Eiyuu to Majo Jilid 2 Bab 2 Bagian 3

Bab 2 Bagian 3

(Sudut Pandang Godou)

 

Pada saat aku menyelesaikan shift kerja sambilanku, matahari sudah terbenam.

Sekarang sudah jam 8 malam, tapi sepertinya sang mentari tidak ingin berlama-lama lagi, meskipun seharusnya matahari musim panas.

Hembusan angina sejuk mengacak-ngacak rambutku. Hanya pada malam musim panas seperti ini aku akan menghargai kekuatan angin Gunma. Berbeda dengan hari-hari musim panas di mana itu hanya membuat hari lebih panas saat udara panas berhembus, pada malam musim panas angin sepoi-sepoi bertiup sejuk.

Aku memegang selebaran di tanganku, yang berisi pemberitahuan untuk festival kembang api yang akan datang. Beberapa waktu lalu, tepat sebelum aku meninggalkan restoran, Kawasaki memberikannya padaku.

Festival Kembang Api Maebashi. Mereka mengadakannya setiap tahun di Taman Shikishima dan aku selalu pergi menontonnya bersama Hina. Butuh dua puluh menit dengan sepeda untuk sampai ke sana dari rumahku dan tiga puluh menit dengan sepeda untuk sampai ke sana dari tempat Shiina.

Festival tersebut diselenggarakan pada hari Sabtu depan, 13 Agustus.

Acara ini bisa menjadi alasan yang sempurna untuk mengajak Shiina berkencan.

Walaupun aku sudah melihatnya beberapa hari yang lalu selama perjalanan kolam renang, aku tidak sabar untuk bertemu dengannya lagi.

Selama liburan musim panas ini, aku jarang bertemu dengannya.

Yah, aku bertemu dengannya sesekali karena aku harus mengobati kutukannya, tapi itu saja masih belum cukup.

Jika bisa, aku ingin melihatnya setiap hari.

Aku jadi merasa kangen dengan sekolah.

...Meski aku mengatakan itu, tapi aku mungkin akan malu jika aku berduaan dengannya.

“Ba-Baiklah…”

Aku mengeluarkan ponselku dan membuka RINE-ku. Aku membuka layar obrolanku dengan Shiina.

Sekarang, bagaimana aku harus mengundangnya? Mungkin lebih baik kalau aku mengabaikan subjek tanpa berbelit-belit? Baru pertama kalinya aku merasa bimbang ketika mencoba mengiriminya pesan. Biasanya, aku hanya menyatakan urusanku dengan jelas.

Bahkan setelah memeras otak beberapa saat, aku gagal menemukan cara untuk mengajaknya kencan. Persetan dengan itu, aku tinggal meneleponnya saja.

Aku membiarkan diriku terbawa suasana dan memanggilnya. Hampir seketika, dia menjawab teleponku.

“H-Heya.”

{…Halo. Apa ada yang salah?}

Suaranya yang tenang mencapai telingaku.

“Aku hanya ingin menanyakan sesuatu padamu. Apa kamu ada waktu luang hari Sabtu depan?”

{Sabtu depan? Yah begitulah. Sebenarnya, aku punya banyak waktu luang.}

“Ah, be-begitu ya…”

Aku tidak tahu bagaimana perasaanku setelah mendengar jawaban itu.

Bagaimanapun juga, aku harus mengatakannya terus terang.

“Jika kamu bebas, ayo pergi ke festival kembang api bersama.”

{Festival kembang api? …Ah, kalau dipikir-pikir, sekarang sudah waktunya. ya.}

Gumam Shiina. Setelah itu, ada keheningan singkat.

Apa dia masih berpikir? Apa bayangan berada di keramaian mengintimidasinya?

Keheningan beberapa detik terasa lebih lama dari yang sebenarnya.

{Siapa lagi yang kamu undang?}

Butuh sedikit keberanian bagiku untuk menjawab pertanyaannya.

“… Tidak ada. Aku hanya ingin pergi bersamamu.”

Apa dia menyadari arti dari kata-kata tersebut?

Dia mungkin tidak menyadarinya. Maksudku, kita sedang membicarakan Shiina di sini, seseorang yang memiliki gangguan komunikasi.

Mungkin karena aku merasa sangat gugup, tenggorokanku terasa sangat haus. Aku menyeruput teh di tanganku.

{Hanya kita berdua? … A-Apa kamu mengajakku berkencan ?!}

Aku hampir menyemburkan tehku.

Bertentangan dengan harapanku, dia segera menyadarinya.

“Y-Yah, kamu bisa mengatakannya seperti itu …”

Aku tidak bisa memikirkan tanggapan yang tepat. Kondisi pikiranku sedang kacau balau.

{O-Oke… M-Maaf, aku salah paham maksud mu…}

Dia meminta maaf untuk beberapa alasan. Padahal dia sama sekali tidak salah paham.

Aku benar-benar mengajaknya berkencan. Aku ingin bersamanya.

Aku sangat ingin mengatakan kata-kata itu padanya, tapi aku hanya bisa memberikan penegasan yang ambigu pada kata-katanya.

{A-Aku mengerti semuanya kalau begitu… Ba-Baiklah, aku akan pergi denganmu…}

“O-Oke.”

Aku merasa sangat bersyukur dia setuju untuk pergi denganku, tetapi sebagian dari kata-katanya membuatku merasa tidak nyaman.

Sayangnya, aku tidak memiliki cukup keberanian untuk meanyakannya.

Setelah itu, kami memutuskan waktu dan tempat untuk bertemu dan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain.

“Baiklah, sampai jumpa lagi.”

{Aku tak sabar untuk itu.}

Suara Shiina yang tadinya terdengar sangat bahagia, tiba-tiba berubah menjadi monoton.

{Kita akan tetap sebagai teman, kan?}

Ucapannya itu terasa seperti ditusuk oleh paku yang tak terhitung jumlahnya.

Tapi ini mengenai Shiina, mana mungkin dia menggunakan cara bertele-tele semacam itu untuk menolak ajakanku.

Aku masih punya kesempatan. Sudah pasti.

 

◇◇◇◇

 

Hari perayaan festival kembang api akhirnya tiba tanpa kusadari.

Jadwal kerja sambilanku berakhir pada jam 3 sore. Aku selalu melamun sepanjang hari sampai-sampai Kawasaki kagum bahwa aku berhasil melewati hari tanpa kecelakaan. Aku bingung menentukan apa yang harus dipakai untuk acara festival ini, tapi pada akhirnya aku lebih memilih baju dan celana jins normal. Aku berpikir untuk mengenakan jinbei, tapi kupikir Shiina mungkin tidak akan memakai yukata. (T/N: Jinbei adalah pakaian musim panas tradisional Jepang. Bagian atasnya terlihat seperti kimono, tetapi bagian bawahnya adalah celana panjang. Pakaian yang sering dipakai Gojou , MC dari Kono bisque doll koi wo suru)

Maksudku, dia mungkin pergi ke festival mengugunakan sepeda, jadi mana mungkin dia akan mengayuhnya jika memakai yukata. Gadis-gadis yang pergi ke festival mengenakan yukata biasanya datang dengan kendaraan orang tua mereka, tapi karena Shiina hidup sendirian, jadi mustahil dia akan mengenakannya.

Belum lagi lokasi perayaan festival itu kurang strategis karena tidak ada stasiun kereta di dekatnya, jadi dia takkan datang dengan kereta api.

Masih ada satu jam sebelum waktu yang dijanjikan, tapi aku tidak tahan menunggu lagi, jadi aku mengambil sepeda dan meninggalkan rumahku. Hari ini cuacanya cukup cerah, tapi suhunya tidak sepanas biasa.

Kami memutuskan untuk bertemu di sebuah kedai kopi di dekat taman tempat festival akan diadakan.

Semakin dekat aku mengayuh menuju tujuan, semakin ramai orang-orang berjalan di jalanan.

Aku tidak terlalu suka berada di kerumunan, tapi aku juga tidak benar-benar membenci suasana yang ramai ini.

Akhirnya, aku tiba di kedai kopi tiga puluh menit sebelum waktu yang ditentukan.

Aku datang terlalu cepat, aku sendiri menyadari itu.

Aku harus membeli kopi atau sesuatu sambil menunggu kedatangan Shiina.

Ketika sedang berpikir begitu, aku mendengar suara berlari datang dari belakangku.

Ketika aku berbalik, aku melihat seseorang mengenakan yukata merah cerah.

“Halo. Kamu datang lebih cepat, ya.”

Dia menata rambutnya secara berbeda dari biasanya. Rambutnya disanggul dan dijepit dengan Kanzashi. (TN: Kanzashi adalah jepit rambut tradisional.)

Ada senyum samar di bibirnya. Wajahnya tampak lebih cantik dari biasanya karena riasannya.

Segala sesuatu tentang penampilannya tampak sangat menyegarkan sampai-sampai aku menyatakan perasaanku yang sebenarnya tanpa sadar.

 “… Astaga, kamu terlihat sangat imut.”

“E-Eh….?!”

Dalam sekejap mata, wajahnya langsung memerah.

Dia terlihat lebih manis. Aku tidak bisa ... Aku hampir tidak menahannya ...

Tapi sekali lagi, apa pun yang dia lakukan, dia selalu terlihat lucu.

Aku mungkin telah mengalahkannya dalam kehidupanku sebelumnya, tetapi dia benar -benar memilikiku dalam hidup ini.

“Ja-Jangan bercanda! Ay-Ayo masuk ke dalam!”

“Aku tidak bercanda...  lagian, jika kamu datang ke sini lebih awal dariku, kamu seharusnya menungguku di dalam."

“Aku baru saja tiba. Kupikir aku datang terlalu cepat, tapi ternyata kamu sudah datang.”

Dia menatap wajahku dan tertawa ringan.

Kenapa dia terlihat sangat santai?! Aku merasa sangat gugup, itu membunuhku!

Aneh sekali. Aku seharusnya menjadi orang yang mengawasinya tersandung seperti orang bodoh, tapi mengapa aku yang tersandung seperti orang bodoh?! Apa ini karena efek samping cintaku padanya?!

“Ngomong -ngomong, bagaimana kamu bisa sampai di sini? Kamu tidak mengendarai sepeda saat mengenakannya, bukan?”

Tetap saja, aku harus menyembunyikan keadaan pikiranku saat ini darinya.

“Taksi.”

Oh iya, benar juga. Dia ‘kan gadis kaya!

Aku sampai kelupaan kalau dia bisa memanggil taksi kapan saja. Aku penasaran seberapa banyak uang yang harus dia habiskan untuk itu?

“Aku biasanya tidak naik taksi, tapi ...rasanya sangat menyenangkan mengendarainya sesekali”, lanjutnya.

“Karena memakai yukata, kamu harus pakai taksi, ya?”

“Ya. Karena jaraknya jauh untuk sampai ke sini dengan berjalan  kaki.”

Dia bisa mengenakan pakaian normal dan datang ke sini dengan sepeda, mengapa dia bersikeras mengenakan yukata?

Mungkin karena aku menatapnya untuk waktu yang lama, dia melirik ke bawah untuk melihat yukata-nya.

“… Apa aku kelihatan aneh?”

“.. Aku baru saja mengatakan kalau kamu terlihat manis, ‘kan.”

“… Be-Benar juga, kamu sudah bilang begitu. Ma-Maaaf, ini pertama kalinya aku mengenakan yukata.”

“Kenapa kamu memakainya? Maksudku, aku merasa senang melihatmu memakainya, tapi, kamu tahu ...”

Oh sialan, lagi-lagi aku keceplosan.

“Ka-Kamu merasa senang? Be-Begitu ya ... ma-makasih ...”

Dia bergumam malu-malu.

Aku merasakan pipiku mulai memanas. Gawat, aku harusnya lebih berhati–hati lagi. Aku tidak bisa membiarkan perasaan asliku keluar lagi.

“Po-Pokoknya, aku melihat-lihat di internet mengenai 'bagaimana menikmati festival kembang api bersama teman-temanmu', dan di sana tertulis bahwa aku harus mengenakan yukata, jadi aku menyiapkannya dengan terburu-buru ... apa aku salah?”

“Eng-Enggak juga kok ... kamu tidak benar-benar harus memakainya, tapi ada banyak orang yang melakukannya juga.”

Kami berhasil menemukan kursi kosong di dalam kedai kopi yang ramai saat berbicara.

Tempatnya lumayan sejuk karena ada AC di dalamnya.

Aku memesan es kopi dan Shiina memesan teh apel.

Ketika es kopi pesananku tiba, aku menyeruputnya. Rasanya pahit.

Shiina menatapku dengan keheranan.

“Kamu suka meminum kopi hitam?”

“Aku lebih suka yang hitam.”

Aku dulu menikmati menambahkan lebih banyak gula ke dalam kopiku, tetapi belakangan ini, aku menemukan bahwa kopi terasa lebih enak tanpa gula.

“Aku tidak terlalu suka hal-hal pahit seperti itu.”

“Aku tahu. Bahkan di kehidupan sebelumnya, kamu cuma memakan makanan manis.”

Kami berhasil melakukan percakapan yang menyenangkan.

Aku melirik jam dan menyadari bahwa masih ada waktu sebelum festival dimulai.

Kami bisa menghabiskan waktu di kios-kios yang ada di luar, tetapi mengingat stamina Shiina yang lemah, akan lebih baik bagi kami untuk tetap di sini saja. Maksudku, itulah alasan mengapa kami memutuskan tempat ini sebagai tempat pertemuan.

Tentu saja, kami bisa mencoba untuk bertemu tepat sebelum festival dimulai, tapi,…

Aku ingin bertemu dengannya lebih cepat.

Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya.

“… Untung saja cuaca hari ini cerah, ya.”

“…Benar, ‘kan? Aku yakin kembang apinya akan terlihat cantik.”

“…”

“…”

Namun, kami segera kehabisan topik dan terdiam.

Kami akhirnya menghabiskan minuman kami dengan sangat cepat karena kami menggunakannya untuk menutupi kecanggungan yang ada di antara kami.

“… Oi, bukannya gadis yang ada di sana itu terlihat sangat imut?”

“Woah, apa dia seorang idola?”

Mungkin karena kesunyian, aku bisa mendengar suara para gadis mengobrol dari kejauhan.

“Lihat gadis itu, dia terlihat sangat imut…”

“Aku harus mencoba untuk merayunya.”

“Bukannya kamu harus fokus pada pacarmu yang duduk di depanmu dulu?”

Aku bisa mendengar percakapan pasangan yang duduk dua kursi dari kami.

Selain itu, aku merasakan tatapan yang tak terhitung jumlahnya pada kami. Shiina sepertinya juga memperhatikan ini saat dia tersenyum masam.

“… Apa mereka sedang membicarakanku?”

“Iya, sudah jelas begitu.”

Tidak peduli seberapa mindernya Shiina tentang dirinya sendiri, ketika orang dengan jelas menunjukkan ketertarikan mereka padanya seperti ini, dia pasti akan menyadarinya. Yah, dia adalah gadis termanis di dunia, jadi jelas dia menonjol.

“Aku tidak terbiasa menerima tatapan seperti ini…”

“Itu mengejutkan.”

“Kalau saja mereka malah mencemoohku, itu akan membuatku merasa lebih nyaman…”

“Itu justru mengagetkanku. Kupikir kamu akan menyukai tatapan seperti ini.”

“Maksudku, ketika mereka melihatku seperti itu, rasanya mereka menaruh banyak harapan padaku…”

Aku tidak tahu mengenai itu… Dia menatapku dan tersenyum.

“Kurasa aku sedikit memahami apa yang kamu alami pada waktu itu …”

Ah, jadi dia berbicara tentang itu. Aku mengerti maksudnya.

Dulu pada kehidupanku sebelumnya, tatapan orang-orang yang diarahkan kepadaku dipenuhi dengan harapan. Rasanya sangat mencekik.

“Jika tatapannya dipenuhi dengan cemoohan, aku tidak perlu khawatir tentang apa pun.”

Jika ada, kupikir dia hanya merasa mati rasa pada saat ini.

Orang normal tidak akan merasa baik dengan dicemooh oleh orang lain.

“Ingat baik-baik, tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin menyakitimu.”

“Apa begitu? Yah, meski begitu, setiap orang mempunyai suka dan bencinya sendiri. Mungkin saja ada orang yang diam-diam membenciku, dan kebetulan saja mereka tidak ada di sini saat ini.”

Dia ada benarnya.

“Tetap saja, semua orang yang kutemui sejauh ini sangat baik hati…”

“Kamu harus menghargai mereka dengan baik, oke?”

Jika dia menghargai mereka, mereka juga akan menghargainya.

Ketika aku mengatakan ini padanya, dia menatapku dengan tatapan kosong.

“Aku tahu. Nah, setelah mengalami kehangatan mereka, sulit rasanya untuk melepaskannya… Itu membuatku merasa tidak ingin sendirian lagi…”

Ada senyum lembut menghiasi wajahnya.

“… Aku tidak akan membiarkanmu sendirian.”

“Benarkah? … kalau begitu, maukah kamu berteman denganku selamanya?”

Aku tidak bisa mengangguk pernyataan itu. Aku tidak ingin kita tetap berteman.

“Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, aku takkan pernah membiarkanmu sendirian lagi.”

Itu sebabnya aku mengulangi kata-kataku.

“Apa itu sebuah janji?”

“…Ya, aku berjanji padamu.”

Aku mengangguk dan menyodorkan kelingkingku padanya.

Dia kemudian menjalin kelingkingnya dengan kelingkingku.

Untuk beberapa alasan, dia tampak seperti akan menangis.

“Itu janji jari kelingking”, kataku.

Kemudian, dia bergumam,

“… Jika kamu mengingkari janji, aku akan mengutukmu untuk dibakar selamanya di neraka.”

“Bukannya hukuman itu terlalu berat ?!”

Meski aku mmeprotesnya, tapi sejujurnya aku pikir itu terlalu ringan.

“Aku bercanda. Seharusnya aku satu-satunya yang akan terbakar selamanya di neraka.”

“Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan menyeretmu ke surga bersamaku.”

“… Be-Begitu.”

“…”

“…”

“A-Ahem…”

Aku mengeluarkan batuk untuk menghilangkan suasana canggung dan menarik kembali jari kelingkingku.

Melakukan hal-hal ala Jepang seperti ini adalah bukti bahwa kami sudah terbiasa hidup di dunia ini.

Tiba-tiba, Shiina membuka mulutnya. Seakan dia mengerti apa yang ada dalam pikiranku, dia berkata lalu,

“Yah, melakukan sebanyak ini seharusnya baik-baik saja. Bagaimanapun juga, kita masih anak SMA.”

 

◇◇◇◇

 

Ketika kami meninggalkan kedai kopi, langit di atas sudah berubah menjadi berwarna jingga.

Matahari akan segera terbenam dan terlihat sudah ada banyak orang yang datang memadati jalanan.

Aku berjalan bersama Shiina menuju lokasi festival kembang api.

Ada kios makanan yang berjejer di jalan-jalan dekat dasar sungai.

Lentera menerangi jalan, menemani orang-orang yang lewat.

“Tempat ini sangat ramai.”

“Jadi, apa kamu ingin pulang sekarang?”

“Tidak. Berada di keramaian sesekali tidak terasa buruk juga.”

…Sesekali, ya? Kalau dipikir-pikir, tempo hari, kolam itu cukup ramai.

Dia mungkin sedang bertingkah sungkan padaku. Aku harus mengundangnya ke tempat yang lebih tenang lain kali.

Saat aku memikirkan hal itu, dia lalu bertanya padaku,

“Aku tidak sabar untuk melihat kembang api. Kapan pertunjukannya akan mulai?”

“Hm… mungkin sebentar lagi, kurasa. Ayo beli sesuatu dulu dari kios untuk menghabiskan waktu.”

“Aku sangat lapar”, tambahku sambil mengelus perutku.

Karena dia memakai geta dan cukup sulit untuk berjalan sambil memakainya, aku memperlambat langkahku. (TN: Geta adalah sandal jepit yang terbuat dari kayu dan memiliki tumit.)

Ketika aku melihat sekeliling, aku melihat lebih banyak pasangan daripada yang kudugA. Tentu saja, keluarga atau siswa yang berjalan berkelompok dapat dilihat di sana-sini, tetapi dibandingkan dengan mereka, jumlah pasangan jauh lebih banyak. Keberadaan mereka cukup menonjol karena mereka berjalan sambil berpegangan tangan satu sama lain.

… Aku kemudian melihat tangan Shiina.

Tangan kecilnya sedang bebas.

Tunggu, kami belum berkencan! Rasanya masih terlalu dini untuk mengambil tangan itu!

Tenanglah, diriku! Cepat singkirkan pikiran berdosa itu!

“Aku belum pernah pergi ke festival semacam ini dengan seorang teman sebelumnya.”

Sementara itu, Shiina berjalan dengan gembira. Jika aku meninggalkannya sendirian, dia mungkin akan mulai tersandung dengan langkahnya.

… Dengan seorang teman, ya? Akulah yang menyuruhnya menjadi temanku.

Serius, aku benar-benar bego. Aku seharusnya memintanya untuk menjadi pacarku saat itu! Siapa tahu dia mungkin akan mengangguk karena suasana saat itu!

“Ah, aku mau itu! permen kapas!”

Dia dengan bersemangat membeli permen kapas besar di salah satu kios jajanan. Matanya berbinar saat melihatnya. Pria paruh baya yang menjaga kios itu memandangnya dengan hangat.

Apa-apaan dia itu, memangnya dia anak SD? Yah, aku tidak cukup jahat untuk mengatakannya di depan wajahnya saat dia sebahagia ini.

Dia menjilati permen kapas. Bagaimana dia bisa terlihat imut saat melakukannya?

Sepertinya dia berjuang karena ukurannya yang besar. Meski demikian, dia tampak seperti sedang menikmati dirinya sendiri.

“Lezatnnya! Manis sekali~!”

“Tentu saja rasanya manis. Karena itu segumpal gula.”

“Be-Benar juga … Ap-Apa aku bakalan gemuk karena makan ini?”

“Nikmati saja, jangan terlalu dipikirkan. Lagipula tidak apa-apa bagimu untuk menjadi sedikit lebih gemuk, karena—”

Aku hampir mengatakan 'Kamu akan tetap terlihat manis' padanya, tapi aku berhasil menahan diri di saat-saat terakhir. Aku terus mengulanginya sendiri, tapi dia sangat imut hari ini. Namun, rasanya memalukan untuk mengatakannya berulang kali.

“Karena ….?”

Dia menungguku untuk melanjutkan perkataanku.

“Bu-Bukan apa-apa…”

Ketika aku mencoba mengabaikannya, dia tampak sedikit jengkel.

“Jika aku bertambah gemuk, wajah cantikku akan hilang, aku tahu sebanyak itu, oke?”

“Jadi kamu menyadari kalau kamu imut, ya.”

“Ba-Bawel! Karena semua orang terus mengatakan bahwa aku imut, jadi mau tak mau aku tetap menerimanya!”

Aku memanggilnya dengan sebutan imut lagi. Wajahnya menjadi merah cerah.

Serius, aku harus berhenti.

Kalau melakukannya lebih dari ini, aku akan mati karena malu.

… Pokoknya, aku lapar. Aku juga harus membeli sesuatu.

“Aku mau membeli yakisoba dulu.” gumamku.

Shiina kemudian memutar kepalanya untuk melihat berbagai kios.

“Kalau begitu aku akan membeli okonomiyaki.”

“Kamu masih mau makan lagi? Kali ini kamu akan benar-benar gemuk, loh.”

“Mana mungkin permen kapas cukup untuk mengisi perutku!"

Shiina mengerang sebelum pergi ke kios okonomiyaki.

Aku berpisah dengannya untuk membeli yakisoba sebelum kembali ke sampingnya lagi.

“Di mana kita akan makan?”

“Karena sebentar lagi akan segera dimulai, kita harus mencari tempat yang layak untuk melihat kembang api.”

Banyak orang sudah menempati padang berumput di pinggir jalan.

Karena aku membawa seprai, aku hanya perlu mencari tempat kosong.

Saat aku berjalan menuju tempat yang tidak terlalu ramai, Shiina menghentikanku.

“… Ah.”

“Apa ada yang salah?”

Aku mengikuti arah pandangan Shiina, lalu mendapati Shinji dan Yuuka di sana.

Mereka begitu dekat satu sama lain. Atau bisa dibilang, mereka praktis menempel satu sama lain.

Yuuka menyadari keberadaan kami dan segera menjauh dari Shinji.

“Ka-Kalian juga ada di sini? Ke-Kebetulan sekali, ya!”

Yuuka mengatakan itu dengan wajah merah cerah. Matanya berkeliaran seperti penjahat yang bersalah. Dia perlu bertingkah tenang.

Sementara itu, Shinji hanya mengangkat bahunya dengan tenang saat melihatnya. Bagaimana orang kampret ini bisa begitu tenang?

“Ha-Halo.”

Shiina membungkuk saat dia menyapa mereka.

Setelah melihat keduanya secara bergantian, dia sedikit memiringkan kepalanya.

“… Apa kalian berdua pacaran?”

Pertanyaan yang begitu blak-blakan dan langsung yang sama sekali mengabaikan usaha Yuuka untuk menyembunyikan semuanya.

“A-Ahaha… Kami belum pacaran…”

Bagian 'belum' diucapkan dengan suara kecil. Sejujurnya, tadi itu kedengarannya lucu.

“Oh, benarkah?”

Tanya Shinji dengan nada menggoda.

Nah, setelah melihat apa yang mereka lakukan, sulit dipercaya bahwa mereka belum berpacaran.

“K-Kamu bisa diam dulu sebentar enggak!”

Yuuka mati-matian berusaha menutup mulutnya, tapi Shinji berhasil menghindarinya.

Mereka masih melakukan lakon yang biasa.

Kemudian, Yuuka berdehem dan mencoba mengganti topik pembicaraan.

“Pokoknya! Kamu terlihat imut dengan yukata itu, Mai-chan!”

“B-Benarkah?”

“Aku juga harus memakai yukata. Aku ingin berfoto denganmu…”

“Kamu tidak perlu memakai yukata untuk melakukan itu…”

Shiina menarik ponselnya dan membuka kameranya.

Yuuka tersenyum ketika melihat itu dan keduanya melanjutkan untuk berfoto selfie.

Sementara itu, Shinji dan aku sibuk mengagumi keduanya.

“Jadi, sejak kapan? Aku perhatikan kalian berdua menjadi lebih baik akhir-akhir ini.”

“Sejak awal liburan musim panas. Dia sudah menyukaiku untuk sementara waktu dan dia baru saja mendapatkan keberanian untuk menembakku.”

Sikap sombongnya adalah tipikal khas dari dirinya.

Yah, memang benar Yuuka sudah lama menyukainya.

“… Tapi dia bilang kalau kalian tidak berpacaran.”

“Maksudku, itu benar. Karena aku belum memberinya jawaban.”

“… Namun kamu menggodanya di tempat terbuka seperti ini?”

“Aku akan membalasnya malam ini. Aku banyak memikirkannya dan aku pikir aku menyukainya, jadi yeah.”

Shinji memiliki ekspresi yang luar biasa serius.

Ekspresinya yang serius membuatnya terlihat keren. Ia jarang menunjukkan wajah seriusnya seperti ini, sungguh menyia-nyiakan ketampanannya.

“Begitu rupanya, ya.”

“Kamu sendiri bagaimana?”

Ia bertanya balik padaku.

“Hina Dimana? Bukannya kamu biasanya pergi bersama dengannya?”

“Aku mengundang Shiina sebagai gantinya. Ya, aku sudah memberi tahu Hina tentang itu, tapi dia mengatakan bahwa dia ingin pergi dengan teman-temannya hari ini.”

Karena aku selalu pergi dengan Hina, aku merasa perlu memberitahunya. Tapi, sepertinya itu tidak perlu karena dia berencana untuk pergi bersama teman-temannya.

Kurasa aku terlalu kepikiran saja.

Dia mengatakan kepadaku untuk melakukan yang terbaik malam ini.

Sepertinya dia sudah menyadari dengan apa yang aku coba lakukan.

Begitu ya.”

Shinji menyandarkan tubuhnya di pagar pinggir jalan dengan sebotol ramune di tangannya.

Ia lalu membuka botol itu.

“Apa kamu beneran baik-baik saja dengan itu?"

Entah bagaimana aku memahami apa ingin yang Shinji sampaikan.

Setelah aku menyadari apa itu cinta, aku menjadi sadar akan perasaan yang diarahkan Hina kepadaku.

“Kamu tidak berpikir kalau dia beneran menyemangatimu ketika dia mengatakan itu, kan?”

“… Aku menyadari kalau dia memalsukan senyumnya.”

Dia sepertinya telah berlatih membuat senyum palsu.

“… Kamu menyukai Shiina Mai, ya?”

“…Ya.”

Shinji mengangguk, sebelum melirik ke arah langit malam sambil menyeruput ramune-nya.

Matahari sudah lama menghilang dari langit. Langit malam yang dipenuhi bintang-bintang kini menghiasi cakrawala.

“Jika memang itu masalahnya, aku takkan mengatakan apa-apa lagi.”

Shinji lalu meninggalkan sisiku dan bergabung dengan Yuuka, yang sedang bermain dengan Shiina.

“Ayo pergi. Kembang apinya akan segera dimulai.”

“E-E-Eh? T-Tunggu…”

Shinji dengan santainya merangkul bahu Yuuka.

Yuuka menegang karena tindakannya, sementara itu, wajah Shiina memerah setelah dia melihat ini.

“Sampai jumpa, Godou, Shiina.”

Sementara itu, Shinji mengabaikan kedua reaksi tersebut dan pergi bersama Yuuka.

Yuuka yang biasanya akan memarahi Shinji, sepertinya membiarkannya melakukan apapun yang Ia inginkan.

Shiina memperhatikan kepergian mereka dengan penuh minat.

“…A-Aku baru saja melihat sesuatu yang luar biasa.”

“Yah, jika mengenai mereka berdua, itu tinggal masalah waktu saja.”

“Be-Benarkah? …A-Aku tidak menyadari bahwa mereka mengalami hal seperti itu…”

Yah, dia belum lama pindah ke sini, jadi tentu saja dia tidak menyadarinya.

“Ngomong-ngomong, perkataan Shinji ada benarnya, pertunjukan kembang apinya akan segera dimulai.”

Kami bergegas mencari tempat kosong di rerumputan dan meletakkan seprai di atasnya. Mungkin karena sprei kami tidak terlalu lebar, bahu kami jadi saling bersentuhan.

Sambil memakan yakisoba aku, aku melirik Shiina.

Dia meniup okonomiyaki miliknya untuk mendinginkannya.

Ketika dia menyadari tatapanku, dia memalingkan wajahnya dan berkata, “Bisa tidak jangan terlalu sering menatapku?”

Jadi, aku mematuhinya dan fokus memakan yakisobaku. Setelah beberapa saat, aku menyadari kalau dia sedang menatapku, jadi aku balas menatapnya. Ketika tatapan mata kami saling bertemu, dia mengalihkan pandangannya.

Aku menatapnya lebih lama. Kemudian, dia balas menatap lagi dan memalingkan wajahnya lagi.

Apa sih yang sedang kami lakukan? Yah, karena ini terasa menyenangkan, jadi aku tidak keberatan.

Bahkan suasana ramai di sekitar kami terasa sangat nyaman.

Kami tidak berbicara, tapi entah bagaimana rasanya begitu memuaskan.

Setelah menghabiskan makanannya, Shiina meminum teh hijau yang dibelinya dari mesin penjual otomatis.

Aku lalu dengan lembut meletakkan tanganku di tangannya yang lain yang tergeletak di tanah.

Karena merasakan sentuhanku, bahunya bergetar.

Kemudian, dia menatapku dengan malu-malu.

“A-A-A-Apa? A-Apa yang kamu lakukan?”

Pertanyaan bagus. Aku sendiri tidak tahu apa yang sedang kulakukan juga.

“U-Um… Kau tahu, penyembuhan kutukan itu? A-Aku berpikir untuk melakukannya sekarang.”

“Tapi bukannya sulit untuk berkonsentrasi di tempat seperti ini?”

“Benar sih…”

Alasan yang berhasil aku temukan ditolak oleh argumen logisnya yang tidak biasa.

Meski begitu, aku tidak melepaskan tanganku dan dia juga tidak menepisnya.

Untuk beberapa alasan, dia terlihat sedih. Seolah-olah dia mencoba memberitahuku sesuatu.

Pada saat itu, kembang api pertama ditembakkan.

Kami berdua memandangi langit malam.

Seberkas cahaya membumbung menembus langit malam.

Dengan ledakan keras, percikan besar dilepaskan.

Rasanya seperti percikan api akan menghujani kami.

Aku bisa mendengar sorakan orang-orang di sekitarku, bersamaan dengan tepuk tangan yang meriah.

Cahaya yang menerangi langit malam yang gelap dalam sekejap, memudar dalam sekejap juga. Kemudian tempat itu diselimuti keheningan.

“Cantik sekali…”


Gumam Shiina dengan tenang.

Pipinya tampak rileks, tapi ekspresi wajahnya tampak seperti akan menangis.

Kemudian, rentetan kembang api dilepaskan secara beruntun.

Satu demi satu, mereka meledak berturut-turut, diiringi sorak-sorai dari para penonton yang melihatnya.

Kembang apinya pasti indah untuk dilihat jika orang banyak menjadi liar seperti ini.

Aku tidak pernah tahu seberapa indahnya kembang api tersebut karena mataku tidak pernah lepas dari sisi Shiina.

 

◇◇◇◇

 

Setelah beberapa saat, suara kembang api yang keras perlahan-lahan berhenti.

Aku memalingkan muka dari Shiina dan melihat percikan api terakhir yang tersebar di atas langit.

Aku akhirnya hanya melihat percikan pertama dan terakhir. Tapi aku tidak menyesal karena aku harus menghabiskan waktu duduk di sebelah Shiina. Secara keseluruhan, aku sudah merasa puas.

Bagaimana dengan Shiina?

Aku penasaran apa dia merasakan hal yang sama denganku?

Seraya berpikir begitu, aku kembali mengalihkan pandanganku ke arahnya dan melihat setetes air mata mengalir di pipinya.

Kemudian, tetesan air meluncur melalui pipinya yang halus dan jatuh ke tanah.

Dia sedang menangis.

“… Shiina?”

“… Bisakah kamu menjauhkan tanganmu?”

Aku mengangkat tanganku yang diletakkan di atas tangannya.

Kehangatannya masih melekat di telapak tanganku. Bagaimanapun juga, aku telah memegang tangannya untuk waktu yang lama.

Shiina menggelengkan kepalanya.

“Kita tidak boleh melakukan ini. Kita berdua berteman, iya ‘kan? Sesama teman seharusnya tidak melakukan hal seperti ini…”

Dia benar.

Kami berdua berbeda dengan Shinji dan Yuuka. Kami seharusnya tidak boleh sedekat itu.

“… Berhentilah melakukan hal-hal yang akan menyebabkan kesalahpahaman.”

Ujar Shiina sebelum dia mengambil jarak dariku.

“Aku tidak ingin mengkhianatimu…”, lanjutnya.

Di antara orang-orang yang tenggelam dalam sisa-sisa kembang api, kami adalah satu-satunya yang terisolir dari yang lainnya.

“…Maaf.”

“… Kamu tidak perlu meminta maaf segala.”

Setelah itu, aku tidak pernah meliriknya lagi.

Aku tidak tahu wajah seperti apa yang dia buat.

Bagaimanapun, kami mencapai tujuan kami hari ini, menonton kembang api.

Jadi, kami kembali pulang ke rumah masing-masing. Shiina memanggil taksi dan aku pergi ke tempat parkir untuk mengambil sepedaku.

Aku akhirnya mengumpulkan keberanian untuk mengajaknya berkencan, tetapi entah bagaimana ujung-ujungnya menjadi sangat salah.

Shiina menolak untuk membiarkanku menjadi lebih dekat dengannya.

Kurasa itu berarti dia hanya menyukaiku sebagai teman. Dia tidak memiliki keterikatan denganku secara romantis.

Dengan kata lain, aku sudah ditolak oleh Shiina.

Aku membutuhkan waktu beberapa jam untuk menerima kenyataan itu.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama