Bab 3 — Akhir dari Cinta Pertama
Liburan musim panas telah usai
dan semester kedua pun dimulai.
Ketika aku memasuki ruang
kelas, pandangan mataku bertemu dengan Shiina yang sudah duduk di kursinya.
“…Yo.”
“…Selamat pagi.”
Aku memanggilnya, tapi dia menundukkan
kepalanya dan menghindari tatapanku.
Setelah membalas sapaanku, dia
mengalihkan fokusnya kembali ke novel yang ada di tangannya. Sepertinya dia
tidak ingin berbicara denganku.
Sejak festival kembang api, dia
sudah bertingkah seperti ini terhadapku.
Dia terus menghindari membuat
kontak denganku.
Kami masih melakukan pengobatan
untuk kutukannya, meski demikian, kami hanya berbicara seperlunya saja. Rasanya
seperti aku sudah berubah menjadi seorang dokter yang melakukan pekerjaanku sendiri
ketimbang membantu teman.
Aku ingin melakukan sesuatu
tentang itu, tapi aku baru saja dicampakkan olehnya, jadi aku tidak ingin
terlalu memaksanya.
Semoga saja hubungan kami bisa
kembali seperti dulu sebelum semua ini. Untuk saat ini, aku harus membiarkan
waktu menyembuhkan segalanya.
Banyak orang yang bilang kalau
cinta menghancurkan persahabatan. Ini adalah pertama kalinya aku mengalaminya,
meski aku sudah membaca tentang ini sepanjang waktu di cerita. Sejujurnya, aku
menyesalinya. Seharusnya aku membiarkan semuanya berjalan apa adanya daripada
mencoba mendorong hubungan kita melangkah jauh seperti itu.
Ketika aku membiarkan pipiku
bersandar di meja, aku merasakan tamparan di punggungku.
“Selamat pagi! Kenapa kamu
kelihatan lesu begitu?”
Hina tampaknya dalam suasana
hati yang baik hari ini. Aku ingin dia menahan tamparannya sedikit, karena itu
menyakitkan.
“Aku mengantuk. Jam biologisku
kacau karena liburan musim panas.”
“Seperti yang diharapkan dari
anggota klub langsung pulang. Kamu menikmati masa kehidupan yang baik selama
liburan, ya?”
“… Ya, tapi aku bekerja
sambilan, tau?”
Aku mengangguk pada pertanyaan
Hina.
Setelah Shiina mencampakkanku,
aku mengalami banyak malam tanpa tidur dan perlahan-lahan aku menjadi tukang
begadang. Yah, sebagian karena shift kerjaku kebanyakan pada sore atau malam
hari.
Berkat itu, aku akhirnya jadi
kurang tidur. Sekarang jam sekolah sudah dimulai, rasanya akan sangat
merepotkan untuk mengatur kembali jam biologisku.
“Aku bangun jam enam setiap
hari selama liburan, kenapa kamu tidak melakukan itu saja?”
“Aku bukan orang aneh sepertimu
yang rela pergi ke aktivitas klub. Lagipula, mumpung sedang liburan musim
panas, kamu seharusnya bersantai di rumah.”
Setelah mendengar jawabanku,
dia bertindak seolah-olah dia telah menemukan kebenaran dunia. Hentikan itu,
Hina. Jika kamu terus melanjutkannya, kamu akan berakhir seperti diriku dan
bergabung dengan klub langsung pulang!
“Hina, lama enggak ketemu~!”
“Ah, Misuzu! Heya~!Lihat
dirimu, nona! Kulitmu jadi kecokelatan?”
“Karena aku pergi ke pantai,
sih! Oh iya, coba dengerin dej, ketika aku pergi ke sana dengan pacarku—”
Tiba-tiba, seorang gadis teman
sekelas mendekati Hina. Hina kemudian memunggungiku dan mulai mengobrol dengan
gadis itu sebagai gantinya.
Aku menatap punggung
rampingnya. Hah, apa dia bertambah tinggi lagi?
Rasanya sudah lama sejak
terakhir kali aku melihatnya.
Sekarang setelah kupikir-pikir,
aku belum terlalu sering bertemu dengannya selama liburan.
Yah, aku sibuk melakukan
pekerjaan sambilanku untuk mengatasi patah hatiku dan dia juga sibuk dengan
kegiatan klubnya. Tapi, masalahnya, biasanya dia mengunjungi rumahku untuk
bergaul denganku ketika keadaan tidak terlalu sibuk. Dia tidak melakukannya
akhir-akhir ini dan rasanya jadi sedikit kesepian.
Terakhir kali dia mengunjungiku
adalah ketika dia menyeretku untuk berbelanja baju renangnya dan itu sudah
cukup lama sekali.
Saat aku duduk diam sambil
termenung seperti itu di kursiku,
“Yo, ada apa?”
“Selamat pagi semuanya.”
Shinji dan Yuuka memasuki
kelas.
Mereka berjalan begitu dekat
satu sama lain. Dilihat dari suasana mereka, sepertinya Shinji menerima
pengakuannya di festival, ya?
Kemudian, Shinji duduk di
kursinya, tepat di depanku.
Sementara Yuuka, dia ikut
mengobrol dengan gadis-gadis lain.
Aku memergokinya mencuri
pandang ke arahku, bukan, ke arah Shinji.
Ketika gadis-gadis itu
menyadari wajahnya memerah, semua orang mulai menggodanya.
Shinji kemudian mengacungkan
jempol pada gadis-gadis itu untuk membuat Yuuka kecewa dan gadis-gadis itu
semakin menggodanya.
“Selamat, bung.”
Ketika aku mengatakan itu,
Shinji mengeluarkan senyum polos yang tidak biasa.
“Terima kasih.”
Me-Menyilaukan...
Apa ini yang mereka sebut kebahagiaan? aku tidak bisa…
Untuk
seseorang yang patah hati sepertiku, auranya terlalu berat untuk ditangani…
“Bagaimana denganmu?”
“…Bagaimana menurutmu?”
Pertanyaannya membuatku jadi berkaca-kaca.
“Hah, kamu ditolak?”
Ia mengangkat alisnya karena
terkejut.
“Bagaimana kamu bisa
menanyakannya dengan begitu santai? Aku sedang patah hati di sini…”
Shinji menatapku sebelum melirik
ke arah Shiina, yang sedang membaca novel sendiri. Ia kemudian menepuk
pundakku.
“Tetaplah kuat, masbro.”
“Terima kasih.”
Saat kami melakukan percakapan
semacam itu, wali kelas memasuki kelas.
“Silakan duduk, kita akan
memulai jam pelajaran hari ini.”
Kemudian, keseharian sekolah
yang membosankan pun dimulai.
Aku sudah merindukan liburan
musim panas.
Selama liburan, aku ingin
sekolah dimulai cepat-cepat tetapi sekarang aku telah kehilangan alasan mengapa
aku ingin pergi ke sekolah, aku berharap bisa tinggal di rumah saja. Aku bahkan
tidak bisa memaksa diriku untuk berbicara dengan Shiina sekarang.
…Yah, hanya dengan melihatnya
saja sudah membuatku bahagia, tapi itu tidak cukup!
“Aku tahu semua orang masih
ingin liburan musim panas, tapi cepat sadarkan diri kalian. Masih terlalu dini
untuk membicarakan hal ini, tetapi turnamen bola antar kelas akan segera hadir.
Silakan putuskan pesertanya nanti, oke?” kata wali kelas kami itu.
Turnamen bola… Benar, ada acara
semacam itu.
Tahun lalu aku hanya melewatkan
semuanya bersama dengan Shinji.
… Jika aku berpartisipasi,
kira-kira apa aku bisa menunjukkan sisi kerenku kepada Shiina?
…Tidak. Bahkan jika aku mencobanya,
dia sudah mencampakkanku. Aku sudah tidak punya harapan lagi.
“Aku tidak ingin melakukannya.”
aku menghela nafas seraya bergumam begitu.
Namun, tidak ada gunanya untuk
depresi terus.
Liburan musim panas sudah
berakhir, jadi sudah waktunya bagiku untuk memperbaiki suasana hatiku.
Aku sudah memutuskan untuk
menyerah pada Shiina.
Jika aku mencoba untuk
berpegang teguh pada perasaan sia-sia ini, hal itu hanya akan menjadi bumerang
bagiku.
“…Baiklah.”
Pertama-tama, aku harus
memperbaiki hubungan kami yang rusak. Dengan mengingat hal itu, aku berjalan
menuju tempat duduknya.
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Shiina)
Aku
sudah menyerah pada Godou. Aku sudah menyerah pada Godou.
Aku mengulangi kata-kata
tersebut seperti melantunkan sutra sambil berpura-pura membaca novel di tanganku.
Aku sadar bahwa aku belum pindah dari halaman yang sama untuk sementara waktu
sekarang. Dengan kemauan keras, aku menahan gerakan kepalaku yang tanpa sadar
melihat ke arah Godou jika aku lengah.
Awalnya, aku optimis perasaan
ini akan memudar selama aku tidak bertemu dengannya untuk sementara waktu. Tapi
Ia masih perlu memberiku pengobatan untuk kutukanku, jadi aku harus bertemu
dengannya beberapa kali selama liburan musim panas.
Sebagian dari diriku merasa
senang karena hal tersebut. Bagian lain dari diriku kecewa pada diriku sendiri
karena berpikir seperti itu.
“Kami hanya berteman… Kami
hanya berteman… Kami hanya berteman…”
Ketika aku mengulangi kata-kata
itu dengan berbisik,
“Oi.”
Suara Godou memasuki telingaku.
Aku melompat kaget.
“Hyaa!”
“Woi! Apa yang salah
denganmu?!”
Mungkin, dikejutkan oleh
suaraku, Godou juga melompat kaget.
Aku sangat bingung sehingga aku
membuang novel di tanganku.
Aku bergegas untuk menangkapnya
sebelum mencapai lantai, tapi karena gerakan tiba-tiba, tubuhku jadi kehilangan
keseimbangan.
Dan kemudian aku jatuh.
...Atau begitulah yang
kupikirkan. Godou menangkapku dengan salah satu lengannya sementara lengan
lainnya meraih novel yang baru saja kulempar. Itu tangkapan yang luar biasa.
“Oh…”
“I-Itu berbahaya…”
“Seperti yang diharapkan dari
Godou…”
Aku bisa mendengar keributan
yang dibuat teman sekelasku dari kejauhan.
Lalu, Kirishima-san dan yang
lainnya datang untuk memeriksaku.
“Mai-chan, kamu baik-baik saja
?!”
Aku merasa malu dengan semua
perhatian yang diberikan semua orang kepadaku, jadi aku menjauhkan diriku dari
lengan Godou.
Sayang sekali aku harus meninggalkan
sisinya dan sepertinya Ia berbagi perasaan yang sama denganku, menilai dari
ekspresinya. Tunggu, mana mungkin itu masalahnya. Itu mungkin hanya imajinasiku
saja.
“M-Maaf, aku cukup terkejut…”
“Seriusan, dah. Apa sih yang
salah denganmu?”
Godou segera memarahiku. Aku
tahu itu, perasaan dari sebelumnya hanyalah imajinasiku.
“I-Itu salahmu sendiri karena
mendatangiku tiba-tiba seperti itu!”
“Itu salahmu karena dikejutkan
oleh hal seperti itu. Selain itu, kamu harusnya berterima kasih kepadaku karena
telah menyelamatkanmu. Jika itu orang lain, mereka tidak akan bisa menangkapmu
dengan anggun seperti yang kulakukan.”
Aku mengerucutkan bibirku
frustasi.
Ia membuat argumen bagus yang
tidak bisa aku bantah dan aku membencinya.
Sebelum aku menyadarinya, aku
berbicara secara normal dengannya. Meskipun aku telah berjuang untuk
melakukannya untuk sementara waktu sekarang. Mungkin itu karena emosiku kembali
berkecamuk.
“Seperti biasa, refleks Godou
luar biasa.” Kata Yuuka. Sementara itu, Shinji bersiul kagum.
“Keren banget…”, kata salah
satu gadis di kelas.
Kalau aku bisa mendengarnya,
itu artinya Godou juga bisa mendengarnya. Tapi untuk beberapa alasan, Ia mengabaikannya
dengan wajah santai… Ugh, sunguh menjengkelkan.
“Ada apa, Shiina?”
“…Tidak ada apa-apa. Jangan
pedulikan aku.”
Jawabku dengan nada ketus. “Begitu ya,” jawabnya dengan senyum
bahagia.
Karena senyuman itulah aku
terus salah memahami niatnya. Serius, bisakah dia berhenti?
“Tadi itu keren banget~”
Kirishima-san menyenggolnya dengan bahunya.
“Sejak awal aku sudah keren,
tau?”
“Hahaha, coba ngaca lagi di
cermin dan katakan itu sekali lagi.”
“Aku cuma bercanda doang!
Jangan meledekku terus napa!”
Mereka tampak bahagia ketika
melakukan percakapan seperti itu. Hari ini juga, mereka bergaul dengan baik.
Baik Godou dan Kirishima-san
adalah temanku.
Selama mereka bisa tersenyum
bahagia seperti itu, tidak ada lagi yang bisa aku minta.
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Godou)
Dua hari telah berlalu sejak liburan
musim panas berakhir.
Jam biologisku diperbaiki dan
tubuhku akhirnya terbiasa dengan perubahan tempo.
“Oper, ayo oper kemari!”
Seorang anggota klub sepak
bola, Sakuragi, meminta umpan, jadi aku mengoper bola di kakiku kepadanya.
“Operan yang bagus, Godou!”
Ia menerima bola dengan baik
dan menembaknya tepat ke gawang.
Kemudian, dia datang ke arahku
dan kami melakukan tos.
“Tembakan bagus!”
“Operanmu juga bagus! Kamu
seharusnya sudah bergabung dengan klub sepak bola, bung. Kamu pasti menjadi
pemain inti dalam waktu singkat.”
“Nah, aku ingin hidup seperti
orang santai lebih lama lagi.”
“Ah, baiklah, aku mengerti, aku
juga tidak ingin menyia-nyiakan kehidupan seperti itu.”
Sakuragi menganggukkan
kepalanya.
Mungkin karena turnamen bola
yang akan datang, jam pelajaran olahraga berubah menjadi sesi latihan untuk
berbagai permainan bola.
Perlombaan yang akan aku ikuti
adalah sepak bola. Ketika mereka menugaskan orang mana yang akan mengikuti
perlombaan yang mana, aku tertidur, jadi mereka memutuskannya tanpa memberitahuku.
Yah, aku tidak punya keluhan
tentang itu. Aku menyukai semua permainan bola, jadi aku bisa mengikuti apa pun
yang mereka putuskan untukku.
Padahal, aku pikir masih
terlalu dini untuk mengadakan turnamen bola. Maksudku, liburan musim panas baru
saja berakhir. Itu masih lebih baik daripada jam pelajaran biasa, tapi kamu
tahu…
Aku hanya bermain sepak bola di
pelajaran olahraga, namun berkat pengalaman dari kehidupanku sebelumnya, aku
mendapatkan kebiasaan untuk mengamati pergerakan orang dan pola pikir untuk
mengantisipasi dan melawannya. Sedari awal kemampuan refleksku lumayan bagus,
jadi menerapkan kekuatanku ke olahraga akan sangat mudah.
Tidak hanya itu, aku juga bisa
meniru gerakan pemain yang sangat bagus dengan sempurna.
Dengan kata lain, tidak ada
yang bisa mengalahkan aku dalam olahraga jika aku serius.
“Tolong oper padaku”
Biasanya, aku akan mencoba
menahan diri, tapi karena turnamen bola akan segera tiba, aku memutuskan untuk
lebih serius.
Aku menerima izin dari
Sakuragi.
Pada saat itu, dua penjaga
musuh sedang mendekatiku.
Saat mereka berdua mencoba
meraih bola di kakiku, aku menghentikan bola dan berputar.
Roulette,
begitulah sebutan gerakan ini. Aku dengan mudah menghindari mereka berdua,
menendang bola dengan ringan ke kanan bek yang mencoba menghentikanku dengan
tergesa-gesa dan menggiring bola menjauh darinya.
Aku masuk dari sayap kanan
lapangan dan mengoper bola ke Shinji yang menungguku di tengah kotak penalti.
Sayangnya, tembakan Shinji
gagal dan membentur sisi gawang.
Saat itu, aku berhasil membaca
lintasan bola duluan, jadi aku sudah berlari menuju area pendaratan bola.
Kemudian, aku melompat ke arah bola dan menembaknya dengan kaki kananku dan
mencetak gol.
Takahashi, sang penjaga gawang,
tidak berhasil bergerak sedikit pun untuk menghentikanku. Ia langsung
tersungkur di tempat.
… Ups, aku terlalu berlebihan.
Kurasa aku perlu menahan diri sedikit.
Saat aku merasa berkonflik
seperti itu, aku bisa mendengar suara teriakan para gadis.
Rupanya sekelompok gadis lalai
berlatih olahraga mereka sendiri untuk menontonku bermain sepak bola.
“Luar biasa! Kamu hebat!”
“Godou, kamu hebat!”
Olahraga adalah satu-satunya
bidang di mana aku bisa menggunakan pengalaman dari kehidupanku sebelumnya,
jadi tidak dapat dihindari kalau kemampuanku lumayan jago, bukan, tidak ada
bandingannya.
Namun, semua orang di kelas
tidak mengetahui fakta ini, jadi mereka memujiku daripada mencaciku.
Karena aku sedang bersemangat, aku
merasakan gelombang kegembiraan dan akan lebih pamer. Lalu, aku melihat Shiina menatapku
dengan jijik.
Memangnyna dia tidak bisa
memaafkanku sebentar? Aku ingin pamer sesekali juga!
Terlepas dari perasaanku yang
bertentangan, permainan berlanjut karena semua orang terus mengoper bola kepadaku.
Yah, itu masuk akal karena tim
kami sebagian besar bergantung pada Sakuragi, anggota klub sepak bola dan diriku.
Setelah itu, aku menghindari
melakukan gerakan mencolok karena tatapan Shiina melukai hati nuraniku, jadi aku
hanya memberikan umpan kepada rekan satu timku.
Aku merasa percaya diri dengan
permainanku, tetapi aku juga merasa percaya diri dengan bidang penglihatanku.
Aku telah berurusan dengan
ratusan iblis sekaligus sebelumnya dan aku dapat mengetahui posisi timku dan
lawan dari langkah kaki mereka, itulah sebabnya aku dapat memberikan umpan
kepada rekan satu timku bahkan tanpa melihat ke arah posisi mereka.
Karena aku sudah lama tidak
menggerakkan tubuh ini, kurasa aku cukup bersenang-senang lebih dari yang
kukira.
“Bagus!”
Aku menepuk bahu Sayama setelah
dia menerima umpanku dan mencetak gol.
Mendukung orang lain juga
terasa menyenangkan. Sebelum aku menyadarinya, aku terlalu asyik dengan peranku.
Aku melirik ke arah Shiina dan
para gadis lainnya.
Untuk beberapa alasan, Shiina
menatapku dengan bingung. Tatapan mata kami bertemu tanpa sadar.
Hampir seketika, dia memalingkan
wajahnya dariku. Memangnya dia tidak menyadari kalau di sana tidak ada apa-apa
selain satu pohon?
Sementara itu, gadis-gadis lain
melambai padaku.
Ketika aku balas melambai,
mereka mulai berteriak kegirangan. Apa jangan-jangan… ini awal dari fase
populerku?!
Yah sebenarnya, kejadian ini
selalu terjadi selama jam olahraga.
Sebelum ingatanku terbangun, aku
sudah menjadi orang yang atletis. Setelah ingatanku terbangun, aku bisa
memanfaatkan pengalaman bertarungku dengan bebas. Itulah mengapa aku biasanya
menjaga semuanya tetap dalam batasan dan menahan diri.
Lagi pula, sudah jelas apa yang
akan terjadi jika aku menanggapinya dengan serius.
Maksudku, meski aku sudah menahan
diri, tapi Sakuragi dan yang lainnya gemetar saat melihatku.
“Apa kamu benar-benar jenius…?”
“Kagaklah, aku hanya merasa
bersemangat saja hari ini.”
Aku penasaran sampai berapa
lama alasan itu akan berhasil?
Sudah jelas sekali kalau aku
bukan seorang amatir dan dengan sedikit latihan, aku akan menjadi lebih baik
dengan mudah.
Inilah alasan mengapa aku tidak
bergabung dengan klub olahraga mana pun.
Ketika masih SMP, aku berada di
klub basket. Mereka mengundangku untuk bergabung dengan klub di SMA juga,
tetapi aku memutuskan untuk tidak bergabung.
Karena kenangan hidupku
sebelumnya, aku tumbuh terlalu kuat. Aku tahu bahwa jika aku ingin sukses
dengan mudah, aku bisa berolahraga sepanjang hidupku, tetapi aku tidak
menginginkannya.
Yah walaupun aku tidak segan
menggunakan kekuatanku ini untuk sesuatu yang menyenangkan seperti turnamen
bola yang akan datang.
◇◇◇◇
Sepulang sekolah. Angin sejuk
menerpa lembut wajahku, pertanda musim gugur yang semakin dekat.
Dalam perjalanan pulang, aku
pergi ke sebuah apartemen mewah tertentu. rumah Shiina.
“…Selamat malam.”
Hari ini merupajkan hari yang
dijadwalkan untuk pengobatan kutukannya.
Shiina muncul di ambang pintu.
Dia membungkuk dengan ekspresi gugup. Dia masih memperlakukanku seperti orang
asing lagi.
Kupikir percakapan kami pagi
ini telah memperbaiki hubungan kami, tetapi tampaknya tidak demikian.
“Aku akan menyajikan teh
untukmu.” Kata Shiina sebelum dia pergi ke dapur.
Aku duduk di sofa sambil
menunggunya dengan tenang.
Setelah dia menyajikan teh, dia
duduk tepat di sebelahku.
Alasan kenapa dia tidak duduk
di depanku adalah karena kami harus melakukan kontak fisik untuk menyembuhkan
kutukan itu.
Sejak aku menyadari perasaanku
pada Shiina, setiap kali aku sedekat ini dengannya, jantungku akan mulai
berdetak lebih cepat. Aku penasaran apakah suara detak jantungku bisa terdengar
sampai di telinganya? Bagaimanapun juga, aku harus menyesap teh yang sudah dia
sajikan dan menenangkan diri.
Menyeruput teh panas di dalam
ruangan ber-AC terasa menyenangkan. Rasanya sama seperti saat kamu memakan es
krim sementara separuh tubuh Anda berada di dalam kotatsu.
Untuk sementara, hanya suara
menyeruput teh saja yang terdengar di dalam ruangan.
Mungkin karena dia tidak tahan
dengan kesunyian, Shiina menyalakan TV.
Program dengan suasana santai
mulai dimainkan. Itu sedikit menenangkan sarafku.
“…Hei.”
“A-A-Apa?”
Tetapi untuk beberapa alasan,
cuma aku satu-satunya yang tenang.
Shiina membalasku dengan suara
bernada tinggi.
Kegugupannya itu menular, jadi aku
berharap dia akan sedikit tenang. Lagian kenapa dia bahkan merasa gugup segala?
…Yah, kurasa rasanya canggung
berada di ruangan yang sama dengan orang yang baru saja kamu tolak.
“Bisakah kita berbicara dengan
normal lagi?”
“...Berbicara dengan normal?”
“Ya. Memang kamu tidak
menyadarinya? Suasana di antara kita cukup canggung… Kita masih berteman,
bukan?”
Setidaknya aku ingin kita tetap
sebagai teman. Kedengarannya memang menyedihkan, aku tahu itu.
Hatiku mulai merasa nyeri karena
kata-kataku sendiri.
Shiina mulai ketakutan. Entah
kenapa, matanya mulai berkaca-kaca.
… Kenapa?
“Be-Benar. Ki-Kita berteman,
jadi mari kita bicara secara normal.”
Nada suaranya seolah-olah dia
mencoba berbicara pada dirinya sendiri.
Apa sesulit itu untuk berbicara
denganku? Dia tampaknya memaksakan dirinya begitu keras hanya untuk
melakukannya.
Tanpa sadar, aku telah
menempatkan beban yang sangat besar di pundaknya.
Kurasa itu bisa dimengerti.
Lagi pula, seseorang yang hanya seorang teman dan memiliki hubungan seperti
bisnis dengannya tiba-tiba mencoba menjadi lebih dekat seperti itu. Tidak heran
dia merasa tidak nyaman, terutama ketika dia tidak memiliki perasaan yang sama
denganku.
Aku sudah mengabaikan
perasaannya selama ini, bukan?
Terbawa suasana hanya karena
dia cinta pertamaku. Semua kebencian diri ini mulai membuatku gila.
“… Minggu lalu, aku pergi menonton
film dengan Kirishima-san dan yang lainnya.”
Shiina melakukan kontak mata
denganku untuk pertama kalinya hari ini dan mulai berbicara.
“Kalau dipikir-pikir, kalian
juga mengundangku saat itu, kan?”
“Ya. Tapi kamu tidak bisa
ikutan”
“Mau bagaimana lagi. Jadwalku
dan Hina bentrok.”
Saat itu, aku masih tertarik
dengan film itu, tetapi saat ini, tidak ada setitik rasa tertarik yang tersisa.
“Setelah menonton filmnya,
Kirishima-san, Shindou-san dan aku pergi ke area jajanan. Kami mengalami hari
yang menyenangkan.”
Dia terkekeh sambil melanjutkan
ceritanya.
Saat dia mulai mengenang,
ekspresinya yang kaku mulai rileks.
Fakta bahwa dia tidak
mengatakan apa-apa tentang film itu berarti itu tidak meninggalkan banyak kesan
padanya.
Jika memang iya, itu akan menjadi
hal pertama yang dia sebutkan.
“Kami bahkan berhasil
mengetahui tentang apa yang terjadi antara Kudou-san dan Shindou-san…”
“Kedengarannya menyenangkan.”
Jika Shinji yang pergi bersama
mereka, dia akan menemukan cara untuk menghilangkan topik itu. Tapi, karena itu
Yuuka, mereka bisa memaksanya dan dia menumpahkan segalanya. Sementara Yuuka
selalu bertingkah seperti sosok ibu bagi semua orang, penampilannya yang malu
benar-benar imut.
“…Juga, aku dan Kirishima-san
berbicara tentangmu.”
“Hina dan aku? Mengapa? Apa kamu
tertarik dengan hubungan kami? Kami hanya teman masa kecil.”
“Kisahmu menarik. Kalian berdua
sudah bersama sejak kalian berdua masih kecil dan berhubungan baik satu sama
lain. Kedengarannya seperti cerita dari dalam novel, tau?”
Aku bisa mengerti maksudnya.
Bagiku, itu adalah sesuatu yang
sudah biasa aku lakukan, jadi aku tidak terlalu memikirkan hubungan kami.
Sejujurnya, aku pikir
hubunganku dengan Shiina akan menjadi cerita yang lebih baik.
“…Bolehkah aku bertanya
sesuatu?”
Tidak menyadari apa yang aku
pikirkan, Shiina mengajukan pertanyaan kepadaku.
“Mau bertanya apa?”
Nada suaranya memberiku firasat
buruk.
“Bagaimana pendapatmu tentang
Kirishima-san?”
Kenapa dia malah menanyakan
pertanyaan itu padaku?
Orang yang aku sukai bertanya
kepadaku tentang gadis lain, betapa menakjubkan situasi yang aku alami.
…Tapi, Kirishima Hina, ya? Dia
adalah teman masa kecilku yang penting.
Dia sudah bersamaku sejak kami
masih kecil. Kami sangat dekat sampai-sampai aku tidak bisa membayangkan hidup
tanpa dirinya.
Gadis itu sudah merawatku,
memperbaiki kekuranganku saat kami tumbuh bersama.
Dia selalu energik dan ceria,
suasana hatiku selalu lebih baik saat berada di samping dirinya.
Bagaimana pendapatku tentang diria?
“Jelas, aku menyukainya.”
Aku bahkan tidak perlu berpikir
banyak. Aku menyukainya dari lubuk hatiku.
Dia adalah sahabatku, seseorang
yang paling mengerti diriku.
“…Jadi begitu ya. Bagus
untukmu.” ujar Shiina.
Aku tidak mengerti mengapa dia
mengatakan itu.
Aku memang menyukai Hina, tapi
itu bukan tipe yang romantis.
Satu-satunya orang yang pernah
membuatku jatuh cinta secara romantis adalah Shiina Mai.
Aku pikir dia menyadari hal
ini. Kenapa dia malah menanyakan pertanyaan ini padaku?
Alasan mengapa aku
mengutarakannya seolah-olah aku memiliki perasaan romantis untuk Hina adalah
untuk membuat Shiina merasa lebih nyaman. Jika
begini, dia tidak perlu khawatir tentang perasaanku terhadapnya lagi.
Yah, aku tidak dapat menyangkal bahwa aku mengatakannya sebagian karena aku
merasa jengkel terhadap pertanyaannya.
Tetap saja, aku sama sekali
tidak siap untuk mendengar jawaban semacam ini darinya,
“Aku akan mendukung cintamu. Aku
harap kamu bisa menemukan kebahagiaanmu.”
Seluruh perkataannya
menghilangkan sedikit harapan yang aku miliki.
Hal tersebut memaksaku untuk
menghadapi kenyataan bahwa aku harus menyerah padanya.
Ketika Shiina memegang tanganku
dan memberi isyarat kepadaku untuk memulai perawatan, aku tidak merasakan
kegembiraan lagi.
‘O,
kejahatan yang terletak jauh di dalam, tunjukkan wujudmu di hadapanku ...’
Seperti biasa, aku mulai
melakukan eksorsisme.
Demi menyembunyikan hatiku yang
hancur, aku sengaja memasang senyum terpampang di wajahku.
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Shiina)
Apanya 'baik untukmu?' jelas-jelas aku berbohong ketika mengatakan itu.
Selama festival kembang api,
Godou memegang tanganku, sepertinya dia mencoba untuk lebih dekat denganku.
Aku hampir membuat kesalahan
dengan berpikir kalau ia benar-benar menyukaiku seperti itu. Jadi aku
menegaskan kembali hubungan kami hari itu.
Kami hanya berteman. Memiliki
sahabat seperti dirinya membuatku bahagia.
Itu sebabnya aku harus melepaskan
perasaan ini di hatiku.
Aku mengumpulkan semua
keberanian aku untuk mencari tahu siapa sebenarnya yang dia sukai.
Dugaanku memang benar, orang
yang disukainya adalah Kirishima-san.
Tidak hanya dia teman masa
kecilnya, dia juga orang yang ceria, imut dan satu-satunya orang yang tinggal
di sisinya untuk mendukungnya. Berbeda denganku yang kikuk, pemurung, polos dan
menyusahkan. Tidak ada alasan bagi Godou untuk tidak menyukainya.
Dengan begitu, aku sudah tahu
pasti bahwa dia tidak memiliki perasaan apapun terhadap aku. Aku bisa dengan
aman move on darinya.
'Aku
mencintainya. Aku menyukai Shiraishi Godou. Dari semua orang di dunia ini, aku
paling mencintainya.’
Aku mengingat kembali
pernyataan Kirishima-san.
Kedalaman perasaannya, aku bisa
memahaminya dengan jelas.
Sekarang aku tahu bahwa mereka
berdua memiliki perasaan satu sama lain, aku bisa dengan aman menyerahkannya
pada Kirishima-san. Dia pasti akan membuat Godou bahagia.
Itu sebabnya aku akan memberi
mereka dukunganku. Semoga hubungan mereka berjalan dengan baik.
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Godou)
Hari turnamen bola akhirnya
tiba.
Semua orang merasa sangat
bersemangat karena tidak ada jadwal pelajaran untuk hari ini.
Mereka berkumpul di gedung
olahraga atau halaman, tergantung pada pertandingan mana yang mereka ikuti atau
turnamen mana yang ingin mereka tonton.
Saat ini awal September. Suhu
dari musim panas masih tersisa, tetapi angin musim gugur membuatnya lebih
tertahankan. Setidaknya, bermain dalam cuaca seperti ini jauh lebih baik
daripada bermain di bawah terik musim panas.
“Pertandingan tenis akan segera
dimulai!”
“Ayo bersorak untuk
Sagami-kun!”
“Bukannya itu pacar Misuzu?
Hebat, aku ingin melihat seperti apa orangnya!”
Teman sekelas perempuanku
berjalan melewatiku sambil berbicara dengan penuh semangat.
Semua orang dalam suasana
meriah, kurasa itu masuk akal karena itu adalah festival olahraga.
Yah, walaupun aku bilang
semuanya, tapi ada seseorang yang masih bertingkah seperti biasanya. Itu adalah
pria yang berbaring di sebelahku.
Pria itu, Shinji, menguap dan
menatapku.
“Apa? Aku akan melakukan
bagianku, jadi biarkan aku tidur sebisa mungkin.”
“Bersoraklah untuk teman
sekelasmu, bung.”
“Kenapa? Bukannya berarti sorakanku
akan membuat mereka menang.”
“Setidaknya bersoraklah untuk
Yuuka.”
“Terlalu merepotkan. Selain
itu, memalukan untuk menghiburnya di tempat terbuka seperti itu…”
“Jadi kamu bisa merasa malu
juga ya.”
“Inilah disebut gap moe.”
Ketika Shinji dan aku melakukan
percakapan bodoh ini, aku mendengar seseorang mendekati kami.
Aku berbalik untuk melihat Hina
dalam balutan seragam olahraganya.
“Kalian berdua lagi ngapain
sih? Setidaknya kasih semangat untuk teman kelas kita kek! Kita akan menyapu
bersih semua pertandingan tahun ini!”
Aku bisa melihat kobaran api di
matanya.
Kelihatannya dia akan
habis-habisan tahun ini juga.
Karena kata-kata kami tidak
berhasil padanya, Shinji dan aku memutuskan untuk menyerah dan mengikuti keinginannya
untuk saat ini.
… Sejujurnya, aku tidak merasa
termotivasi hari ini.
Aku bahkan dianggap benar-benar
membolos sekolah. Aku hanya merasa terlalu lelah untuk menggerakkan tubuhku.
Tapi, jika aku tidak pergi, teman sekelasku akan bermasalah, jadi aku tidak
punya pilihan selain pergi.
“Rasanya menyenangkan, bukan?”
Saat kami tiba di lapangan
tenis, kami bisa melihat teman sekelas kami, Satou dan Takahashi, sedang
bermain di lapangan.
Teman sekelas kami yang lain
bersorak untuk mereka, jadi kami bergabung.
Hina segera memimpin semua
orang dan mulai bersorak dari tengah kelompok. Sementara itu, Shinji bergegas
ke sisi Yuuka.
Aku tidak bisa mengikuti
semangat tinggi semua orang, jadi aku bergerak ke sudut. Saat itulah aku
menyadari tatapan seseorang padaku.
Tatapan itu berasal dari
Shiina. Dia berdiri sendirian sedikit lebih jauh dari tempat orang lain berada.
Wajahnya tampak agak pucat.
Pada awalnya, aku ragu apakah akan memanggilnya atau tidak, tapi kekhawatiranku
melebihi rasa canggung yang aku rasakan terhadapnya.
“Apa kamu baik-baik saja?”
“Y-Ya. A-aku hanya gugup…”
Shiina akan bermain di
pertandingan bola basket jika aku ingat dengan benar, dan pertandingannya akan
dimulai sebentar lagi. Bagaimanapun, bisa dimengerti kalau dia gugup. Kemampuan
atletiknya nol. Dia mungkin khawatir bahwa dirinya hanya menjadi beban bagi
timnya.
“Coba tarik napas dalam-dalam.”
Dia menghirup napas
dalam-dalam.
“Jika kamu terlalu gugup, kamu
bakalan mengacaukan segalanya. Untuk saat ini, kosongkan saja kepalamu dan
fokuslah untuk bersorak.”
“O-Oke… A-Agak sulit untuk
melakukan itu…”
Sepertinya nasihatku sedikit
menenangkan sarafnya, tetapi kulitnya masih terlihat pucat.
“Yah, semua orang tampak sangat
bersemangat, tapi ini hanya acara sekolah, mereka tidak akan menganggapnya
terlalu serius. Jangan mengatakannya keras-keras. Juga, bahkan jika kamu
mengacau nanti, tidak ada yang akan menyalahkanmu, jadi dibawa santai saja.”
Aku berulang kali mengatakan
kepadanya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Sejujurnya, aku ingin memberitahunya
bahwa aku akan melawan siapa saja yang berani menyalahkannya, tapi…
Aku tidak berpikir dia akan
menghargainya jika aku mengatakan itu. Bukannya seperti aku ini pacarnya atau
apa pun.
Itu sebabnya aku hanya
mengatakan sebanyak itu padanya.
Meski begitu, dia tersenyum lembut
dan berkata, “Terima kasih.”
“Kamu juga semoga sukses. Aku
akan mendukungmu.”
Ketika aku mendengar dia
mengatakan itu, aku merasa gembira. Pada saat yang sama, aku merasa bodoh
karena merasa senang akan hal itu.
...Aku telah memutuskan diriku
untuk menyerah padanya. Aku hanya ingin menjadi temannya.
Jika aku terus memendam perasaan
ini padaku, aku takkan bisa menjadi teman yang baik untuknya.
Tetap di sampingnya akan sulit
karena perasaanku ini.
Akulah yang memintanya untuk
menjadi temanku.
Oleh karena itu, aku harus
melakukan bagianku sendiri demi dirinya. Dia adalah orang yang berusaha keras
untuk menerima permintaanku itu.
Bahkan jika kita tidak bisa
menjadi sepasang kekasih, aku bersumpah untuk membuat Shiina Mai bahagia
sebagai temannya.
Selama dia bisa menghabiskan
hari-harinya dengan bahagia, aku tidak peduli jika aku terluka.
“Terima kasih. Yah, aku adalah
pemain yang tiada taranya, jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkanku.”
“Siapa juga yang khawait! …Selain
itu, bukannya kamu pikir kalau kamu itu curang?”
“Yang benar saja. Hanya sebatas
ini harusnya masih bsia diizinkan. Selain itu, aku bahkan tidak bermain sepak
bola di kehidupanku sebelumnya.”
“Aku bercanda. Yah, karena aku
kamu bereinkarnasi ke dunia ini sejak awal. Aku tidak punya hak untuk mengeluh
jika Anda ingin menggunakan pengetahuan kehidupanmu sebelumnya di sini…
Bagaimanapun, semoga berhasil.”
“Kurasa logika itu berhasil…
Yah, aku akan melakukan yang terbaik.”
Aku tersenyum seperti biasa
sambil meletakkan kepalan tanganku di depan dadaku.
◇◇◇◇
Pertandingan sepak bola pertama
kami akan segera dimulai.
Kami bertanding melawan tim
kelas 1, jadi kami harusnya bisa menangani mereka jika kami bermain seperti
biasa.
Karena sepak bola adalah acara
utama turnamen bola, ada banyak orang yang datang untuk menonton pertandingan.
Mereka juga menyediakan ruang yang luas untuk penonton.
Aku sedang melakukan beberapa
pemanasan untuk menghabiskan waktu di tepi lapangan ketika Hina mendatangiku.
“Bagaimana perasaanmu? Kira-kir
apa kamu bisa menang?”
“Entahlah. Kurasa Sakuragi akan
melakukan sesuatu tentang itu, jadi bukannya mustahil untuk menang. Shinji juga
akan ada di sana.”
Omong-omong, Shinji adalah
mantan anggota klub sepak bola, jadi kami selalu bisa mengandalkannya.
“Bagaimana denganmu?”
“Aku akan membantu kapan pun
aku bisa.”
Hina mengambil langkah lebih
dekat denganku.
Wajahnya yang tegas memenuhi
pandanganku.
“… Apa itu benar alasan kenapa
kamu terpuruk akhir-akhir ini karena Mai-chan mencampakkanmu?”
Aku tidak bisa menjawab
pertanyaan itu. Untuk sesaat, keheningan menyelimuti kami.
“…Bagaimana kamu mengetahui
itu?”
“Itu baru terlintas di benakku
ketika aku melihat kalian berdua.”
“…Jadi begitu ya.”
Dia memukul dadaku saat aku
berdiri diam.
“Semangatlah.”
“Jika semudah itu, aku tidak
akan merasa galau begini…”
“Merasa galau sih boleh-boleh
saja, tapi menggunakannya sebagai alasan untuk bertindak seperti ini sungguh
tindakan yang payah.”
“Ugh…”
Kata-kata terdengar menyakitkan.
Kenapa dia tidak bisa menghiburku dengan cara yang normal?
“Semoga beruntung.”
“Kenapa perkataanmu sangat
nyelekit padaku?”
“Karena itu kamu. Aku yakin
kamu akan melewati ini.:
"Darimana itu datangnya
keyakinan itu? Kupikir aku hanya chuunibyou yang terlalu sadar diri?”
Aku menggunakan kata-katanya
sendiri untuk merendahkan diri sendiri.
“Yang itu juga benar.”
“Harusnya kamu menghiburku
untuk bagian itu kek!”
“Apa kamu akan menerima
kata-kataku dengan tenang jika aku melakukannya? Kamu takkan mendengarkanku.
Kamu tahu itu.”
Kami tidak tahu itu. Aku
bersumpah, teman masa kecilku ini terlalu ketat padaku.
“…Bahkan jika kamu adalah
chuunibyou yang terlalu sadar diri, itu tidak masalah.”
Dia berkata dengan suara
rendah.
“Bahkan jika kamu benar-benar
manusia tidak berguna, aku akan selalu ada di sini untuk membantumu. Jika
terlalu berat bagimu, bersandarlah padaku. Aku sudah melakukan ini sejak lama
dan itu takkan berubah dalam waktu dekat.”
Setiap kalimatnya yang lembut
meresap ke dalam hatiku.
Tapi, meskipun aku tahu bahwa
dia adalah gadis yang baik, dia bukanlah orang yang manis.
“Jadi, sebagai gantinya…” dia
melanjutkan.
“Tunjukkan sisi kerenmu.”
“...Mau bagaimana lagi, deh.”
Aku tersenyum kecut. Aku bukan
tandingannya.
Gadis ini selalu menemukan cara
untuk membuat suasana hatiku lebih baik. Dia selalu mendukungku.
Dia benar-benar orang yang
berharga bagiku.
“Serahkan saja padaku.”
Itulah sebabnya, aku pasti akan
menjawab permintaannya dengan benar.
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Shiina)
Kerumunan orang bersorak dengan
meriah.
Godou yang dikelilingi oleh
tiga bek, berhasil menggiring bola melewati mereka dan mencetak gol dengan
menembakkan bola tepat di bawah selangkangan kiper.
Gadis-gadis di sekelilingku
mulai berteriak setelah melihatnya.
Ia adalah seorang pahlawan di
kehidupan sebelumnya, tapi ia tidak pernah bermain sepak bola di masa itu.
Selain itu, tubuhnya saat ini adalah tubuh manusia biasa. Itulah sebabnya,
rasanya sungguh luar biasa baginya untuk bisa bermain sebaik ini.
Tetap saja, kupikir ia masih
memasang wajah acuh tak acuh penuh kebencian saat melakukan ini, tapi kali ini
tidak. Aku curiga ada sesuatu yang terjadi.
Cowok itu bermain lebih agresif
dari biasanya dan memasang ekspresi serius yang sama sekali tidak seperti biasanya.
Dengan kata lain, Ia bermain
dengan tujuan untuk menang. Sudah lama sekali sejak aku melihat tatapan
seriusnya.
Mungkin karena ada dua anggota
klub sepak bola di tim lawan, mereka terus menjaga Godou dan membuatnya sulit
bergerak. Tapi, Ia berhasil menemukan celah dan bergerak cepat menuju gawang.
Setelah menerima umpan dari
Kudou-kun, Ia menembak bola ke arah gawang.
Layaknya mirip anak panah, bola
tersebut masuk ke sisi kanan gawang.
Shindou-san yang berdiri di
sampingku, membuat pose kemenangan dan berteriak gembira, “Hore!”
Dia hanya melakukannya karena
Kudou-kun yang mengoper bola ke Godou.
“Hehe, terkadang Ia sangat
keren, bukan?”
“Aku tidak menyangka Kudou-kun bisa
sejago ini.”
“Kare Ia mantan anggota klub
sepak bola, sih. Ia lalu merasa muak, itu sebabnya Ia berhenti... Tetap saja,
Godou entah bagaimana lebih baik darinya. Aku tahu kalau tuh cowok cukup
atletis, tapi aku tidak pernah menyangkanya sampai sejago ini…”
Itu sih sudah pasti, karena Ia
adalah orang terkuat di dunia sebelum bereinkarnasi ke dunia ini.
Ini juga yang menjadi alasan
kenapa aku tidak terlalu kagum saat melihat penampilannya.
Aku khawatir jika aku
melihatnya seperti ini, perasaan ku terhadapnya akan semakin kuat.
Beberapa saat yang lalu, ketika
Godou menunjukkan perhatiannya kepadaku, aku sudah mencapai batasku.
Aku merasa lega karena
perasaanku tidak bertambah kuat, tetapi kelegaanku hanya berlangsung sesaat.
Setelah mencetak gol, Godou
menyeringai, memperlihatkan gigi putihnya.
“Yoshhaaaa!”
Dengan Sakuragi-kun dan
Kudou-kun memeluk bahunya, Ia mengangkat tangan kanannya ke udara.
…
Ia terlihat sangat imut. Tidak, aku tidak boleh begini.
Kebahagiaan di wajahnya
terlihat tulus, Ia terlihat sangat berbeda dibandingkan dengan sikap tenang
yang biasanya Ia tunjukkan kepada semua orang.
Begitu aku melihat perebdaan
moe itu, aku baru tahu bahwa aku sudah kalah. Aku terlalu terbiasa dengan
tampangnya yang tenang, I menunjukkan tatapan serius yang sudah lama tidak
kulihat dan tampang bahagianya benar-benar tidak adil. Aku merasakan dadaku
sesak.
“Me-Menyebalkan…”
Aku merasa sangat kesal. Mengapa
aku terus merindukan sesuatu yang sudah kupasrahkan?
“Ada apa, Mai-chan?”
Shindou-san memiringkan
kepalanya.
“Bu-Bukan apa-apa.”
Aku berpura-pura berdeham untuk
menipunya.
Mana mungkin aku membiarkannya
tahu kalau aku jadi tergila-gila dengan Godou.
“Shiraishi-kun sangat keren…”
“Bener banget, iya ‘kan~? Tapi
Ia sudah punya Hina. Aku tidak pernah bisa menang melawannya.”
“Kenapa sih setiap cowok yang
baik sudah diambil?”
Tiba-tiba, aku mendengar
gadis-gadis di belakangku mulai berbisik pada diri mereka sendiri.
Kirishima-san yang berada di
garis depan, sepertinya tidak mendengar apa yang mereka katakan.
“Tembakan bagus, Godou!”
“Ya!”
Kirishima-san melambai ke
arahnya dan Ia balas melambai.
Aku bukan orang yang berada di
garis pandangnya.
Tapi
itu tidak apa-apa. Aku terus mengulangi kata-kata itu berulang
kali, mencoba meyakinkan diriku akan hal itu.
◇◇◇◇
Setelah itu, tim kelas kami
berhasil memenangkan semua pertandingan dan berhasil masuk final, berkat Godou
dan kerja keras semua orang.
Hampir semua teman sekelas kami
berkumpul untuk menonton final karena itu adalah satu-satunya permainan yang
diikuti kelas kami selama ini. Semua orang sungguh-sungguh bersorak untuk Godou
dan yang lainnya supaya bisa memenangkan pertandingan.
Pertandingan akan segera
berakhir. Skor saat ini imbang 2 : 2, jadi situasinya lumayan tegang.
Bahkan Godou mengalami
kesulitan karena Ia dijaga oleh tiga orang sepanjang waktu.
Para pemain tim lawan jauh
lebih terampil dari tim kelas kami, kecuali Godou, tentu saja. Selain mereka
sudah kelas 3, dua dari anggota mereka adalah pemain andalan dari klub sepak
bola, sedangkan sisanya adalah berbagai anggota dari klub terkait olahraga
lainnya. Mereka bekerja keras untuk pertandingan sepak bola, itu sudah jelas.
Tepat saat aku memikirkan
betapa sulitnya situasi ini, Godou melewati ketiga orang yang menghalanginya
dan berlari menjauh dari mereka.
Begitu menerima bola, dalam
sekejap Ia berhasil menembus pertahanan tim lawan dan mencetak gol. Segera
setelah itu, wasit meniup peluitnya, menandakan akhir pertandingan.
Semua orang bersorak dan
bergegas ke lapangan sepak bola.
Aku tidak dapat mengikuti semua
orang, jadi aku ditinggalkan sendirian di bangku penonton.
Semua orang berkumpul di tengah
lapangan, melakukan perayaan dan semacamnya.
Di pusat semua orang adalah
pahlawan pada pertandingan itu sendiri, Godou.
Kirishima-san berdiri di
sampingnya. Dia mengangkat tangan kanannya ke langit. Melihat kegembiraannya yang
kegirangan, Godou tersenyum kecut.
Seseorang dari kelas kami
bersiul setelah melihat seberapa dekat hubunganmereka berdua.
Dengan itu sebagai isyarat,
semua orang mulai bergabung dan menggoda mereka berdua.
“Hentikan itu!”
Godou mengatakan kepada mereka
untuk berhenti, tapi pada saat yang sama, Ia terkekeh. Jelas-jelas sekali kalau
perkataannya itu tidak serius.
“I-Ini tidak seperti itu!”
Sementara itu, Kirishima-san
tersipu malu saat dia mencoba untuk mengusir yang lain.
“Iya deh, iya.”
“Bagus, Hina.”
“Kalian berdua sudah
jelas-jelas kayak orang pacaran, tau?”
“Dasar riajuu, pergi meledak
sana.”
Kudou-kun mengangkat bahunya
dengan acuh dan yang lainnya mengikuti.
Kirishima-san panik dan mulai
membuat keributan, tapi semua orang hanya menatapnya dengan hangat.
...Tidak peduli bagaimana aku
melihatnya, mereka berdua terlihat sangat serasi satu sama lain.
Seseorang sepertiku, yang hanya
terjebak sendirian di sudut seperti ini, sama sekali tidak pantas mendapatkan
seseorang seperti Godou.
Aku menemukan alasan lain untuk
menyerah padanya.
Tapi, seakan-akan ingin
mengejek tekadku, Godou berpisah dari semua orang dan mendekatiku.
“Kami menang, Shiina.”
“…Apa? Aku tahu itu, aku
menonton semuanya.”
“Kamu bersorak padaku, ‘kan?
Terima kasih.”
“… Memangnya itu penting?”
Aku mendengus dan memalingkan
wajahku darinya. Kemudian, dia berbicara dengan nada cemberut,
“Tentu saja, itu penting.
Permainan kami bisa terpengaruh menjadi lebih baik ketika seseorang bersorak
untuk kami. Bagiku, dukunganmu membuatku menjadi bermain lebih baik.”
Untuk beberapa alasan, Ia
menutup mulutnya setelah mengatakan itu. “Bagimu…?” Aku memiringkan kepalaku
dengan bingung.
“Memangnya ada sesuatu yang
istimewa tentang sorakanku?”
“Uh ya… maksudku, kamu adalah
temanku…”
“Bukannya semua orang di kelas
adalah temanmu?”
Sepertinya aku salah memahami
sesuatu. Godou menggelengkan kepalanya.
Setelah hening sejenak, Ia memberitahuku
sesuatu dengan suara berbisik.
“…Maksudku, itu sorakan dari
seseorang yang kusukai, tentu saja itu lumayan spesial.”
“Hah?”
Seseorang yang Ia sukai?
Seseorang yang Ia suka??
Hah? Bukankah itu Kirishima-san?
Apa? Apa yang Ia maksud?
“Bukannya menyukai
Kirishima-san?”
“…Hah?”
Godou menatapku dengan wajah
tercengang.
Tatapannya seolah
mempertanyakan kewarasanku, tapi itulah yang seharusnya kurasakan terhadap
sikapnya.
“Mustahil, apa kamu seriusan
menerima kata-kataku tempo hari begitu saja? Serius, kamu…”
“???”
“Ya ampun, apa sih yang sudah
kulakukan? Aku tidak seharusnya memberitahumu ini jika aku ingin tetap berteman
denganmu… Tunggu, bukankah lebih baik memberitahumu untuk meluruskan hal-hal di
antara kita?”
Ia sepertinya bergumam tentang
sesuatu yang tidak bisa aku pahami.
“Tu-Tunggu, apa jangan-jangan
gadis yang kamu sukai adalah…”
“Kamu.”
Wajahnya memerah saat mencoba mengalihkan
pandangannya. Im-Imut sekali…
…Tidak, tunggu, sekarang bukan
waktunya untuk memikirkan itu!
Apa yang baru saja
dikatakannya? Aku? Gadis yang Ia sukai adalah aku??
Godou menyukaiku??
Mana mungkin itu masalahnya, tapi
orangnya sendiri yang mengatakannya dengan jelas kepadaku.
“… Biarlah masa lalu berlalu, lagipula,
kamu sudah menolakku. Jadi mendingan jangan membicarakan ini lagi”
“… A-Apa maksudmu?”
Apa? Aku menolaknya? Apa sih
yang Ia bicarakan sejak tadi? Kapan aku melakukan itu?
Menyadari kebingunganku, Godou
menjelaskan,
“… Oi, bukannya kamu
memberitahuku di festival kembang api bahwa kita harus tetap sebagai teman?”
“Ke-Karena tindakanmu bisa
membuatku salah paham tentang perasaanmu! Aku hanya ingin meluruskan hubungan
kita!”
“Salah paham?”
“Aku mungkin salah paham bahwa
kamu sebenarnya menyukaiku seperti itu…”
“Tapi aku memang menyukaimu,
tau??”
“…”
“…”
“U-Um… K-Kamu benar-benar
menyukaiku?”
Saat aku mencoba memastikan ini
dengan ketakutan, Godou menganggukkan kepalanya.
“Se-Secara romantis?”
“Ya. Emangnya itu salah?”
“…T-Tidak, tapi…”
“…Oke”"
Wajahnya memerah seperti tomat,
bukti bahwa Ia tidak berusaha membodohiku.
Ahhhhh! Wajahku juga mulai ikutan
memanas. Aku bisa merasakan gelombang kegembiraan mengalir di hatiku.
“Tunggu, kamu seriusan tidak
tahu tentang itu?”
“T-Tentu saja tidak! Bagaimana aku
bisa menyadarinya sejak awal….?”
“Kupikir kamu sudah
menyadarinya. Jadi apa yang kamu katakan padaku saat itu bukanlah cara
bertele-tele untuk menolak perasaanku?”
“Aku bahkan tidak bisa memahami
arti menjadi hubungan. Jadi mana mungkin aku bisa tahu bagaimana melakukan
sesuatu yang begitu!”
Sulit untuk mengakuinya, tetapi
itu benar.
“… Jadi, kamu tidak menolakku?”
Aku mengangguk pada
kata-katanya. Maksudku, aku tidak pernah bermaksud melakukan itu sejak awal.
“… Jadi, aku tidak harus
menyerah padamu?”
“I-Itu…”
Aku hampir mengatakan bahwa Ia
tidak boleh menyerah padaku.
Tapi, aku menahan mulutku sendiri
di saat-saat terakhir. Apa ini akan baik-baik saja?
Aku juga menyukainya, jadi jika
aku mengatakan hal itu padanya, kita bisa mulai berpacaran saat ini juga.
Alasanku akan menyerah padanya
adalah karena aku tidak ingin mengkhianatinya. Ia mengatakan kepadaku bahwa Ia
menginginkan aku menjadi temannya, jadi aku ingin memenuhi keinginannya itu.
Walaupun perasaannya berubah menjadi menyukaiku, menyukainya kembali tidak akan
menjadi masalah.
Aku tergoda oleh godaan manis
ini. Namun seketika itu juga, ingatan dari kehidupanku sebelumnya terlintas di
benakku.
Aku sekarat sambil melihat
mayat sang pahlawan.
Kemudian, adegan bergerak
menuju adegan yang baru saja aku lihat.
Adegan dimana Godou tersenyum
gembira, dikelilingi oleh teman sekelas lainnya dengan Kirishima-san di
sisinya.
“…”
Aku hanya perlu mengangguk
untuk menjawab pertanyaannya. Hal itu saja sudah cukup membuatku bahagia.
Tapi, aku tidak bisa
menggerakkan kepalaku. Seluruh tubuhku membeku kaku.
“… Maaf itu salahku. Tolong
lupakan itu.”
Setelah melihat keheninganku,
Godou menggelengkan kepalanya.
“Baiklah, aku akan menyerah
padamu. Bisakah kita setidaknya tetap menjadi teman?”
“…Tentu saja. Kita masih bisa
berteman.”
Meskipun itu adalah kata-kataku
sendiri, dadaku masih terasa sakit seakan tertusuk ratusan jarum. Godou
tersenyum kecut.
Tidak. Itu bukan niatku. Ia
seharusnya bahagia, bukan seperti ini.
“Ngomong-ngomong, sorak-soraimu
membantuku. Jadi, terima kasih. Sampai jumpa.”
Aku tidak bisa memaksakan diri
untuk mengatakan apa pun sebelum Ia memunggungiku dan berjalan pergi.
Aku mencoba meraih punggungnya,
tetapi tanganku tidak pernah menggapainya.
◇◇◇◇
Ketika tiba jam istirahat makan
siang. Aku sedang berlatih basket sendirian di sudut gedung olahraga.
Mungkin karena semua orang
sedang makan siang, jadi tidak ada seorang pun di sini.
Karena sudah diputuskan kalau aku
akan bermain basket, aku sudah berlatih sendiri di taman. Padahal, sepertinya
semua usahaku sia-sia karena aku masih membebani semua orang dalam latihan
kelompok.
Aku mencoba menembakkan bola ke
arah ring, tapi bolanya memantul kembali dan membentur lantai.
Ketika aku pergi untuk
mengambil bola, seseorang sudah memungutnya.
Orang tersebut adalah Godou.
Ketika mengingat percakapan
yang baru saja kami lakukan, aku mulai merasa gugup
Rupanya, Ia merasakan hal yang
sama denganku karena Ia terlihat sangat ragu untuk mengatakan sesuatu.
Kemudian, Ia mulai menggiring bola.
Tidak seperti dribelku yang kikuk, Godou melakukannya dengan sempurna. Meski Ia
tidak pernah benar-benar bermain bola basket, refleksnya cukup untuk
mengimbangi kurangnya pengalamannya.
Setelah beberapa saat, Ia
menembak bola. Pada saat yang sama, dia akhirnya membuka mulutnya.
“Berlatih sendiri? Gadis yang
serius sekali.”
“…Apa? Memangnya itu buruk?”
“Enggak juga. Itu bukan
sarkasme.”
Bola yang ditembaknya melewati
ring dengan sempurna.
Melihatnya melakukannya dengan
sempurna membuatku kesal. Aku berlatih sangat keras, namun aku masih belum bisa
menembak dengan benar.
Bahkan di kehidupan kami
sebelumnya, ketika aku sibuk menghitung langkahku dalam pertempuran, pria ini
hanya menyerahkan semuanya pada instingnya. Serius, bagaimana mungkin seseorang
menjadi tidak masuk akal seperti dirinya?
“Kamu baru saja mulai berlatih,
jangan berpikir bahwa kamu tiba-tiba bisa menembak dengan baik.”
“… Kalau gitu apa yang harus kulakukan?”
“Ini."
Godou tiba-tiba mengoper bola
kepadaku, yang coba kuterima dengan tergesa-gesa.
“Jika kamu mengulurkan tangan
seperti itu, kamu bisa melukai lenganmu. Tempatkan mereka di depan dadamu dan tunggu
bola sampai di tanganmu.”
“Apa yang ingin coba kamu katakan?”
“Berikan padaku.”
Untuk beberapa alasan, aku
mengoper bola kepadanya.
Seperti yang dikatakannya
padaku, Ia meletakkan tangannya di depan dadanya dan menerima bola dengan
sempurna.
“Aku akan memberimu umpan
lambat, jangan takut.”
Itu karena aku takut pada bola
sehingga aku mengulurkan tangan setiap kali aku melihatnya datang ke arahku.
Tapi, saat aku mengikuti apa
yang Godou katakan padaku, aku berhasil menerima bolanya dengan baik.
Meskipun aku belum pernah bisa
menerima umpan seperti ini sebelumnya. Bola selalu memantul dari tanganku.
“Bagus. Pundakmu terlalu
tegang. Santailah sedikit”
Sekali lagi, Godou memintaku
mengoper bola padanya, jadi aku melakukannya.
Aku mengoper bola, Ia
menerimanya, Ia kembali melemparnya kepadaku. Hal tersebut berulang beberapa
kali lagi.
Godou dengan tenang menerima
semua operanku. Gerakannya lembut, mungkin karena Ia ingin aku menggunakannya
sebagai referensi.
Jadi, aku mencoba meniru apa
yang dilakukannya. Tentu saja, aku tidak memiliki kemampuan fisik untuk
langsung meniru gerakannya dengan sempurna, tetapi aku ingin setidaknya
menerima operan. Aku beruntung Godou memutuskan untuk mengajariku.
Lagi pula, aku tidak bisa
berlatih mengoper sendiri.
“Bagus. Mari tingkatkan kecepatannya
sedikit.”
Hanya pada saat-saat seperti
inilah Ia tidak mengatakan hal bodoh kepadaku. Itu membuatku sedikit kesal.
Tanpa kusadari, aku dapat
menerima umpan dengan benar. Saat aku menghela nafas panjang, Godou bertepuk
tangan.
“Kamu masih belum bisa menembak
atau menggiring bola dengan benar, tapi setidaknya kamu bisa mengoper bola
sekarang. Itu seharusnya cukup untuk saat ini.”
“… Mm.”
Kenapa Ia sampai bersedia
membantuku?
Bodoh, jawabannya sudah jelas,
itu karena Ia menyukaiku. Setelah menyadari itu, aku menyadari pipiku mulai
memanas.
… Sayangnya, aku tidak bisa
menjawab perasaan itu. Lagipula aku tidak bisa membuatnya bahagia.
Tentu, jika kami menjadi
sepasang kekasih, aku akan sangat bahagia.
Tapi aku ragu apakah aku bisa
membuatnya bahagia.
Jika kami tetap sebagai teman,
Ia tidak perlu dibebani dengan orang seperti diriku.
Aku tidak layak untuk mendapat
posisi penting dalam hidupnya.
Aku ingin Godou merasa bahagia.
'Aku
mencintai nya. Aku menyukai Shiraishi Godou. Dari semua orang di dunia ini, aku
paling mencintainya.’
Lagipula, orang yang layak
untuknya sudah berada di sisinya.
“… Pertandingannya akan segera
dimulai. Terima kasih.”
Itulah sebabnya aku harus
menjauhkan diri darinya.
Aku tidak ingin Ia menyadari
perasaan yang telah kuputuskan untuk dikubur dalam-dalam di hatiku.
Ketika aku membelakanginya, aku
mendengar suara lembut “Lakukan yang
terbaik” dari belakang.
◇◇◇◇
Peluit telah dibunyikan, tanda
berakhirnya pertandingan.
Aku berlari sekuat tenaga
selama pertandingan itu. Baru setelah itu berakhir aku merasakan kelelahan
merayapi seluruh tubuhku. Nafasku yang berat sepertinya takkan berhenti untuk
sementara waktu.
“Shiina-san, kerja bagus!”
Salah satu teman sekelasku,
Kiyama-san, mendekatiku dan memelukku.
Teman sekelas lain yang juga
anggota tim bola basket berkumpul di sekitarku.
“Kamu menjadi lebih baik!”
“Apa kamu berlatih sendiri? Terima
kasih!”
“A-Aku hanya tidak ingin
membebani semua orang…”
“Sungguh gagah sekali! Dan
lucu!”
“Gadis baik~, gadis baik~.
Sudah menjadi kewajibanku untuk membuat gadis baik sepertimu bahagia~”
“Cepat menjauh dari Yumi,
Shiina-san! Dia akan merusakmu!”
Kiyama-san dan teman sekelasku
yang lain, Akasaka-san, saling menatap. Aku terjebak di antara mereka berdua.
“Pokoknya, bagus sekali kita
bisa menang. Kesulitannya dinaikkan terlalu tinggi karena tim sepak bola
memenangkan semuanya.”
“Kita masih babak penyisihan pertama.
Yah, sebenarnya aku tidak berpikir kita bisa menang.”
Bahkan orang-orang yang belum
pernah aku ajak bicara berkumpul di sekitarku.
Tiba-tiba, mereka memberi jalan
bagi seseorang untuk lewat. Godou berjalan mendekatiku.
“A-Aku sudah melakukan yang
terbaik.”
Ia memberiathuku untuk
melakukan yang terbaik, jadi aku melakukannya.
Aku tidak tahu apakah itu
memengaruhi pertandingan secara keseluruhan, tetapi aku ingin memberitahunya
bahwa setidaknya aku melakukan semua yang bisa kulakukan.
Ketika aku mengatakan itu
padanya, Ia berkedip terkejut sebelum tertawa.
“Bagus untukmu.”
Dia meletakkan tangannya di
atas kepalaku dan membelainya dengan lembut.
Aku hampir mengeluarkan suara
tercengang. Apa yang orang ini lakukan di tempat terbuka seperti ini?
Rasanya memalukan, tetapi pada
saat yang sama, rasanya menyenangkan. Aku ingin Ia memanjakanku selamanya.
Tidak baik. Jika ini terus
berlanjut, aku takkan bisa menyerah padanya. Semakin aku berinteraksi
dengannya, semakin aku menyukainya.
Aku sangat ingin menjadi pacarnya.
Jika memungkinkan, aku ingin
menikmati perasaan ini selama mungkin. Tapi pada saat itu, pandangan mataku
bertemu dengan mata Kirishima-san. Dia tersenyum sedih.
Hampir seketika, aku mendorong
Godou menjauh dariku. Suasana di antara kami seketika membeku.
“Maaf… kurasa aku tidak bisa
menjadi temanmu lagi…”
Ketika aku mengatakan ini
padanya, wajahnya berubah masam.
Tidak, kamu seharusnya jangan
membuat wajah seperti itu. Maaf.
Aku tidak bisa tinggal
bersamamu lagi. Karena jika tidak, aku takkan bisa menahan perasaan ini.
Itu sebabnya aku tidak mampu
menjadi temanmu.
Hal tersebut mungkin terlalu
arogan dan egois jika aku, yang selalu membawakanmu kemalangan, ingin tetap
berada di sisimu. Padahal, perasaan jahat semacam ini adalah sesuatu yang bisa
dimiliki oleh mantan penyihir sepertiku.
Berkat dirimu, aku akhirnya
bisa merasakan seperti apa rasanya kebahagiaan.
Jadi, sekarang giliranmu untuk
menjadi bahagia saat ini.
Sudah ada seseorang yang bisa
membuatmu bahagia.
Kamu tidak akan membutuhkanku.
Jika kamu tetap bersamaku, kamu
akan menggoyahkan tekadku.
Perasaan yang telah kukubur
dalam-dalam di dalam hatiku akan mulai membesar beberapa kali lipat.
Itu sebabnya, aku tidak bisa
bersamamu lagi …
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Godou)
Sehari setelah turnamen, Shiina
tidak masuk sekolah.
Karena dia absen terjadi tepat
setelah kejadian itu beberapa hari yang lalu, semua orang jadi menatapku.
“Godou?”
“…Maaf.”
Setelah hal itu terjadi, Shiina
meninggalkan tempat itu dan seluruh tempat menjadi sunyi.
Semua orang menatapku, tatapan
mereka memberitahuku bahwa entah bagaimana aku mengacau.
Acara yang awalnya merupakan
turnamen menyenangkan berubah menjadi pertunjukan yang menyedihkan bagiku.
Pada akhirnya, kelas kami
mendapat tempat kedua secara keseluruhan untuk seluruh turnamen.
Hina berusaha menghiburku
dengan fakta itu, tapi aku tidak melakukannya sepanjang sisa hari itu.
Sejak Shiina pulang lebih awal
kemarin, aku berpikir untuk meminta maaf hari ini, tapi…
“Hah…”
Aku menundukkan kepalaku.
Seperti apa yang dipikirkan
semua orang, aku mengacau.
Suasana pada saat itu membuatku
terbawa suasana dan membuat Shiina merasa tidak nyaman.
Meskipun aku mengatakan
kepadanya bahwa aku akan menyerah padanya, aku masih melakukan sesuatu seperti
ini ...
Tetap saja, aku tidak
mengharapkan penolakan terang-terangan darinya.
Sungguh menggelikan sekali. Aku
bisa merasakan bahwa semua orang diam-diam tertawa di belakangku.
Aku merasa menjadi orang paling
bodoh di dunia.
Terutama ketika aku masih
merasa bahwa aku dapat memperbaiki semuanya jika aku memberinya waktu untuk
menenangkan diri.
Hanya keberuntunganku saja dia
bahkan tidak datang ke sekolah hari ini.
Aku berkata pada diriku sendiri
bahwa dia mungkin terlalu banyak bekerja beberapa hari yang lalu dan dia sedang
sakit atau semacamnya.
Tapi dia masih tidak datang ke
sekolah selama beberapa hari setelah itu.
Semua orang yang mencibir
padaku karena kekacauan yang aku buat, menoleh ke arahku dengan tatapan
khawatir dan mulai bertanya padaku apakah semuanya baik-baik saja. Guru wali
kelas kami mengatakan bahwa Shiina tidak masuk karena sakit, tapi aku merasa
ragu bahwa apa memang itu yang benar-benar terjadi…
Bagaimanapun juga, kekhawatiranku
semakin tumbuh seiring berjalannya waktu.
Namun, aku takut jika aku
mengunjunginya sekarang, hal itu justru akan memiliki efek sebaliknya.
Lagi pula, ada kemungkinan
besar bahwa akulah yang menjadi alasan mengapa dia absen sejak awal.
Ketika pemikiran seperti itu
muncul di benakku, tubuh aku menjadi kaku seperti batu.
Aku tidak bisa melakukan apa
pun untuknya. Yang ada justru itu hanya akan menyakitinya lebih dari ini.
... Benar-benar tidak ada yang
bisa aku lakukan untuknya.
Sehari setelah itu, dia masih
absen. Suasana di kelas berubah lebih berat dari sebelumnya.
Pada jam pelajaran matematika. Aku
sedang melihat ke luar jendela. Di luar hujan deras sampai-sampai aku bisa
mendengar suara tetesan jatuh ke tanah meskipun jendelanya tertutup rapat.
Udara lembap menempel erat di tubuhku dan rasanya tidak nyaman.
Aku mendapati diriku
mengalihkan pandanganku ke kursi Shiina.
Gadis yang biasanya mencatatnya
pada jam-jam seperti ini tidak terlihat di mana-mana.
Lambat laun, kehidupan
sehari-hari tanpa dirinya mulai menjadi rutinitas baru kami. Aku benci hal itu.
Tapi, lantas, apa yang bisa aku
lakukan? Akulah yang menyebabkan semuanya.
“Apa kamu sudah mendengar
sesuatu dari Mai-chan, Godou…?”
Setelah kelas selesai, Hina
datang ke tempat dudukku dan bertanya padaku.
Suaranya lebih lemah dari
biasanya.
“…Tidak.”
Meski begitu, aku masih harus
memberikan pengobatan untuk kutukannya.
Aku benar-benar harus
menghubunginya segera.
Tapi, apa aku harus
melakukannya? Bukankah lebih baik jika aku menunggunya menghubungiku terlebih
dahulu?
“Kamu tidak menghubunginya?”
“… Aku tidak ingin menyakitinya
lagi.”
Aku meletakkan tubuhku di atas
meja saat mengatakan itu. Ketika dia mendengar kata-kataku, Hina menarik
tanganku dan menarikku.
Dia menatapku dengan ekspresi
serius.
“Apa menurutmu semua ini
baik-baik saja?”
“Tentu saja tidak, tapi tidak
ada yang bisa kulakukan.”
Hina mengangguk sebelum
melanjutkan,
“Bukankah kamu bilang akan
menunjukkan sesuatu yang keren padaku?”
“…Maaf. Aku tidak cukup keren
untuk melakukan itu. aku memang yang terburuk…”
Satu-satunya hal yang berhasil kulakukan
adalah menyakiti gadis yang aku sukai.
Apanya yang mantan pahlawan? Omong
kosong macam apa yang membuatnya bahagia?
Aku hanya bisa mengayunkan
pedangku, pedang yang sama yang kugunakan untuk melukainya.
Itu tidak bisa digunakan untuk
melindunginya.
Bahkan ketika aku
bereinkarnasi, aku masih melakukan hal yang sama. Dia masih ditimpa kemalangan sampai-sampai
dia memutuskan untuk memutuskan hubungan dengan aku. Aku tidak pantas bersama
seseorang sebaik dirinya.
Setelah aku merapikan mejaku, aku
mengucapkan selamat tinggal kepada Hina dan mencoba untuk pulang.
“… Godou.”
Hina memanggilku, tapi aku
tidak berbalik.
Karena aku lupa membawa payung,
aku memutuskan untuk berjalan di bawah guyuran hujan yang deras. Dalam waktu
singkat, seluruh tubuhku langsung basah kuyup.
Akhirnya, aku harus berlindung
di sebuah bangku di sebuah taman dalam perjalanan pulang.
Atap di atasku bocor, tapi
tidak masalah jika pakaianku basah seperti ini.
Saat aku berdiri diam sambil
menunggu hujan sedikit reda, aku merasakan seseorang mendekatiku dari samping.
Aku tidak perlu mengalihkan
pandanganku untuk mengetahui bahwa itu adalah Hina.
Pada saat seperti ini, dia akan
menjadi satu-satunya orang yang melakukan hal seperti ini.
Dia selalu mendukungku dan
selalu bertindak jauh seperti ini.
“Godou…”
Saat dia memanggilku, aku
mengalihkan pandanganku ke arahnya.
Dia basah kuyup seperti diriku.
“Kamu akan masuk angin.”
“Kita berdua akan masuk angin.”
“Aku tidak membawa payungku,
tapi aku membawa handukku.”
“Tidak. Kamu sudah menyeka keringatmu
dengan handuk itu, bukan?
“Aku sudah mencucinya, jadi
tidak apa-apa. Kita berdua ‘kan teman masa kecil, jadi jangan terlalu
memikirkannya.”
Aku mengambil handuk dari tasku
dan melemparkannya padanya.
Karena tasku tahan air, jadi isinya
tidak basah.
Handuk itu mendarat di
wajahnya. Kemudian, dia menggunakannya untuk menyeka rambutnya dengan ringan.
“Badanmu juga basah kuyup,
tau?”
“Aku tidak merasa ingin
mengeringkan diri. Omong-omong, di mana payungmu?”
“Ini dia.”
Dia mengeluarkan payung lipat
dari tasnya.
Karena dia tidak mengendarai
sepedanya sekarang, dia mungkin pergi ke sekolah dengan bus.
Sepertinya dia tahu bahwa hari
ini akan hujan.
“Di mana sepedamu?”
“Aku lagi merasa ingin berjalan
saja.”
“Kalau begitu, di mana
payungmu?”
“Aku ingin merasakan hujan
secara langsung dengan tubuhku.”
Aku meninggalkan sepedaku di
tempat parkir sekolah.
“Jadi begitu ya. Kita sama.”
Hujan sedikit melemah. Hujan
deras telah berubah menjadi gerimis yang lembut.
“Godou, apa alasan kenapa kamu
seperti ini karena Mai-chan menolakmu?”
“Memangnya kenapa lagi?”
“Menurutmu mengapa dia
menolakmu?”
“Entahlah… Mungkin karena aku
membuatnya muak. Dia sepertinya membenciku.”
Hal tersebut akan menjelaskan
mengapa dia memperlakukanku seperti itu.
Kebenciannya terhadapku mungkin
sangat dalam sampai-sampai sulit baginya untuk menahannya lagi.
“Yah, memang benar kalau kamu
mendadak mengelus kepalanya akan membuatnya tidak nyaman, tapi…”
“Ugh…”
Alih-alih menghiburku,
kata-katanya hanya memberikan lebih banyak kerusakan mental padaku.
Aku tidak ingin mengatakan
adegan itu dengan lantang karena terasa menyakitkan bagiku untuk mengingatnya. Aku
harap dia bisa berhenti mengungkitnya.
“Tetap saja, bukan itu
masalahnya ketika kita berbicara tentang Mai-chan.”
Dia terlihat percaya diri saat
mengatakan itu.
“Bagaimana kamu tahu itu?”
“Karena dia mudah dimengerti…
Selain itu, aku memahami perasaannya dengan sangat baik.”
Gampang dimengerti? Shiina?
Aku bahkan tidak tahu apa yang
terjadi di dalam kepala gadis itu.
“Mai-chan itu gadis yang baik.
Terlalu baik malahan. Aku tidak memercayai kalau ada seseorang bsebaik dirinya.
Dia tidak percaya diri untuk beberapa alasan, meskipun dia mempunyai wajah
cantik.”
Itu sebagian karena ingatan
kehidupan sebelumnya.
“…Gadis itu dulu dibenci semua
orang di sekitarnya karena sesuatu yang bukan salahnya. Dia terjebak dalam
perasaan menyalahkan diri sendiri sepanjang hidupnya, itu sebabnya dia tidak percaya
diri. Itu juga menjadi alasan dia selalu berusaha memperlakukan semua orang
yang memperlakukannya dengan hangat sebaik mungkin.”
“… Mm.”
Penjelasan itu sepertinya
meyakinkannya.
“… Jadi itulah sebabnya dia
memendam perasaannya. Dia melakukannya untukku.”
Aku bisa mendengar gumamannya,
tapi aku tidak tahu apa yang dia bicarakan.
“Godou, bisakah aku
memberitahumu sesuatu?”
Dia bangkit dari bangku dan
berdiri tepat di depanku.
Dengan taman hujan sebagai
latar belakangnya, dia tampak mempesona.
Ada tetesan air yang mengalir
di pipinya.
Apakah itu teteasan air hujan?
Atau mungkin air matanya?
Tapi kenapa dia menangis?
Tepat saat aku memikirkan hal
itu, kata-kata selanjutnya sampai ke telingaku.
“Aku menyukaimu.”
Ekspresi wajahnya memberitahuku
bahwa dia tidak bercanda.
Tak peduli tidak seberapa
pekanya diriku, aku tahu bahwa dia tidak bermaksud bahwa dia menyukaiku sebagai
teman masa kecil belaka.
…Meskipun, aku sudah menyadari
hal ini.
Setelah belajar tentang cinta
untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku mengerti seperti apa rasanya cinta.
Pada saat yang sama, aku
menyadari perasaan yang belum pernah aku perhatikan sebelumnya.
Menilik kembali ke belakang,
dia meninggalkan banyak petunjuk untuk bisa kusadari.
Itu sebabnya aku tahu bahwa
perasaan yang dia miliki untukku adalah perasaan yang sama dengan yang aku
miliki terhadap Shiina.
"…Apa kamu bersedia
berpcaran denganku?”
Tapi, kenapa dia baru
menembakku pada waktu ini?
Dia orang yang cerdas dan
perseptif, dia tahu bahwa aku menyukai Shiina.
Selama perasaan ini tetap ada,
aku takkan bisa menjawab perasaannya itu.
“… Maaf, aku tidak bisa. Aku sudah
mempunyai orang lain yang kusukai.”
Jika aku berpacaran dengannya,
mungkin perasaan ini akhirnya akan hilang.
Mungkin akan ada saat dimana
aku akhirnya jatuh cinta pada Hina.
Aku tahu bahwa jika aku tinggal
bersamanya, aku akan bahagia.
Lagipula, gadis manis inilah
yang selama ini berada di sisiku, mendukungku tanpa meminta imbalan apapun.
Dia terlalu baik untukku. Seharusnya
aku yang menembaknya dan memohon padanya untuk tetap di sisiku.
Aku tahu itu, tapi aku tidak
bisa membohongi diriku sendiri. Jadi aku meminta maaf padanya.
“Lantas, mengapa kamu menyerah?
Jangan menyerah semudah itu!” Kata Hina tiba-tiba, seolah dia menunggu untuk
mengucapkan kata-kata itu.
“Bukannya menyukai Mai-chan?”
“…Ya.”
“Kalau begitu setidaknya
tanyakan langsung padanya tentang perasaannya yang sebenarnya! Bukannya berarti
kamu bisa meninggalkannya sendirian seperti ini! Jika kamu berpikir kalau kamu
sudah menyakitinya, minta maaf padanya! Sampai kapan kamu akan depresi seperti
ini?!”
Ada keputusasaan yang
tersembunyi dalam suaranya.
Setiap kata yang dia ucapkan
adalah demi diriku.
Meskipun itu sudah jelas sekali
kalau aku mencampakkannya sekarang. Padahal dia berhak untuk memaki-makiku
dalam situasi seperti ini.
Namun, setiap kalimat yang
keluar dari mulutnya adalah kata-kata dukungan untukku.
Aku penasaran mengapa dia
melakukannya sampai sejauh ini demi diriku?
Tapi aku tahu jawabannya. Dia
sangat mencintaiku.
Dia mencintaiku sama seperti
aku mencintai Shiina.
“Jadilah Shiraishi Godou yang
keren yang kucintai.”
Sembari berlinangan air mata,
dia tersenyum lembut.
“Tunjukkan sisi kerenmu padaku,
Godou.”
Dia mengatakan kata-kata yang
sama seperti yang dia katakan saat itu.
Meskipun aku menunjukkan banyak
sisi lemahku, dia masih percaya padaku.
Itu sebabnya aku ingin menjawab
harapannya itu. Bukan karena kewajiban, tapi sebagai sesuatu yang benar-benar aku
harapkan.
Sejujurnya, aku tahu ada yang
tidak beres dengan perilaku Shiina belakangan ini.
Tapi, aku terlalu takut untuk
mengakuinya. Aku pura-pura tidak memperhatikan itu dan terus mengalihkan
pandanganku.
Aku akhirnya menjadi depresi
saat tidak melakukan apa-apa.
Dan itu seharusnya bukan
sesuatu yang dilakukan oleh orang keren yang membuat Hina jatuh cinta.
“Aku akan menemui Shiina.”
Aku segera berdiri. Di bawah
hujan ini, aku melihat ke depan.
“Boleh aku mengatakan sesuatu?”
Saat aku melewati Hina, aku
bisa mendengar suaranya yang lemah dan bergetar.
Aku berpura-pura tidak
menyadari isakan tangis di antara kata-katanya.
“… Kebahagiaanmu adalah
kebahagiaanku… Jadi, raihlah kebahagiaanmu, oke… ?”
Aku pun berlari. Aku
mengabaikan tetesan hujan saat berlari ke depan.
Aku ingin menjadi Shiraishi
Godou keren yang membuat Hina jatuh cinta.
◇◇◇◇
(Sudut Pandang Hina)
Aku memperhatikan punggung
Godou sampai menghilang dari pandanganku.
Sepuluh tahun cintaku telah
berakhir… Atau memang sudah sepuluh tahun?
Aku menyadari perasaanku
padanya ketika aku berusia enam tahun, tapi aku mungkin sudah mulai
mencintainya bahkan sebelum itu.
“Ah… Kenapa aku selalu seperti
ini?”
Aku tahu bahwa aku akan ditolak
jika aku menembaknya sekarang.
Aku selalu tahu bahwa Ia sangat
mencintai Mai-chan.
Jika aku tidak membantunya, aku
mungkin punya kesempatan.
Aku tahu bahwa ini akan terjadi
jika aku memberinya dorongan.
…Aku tahu itu, tapi aku tetap
melakukannya.
“Sungguh peran yang buruk untuk
dimainkan ...”
Suara tiba-tiba mengagetkanku.
Aku berbalik untuk melihat
Shinji yang berdiri di dekatku dengan tangan bersedekap.
“… Sejak kapan kamu ada di sana?”
“Sejak awal. Aku penasaran
karena aku melihatmu mengejarnya, jadi aku mengikuti kalian berdua ke sini.”
Ia mengangkat bahu dengan
santai. Aku ingin melabraknya karena sudah menguntitku, tapi aku tak bisa
melakukan itu karena aku baru saja melakukan hal yang sama pada Godou. Kurasa
itu sebabnya Ia secara terbuka mengumumkan kehadirannya seperti itu. Kudou
Shinji selalu menjadi orang yang seperti itu.
“...Aku ini memang idiot,
bukan?”
“Jika tujuanmu adalah
kebahagiaanmu sendiri, ya, memang.” Kata Shinji dengan nada terus terang.
“Tapi bukan begitu masalahnya.
Tujuanmu adalah kebahagiaannya, bukan?”
Ya, perkataannya memang benar.
Jika tindakanku bisa membuatnya bahagia, maka itu sepadan. Tidak perlu bagiku
untuk menjadi depresi.
“…Ya. Aku tidak keberatan
selama dia bahagia...”
“Aku tidak peduli apa yang
ingin kamu katakan pada dirimu sendiri, tapi tidak ada salahnya untuk
menangis.”
Selama Godou bahagia, tidak ada
lagi yang penting. Bukan harus aku yang membuatnya bahagia.
…Tidak, tentu saja tidak. Aku
tidak menginginkan itu.
Aku ingin Ia menatapku. Aku
ingin menjadi alasan kebahagiaannya
Aku ingin dirinya berhenti memikirkan
Mai-chan. Setiap kali Godou memikirkannya, itu selalu membuatku merasa
kesepian.
Menginginkan kebahagiaannya?
Menginginkan dirinya mengikuti perasaannya? Itu semua bohong, aku tidak
menginginkan itu. Tapi di saat yang sama, aku tidak ingin Ia meninggalkan
Mai-chan sendirian. Aku ingin Mai-chan juga bahagia.
Itu sebabnya aku tidak
menyesal.
Seandainya aku bisa memutar
kembali waktu dan berada dalam situasi yang sama lagi, aku tahu bahwa aku akan
melakukan hal yang sama lagi.
“Aku tahu kalau kamu tidak
ingin menangis di depannya. Karena itu, menangislah di sini.”
Itu tidak adil, Shinji. Kamu
tidak boleh mengatakan hal-hal seperti itu dengan lantang.
Tapi, aku tidak punya keinginan
untuk membantahnya. Pandangan mataku menjadi kabur dan aku tidak bisa
mengatakan apa-apa tanpa mengeluarkan isak tangis. Buliran air yang mengalir di
pipiku terus keluar meski aku berusaha menghentikannya.
Aku sama sekali tidak menangis.
Ini hanya tetesan air hujan yang membasahiku.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya