Bab 4 — Cinta Abadi
Setelah itu, aku mengunjungi
rumah Shiina, tapi tidak ada jawaban dari dalam. Dia mungkin tidak ada di rumah
karena tempat itu tampak kosong.
Apa itu berarti dia pergi ke suatu
tempat. Sekarang, dia sedang pergi kemana?
Aku memikirkan semua tempat
yang dapat aku pikirkan.
Tiba-tiba, sebuah tempat dari
kehidupanku sebelumnya muncul di benakku.
Tempat yang tinggi. Kembali
pada kehidupan kami sebelumnya, setiap kali penyihir itu merasa tertekan atau
ingin sendirian, dia selalu pergi ke tempat yang tinggi.
Kira-kira di mana tempat
tertinggi di dekat sini?
Aku mati-matian memeras otakku
untuk mencari kemungkinan tempat di mana dia bisa berada.
Di atap apartemen bertingkat
tinggi ini? Tidak. Atap sekolah? Tidak. Taman di dekat Gunung Akagi? Tidak…
Tunggu, karena saat ini sedang hujan, jadi mungkin aku bisa berasumsi dengan
aman kalau dia takkan berada di luar.
Tempat tinggi yang tidak ada di
luar.
Aku segera mengetahuinya.
Kantor Pemerintah Prefektur Gunma, ada ruang observasi yang bisa bebas dikunjungi
di lantai 32. Aku segera pergi ke sana dan ketika aku sampai di ruang
observasi, aku melihat seorang gadis berambut hitam di sana, berdiri di dekat
jendela sambil melihat pemandangan malam.
Mungkin karena sekarang waktu
malam di hari kerja atau karena menunjukkan seberapa kosongnya Gunma, aula
tersebut terlihat sepi dari kehadiran manusia kecuali kami dan penjaga
keamanan.
“… Shiina.”
Ketika aku memanggil namanya,
bahunya bergetar.
Dia berbalik menghadapiku dengan
tatapan ketakutan. Wajahnya dipenuhi kecemasan saat berkedip ke arahku.
“… Kenapa kamu basah kuyup begitu?”
“Hah? Kupikir aku sudah
menyekanya sampai kering...”
Aku memeras pakaian aku dan
mengeringkannya sedikit sebelum aku memasuki gedung supaya tidak menetes ke
seluruh lantai.
“Apa kamu mencariku di
tengah hujan?”
“Ya, memangnya kenapa?”
“Kenapa kamu sampai melakukan
itu…?”
“Karena kamu membolos sekolah
selama berapa hari sekarang?”
Aku berjalan mendekatinya.
Mukanya tampak pucat, tetapi aku tidak tahu penyebabnya.
“Apa kamu baik-baik saja? Kamu
tidak masuk angin, kan?”
“… Tidak, aku tidak masuk angin
atau semacamnya.”
“Benarkah? Syukurlah kalau
begitu.”
Ada satu kekhawatiranku. Dia sama
sekali tidak sakit, jadi semuanya baik-baik saja dalam hal itu.
Ada kemungkinan dia tidak sehat
karena kutukannya mulai kambuh lagi.
Padahal, dari tatapan tajamnya,
aku bisa berasumsi bahwa tidak ada masalah dalam hal itu juga.
“Kenapa kamu malah
mencemaskanku? Kita berdua sudah bukan teman lagi.”
“Kenapa begitu? Kamu tidak bisa
mengusirku begitu saja tanpa memberitahuku apa pun.”
“Itu…”
Dia mencoba mengatakan sesuatu
tetapi segera menutup mulutnya.Kenapa dia seperti ini? Memangnya dia tidak bisa mengatakannya secara langsung kepadaku?
“Ngomong-ngomong, kenapa kamu
bolos sekolah? Apa itu karena kamu tidak ingin melihatku?”
Dia tetap diam seribu bahasa.
Keheningannya menjawab pertanyaan itu. Hatiku mulai merasa tertusuk sakit.
“… Kenapa kamu menghindariku?” Aku
bertanya padanya.
Bahkan jika aku terluka oleh
jawabannya, aku tetap ingin mendengarnya, karena jika tidak, pembicaraan kita
takkan bisa kemana-mana.
Jika dia menghindariku karena
dia merasa terbebani karena cintaku padanya atau karena aku melakukan sesuatu
yang menyinggung perasaannya atau bahkan karena dia membenciku sejak awal,
apapun jawabannya, aku tetap harus meminta maaf dan memaafkannya. kesempatan
untuk berbaikan dengannya.
“…Kamu tidak mengerti?”
“Tentu saja tidak, aku bukan
pembaca pikiran.”
“Itu karena…”
Saat aku bingung dengan
kata-katanya, dia berteriak dengan suara putus asa.
“Itu karena aku menyukaimu!”
“…Hah?”
Kepalaku menjadi kosong. Gadis
ini, apa-apaan maksudnya? Dia menyukaiku? Hah?
“…K-Kalau begitu, di mana masalahnya?!”
Tidak pernah aku berharap
tanggapan seperti ini keluar dari mulutnya.
“Semuanya!” Kata Shiina sambil
melambaikan tangannya seperti anak kecil.
“Ji-Jika aku mengatakan bahwa
aku menyukaimu, bukannya itu berarti kita bisa berpacaran?!”
Apa sih yang dia bicarakan? Aku
tidak memiliki cukup sel otak untuk memahami kata-katanya.
“Y-Ya? Lalu, kita tinggal
berpacaran saja??”
Aku justru menginginkan itu.
jadi, apa masalahnya?!
“Kami tidak bisa! …Tidak, kami
sebenarnya bisa, tapi tetap tidak bisa!”
Yup, aku sama sekali tidak
memahami maksudnya. Apa kita bahkan berbicara dalam bahasa yang sama?
“Jika kita berpacaran, maka
hanya aku yang merasa bahagia! Aku takkan bisa membuatmu bahagia dan aku benci
itu! Apa gunanya kita berpacaran jika kamu tidak bahagia ?!”
“… Apa?”
Jadi itulah alasan mengapa dia
menghindariku?
“Jika kamu berpacaran denganku,
tentu saja aku juga akan merasa senang!”
Dia menggelengkan kepalanya
sebelum memulai pembicaraanya.
“… Ini bukan buku cerita.
Kehidupan kita takkan berakhir hanya dengan pergi berpacaran dan hidup bahagia
selamanya. Kehidupan kita akan terus berlanjut bahkan setelah itu. Aku percaya
kamu bisa membuatku bahagia, tetapi jika hubungan kita hanya sepihak seperti
itu, kamu akhirnya akan putus denganku karena sudah tidak tahan lagi. Begitulah
hubungan kita akan berakhir.”
Su-Sungguh pemandangan yang
pesimis sekali...
Tapi sekali lagi, bukan Shiina namanya
jika dia tidak bertindak seperti ini...
“Jadi, kamu lebih suka tidak
berpacaran denganku?”
“Ya. Selain itu, seharusnya ada
seseorang di dunia ini yang lebih pantas bersamamu daripada aku.”
…Seseorang yang lebih pantas
bersamaku, ya?
Pastinya ada banyak gadis yang
jauh lebih tidak merepotkan untuk dihadapi ketimbang dirinya.
Tetapi aku tahu bahwa aku tidak
lebih baik darinya.
Juga, aku menyukai bagian
dirinya yang begiitu.
“… Misalnya saja seperti
Kirishima-san.” Kata Shiina dengan berbisik.
Dia berhenti berbicara setelah
itu.
Jadi itu sebabnya dia
menghindariku. Dan itulah alasan mengapa Hina memberiku dorongan seperti itu.
Aku semakin mengagumi Hina
sekarang. Aku harus memenuhi harapannya.
Demi melakukan itu, aku harus
membujuk gadis keras kepala yang ada di hadapanku ini untuk mencapai akhir yang
bahagia denganku.
“Apa kamu menyiratkan bahwa aku
harus berpacaran dengan Hina?”
“Ya. Dia adalah teman masa
kecilmu, dia selalu berada di sisimu, ditambah lagi dia menyukaimu. Tidak ada
yang lebih baik daripada Kirishima-san.”
Lihatlah dia, ekspresinya yang
sedih ketika dia mengatakan itu.
Dia mengatakan semua itu, tapi
dia terlihat seperti akan menangis kapan saja.
“… Aku baru saja menolaknya
sebelum aku datang ke sini.”
Ketika aku mengatakan ini padanya,
Shiina menunjukkan ekspresi terkejut.
“Ke-Kenapa ?!”
Aku mengambil langkah lebih
dekat dengannya dan mencengkeram bahunya.
Wajah kami sangat dekat
sampai-sampai hidung kami hampir bersentuhan. Dengan pandangan mata kami yang
saling terkunci satu sama lain, aku meneriakkan perasaanku padanya.
“Karena aku tidak ingin menyerah
padamu!”
Air mata menetes dari sudut
matanya.
Gadis ini cenderung terlalu
banyak berpikir, membenci dirinya sendiri, dan depresi. Dia membenci keadaannya
saat ini, tapi dia terlalu terbiasa untuk mencoba melupakannya. Di satu sisi,
bisa dibilang kalau dia buruk dalam menangani hidupnya.
Beruntung baginya…
Tidak peduli betapa sedihnya
dirinya, aku akan melakukan yang terbaik untuk membuatnya bahagia.
Itulah tekad aku, keinginanku, bahkan
sebelum aku bereinkarnasi ke dunia ini.
Dia mengatakan kalau berpacaran
denganku akan membuatnya bahagia. Jadi aku tidak perlu merasa ragu lagi.
Pergunakan kesemapatan dengan
baik, itulah kata orang bijak. Aku akan membanting perasaanku yang meluap ini
padanya, supaya dia bisa mengerti.
“Shiina. Izinkan aku
menjelaskan hal ini kepadamu. Aku mencintaimu.”
Aku bisa melihat matanya
bergetar ketika mendengar kata-kataku, tapi dia tetap menunduk.
“… Tapi, Kirishima-san selalu
mencintaimu.”
Aku tahu itu. Tentu saja aku
tahu itu.
Aku juga menyukai Hina.
Aku juga sangat ingin
membuatnya bahagia.
Tapi satu-satunya orang yang
aku cintai secara romantis adalah Shiina.
"Berkat
dirimu, aku merasa menjadi orang yang paling bahagia seumur hidupku.’
Ketika aku melihat senyumnya
saat itu, aku merasa sangat bahagia.
Rasanya seperti aku
diselamatkan. Keberadaannya menyelamatkanku.
Dia terlihat sangat cantik
sehingga aku tidak bisa menahan diri untuk tidak terpesona oleh kecantikan itu.
Aku
ingin menghabiskan seluruh hidupku bersamanya, demi bisa melihatnya tersenyum
lagi dan lagi.
Selama
dia bisa menghabiskan hari-harinya dengan senyum di wajahnya, aku akan merasa puas.
Itu saja sudah cukup membuatku bahagia.
“Kenapa… Untuk orang
sepertiku…?”
“Jangan meremehkan orang yang
aku cintai.”
Bahunya bergetar ketika aku mengatakan ini padanya.
“Maaf, tapi perasaanku ini
tidak begitu sepele sehingga aku bisa menyerah begitu saja sesuai permintaan.
Tidak ada gunanya mencoba melarikan diri dariku! Aku takkan pernah membiarkanmu
pergi kecuali kamu mau berpacaran denganku! Jadi, persiapkan dirimu, aku akan
mengejarmu sampai ke ujung bumi, Shiina! Fuhahaha!”
…Tunggu, entah kenapa
kedengarannya salah.
Tidak, tidak, maksudku, kami
saling mencintai, jadi seharusnya tidak ada masalah meski aku mengatakannya
seperti itu.
Dengan sedikit kesal, Shiina
berteriak padaku,
“Ak-Aku mencintaimu lebih daripada
kamu mencintaiku! Kamu tidak bisa mengalahkan cintaku padamu!”
“Enggak! Aku mencintaimu lebih
dari kamu mencintaiku!”
“Mana mungkin seperti itu! Yang
bisa kupikirkan sebelum aku tidur setiap malam adalah percakapan yang aku lakukan
denganmu!”
“Aku selalu mendapati diriku
menatapmu di kelas! Aku melakukannya sepanjang waktu!”
“…Be-Benarkah….?”
Wajahku mulai terasa panas.
“Tapi, itulah alasan mengapa
aku tidak bisa berpacaran denganmu!”
“Karena kamu tidak bisa
membuatku bahagia? Kenapa kamu begitu peduli?”
“Karena yang bisa kulakukan
hanyalah membuatmu tidak bahagia! Aku sudah membuatmu tidak bahagia!”
“… Itu terjadi di kehidupan
kita sebelumnya. Sekarang berbeda. Kamu bukan penyihir lagi dan aku juga bukan
pahlawan lagi!”
“Aku tahu, tapi itu tidak
mengubah apapun! Kita masih orang yang sama seperti saat itu!”
“Kenapa kamu merasa perlu
membuat ini begitu rumit…”
“Kamu sama sekali tidak mengerti.
Berbeda dengan Kirishima-san, aku tidak memiliki kekuatan untuk mendukungmu!
Menerima cintamu secara sepihak terlalu membebaniku! Aku baik-baik saja dengan
tetap sebagai temanmu!”
Rupanya Shiina terobsesi apakah
dia bisa mendukungku atau tidak.
“Memangnya aku terlihat sangat
tidak dapat diandalkan sampai-sampai membuatmu berpikir kalau aku membutuhkan
seseorang untuk mendukungku?”
“Ya. Jika seseorang tidak
mendukungmu, kamu akan segera menjadi tidak bahagia.”
“Aku tidak ingin mendengar itu
darimu!”
Ketika aku menunjukkan itu,
Shiina menundukkan wajahnya dan bergumam, “... itu ada benarnya juga.”
Tidak, jangan depresi sekarang
…
“Saat kamu sudah sedikit tenang
nanti, kamu akan mengerti apa yang aku bicarakan. Cinta itu buta, iya ‘kan?
Kamu sedang dalam kondisi itu sekarang.”
Pada akhirnya, masalahnya
berasal dari kepercayaan diri gadis ini yang sangat rendah.
Dia tidak percaya pada konsep
seseorang menyukainya sejak awal. Jauh di lubuk hatinya, dia tidak percaya
bahwa aku menyukainya.
“Salah. Aku mencintaimu! Apapun
yang terjadi, aku akan selalu mencintaimu! Terlepas cinta membutakanku atau
tidak, itu tidak masalah!”
“Berhentilah mengatakan hal
seperti itu…”
“Aku takkan berhenti! Ini bukan
tentang diriku, hal ini mengenai cintaku padamu! Aku menyukaimu karena kamu
adalah kamu!”
“Aku tidak bisa menerima cinta
itu!”
“Lalu, apa yang harus kulakukan
untuk meyakinkanmu?”
“Ceritakan satu hal yang kamu
sukai dariku!”
Dia membusungkan dadanya dengan
percaya diri. Dia sepertinya yakin bahwa aku takkan pernah bisa menyebutkan
satu hal pun yang baik tentang dirinya.
Sungguh keyakinan yang luar biasa,
walaupun itu ke arah negatif.
“…Baiklah.”
Aku akan memberitahunya.
Satu per satu, aku akan membuat
daftar sisi bagus dari Shiina.
“… Oke, pertama-tama, aku
menyukai wajahmu. Pada kehidupan kita sebelumnya kamu mempunyai wajah yang begitu
cantik dan saat ini penampilanmu tidak terlihat lebih buruk. Bahkan di antara
para idola, kamu terlihat paling cantik, paling cantik di dunia! Kamu harus
menyadari hal itu, oke?”
“… Apa yang 'tercantik di dunia'? Mengapa aku harus
menyadari hal itu?”
“Aku bukan narsisis,” lanjutnya
dengan pipi memerah.
“… Kedua, aku suka kebaikanmu.
Orang-orang selalu memperlakukanmu dengan buruk, tetapi kamu tetap
memperlakukan mereka dengan baik meskipun tidak ada yang akan menyalahkanmu
jika kamu tidak memberikan belas kasihan kepada orang-orang itu.”
“… A-Ahem. K-Kamu tahu tidak
ada gunanya menyanjungku seperti ini, kan? Aku sudah mencintaimu sejak awal,
jadi tidak peduli seberapa keras kamu mencoba merayuku, itu tidak akan mengubah
apapun. Sayang sekali.” Ujar Shiina.
Dia terdengar sangat yakin
bahwa dia memiliki logika kuat yang mendukung kata-katanya. Walaupun kata-katanya
terdengar kontradiktif, sih.
Aku mengabaikan kata-kata idiot
itu dan terus berbicara.
“… Aku suka caramu
memperlakukanku. Aku tidak tahu apakah kamu menyadarinya, tetapi rasanya
nyaman. Ketika kamu membuka hatimu untukku, kamu menutup jarak dariku dan itu
membuatku merasa bahwa kamu bergantung padaku. Aku menyukai itu.”
“Be-Begitukah….?”
Dia memalingkan muka sambil
gelisah.
“… Aku menyukai sikapmu saat
mencoba menjauhkan orang. Kamu terlihat seperti tidak tahan untuk memperlakukan
mereka dengan kasar dan selalu berusaha untuk menjaga mereka setelah kamu
menjauhi mereka. Kecanggunganmu itu, aku menyukainya.”
Karena dia menyembunyikan
wajahnya, aku tidak bisa melihat ekspresinya lagi, tapi aku tahu kalau telinganya
merah cerah.
“… Aku suka ekspresi bahagiamu
setiap kali kamu bercerita. Suaramu menjadi lebih lembut dari biasanya, kamu
menjadi lebih ekspresif dan bahagia. Aku suka ekspresi cerah yang kamu buat
setiap kali aku berhasil bersimpati denganmu.”
Dengan berbisik, dia berkata “Tolong hentikan…” sambil menutupi
wajahnya dengan tangannya. Sayang sekali untuknya, aku tidak akan berhenti.
"…Aku suka senyummu. Aku
suka cara pipimu bergerak seperti bunga mekar.”
Kata 'suka' terus keluar dari mulutku.
Aku sangat mencintainya. Aku
selalu memperhatikannya.
Sejak awal, aku tertarik
padanya dan baru-baru ini, perasaan itu berkembang menjadi cinta.
Aku ingin membuatnya bahagia,
melihat senyumnya dan selalu bersamanya.
“A-aku mengerti, aku mengerti,
jadi tolong hentikan!”
“Aku mencintai semua bagian
tentang dirimu. Aku suka sisi merepotkanmu, kecanggunganmu, rasa mindermu,
ketidakmampuanmu sebagai manusia, aku mencintai segalanya!”
“… Sudah cukup… aku tahu kau
mencintaiku!”
“Kalau begitu, kamu harus tahu
betapa bahagianya aku jika aku berpacaran denganmu."
“Uu…”
Shiina menggeser tangannya yang
menutupi wajahnya dan menatapku.
“Ha-Haruskah kita benar-benar…
Berpacaran…?”
Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya,
tetapi aku bisa melihat dengan jelas bahwa wajahnya yang semakin memerah.
“Se-Seperti yang kuduga, lebih
baik jangan! Jika kita beneran pacaran, aku tidak akan menjadi diriku sendiri
lagi!”
“Apa maksudmu?”
“Aku akan menjadi gila karena
menjadi terlalu bahagia!”
“Tapi aku akan berada di posisi
yang sama sepertimu?”
“… Tapi, jika kita menjadi
sepasang kekasih, ada kemungkinan kita akan putus. Jika itu yang terjadi, hal
tersebut akan menjadi akhir dari hubungan kita, kita bahkan tidak bisa kembali
menjadi teman lagi. Jika aku harus melalui itu, aku lebih memilih kalau kita
tetap menjadi teman…”
Luar biasa, dia selalu
memikirkan skenario terburuk.
Karena dia selalu bertingkah
seperti ini, dia mungkin tidak pernah menyadari bahwa semua hal negatif
hanyalah kekhawatiran yang tidak perlu.
“Kalau begitu, ayo menikah.”
“… Hah?”
“Aku bersumpah akan bersamamu
selama sisa hidupmu. Jika begini, kamu pasti tidak perlu khawatir mengenai
kalau kita akan putus.”
“… K-Kita tidak bisa menikah di
usia segini.”
“Kalau begitu ayo bertunangan
dulu. Kita bisa menikah setelah kita sudah cukup umur.”
Bahkan setelah aku mengatakan
semua itu, dia masih terlihat ragu-ragu. Aku merasa kesal.
“Shiina! Berhenti memikirkan
yang tidak perlu!”
“T-Tapi… aku tidak yakin bahwa
aku akan membuatmu bahagia…”
“Kalau begitu cobalah! Kamu
tidak akan mendapatkan apa-apa jika kamu tidak mencobanya! Dengarkan aku!”
Aku menarik napas dalam-dalam.
Apa yang akan aku katakan akan terdengar menyedihkan, tapi…
“Kamu akan membuatku bahagia!”
Kata-kata itu mengejutkan
Shiina saat dia mengedipkan matanya.
“A-Apa…?”
“Itu sebabnya jangan
menyerahkanku pada orang lain! Katakan pada dirimu sendiri bahwa kamu bisa
melakukan ini! Jangan buang aku tanpa mencobanya! Shiina Mai. Aku yakin kamu
bisa membuatku bahagia!”
Aku tidak tahu apa yang
kukatakan padanya, tapi setidaknya sepertinya kata-kataku sampai padanya.
“Mencobanya…” gumamnya sambil
melihat telapak tangannya.
“… Mungkin kita tidak bisa
hidup normal seperti orang normal lainnya karena ingatan kita di kehidupan
sebelumnya. Mungkin kita mengerikan dalam mencoba meraih kebahagiaan kita,
tetapi itulah sebabnya kita akan menjadi sempurna satu sama lain. Aku berjanji
akan membuatmu bahagia, jadi…”
“…Aku bisa membuatmu bahagia?”
Aku mengangguk mendengar
kata-katanya.
Tiba-tiba, kenangan dari
kehidupanku sebelumnya terlintas di kepalaku.
'Mau
bagaimana lagi kalau begitu. Mari kita jalani hidup kita yang tidak bahagia
bersama.’
Dia pernah mengatakan itu
padaku.
Saat itu, aku tidak bisa
menerima kata-kata tersebut.
Menjalani hidup kita yang tidak
bahagia bersama-sama? Mana mungkin, harusnya aku saja yang menjadi satu-satunya
menjalani kehidupan yang tidak bahagia.
Itulah yang aku sumpahi pada
hari itu. Tapi, ternyata apa yang dikatakan penyihir itu benar.
“… Bisakah kita benar-benar
melakukannya?” Gumam Shiina.
“Tentu saja.”
Di kehidupan kami sebelumnya,
Grey Handlet dan Cerys Flores menjalani kehidupan kami yang malang bersama.
Tapi kali ini, sebagai
Shiraishi Godou dan Shiina Mai, semuanya akan berbeda.
Aku bukan pahlawan seperti di
kehidupanku sebelumnya.
Itu sebabnya aku akan menjalani
hidupku lebih arogan saat itu.
Aku akan mendapatkan apa yang aku
inginkan.
Aku akan melakukan apapun yang
ingin kulakukan.
Karena yang aku inginkan adalah
kebahagiaannya, aku akan melakukan yang terbaik untuk membuatnya bahagia.
Itu sebabnya aku menjangkau dirinya.
“Mari kita jalani hidup bahagia
kita bersama.”
Bersamaan dengan tawanya,
diiringi dengan air matanya. Dia memiliki ekspresi yang agak menyedihkan di
wajahnya.
Wajahnya yang cantik hancur
saat matanya menjadi bengkak dan air mata mengalir di pipinya.
Meski begitu, dia menyeka air
matanya dan meraih tanganku dengan ekspresi tegas di wajahnya.
“…Aku akan melakukan yang
terbaik.”
Dia menarik tanganku dan
memelukku.
“O-Oi, bajuku masih basah
karena hujan.”
“Aku tidak peduli.”
Aroma wangi menggelitik lubang
hidungku. Kehangatan badannya mengusir hawa dingin dari tubuhku.
“…Aku akan membuatmu bahagia,
Godou.”
Dia mengatakan itu dengan
berbisik. Kekuatan memenuhi tangan yang memelukku.
“Aku juga akan membuatmu bahagia. Bukan sebagai teman, melainkan sebagai sepasang kekasih.”
◇◇◇◇
Sudah berapa lama sejak Shiina
dan aku mulai berpelukan?
Mungkin kurang dari satu menit,
tapi dalam waktu singkat itu, seluruh bagian dalam diriku dipenuhi dengan
kebahagiaan.
Namun, perasaan seperti itu
tidak bertahan lama.
Karena semuanya diselesaikan, aku
secara bertahap mendapatkan kembali ketenanganku.
… Jadi, kapan kita harus
berpisah?
Shiina memelukku begitu erat
sehingga aku bahkan tidak bisa melihat wajahnya. Sepertinya dia takkan melepaskanku
dalam waktu dekat. Yang ada justru gadis ini telah menggosokkan pipinya ke
dadaku untuk sementara waktu sekarang. Kenapa dia sangat imut? aku tidak bisa…
Ngomong-ngomong, selain itu,
meski tidak ada orang di sekitar, kami masih berada di tempat umum.
Ini adalah Kantor Pemerintahan,
kami benar-benar membuat kekacauan besar di sini…
Kami bertengkar satu sama lain
dengan keras, meneriakkan cinta kami satu sama lain dan yang terpenting, kami
saling berpelukan.
Jika seseorang melihat kami,
itu akan menjadi bencana bagi kami …
“Um, boleh minta waktu kalian
sebentar?”
Seseorang memanggilku dari
belakang. Dalam sekejap, seluruh tubuhku gemetar.
Biasanya, aku bisa melihat
langkah kaki mereka, tapi perhatianku terlalu teralihkan untuk memperhatikan
sekelilingku.
Aku buru-buru berbalik dan menjauh
dari Shiina. Di belakangku ada petugas satpam.
“Maaf mengganggu kalian berdua,
tapi sekarang sudah waktunya untuk tutup…”
“Y-Ya… M-Maaf…”
Kami berdua menundukkan kepala
karena malu. Aku bisa merasakan wajahku menjadi lebih panas dari sebelumnya
ketika aku meneriakkan cintaku pada Shiina.
Apa sih yang sedang kami
lakukan?
“Tidak masalah, tidak masalah.
Aku baru saja melihat sesuatu yang bagus berkat kalian berdua. Ah, indahnya masa
muda…” (TN: Pak Satpam adalah kita :v)
Penjaga satpam itu
menganggukkan kepalanya beberapa kali. Tatapan hangat yang Ia tunjukkan kepada
kami terasa menyengat.
Aku bahkan tidak punya energi
untuk mengomentari pandangannya.
“Aku senang tidak ada orang
lain di sini atau aku harus menghentikan kalian di tengah jalan. Sekarang,
rasanya menjadi sangat canggung, bukan?”
Kata satpam sambil mengantar
kami ke lift.
“Baiklah, aku berharap kalian
berdua bisa hidup bahagia.”
Ia mengantar kami pergi sambil
tersenyum saat kami memasuki lift.
Kami berdiri berdampingan saat
lift perlahan turun ke lantai paling bawah.
Aku melirik Shiina yang berdiri
di sampingku, dan mendapati dirinya juga melirikku. Pada saat itu, pandangan mata
kami bertemu. Untuk beberapa alasan, aku mengalihkan pandanganku. Setelah
beberapa saat, aku mengalihkan pandanganku padanya lagi dan mata kami bertemu
lagi. Kali ini, Shiina lah yang memalingkan pandangannya.
Apa yang harus kami lakukan
sekarang? Rasanya menjadi sangat canggung begini…
Omong-omong, apa ini berarti
kami sudah resmi menjadi sepasang kekasih?
Bagaimana seseorang melakukan
sesuatu sebagai sepasang kekasih? Ugh, aku tidak tahu satu hal pun tentang ini!
Maksudku, berada di sampingnya
saja sudah membuatku gugup…
… Tapi tetap saja … Kami resmi
berpacaran, ya?
“Kita sudah sampai.”
Saat lift mencapai permukaan
tanah, pintu terbuka. Kakiku masih membeku, tapi Shiina meraih tanganku dan
mendesakku untuk pergi bersamanya, bergandengan tangan.
“S-Shiina?”
“Se-Seharusnya ini baik-baik
saja… K-Kita ‘kan sepasang kekasih…”
Dia memalingkan wajahnya, tapi
tangannya masih menggenggam erat tanganku. Meskipun pandangan kami terpisah,
tangan kami bergandengan satu sama lain.
“… Godou?”
Menyadari kesunyianku, dia
mengalihkan pandangannya ke arahku.
“Apa kamu merasa malu dengan
ini?” Katanya, berusaha menggodaku, meski wajahnya sama-sama merah seperti diriku.
“…Kamu sangat imut.”
Dia mengeluarkan tawa yang
berubah menjadi senyum menggoda beberapa saat kemudian. Ini adalah sisi baru
dirinya yang tidak pernah kuketahui keberadaannya. Sebelum ini, akulah yang
terus menggodanya sepanjang waktu, tapi sekarang kami telah menjadi sepasang
kekasih, dinamika hubungan kami sepertinya jadi terbalik.
… Tidak, seharusnya tidak
demikian. Dia sama putus asanya dengan aku dalam hal percintaan.
Selama aku bisa menggodanya
kembali, aku harus bisa menjaga martabatku sebagai pria dalam hubungan kami.
“S-Shiina.”
Aku memanggilnya, tapi dia
bergerak cepat dan meletakkan jarinya di bibirku.
“Aku benci itu.”
“A-Apa maksudmu?”
“… Bukannya aku ini pacarmu?
Panggil aku dengan namaku.”
Apakah itu berarti dia ingin
aku memanggilnya 'Mai'?
...Aku tiba-tiba merasa malu.
Mungkin karena aku terlalu terbiasa memanggilnya 'Shiina'.
Dia memanggilku 'Godou' segera
setelah aku menyuruhnya berhenti memanggilku 'Pahlawan', jadi dia sudah
terbiasa dengan ini. Aku mungkin seharusnya memanggilnya 'Mai' ketika aku
memutuskan untuk berhenti memanggilnya 'Penyihir.'
Kalau saja aku melakukan itu, aku
tidak akan terjebak dalam situasi ini.
“… Godou?”
“…M-Mai…”
Saat aku memanggil Shiina— Mai,
dengan namanya, dia tertawa cekikikan.
“Ayo coba katakan sekali lagi.”
“Tapi kenapa?”
“…Bukannya kita sepasang
kekasih?”
Berhenti menatapku dengan
tatapan memelas seperti itu! Aku ingin mengatakan itu, tapi aku tidak bisa!
“…Mai.”
Ketika aku memanggil namanya
lagi, dia menyandarkan kepalanya di bahuku.
Dia melepaskan genggaman
tanganku dan mengubah posisinya sehingga dia bisa memeluk lenganku sebagai
gantinya.
Posisi ini terlalu berbahaya.
Aku bisa merasakan dadanya yang lembut di lenganku.
“Padahal awalnya kamu sangat
enggan, tapi kamu benar-benar langsung mendapat mood dengan…”
Ketika dia mendengar itu, dia
menggembungkan kedua pipinya.
“Aku sudah lama menahan
perasaan ini, jadi setidaknya aku harus melakukan ini untuk menebusnya. Karena
kamu mengatakan bahwa aku tidak perlu menahan diri, aku akan melakukan yang
terbaik untuk menghujanimu dengan cintaku…”
“…Jadi begitu ya.”
Walaupun tingkah imutnya itu
buruk untuk hatiku, tetapi pada saat yang sama, itu membuatku bahagia.
Kami berjalan pulang bersama di
bawah langit malam. Guyuran hujan sudah lama berlalu. Awan telah pergi ke suatu
tempat saat langit malam dipenuhi dengan bintang-bintang bersinar yang tak
terhitung jumlahnya. Bajuku masih lembap, jadi udara terasa sedikit dingin.
Meskipun aku bisa merasakan
kehangatan musim panas, udara dingin mengingatkanku bahwa musim gugur akan
segera tiba.
Tiba-tiba, Mai angkat bicara.
“Mulai sekarang tolong jagalah
aku ya, Darling~”
“Da-Darling?!”
“Bukankah kita akan menikah
nanti?”
“I-Iya sih, tapi kamu tahu…”
Bukannya masih terlalu dini
untuk itu!
Meskipun aku berpikir demikian,
pikiranku berhasil membayangkan kehidupan pengantin baruku dengannya.
'Selamat
datang di rumah, darling~ Apakah kamu mau makan malam? Mandi? Atau mungkin…'
Ya tolong, panggil aku darling,
tolong. Ayo menikah sekarang juga!
“Aku hanya bercanda, kok. Aku
akan menggunakannya setelah kita benar-benar menikah. Untuk saat ini, mari
bertingkah laku sebagai sepasang kekasih biasa.”
“E-Eh… Be-Begitu ya…”
“Apa? Kamu beneran berpikir
bahwa aku akan memanggilmu 'Darling' sepanjang waktu saat kita masih menjadi
kekasih?”
Dia benar. Aku menganggap
leluconnya terlalu serius, astaga, betapa menyedihkannya diriku ini.
“Ngomong-ngomong, kamu akan
melamarku lagi nanti, kan?”
“A-Apa aku harus…?”
“Tentu sajalah. Aku tidak akan pernah
bosan dengan lamaranmu, ini mirip seperti makanan enak, tau? Seseorang tidak
akan pernah bosan dengan makanan yang enak, bukan?
Jika memungkinkan, aku
benar-benar tidak ingin melakukan pengakuan yang menegangkan dan memalukan itu
lagi.
Tapi, jika itu bisa membuatnya
bahagia…
Aku mendongak ke arah langit malam
dan melihat bintang jatuh yang berkelap-kelip. Sebelum cahayanya menghilang, aku
berdoa dalam hati.
Semoga
kita bisa hidup bahagia di masa depan.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya