraan di hadapanku ...”

“Si-Siapa juga yang bermesra-mesraan!”

Aku melirik Shiina sambil menyangkal ucapan Shinji. Tapi untuk beberapa alasan, pipi Shiina terlihat merah merona.

Melihat reaksinya yang seperti itu membuatku merasa malu juga.

Shinji cuma bisa menepak dahinya setelah melihat ekspresi kami berdua. Ia mungkin tidak tahu harus berkata apa kepada kami.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama