SS 1 — Perasaan Yang Tersampaikan Dari Jauh
“Aku sangat menantikan
kepulangan Amane dengan Mahiru-chan di musim panas ini ~”
Shihoko menatap kalender dan
berharap sekali lagi – putra kebanggaannya dan
(calon sementara) putrinya pulang.
Dia berbicara dengan Shuuto, tidak menyembunyikan kegembiraan di wajahnya.
Shihoko khawatir dan cemas tentang
keputusan untuk membiarkan putranya, yang masih anak SMA, tinggal sendirian ke
tempat yang sama sekali baru untuk menyembuhkan bekas luka emosional masa SMP.
Begitu dia mengetahui bahwa Amane memiliki tetangga yang sangat imut dan andal,
semua kekhawatirannya langsung menghilang. Dia merasa bahwa itu adalah
keberkahannya bahwa putranya bisa tetap sendirian dan memiliki hubungan intim
dengan Mahiru.
Menurut pendapat Shihoko,
Mahiru memiliki sikap yang tenang, lembut, jujur, sopan, dan merupakan gadis yang
ideal. Shihoko terkejut bahwa putranya bisa mengenal gadis secantik itu, tetapi
dia merasa lega bahwa Amane telah mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya
terhadap Mahiru dan dirinya sudah bisa mempercayai orang lain.
“Ya, memang momen
menggembirakan bisa melihat putra yang menggemaskan dan calon menantu yang
cantik berada di rumah.”
“Ya ampun, Amane akan tersipu dan
marah jika dia mendengarnya langsung.”
“Hanya ada kamu satu-satunya di
sini, Shihoko-san, dan bukannya kamu lebih bersemangat dariku?”
Shihoko tidak bisa membantah
sehingga Shuuto menyebutkan demikian.
Shihoko tidak bisa mengandung
anak lain lagi, dan dia selalu ingin memiliki seorang putri, jadi sungguh hal
yang membahagiakan baginya untuk memiliki putri seperti Mahiru sebagai bagian
dari keluarga.
Namun, dia yakin bahwa
kegembiraannya bukan karena dia menginginkan seorang putri, tetapi karena kepribadian
Mahiru yang lembut, manis, dan penuh kasih. Dia memahami dan menghormati
perasaan Amane, dan menghargai dan mencintainya.
Amane akan merasa santai setiap
kali dia bersama Mahiru, dan tingkah lakunya bisa terlihat jelas setiap kali
Shihoko bertukar kabar dengan Mahiru.
“Semoga saja dia benar-benar
ingin menikah dengannya. Tapi kurasa anak sekolahan mana mungkin berpikir
sejauh itu, bukan?”
“Belum tentu, Amane mungkin
akan bersumpah untuk menghargai Mahiru selama sisa hidupnya atau semacamnya.”
Shuuto dan Shihoko begitu
blak-blakan karena Amane tidak ada. Tetapi jika Amane ada di sini, Ia pasti akan
menghentikan orang tuanya dengan wajah tersipu dan berteriak malu.
“Apa mereka sudah mulai
berpacaran pada saat mereka datang ke sini?”
“Siapa yang tahu, jika Amane
lebih jujur, itu mungkin bisa saja terjadi.”
“Bagaimanapun juga, Ia anak
yang minderan dan tidak jujur. Semua orang di sekitarnya bisa mengetahuinya.”
“Sudah, sudah, anak-anak jaman
sekarang tidak pernah memperhatikan lingkungan mereka. Bukankah kita dulu juga
begitu?”
Shihoko dan Shuuto bertemu dan
mulai berpacaran hanya setelah mereka masuk kuliah, tetapi mereka juga segera
menikah ketika masih kuliah, jadi hubungan di antara mereka cukup cepat. Dengan
demikian, mereka benar -benar tidak dalam posisi untuk mengomentari Amane dan
Mahiru. Pada waktu itu, Shihoko jatuh cinta pandangan pertama pada Shuuto, dan
bisa dibilang kalau itu tak bisa terelakkan. Tampaknya Shuuto sama, dan setelah
menikah selama hampir dua dekade, mereka masih mesra seperti pengantin baru.
Mungkin Amane dan Mahiru juga
akan menjadi pasangan seperti itu juga, dan sebagai orang tua, mereka berdua
memulai imajinasi mereka. Imajinasi seperti itu mungkin bergosip kepada orang
-orang yang terlibat, sehingga mereka tidak dapat berkomentar langsung kepada
mereka.
“Aku berharap Amane dan
Shiina-san bisa menjalani kehidupan yang bahagia.”
“Yah, Amane sangat mirip
sepertimu, Shuuto-san, dan begitu jatuh cinta, Ia tidak akan bisa membantu
dirinya sendiri. Ia pasti akan merasa bahagia, dan membuat Mahiru-chan bahagia
juga.”
Daripada firasat, bisikan
Shihoko lebih seperti keyakinan. “Bagaimanapun juga, kita sedang membicarakan
Amane. Ia sangat setia begitu sudah mengambil keputusan.” Shuuto menjawab
sambil tersenyum.
“Achoo !!”
“Amane-kun, apa kamu sedang pilek?
Aku sudah memperingatimu berkali-kali kalau kamu makan es krim banyak-banyak
dan mengekspos perutmu ...”
“Kupikir aku sudah jaga-jaga
... Aku akan membuat sesuatu yang panas. Apa kamu menginginkan sesuatu juga,
Mahiru? ”
“Aku tidak terlalu haus ...
Achoo.”
“Lihat tuh, sepertinya kamu
juga pilek. Lebih baik aku menyeduhkan secangkir teh untukmu.”
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya