Bab 2 Bagian 4
(Sudut Pandang Shiina Mai)
Teks akuan film mulai diputar.
Beberapa suara isak tangis
terdengar dari sekeliling kami. Sepertinya ada banyak orang yang tersentuh
dengan film tersebut.
Aada banyak yang mengatakan
kalau film ini adalah salah satu film romantis paling populer dan aku tahu
alasannya. Kualitas produksinya tinggi dan dua karakter utamanya gampang
disukai. Tapi menurut pendapat pribadiku, rasanya agak kosong.
Saat ruangan menjadi cerah,
kesunyian berangsur-angsur pecah.
“Tadi itu sangat menakjubkan…”
ujar Shindou-san sambil tersenyum.
Sementara itu, Kirishima-san masih
menangis sangat keras sampai-sampai aku bahkan tidak tahu apa yang ingin dia
katakan.
“Hiks… Tadhi… byagus banghet….!”
Mendengar isak tangisnya,
Shindou-san terkikik.
“Tenanglah dulu. Ini, gunakan
saputanganku.”
Kirishima-san menyeka air
matanya dengan sapu tangan. Dalam situasi normal, kemungkinan besar aku akan
menangis sekeras dirinya, mengingat kualitas filmnya yang sangat bagus.
Tetapi situasiku yang sekarang
sedang tidak normal. Ada sesuatu yang menggangguku, jauh di lubuk hatiku.
Rasanya seperti aku melihat
diriku sendiri dari dalam sangkar.
Penyebab dari perasaan ini
kemungkinan besar adalah malam festival kembang api.
Pada hari itu, Godou dan aku
menonton kembang api bersama sambil bergandengan tangan.
Saat itu, aku merasa sangat
bahagia.
Aku menyadari seberapa besar
aku mencintainya.
Tapi, aku harus menekan
perasaanku yang menjadi lebih besar dari saat ini.
Berkat itu, hatiku terasa hampa
akhir-akhir ini.
“… Aku jadi lelah menangis.”
Mata Kirishima-san membengkak saat
dia menjatuhkan tubuhnya ke kursinya.
Shindou-san mengangkat bahunya.
Sementara itu, aku terkikik melihat pemandangan itu.
Aku merasa iri dengan empati
Kirisihma-san, meskipun aku tidak menginginkannya sekarang.
“Pokoknya, mari kita istirahat
dulu.”
Baik aku maupun Kirishima-san tidak
keberatan dengan usulan Shindou-san.
◇◇◇◇
Teater bioskop yang kami
kunjungi terhubung dengan pusat perbelanjaan, jadi area makanan berada dalam
jarak berjalan kaki. Sesampainya di sana, sebagian besar kursi sudah terisi
oleh pelajar seperti kami. Untungnya, kami berhasil menemukan tempat duduk
kosong di dekat jendela. Karena haus, aku membeli teh, sedangkan Shindou-san
dan Kirishima-san membeli jajanan crepes. Aku tidak memesan makanan apa pun
karena aku sudah makan siang sebelum menonton film dan—
Aku seharusnya tidak mengatakan
apa-apa lagi. Aku akan membuat diri aku merasa tertekan.
“Mm! Rasanya sangat lezat!
Makanannya enak, filmnya bagus, liburan musim panas memang waktu terbaik untuk menikmati
hidup!”
Kirishima-san terlihat sangat
senang saat mengatakan itu.
“Tapi, kamu harus melakukan
kegiatan klubmu besok ‘kan, Hina?”
“Jangan ingatkan aku tentang
itu! Aku sudah berusaha untuk mengalihkan pikiranku dari itu!”
“Haha~ Kasihan banget~ Untung
saja aku dan Mai-chan adalah anggota klub langsung pulang ke rumah~”
Shindou-san tersenyum padaku.
“Ya. Aku tidak memiliki
pekerjaan sambilan atau kegaiatan lainnya, jadi aku hanya menghabiskan
keseharianku dengan membaca.”
“Kalau aku sih, aku masih pergi
jala-jalan dengan teman-temanku yang lain setiap hari.”
Shindou-san selalu memiliki
suasana tenang dan santai di sekitarnya. Itu membuatku merasa nyaman.
“… Atau tidak, itu bohong.
Sebenarnya, aku menghabiskan hari-hariku dengan bermalas-malasan di kamarku.”
“Hahaha, aku juga. Selain
membaca, aku bermalas-malasan sambil menonton video acak di MeTube.”
Aku mengangguk pada kata-kata
Yuuka-san.
Sementara itu, Kirishima-san
menatap kami dengan cemburu.
“Kamu bisa saja keluar dari
klubmu, tetapi kamu tidak ingin melakukan itu, kan?”
“…Ya. Maksudku, rasanya
menyenangkan dan aku ingin menang…”
Suara Kirishima-san terdengar
lebih rendah dari biasanya, tapi itu membuatnya terdengar lebih keren.
“Keren abis.”
Ketika aku tanpa sadar mengatakan
apa yang ada di pikiranku, Kirishima-san menggelengkan kepalanya dengan malu-malu
dan berkata, “Ja-Jangan menggodaku seperti itu.”
“Ma-Manis sekali…”
“A-Aku menyuruhmu berhenti!”
“Haha, Mai-chan tahu bagaimana
menghadapi Hina sekarang~”
“Tapi aku hanya mengatakan yang
sebenarnya padanya.”
“Ngh!”
Reaksi Kirishima-san cukup
ekstrim.
Aku terkejut dengan itu, tapi
Shindou-san hanya menatapnya dengan tenang. Setelah beberapa saat,
Kirishima-san terbatuk dengan wajah merah dan mencoba mengganti topik
pembicaraan.
“Ngomong-ngomong, kupikir kamu
sibuk dengan sekolah bimbelmu, Yuuka?”
“Tidak juga. Aku hanya perlu
menghadirinya tiga kali seminggu, jadi aku punya banyak waktu luang.”
“… Kamu mengikuti sekolah
bimbel, Shindou-san?”
“Yah begitulah. Maksudku, kita
sudah kelas 2 sekarang dan setelah liburan musim panas, kita akan memasuki
semester kedua. Sudah waktunya untuk memikirkan ujian masuk universitas kita. Kupikir
aku akan lebih banyak belajar, jadi aku memutuskan untuk menghadiri sekolah
bimbel saat ini.”
“Aku memicu percakapan yang
menjengkelkan…”
Kirishima-san menutupi kedua
telinganya dengan tangannya. Tapi karena Kirishima-san yang sedang kita
bicarakan, meskipun dia bertingkah seperti ini, dia mungkin belajar dengan baik
setiap hari.
Sementara itu, soal ujian masuk
perguruan tinggi tidak pernah terlintas di dalam pikiranku.
Sebenarnya, aku tidak pernah
benar-benar memikirkan masa depanku.
Bagaimanapun, aku tahu sendiri
kalau aku takkan pernah bahagia dalam kehidupanku. Penyihir bukanlah eksistensi
yang pantas untuk bahagia, jadi tidak ada gunanya memikirkan masa depan. Tapi,
sekarang aku menyadari bahwa aku diperbolehkan untuk bahagia, berkat Godou.
Ketika memikirkan tentang
Godou, dadaku mulai terasa sakit.
Masa depan… kebahagiaanku…
Aku membayangkan adegan yang
membuatku merasa paling bahagia.
Tidak butuh waktu lama bagiku
untuk membayangkannya. Bagaimanapun juga, itu adalah keinginan terbesarku.
Untuk menjadi kekasih dengan
Godou. Adegan di mana kami memperlakukan satu sama lain dengan penuh kasih
sudah cukup membuatku merasa bahagia.
“…Mai-chan?”
Suara Kirishima-san membawaku
kembali ke dunia nyata.
“Kamu baik-baik saja? Kamu
terlihat murung tadi.”
Shindou-san juga menatapku
dengan ekspresi khawatir.
“Maaf, aku harus pergi ke
toilet…”
Aku berhasil menipu mereka
dengan senyuman dan melarikan diri ke toilet.
Pokoknya, aku harus tenang
dulu.
◇◇◇◇
Aku duduk di bangku dekat
toilet dan menghela nafas panjang.
Setelah banyak berpikir, emosiku
yang kacau sebelumnya berangsur-angsur menjadi tenang.
… Tinggal sedikit lagi, dan aku
akan kembali normal lagi.
Emosiku yang meluap-luap ini
bisa ditampung di dalam sangkar.
Sebagai seorang penyihir,
menekan emosiku sendiri merupakan sesuatu yang aku kuasai.
Tapi sebelum itu…
“…Mai-chan.”
Kirishima-san memanggilku.
“Maaf, apa aku membuatmu
khawatir?”
“Jangan meminta maaf segala”
Suaranya terdengar begitu lembut
dan kemudian duduk di sampingku.
“Sepanjang hari ini kamu
terlihat melamun terus.”
Jadi dia menyadarinya, ya…
“Ah, aku bukannya marah padamu
atau semacamnya, kok. Apa terjadi sesuatu antara kamu dengan Godou…?”
Aku tidak bisa memberinya
jawaban. Sepertinya dia menganggap diamku sebagai penegasan.
“Kamu pergi ke festival kembang
api bersamanya, bukan?”
“…Ya. Apa Ia sendiri yang
memberitahumu?”
“Ya. Karena kami selalu pergi
ke sana bersama, Ia mungkin berpikir lebih baik memberitahuku tentang itu.”
…Aku penasaran mengapa Godou perlu
memberi tahu Kirishima-san dulu kalau Ia lebih memilih untuk pergi bersamaku
ketimbang dirinya.
Namun demikian, perkembangan
seperti ini bukanlah sesuatu yang aku inginkan.
“…Aku tidak tahu.”
Aku merasa bodoh karena
membiarkan diriku menuruti keinginan kotor seperti itu. Pokoknya, setelah
menegaskan kembali hubunganku dengan Godou, suasananya mulai membaik.
Godou adalah temanku, tidak
kurang maupun kurang.
'Jadilah
temanku.'
Kata-kata tersebut
menyelamatkan aku waktu itu.
Aku ingin menghargai
perasaannya, kata-kata yang dia pilih untuk mendefinisikan hubungannya denganku.
Itulah mengapa aku harus
meninggalkan kesombonganku, keinginanku untuk menjadi kekasih dengannya.
“… Begitu rupanya. Jadi Godou
gagal, ya.”
“… Gagal?”
Perkataan Kirishima-san
membuatku bingung. Aku memiringkan kepalaku dan bertanya padanya.
Alih-alih menjawabku, dia
mengedipkan matanya karena terkejut.
“Jangan bilang … Kamu belum
menyadarinya?”
“?”
Aku memiringkan kepalaku lebih
dalam, sampai-sampai leherku sakit.
Begitu melihat responku,
Kirishima-san meletakkan tangannya di dagunya.
“Kurasa bukan ide yang bagus
jika aku memberitahumu. Aku akan diam untuk saat ini.”
“… Karena kamu sudah
memberitahuku sebanyak ini, tidak adil membuatku penasaran seperti itu.”
“Maaf. Masalah di antara kalian
berdua berjalan berbeda dari yang kukira … ”
Lagi-lagi dengan kata-kata yang
gagal aku mengerti.
Sepertinya dia tahu sesuatu
tentang Godou yang tidak kusadari. Sejujurnya, itu membuatku sedikit kesal,
tapi perasaan itu ditekan oleh kecemasanku.
“…Kirishima-san, bagaimana
pendapatmu tentang Godou?”
Kata-kata itu meluncur dari
mulutku.
Aku tidak tahu mengapa aku
mengajukan pertanyaan itu.
Tapi, aku merasa jika aku
kembali ke masa lalu, aku masih akan menanyakan pertanyaan yang sama padanya.
Keheningan menyelimuti kami.
Kemudian, Kirishima-san
tersenyum. Ada semburat kesepian dalam senyuman itu.
“…Apa maksudmu bertanya begitu?”
“Kamu tahu…”
Kupikir pertanyaan aku cukup
jelas.
Padahal, aku tahu apa
jawabannya. Tidak perlu bagiku untuk menanyakan pertanyaan ini sama sekali
sejak awal.
“Apa kamu bertanya padaku apa
aku menyukainya sebagai seorang pria?”
Pertanyaannya membuatku membeku
di tempat. Aku tidak bisa menggerakkan mulutku untuk menjawabnya.
“Kenapa kamu menanyakan itu
padaku?”
“Aku hanya penasaran…”
“Bukannya berarti kamu juga
menyukainya, kan, Mai-chan? Jadi kenapa?”
Benar, aku mengatakan itu
padanya saat itu.
Sehari sebelum festival kembang
api, aku memberitahunya kalau aku mana mungkin jatuh cinta pada Godou.
“… Yah, memang, aku tidak
menyukainya.”
Aku hanya bertanya karena
penasaran, tidak lebih.
Seharusnya tidak ada yang lebih
dari itu, iya ‘kan?
“Kalau gitu…”
Kirishima-san berhenti di
tengah kalimat.
Dia tampak ragu-ragu untuk
melanjutkan kalimatnya. Memangnya ada yang salah?
Aku mendongak dan melihatnya
menatapku dengan wajah serius.
“… Apa kamu tidak keberatan
alau aku berpacaran dengan Godou?”
Aku langsung terkesiap dan
nafasku tertahan.
Membayangkan pemandangan itu
saja sudah terasa menyakitkan.
Tetap saja, tidak peduli berapa
kali aku memikirkannya, mereka berdua sangat serasi satu sama lain.
Dia adalah orang yang sempurna
untuk berdiri di samping Godou.
Berbeda dengan diriku yang
selalu membutuhkan bantuannya, Kirishima-san adalah seseorang yang bisa
membantunya kapanpun Ia membutuhkannya.
Mereka sudah saling mengenal
sejak mereka masih kecil. Mereka adalah teman masa kecil.
Bukannya itu hal yang membahagiakan
jika mereka bisa bersama?
“… Silakan saja.”
Godou sudah memberiku
kebahagiaan.
Jadi, aku harus memberinya
kebahagiaan sebagai balasannya.
Kirishima-san seharusnya bisa
memberinya kebahagiaan yang lebih besar daripada yang bisa kulakukan.
Ini akan menjadi perkembangan
terbaik.
Akhir yang bahagia untuknya.
Setelah banyak berpikir, inilah
jawaban terbaik yang bisa kudapatkan.
“Untuk menjawab pertanyaanmu
sebelumnya…”
Untuk beberapa alasan,
Kirishima-san terlihat seperti akan menangis.
Tapi, dia berhasil menahannya.
Dengan nada yang kuat, dia terus melanjutkan,
“Aku mencintainya. Aku
mencintai Shiraishi Godou. Dari semua orang di dunia ini, aku paling
mencintainya.”
Aku tahu itu.
Tapi mengapa kata-katanya lebih
menyakitiku daripada tebasan pedang?
Namun, aku harus menanggung
rasa sakit ini. Itu adalah hukumanku karena memendam perasaan seperti itu.
“… Maafkan aku, Mai-chan.”
Untuk beberapa alasan,
Kirishima-san meminta maaf kepadaku dengan suara bergetar.
Mengapa kamu membuat wajah
seperti itu? Mengapa kamu meminta maaf kepadaku?
Aku tidak paham. Aku hanya
ingin cintanya terbalaskan.
Dia mengenal Godou lebih baik
dariku, dia mengenalnya lebih lama dariku, dia pantas mendapatkan hal ini.
Jadi, aku menyemangatinya dan
berkata, “Semoga berhasil.”
◇◇◇◇
Di sana tergeletak tubuh
pahlawan tanpa kepala.
Tidak, dirinya sudah bukan
pahlawan lagi. Sebaliknya, itu adalah tubuh tanpa kepala dari seorang pria
bodoh yang mengkhianati dunia karena terlena oleh rayuan si penyihir.
Rupanya, Ia dipenggal di
panggung eksekusi di alun-alun kota.
Algojonya adalah seseorang dari
gereja dan warga menyaksikan eksekusinya.
Alun-alun, yang tadinya hiruk
pikuk, tiba-tiba diselimuti kesunyian setelah kemunculanku yang tiba-tiba.
Setelah aku diberitahu tentang
eksekusi pahlawan, aku langsung melakukan teleportasi ke sini.
Aku berdoa supaya aku tidak
terlambat, tapi sepertinya itu sia-sia.
“Sungguh bodoh sekali…”
Aku bergumam dengan darah
mengalir dari ujung mulutku.
Dari sisiku, darah mengucur
deras karena luka dalam yang kuderita.
…Sepertinya aku akan segera
bergabung dengannya.
Setelah aku mendengar tentang
eksekusinya, musuhku menggunakan celah kesempatan itu untuk melakukan serangan
fatal padaku.
Para penjaga keamanan yang akan
menahanku berhenti setelah melihat lukaku. Mereka mungkin bertanya-tanya,
bagaimana mungkin aku masih hidup. Semua orang menatapku seolah-olah mereka
sedang melihat seseorang yang menakutkan.
Di hadapan tatapan itu, aku
berlutut di samping sang pahlawan.
Bahkan di akhir hidupnya, Ia
gagal mencapai kebahagiaan.
Semua itu karena dirinya mencoba
menyelamatkanku. Kalau saja Ia memilih pilihan yang tepat saat itu, untuk
membunuhku, dirinya mungkin hidup dalam kebahagiaan sekarang. Padahal ini
bukanlah jenis akhir yang kuinginkan.
Tapi sekali lagi, aku mungkin
takkan bisa membuatnya bahagia.
Dan hal yang sama berlaku
untuknya, Ia takkan bisa membuatku bahagia.
Tetap saja, mungkin kita bisa
menderita melalui ketidakbahagiaan bersama.
Lambat laun, kesadaranku
memudar dan aku jatuh tergeletak di samping mayatnya.
Darahnya ditutupi oleh darahku.
“… Semoga kehidupanmu
berikutnya bisa merasakan kebahagiaan.”
Dengan kekuatan terakhirku, aku
merapalkan sihir reinkarnasi padanya.
Itulah akhir dari ingatan
kehidupanku sebelumnya.
Itulah akhir dari cerita kami.
Sebuah akhir yang buruk.
Begitulah akhir dari penyihir
yang membawa ketidakbahagiaan kepada orang-orang di sekitarnya.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya