“Heh~ ... jadi begini desain di
dalamnya, ya”
“Loh? Jangan-jangan ini pertama
kalinya kamu mengunjungi karaoke, Alya?”
Alisa melihat sekeliling
interior gedung karaoke dengan penuh ketertarikan ketika Masachika bertanya
padanya dengan nada terkejut. Alisa akan menjadi vokalis band di festival sekolah
bulan depan. Jadi hari ini, mereka memanfaatkan hari libur musim panas untuk
pergi ke fasilitas karaoke untuk berlatih.
“Itu apaan...?”
“Hmm? Ahh~”
Alisa menunjuk pada rak
gantungan tempat menggantung berbagai pakaian, dan Masachika membalas santai
sambil mengangkat pundaknya.
“Entah bagaimana, mereka
menyewakan kostum cosplay secara gratis. Aku belum pernah melihat ada orang
yang benar-benar menggunakannya, sih ... mungkin itu buat pesta atau
semacamnya?”
“Hee~ jadi ada yang begituan
juga, ya”
Sambil membicarakan hal itu,
mereka berdua menjalani proses penyewaan di meja resepsionis, mengambil minuman
di bar minuman, dan menuju ruang yang sudah disewa. Sementara Alisa melihat
sekeliling ruangan dengan rasa penasaran, Masachika meraih tablet elektronik
yang berisi daftar lagu.
“Baiklah, mari kita menyanyikan
beberapa lagu normal dulu untuk saat ini. Kamu tak keberatan kalau aku yang
memilih lagunya, ‘kan?”
“Ehh? Iya.”
Sambil diawasi Alisa yang
mungkin baru pertama kali melihat alat tablet karaoke, Masachika memasukkan beberapa
J-pop yang belakangan ini populer. Jika Ia bersama teman-temannya yang cowok,
Masachika mungkin akan memasukan beberapa lagu anime, tapi untuk sekarang Ia
lebih memilih main aman dengan memilih lagu yang sedang terkenal.
Setelah Masachika menyanyikan
satu lagu tanpa masalah, Alisa bertepuk tangan dengan kagum.
“Nyanyianmu ternyata lumayan
bagus juga”
“Kalau itu sih terima kasih.
Selanjutnya giliran Alya, oke.”
Saat Masachika mendesaknya
untuk melakukan itu, Arisa menurunkan alisnya dengan sedikit canggung. Ia memiringkan
kepalanya bertanya-tanya apa yang terjadi, Alisa lalu dengan ragu-ragu menatap
tablet.
“… nyanyi pakai lagu Rusia saja
boleh enggak?”
“Yah, aku sih tidak keberatan,
tapi ... memangnya kamu tidak tahu banyak dengan lagu-lagu Jepang?”
“Tentu saja aku tahu, tapi aku
mungkin tidak bisa menyanyikannya ... aku tidak ingat liriknya, sih.”
“Begitu ya. Yah, kamu bebas
menyanyikan lagu kesukaanmu, kok.”
Setelah itu, mereka berdua
menyanyikan sekitar tiga lagu secara bergantian, tapi……
(Hmm~)
Masachika hanya bisa mengerang
di dalam hati saat melihat hasilnya. Bukannya berarti Ia tidak puas dengan
nyanyian Alisa. Nyanyian Alisa masih sebagus biasanya. Satu-satunya hal yang
mengganggunya ialah …. Cara Alisa bernyanyi.
(Tidak,
emangnya ini lagi pelajaran musik apa!?)
Penampilannya yang indah nan
elegan dan ekspresi seriusnya membuat Masachika ingin tsukkomi . Tidak peduli
bagaimana Ia melihatnya, cara bernyanyinya itu tidak cocok untuk pertunjukan
konser festival sekolah. Bahkan Masachika yang sebagai pendengar, merasa
seolah-olah harus meluruskan postur tubuhnya ketika mendengarkan Alisa
bernyanyi.
(Ini
sih ... sepertinya takkan bisa bikin meriah suasana)
Selagi memikirkan itu, Alisa
yang selesai bernyanyi menoleh ke arah Masachika.
“Lagu berikutnya belum
dimasukkan, loh?”
“Ah, ya...... Untuk saat ini,
mari kesampingkan dulu. Aku ingin membicarakan tentang pertunjukkan
konsernya...”
Masachika menutup mulutnya dan
berpikir sejenak, Ia memilih kata-katanya dengan hati-hati saat berbicara.
“Menurutku lagunya sendiri
sangat bagus, tapi ... bisakah kamu bernyanyi sedikit lebih gembira? Lihat,
penampilan panggung juga sama pentingnya dalam konser”
“Penampilan panggung ...”
“Ah, lihat, yang seperti itu.”
Masachika menunjuk ke TV
karaoke yang baru saja memutar video musik idola. Gadis-gadis yang mengenakan
kostum lucu bernyanyi dan menari dengan senyum menghiasi wajah mereka. Setelah
melihat itu, Alisa terang-terangan mengerutkan keningnya.
“Kamu ingin ….. aku melakukan
itu?”
“Tidak, aku tidak menyuruhmu
untuk melakukannya sampai sejauh itu.”
Masachika buru-buru mengatakan
itu pada Alisa, yang bahkan tidak repot-repot menyembunyikan ekspresi jijiknya.
“Kamu tidak harus menari-nari
segala, tapi ... aku hanya ingin mengakatan kalau kita perlu memeriahkan
suasana sebanyak itu, tau?”
Setelah selesai mengatakan itu,
Masachika tiba-tiba berpikir.
(Hah?
Kalau dipikir-pikir lagi, aku hampir tidak pernah melihat Alya kegirangan dan
bersemangat tinggi, ‘kan?)
Setidaknya, Masachika belum
pernah melihat Alisa dengan senyum berkilau seperti seorang idola di layar
kaca. Begitu menyadari hal itu, Masachika menyembunyikan rasa penasaran yang
tak terkendali balik wajah tegasnya dan menarik kembali pernyataan sebelumnya.
“... Tidak, hari ini adalah hari
latihan, jadi ayo sekalian melakukan itu juga.”
“Hah? Kenapa?”
“Bagaimana bisa kamu tampil di
atas panggung jika kamu selalu enggan bertingkah penuh pesona dan menghibur?
Dalam pertunjukkan konser nanti, kamu berurusan dengan sejumlah besar penonton
yang melihat penampilanmu. Ayo coba berikan satu penampilan yang berani seperti
itu untuk menghilangkan rasa malumu”
“Ehh~….”
Meskipun Ia mengatakannya
dengan alasan yang terdengar masuk akal, pada kenyataannya, Masachika hanya
ingin melihat Alisa “bertindak seperti
idola”. Seperti yang diharapkan, Alisa merasa enggan menerima ide itu, tapi
sayangnya dia berurusan dengan Masachika. Ia memberitahu Alisa dengan logika
yang tampaknya bisa dibenarkan.
“Kalau begitu, mari kita coba
meniru yang satu ini dulu.”
Masachika kemudian berulang
kali memainkan lagu idola dengan video langsung beberapa kali. Alisa yang sudah
bertekad melakukannya, menyaksikan video tersebut dengan ekspresi serius di
wajahnya..
“Hari
ini adalah ─── Malam Misa〜♪
Sinterklas ────── Oh~~♪”
Alisa menyenandungkan lirik
bersamaan dengan suara nyanyian idola yang mengalir dari layar, dan pada saat
yang sama mengingat ekspresi dan gerakan wajah mereka.
“Yosh, oke. Aku mungkin bisa
melakukanya.”
“Eh, kamu udah siap
melakukannya?”
Setelah mengulang lagu yang
sama sebanyak lima kali, Alisa pun berdiri dan Masachika sedikit terkejut.
Tapi, ketika Alisa berdiri di depan TV dengan sikap yang benar-benar anggun,
awalnya dia tersenyum untuk menyamai penampilan idola yang ada di layar kaca...tersenyum...
“Itu sih bukan senyuman, tapi
meringis.”
Masachika keceplosan
mengucapkan itu dengan wajah serius pada Alisa, yang memasang setengah senyum
yang cemerlang dan berkedut kaku. Ekspresi Alisa segera berubah menjadi
cemberut, dan di belakangnya, suara nyanyian idola diputar sebagai latar
belakang. Dengan suasana yang tak terlukiskan di dalam ruangan, Masachika
menghentikan video karaoke tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“Umm begini Alya, kalau kamu
tidak bisa menyembunyikan dengan baik perasaan malumu, yang ada justru itu
semakin terasa memalukan, tau?”
Masachika menasihati bahwa
Alisa tidak pandai tersenyum, tetapi lebih dari itu, dia tampaknya diliputi
rasa malu.
Kemudian Alisa memalingkan muka
dengan ekspresi masam di wajahnya, dia lalu melihat ke luar ruangan seolah-olah
telah menemukan sesuatu.
“Tunggu di sini sebentar”
“Hah?”
Setelah mengucapkan kalimat
singkat itu, dia lalu meninggalkan ruangan.
“... Apa mungkin aku terlalu
banyak menggodanya, ya?”
Setelah ditinggalkan sendirian
di ruang karaoke, Masachika menggaruk kepalanya dengan perasaan menyesal. Ia
lalu menunggu selama sepuluh menit sambil diliputi perasaan tidak nyaman.
Kemudian tiba-tiba, pintu ruang karaoke terbuka dan Alisa akhirnya kembali. Dia
membungkus dirinya dengan jubah merah cerah layaknya seorang raja.
“A-Alya? Apa yang terjadi?”
Dia mungkin meminjam kostum
cosplay itu dari meja resepsionis, tapi... Masachika hanya bisa tercengang saat
melihan penampilan anehnya itu. Tapi, Alisa mengabaikan pertanyaan Masachika,
mengoperasikan tablet daftar lagu, dan mendaftarkan ulang lagu idola yang baru
saja dinyanyikannya.
Kemudian, begitu video mulai
diputar, dia menoleh ke arah Masachika dan melepas jubahnya dengan senyum
provokatif. Kemudian, topi yang disembunyikan di bawahnya diletakkan di atas
kepalanya.
“Ha-Hahh!?”
Mata Masachika terbelalak saat
melihat pakaian Alisa yang terlalu terbuka dan kehilangan kata-kata. Singkatnya,
itu adalah kostum Sinterklas dengan rok mini yang memamerkan pusarnya. Pita
besar yang melingkari pinggangnya dan topi putih tanpa pinggiran daripada topi
segitiga berwarna merah membuatnya tampak seperti seorang idola asli. Tapi itu
sama sekali tidak penting. Masachika benar-benar terkejut dengan penampilannya
yang sangat terbuka.
(Paha!
Pusar! Dada!)
Roknya berkibar saat dia
melepas jubahnya, dan paha putih mengintip dari sana. Perutnya yang mulus tanpa
cacat sedikitpun. Dan kemudan, entah sejak awal memang didesain seperti itu
atau hanya karena ukurannya saja yang tidak cocok, payudara besar Alisa
terlihat seolah-olah akan tumpah kapan saja.
Masachika ingin mengomentari
apakah tidak masalah bagi Sinterklas, yang biasa aktif di musim dingin, untuk
mengekspos begitu banyak kulit. Namun, keimutannya yang hakiki itu tidak
memungkinkannya melontarkan komentar kasar tersebut. Mulut Masachika menganga
lebar seolah-olah jiwanya telah terkuras dari mulutnya saat melihat pakaian
imut yang hampir mengejek pada pakaian yang biasanya takkan dikenakan Alisa. Tapi,
Ia mulai menyadari bahwa Alisa tersenyum dengan rona merah di pipinya, dan
ekspresinya langsung menegang.
(Ja-Jangan-jangan
ini tuh... strategi untuk ‘mulai dari dasar’ dan ‘Jika pihak lain merasa malu,
aku takkan merasa malu’!?)
Setelah menyadari hal ini,
Masachika dengan cepat mencoba bersikap tenang, tapi kekuatan serangan lawannya
sedikit terlalu tinggi. Selain itu, Masachika menjadi salting dengan fakta
bahwa mereka sedang berduaan di “ruang
pribadi yang remang-remang dan kedap udara” yang disebut ruang karaoke, dan
itu membuatnya merasa tidak nyaman.
(Ga-Gawat
... Dalam situasi ini, jika dia melakukan gerakan mirip seperti idola yang
sempurna... Aku mungkin akan tertawa terbahak-bahak tanpa rasa malu!!)
Sementara Masachika dberada
dalam keadaan krisis yang intens, Alisa mendekatkan mikrofon ke mulutnya sambil
tersenyum semakin lebar ────
“Oh~♪ Sinterklas hanya untuk
anak-anak yang baik────”
“Kamu masih terlalu cepat, Alya. Sekarang masih intro.”
Masachika langsung tsukkomi
dengan wajah lurus ke arah Alisa yang buru-buru menyanyikan lirik lagu.
“Eh, ah, hah? Bohong.”
Tatapan Alisa mengembara ke sana-kemari, tapi saat dia melakukannya, kali ini dia melewatkan awal lagu.
“Ahh~
♪ Ibuku dulu pernah memberitahuku ~ kalau Sinterklas hanya akan datang kepada
anak-anak yang baik~ ♪” Suara nyanyian seorang idola bergema di
ruang karaoke.
“Untuk
kamu yang suka usil~♪ aku akan memberimu hadiah~♪"
“Untuk
kamu yang suka usil~♪ aku akan memberimu hadiah~♪”
“...Oh, jadi kamu ingin
memberiku hadiah, ya?”
Saat Masachika mengatakan itu
dengan wajah menyeringai, sangat jelas sekali bahwa rasa malu Alisa telah
melampaui batasnya dan kekuatan tempurnya telah menjadi nol.
【Aku
tidak akan memberimu apa-apa lagi! Bakaa! 】
Alisa berteriak dalam bahasa
Rusia, lalu mengambil jubah yang telah dilepasnya dan membungkusnya di tubuhnya
saat dia berlari keluar ruangan. Setelah melihatnya pergi, Masachika menghela
nafas panjang saat duduk di sofa.
“...aku terselamatkan,
mungkin?”
Masachika bergumam pada dirinya
sendiri dan mengelus lega dadanya. Kemudian, Ia tiba-tiba teringat dengan
perkataan Alisa tadi.
“Dia bilang 'lagi'...
Eh, apa dia ingin memberiku sesuatu? Hah, apa jangan-jangan dia masih
menyiapkan sesuatu?”
Jika dia masih punya kartu truf
untuk dimainkan, maka Masachika sama sekali tidak percaya diri bisa
mempertahankan wajah pokernya.
“Aku benar-benar
terselamatkan...”
Masachika menggumamkan itu dengan
tulus dari lubuk hatinya, tapi …. 30 menit kemudian.
“Nee~ ...kurasa kostum ini
sangat cocok untukmu loh, Masachika-kun?”
Alisa kembali setelah berganti
pakaian dan menawarkannya kostum cosplay yang sangat keren penuh dengan nuansa chuunibyou. Masachika hanya bisa pasrah
mendongak ke langit-langit ruangan setelah tatapan mata Alisa tertuju padanya
seolah ingin berkata, “Aku tidak mau mati
malu sendirian.”
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya