Eiyuu to Majo Jilid 2 Bab 1 Bagian 3

Bab 1 Bagian 3


Keesokan harinya, kami pergi ke kolam renang bersama sesuai rencana.

Ada fasilitas kolam renang umum terdekat yang bisa kami kunjungi, tapi daripada pergi ke sana, kami justru mengunjungi fasilitas rekreasi yang paling terkenal di prefektur. Untuk sampai ke sana, kami harus menaiki kereta selama tiga puluh menit.

Jadi begitulah, kami memutuskan untuk bertemu di Stasiun Maebashi dulu pada jam 9 pagi.

Karena jam internalku berantakan selama liburan musim panas, jadi aku cukup kesulitan untuk bangun jam sembilan. Yah walaupun masalah itu dengan mudah teratasi karena Hina menerobos masuk ke rumahku dan membangunkanku.

Aku langsung bersiap-siap dan pergi ke stasiun.

“Apa kita terlalu cepat ke sini?”

Ketika kami tiba, masih tidak ada tanda-tanda orang di sana.

Jika aku tahu kalau inilah yang terjadi, mendingan aku kembali tidur lagi saja.

“Lebih baik datang lebih awal daripada terlambat. Kita harus memperbaiki keterlambatanmu itu.” kata Hina. Aku tidak bisa membalasnya karena aku tahu ucapannya ada benarnya.

Suasana di sekitar stasiun terlihat sepi pada jam segini. Kesunyan ini membuatnya sulit dipercaya bahwa ini biasanya menjadi stasiun yang ramai. Karena di dekat stasiun ada McDonald's, jadi Hina dan aku pergi ke sana untuk sarapan sambil menunggu yang lain.

Orang yang pertama muncul adalah Yuuka.

Seperti biasa, dia mengikat rambut hitamnya dengan gaya ikat samping. Kemeja lengan pendek sederhana dan rok panjang terlihat cocok dengan wajahnya yang tampak lembut dan memberinya kesan tenang. Secara keseluruhan, pakaiannya sangat cocok dengan kepribadiannya.

“Selamat pagi. Lama enggak ketemu ya, Godou. Kapan terakhir kali kita nongkrong bareng, lagi?”

“Hari terakhir sebelum liburan, jadi yah memang cukup lama. Dengar-dengar  kamu sering pergi jalan-jalan bersama Hina beberapa kali?”

“Mhm! Dia selalu meneleponku setiap kali dia ingin pergi berbelanja. Kenapa kamu tidak ikut bergabung saja?”

“Hina tidak pernah mengundangku. Yah, kalian mungkin pergi keluar saat aku mendapat giliran kerja.”

“Itu salah satu alasannya. Tapi alasan utama kenapa aku tidak mengundangmu adalah karena kamu selalu cari-cari alasan untuk pulang lebih awal.”

“Karena kamu selalu butuh waktu lama untuk berbelanja!”

Aku pergi berbelanja dengan Hina sesekali, tapi menemaninya berbelanja sangat melelahkan. Aku tahu bahwa gadis-gadis biasanya meluangkan waktu untuk berbelanja, berkat bimbingan ibuku, tetapi waktu belanja Hina dengan mudah menggandakan waktu rata-rata gadis biasanya.

Saat aku muak dengan pikiran menemani Hina berbelanja, Shinji mengirimiku RINE.

Aku menyuruhnya pergi ke McDonald's dan Ia mengirim stiker beruang mengejar kupu-kupu. Aku tidak tahu apa yang ingin disampaikannya dengan mengirim stiker ini.

Aku bertanya pada Yuuka, yang sedang meminum kopinya.

“Kenapa kamu tidak bersama Shinji?”

“Kenapa kamu menanyakan itu? Kita berdua tidak selalu bersama, oke!”

Bibirnya sedikit berkedut karena ketidakpuasan.

Pada saat itu, Shinji datang ke tempat duduk kami.

“Sebenarnya kami pergi bersama. Dia bilang kalau dia tidak ingin kalian salah paham, jadi dia membuatku bersembunyi di toilet dan pergi untuk bertemu dengan kalian dulu.”

“Shi-Shinji!”

Yuuka langsung tersipu dan mencoba menutup mulut Shinji dengan tangannya, tapi Shinji dengan lihai menangkis gerakannya dan duduk tepat di sebelahnya. Melihat rencananya gagal, Yuuka menggembungkan pipinya.

“Seharusnya kamu diam saja, bung.”

Padahal, melihat Yuuka yang biasanya tenang dan tenang menjadi sekesal ini merupakan pemandangan yang sangat langka.

“Niatnya sih begitu, tapi waktunya sangat tepat sekali.”

Shinji mengangkat bahunya saat memamerkan senyum sembrononya yang biasa.

Ia mengenakan kaos biru lengan pendek dan celana pendek hitam longgar. Ada kalung perak tergantung di lehernya dan arloji di pergelangan tangannya. Ia juga mengenakan sandal yang terlihat keren.

Secara keseluruhan, penampilannya terlihat bergaya dan modis. Kesenjangan antara penampilanku dan penampilannya seperti bumi dan langit.

“Hehe, kalian berdua masih sedekat dulu.”

“Enggak! Aku membawanya bersamaku karena aku takut anak ini akan terlambat!”

“Iya deh, iya~”

Hina mengabaikan alasan Yuuka .

“Kamu memang sulit diatur.”

Aku berkata kepada Shinji.

“Seharusnya kamu ngaca dong. Kamu sama terlambatnya denganku.”

“Asal kamu tahu saja, aku datang ke sini lima belas menit lebih awal darimu.”

“Itu sih karena Hina menyeretmu keluar dari tempat tidurmu tadi.”

Bahkan tanpa Hina, aku tahu kalau aku orang yang lebih baik darinya.

“Kalian berdua itu sama saja.” Gumam Yuuka sambil menatap pertengkaran kami.

Dan begitulah, empat orang sudah berkumpul di dalam McDonald's Stasiun Maebashi pada pagi hari.

“Sisanya tinggal Mai-chan saja, ‘kan?” tanya Hina.

Aku melihat jam tanganku dan menyadari kalau sekarang sudah jam Sembilan lebih. Tidak biasanya dia terlambat. Gadis itu adalah tipe orang yang menunggu satu jam sebelum waktu yang ditentukan. Apa ada sesuatu yang terjadi padanya?

“Aku akan meneleponnya dulu.”

Saat aku mengatakan itu dan membuka ponselku, Shiina justru menelponku duluan.

{M-Maaf! Ak-Aku hampir sampai… mungkin…}

Aku bisa mendengar napasnya yang terengah-engah melalui telepon. Apa dia sedang berlari?

“Baiklah, tidak apa-apa. Tapi apa yang terjadi padamu?”

Sesuatu yang besar pasti terjadi jika Shiina, dari semua orang, terlambat.

{U-Um… A-Aku tersesat…}

Tanggapannya merusak suasana hatiku yang serius.

“Eh...”

Benar, bahkan di kehidupan sebelumnya, dia sama sekali tidak bisa membedakan arah.

{A-Aku jarang menggunakan kereta, oke?! Su-Sudah pasti aku akan tersesat!}

Cari-cari alasan.

Meski dia tidak sering menggunakan kereta, bagaimana mungkin dia tidak tahu di mana stasiunnya?

Dia telah tinggal di sini sejak bulan Juli, bagaimana mungkin dia tidak tahu tentang ini?

“Yah kesampingkan itu dulu. Kami sdang berada di McDonald's dekat stasiun, jadi cepatlah kemari.”

Sejujurnya, aku tidak mengerti apa yang terjadi di dalam kepalanya itu. Aku punya firasat bahwa sesuatu yang berantakan akan terjadi hari ini.

 

◇◇◇◇

 

Beberapa menit kemudian, kami meninggalkan McDonald's dan bertemu dengan Shiina yang berada di pintu masuk.

Dia mengenakan blus putih dan celana pendek hitam. Rambut hitam panjangnya diikat dengan gaya ekor kuda.

Aku melihatnya dalam pakaian kasualnya kemarin dan hari ini dia mengenakan gaya pakaian yang berbeda. Untuk gadis kikuk seperti dirinya, dia ternyata sangat bergaya…

“Woah, Mai-chan dengan gaya kuncir kuda! Manis banget!”

Saat Shiina masih meminta maaf dengan mata berkaca-kaca, Hina segera memeluknya dengan binar di matanya.

“Kamu hanya terlambat tiga menit, jadi tidak perlu meminta maaf segala.”

“Te-Terima kasih…”

Ketika Yuuka tersenyum dengan tenang padanya, dia menghela nafas lega.

“Baiklah, ayo pergi!”

Yuuka memimpin jalan dan kami semua mengikuti di belakangnya.

Sejujurnya, aku sendiri tidak tahu jalan menuju kolam renang, tapi Hina dan Yuuka seharusnya mengetahuinya.

Walaupun para siswa sedang berlibur musim panas, para orang dewasa tetap bekerja. Berkat itu, penumpang di dalam gerbong kereta sedang kosong. Semua orang duduk berdampingan. Shiina duduk di sebelah kiriku.

… Untuk beberapa alasan, dia duduk sangat dekat denganku. Tangan kami bahkan sempat bersentuhan.

Shinji yang duduk di sisi kiri Shiina, menatapku dengan bingung. Dari sudut pandangnya, rasanya seolah-olah Shiina mencoba menghindarinya.

“A-Aku sangat gugup…” Bisik Shiina padaku.

“Kenapa?”

Seharusnya akulah yang merasa gugup di sini.

“Aku tidak pernah pergi ke kolam renang bersama teman-temanku sebelumnya…”

“Koreksi, ini pertama kalinya kamu pergi jalan-jalan bersama teman-temanmu.”

Saat aku menggodanya seperti itu, dia menjawab,

“Karaoke juga masih termasuk, oke ?! Ngo-Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya aku naik kereta dengan semuanya…”

Aku mengerti maksudnya. Tidak seperti saat kami pergi karaoke bersama, jalan-jalan hari ini memiliki perasaan yang berbeda.

“A-Apa yang harus kulakukan di kolam renang nanti?”

“Berenang. Kalau kamu bisa berenang, rasanya pasti asyik bisa main-main di kolam.”

Setelah aku mengatakan itu, aku mengingat kalau dia baru saja memberitahuku beberapa hari yang lalu kalau dirinya tidak bisa berenang.

“…Kamu akan mengajariku cara berenang, ‘kan?”

Ketika Shiina menatapku dengan pandangan gugup, aku memalingkan muka darinya.

“A-Aku akan melakukan yang terbaik…”

Dengan kemampuan fisiknya, rasanya akan sulit untuk bisa langsung berenang.

Tetap saja, dia sepertinya membawa pelampung, jadi dia bisa bersenang-senang sendiri.

“Tapi tetap saja, bukannya lebih baik jika Hina atau Yuuka yang mengajarimu?”

Saat aku menanyakan itu, dia memiringkan kepalanya.

“…Memangnya kenapa?”

“Maksudku, kamu tahu sendiri lah…”

Jika aku mengajarinya cara berenang, aku mungkin tidak sengaja menyentuh tubuhnya atau sesuatu ...

Lambat laun, wajahnya memerah saat dia memahami apa yang kubicarakan.

“Ji-Jika itu kamu… A-Aku tidak keberatan…”

Dia langsung menoleh setelah menggumamkan sesuatu seperti itu.

Tidak, tunggu dulu, apa-apaan ucapannya itu?!

Kamu tidak keberatan? Hahh?!

Serius, dia selalu membuatku salah tingkah. Belakangan ini dia selalu mengatakan sesuatu seperti ini, aku jadi tidak bisa memahaminya lagi!

“…”

“…”

Oleh karena itu, kami berusa sama-sama terdiam.

Suasana di antara kami berubah menjadi canggung.

Ketika aku mencoba untuk melihat-lihat, hanya ada kursi kosong di sekitar kami. Shinji yang duduk di sebelah Shiina, sedang asyik memainkan game di ponselnya. Hina dan Yuuka merencanakan jadwal kami sambil melihat pamflet.

Aku tidak bisa mengajak salah satu dari mereka ke dalam percakapan.

Apa yang harus kulakukan sekarang?!

Tidak menyadari konflik batinku, Shiina tersenyum dan berkata,

“Aku sangat menantikan itu.”

“…Ya aku juga.”

Aku menanggapinya dengan tersenum kecut.

Mantan penyihir, Shiina Mai, berhasil tersenyum dari lubuk hatinya. Aku tidak menginginkan apapun. Jika aku bisa menjadi bagian dari alasan di balik senyuman itu, hanya itu saja sudah cukup bagikku.

 

◇◇◇◇

 

Setelah menaiki kereta api selama tiga puluh menit, kami akhirnya sampai di tempat tujuan, yaitu kolam renang.

Tempat ini merupakan salah satu kolam renang terbesar di seluruh Wilayah Kanto, yang terletak di Kota Kiryu. Dulu, aku pernah ke sana bersama keluarga dan aku ingat tempat itu sangat besar dan menyenangkan bermain-main di sana. Namun, tempat itu cukup ramai untuk saat ini, kemungkinan besar karena sedang liburan musim panas.

“Ugh, ini sangat ramai ...”

Hina mengeluh sambil tersenyum kecut. Mendengar ucapan itu, Shinji menanggapi sambil mengipasi wajahnya dengan tangannya,

“Ayo cepat masuk. Aku sudah tidak tahan dengan cuaca panas ini.”

“Aku juga sama.”

Cuaca panas mulai menggerogoti jiwa kami.

“Untung saja tempat ini adalah kolam renang dalam ruangan. Jika di luar ruangan, aku pasti akan mati karena dehidrasi.”

"Luruskan punggungmu, Shinji, kamu terlihat sangat acak-acakan.”

“Panas ini melelehkan tulang punggungku, aku tidak bisa meluruskannya kembali.”

Setelah memeriksa Shinji dan Yuuka, yang sedang berbicara satu sama lain, aku memeriksa Shiina.

“Ad-Ada… Ba-Banyak orang… Te-Terlalu banyak…”

Dia terlihat hampir pingsan. Bukan karena kepanasan, tapi karena keramaian.

“Apa kamu baik-baik saja?”

“Aku biasanya tidak datang ke tempat ramai seperti ini…”

Dia meraih lengan bajuku saat mengatakan itu. Jika ada gadis lain yang melakukannya, aku akab curiga jika dia mencoba merayuku entah bagaimana, tapi karena orang yang melakukannya adalah Shiina, yang bahkan tidak kepikiran untuk melakukannya, aku membiarkannya melakukan apa pun yang dia inginkan.

“Yah, hanya pintu masuk saja yang ramai. Seharusnya jumlah orangnya sudah sedikit berkurang ketika kita masuk ke dalam.”

Shiina balas mengangguk setelah mendengar kata-kataku.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama