Otonari no Tenshi-sama Jilid 5.5 Bab 10 Bahasa Indonesia

Chapter 10 — Bagaimana Mereka Berdua Menghabiskan Waktu Bersama

 

 

“Belakangan ini apa yang kamu lakukan bersama Shiina-san, Amane?”

Dalam perjalanan pulang, Amane dan Itsuki mampir ke toko buku untuk membeli beberapa buku referensi, dan Itsuki yang tidak terlalu tertarik dengan pembelian buku itu, tiba-tiba menanyakan pertanyaan seperti itu dengan suara pelan.

Amane menatapnya seolah-olah bertanya apa yang ia bicarakan, tetapi karena Itsuki sedang memegang majalan dengan judul “Cara jitu menghabiskan waktu terbaik berkencan di rumah!” Dirinya menduga bahwa Itsuki bertanya karena judul majalah itu.

Ia merasa seperti pernah ditanyai hal serupa sebelumnya dan bertanya-tanya apa yang dipikirkan cowok ini dengan menanyakan pertanyaan seperti itu ketika mereka bahkan tidak berpacaran. Tapi karena ia tidak melakukan sesuatu yang aneh-aneh, jadi Amane merasa rasanya akan lebih mencurigakan jika ia menyembunyikannya darinya.

Dengan pemikiran itu, Amane mengalihkan pandangannya sedikit ke atas, masih memegang buku referensi, sambil mengingat bagaimana dirinya dan Mahiru menghabiskan waktu mereka bersama. Tapi, tentu saja, mereka berdua tidak menghabiskan waktunya dengan sesuatu yang seperti Itsuki bayangkan.

Walaupun itu sudah jelas, Amane dan Mahiru saat ini hanyalah teman dekat. Meskipun mereka makan malam bersama, tetapi status hubungan mereka hanyalah berteman. Mereka tidak menjalin hubungan asmara atau semacamnya.

Oleh karena itu, tidak ada suasana manis yang diharapkan Itsuki, juga tidak ada kemesraan di antara mereka yang biasa terjadi antara sepasang kekasih. Bisa dibilang, mereka hanya menghabiskan waktu mereka dengan cara yang normal.

“… Kadang-kadang kami hanya berada di ruangan yang sama, terkadang kami sibuk melakukan urusan masing-masing sendiri, atau juga belajar. Paling banter, kami hanya menonton TV atau membaca bersama”

Meskipun kehidupan Amane tidak persis sama dengan Mahiru, mereka berdua menghabiskan waktu mereka sebagai siswa yang rajin. Setelah menikmati makan malam yang disiapkan oleh Mahiru, dan bersih-bersih, mereka beruda mempersiapkan materi untuk jadwal pelajaran hari berikutnya dengan menyelesaikan tugas. Jika ada waktu luang, mereka biasanya bersantai sambil menonton TV, atau membaca manga atau majalah bersama, atau juga bermain game pad saat-saat tertentu.

Beberapa hal yang Amane sebutukan tadi hanyalah contoh dari apa yang mereka lakukan bersama. Terkadang Mahiru melakukan hobinya yaitu merajut atau menyulam renda, sementara Amane terkadang menghabiskan waktunya dengan bermain video game atau menonton video.

Mereka tidak selalu melakukan sesuatu bersama-sama, dan ketika mereka menghabiskan waktu untuk melakukan apa yang mereka suka, mereka tidak saling mengganggu satu sama lain.

Ketika Amane menceritakan secara singkat tentang kehidupan sehari-hari mereka, Itsuki menatapnya dengan pandangan tidak percaya, matanya melebar dan mulutnya bergetar.

"Bagaimana kamu bisa sendirian dengan gadis yang kamu sukai dan tidak membuat kemajuan apa pun?"

“Cerewet. Pertama-tama, hanya karena aku menyukainya bukan berarti aku bisa bertingkah kegatelan di dekatnya.”

“Cih dasar pengecut.”

“Terserah kamu mau bilang apaan. Lagian, jika aku melakukan sesuatu, justru aku sendiri yang akan bahaya.”

Meskipun itu tidak mungkin terjadi, tetapi jika Amane menyerang Mahiru dengan memperlihatkan sifat buasnya, Mahiru tidak akan ragu-ragu untuk menyerangnya di area vital.

Pertama-tama, Mahiru telah mengatakan sebelumnya bahwa dia akan menyerangnya jika terjadi sesuatu, dan dia pasti akan melakukannya. Sudah dipastikan kalau Amane akan dihancurkan.

“Apa Shiina-san akan melakukan itu?”

“Dia sendiri yang bilang sedari awal kalau dia akan melakukannya.”

“Hee, seriusan … ?”

Sepertinya Itsuki berpikir bahwa Mahiru adalah sosok yang anggun dan lembut serta tidak melakukan kekerasan, tapi Amane sendiri justru menganggapnya sebagai seorang yang menganggukkan kepala dengan cara yang anggun dan lembut, tetapi juga peka terhadap krisis yang dialaminya dan berkepala dingin untuk menghilangkan penyebabnya tanpa ragu-ragu atau bimbang

Tentu saja, jika ia melakukan sesuatu yang tidak Mahiru sukai, dia berhak melakukan itu, tapi Itsuki masih tampak skeptis seolah-olah ingin mengatakan “Apa memang sampai segitunya?”.

“Pertama-tama, aku tidak ingin menyakiti Mahiru, dan aku tidak ingin dia membenciku karena memaksanya melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Kenapa aku melakukan sesuatu yang membuatnya menangis ketika aku ingin menyayanginya? Aku tidak ingin menjadi tipe bajingan yang akan memaksakan kebutuhannya pada orang lain.”

Mungkin akan lebih sulit bagi Mahiru untuk membenci Amane bahkan jika memaksakan keinginannya padanya. Tapi tetap saja, Amane ingin memperlakukannya dengan lembut dan tulus, dirinya tidak berniat memaksakan perasaan dan dorongan egoisnya padanya. Hal tersebut berlaku untuk Mahiru atau orang lainnya.

“Kurasa itulah yang jadi kelebihanmu, tapi itu juga yang membuatmu disebut payah...”

“Bawel, luh... Tidak masalah, ‘kan? Bisa menghabiskan waktu bersamanya saja sudah cukup membuatku nyaman.”

Amane tidak terburu-buru untuk mengenalnya. Tentu saja, dirinya ingin disukai, tapi ia ingin gadis yang disukainya meluangkan waktu untuk mengenalnya, dan mulai menyukainya. Alasannya karena ia tidak ingin dilihat dari penampilan luarnya saja, tapi dirinya juga ingin pihal lain mengenal orang yang bernama Amane.

Yah, dirinya dikenal karena kelemahan dan kecerobohannya, jadi Amane tidak dapat menyangkal bila semisalnya diberitahu bahwa perlu waktu untuk mengenalnya.

Itsuki memberi Amane ekspresi cemas yang halus pada kata-katanya, tetapi karena Amane tidak memiliki niat nyata untuk mengubah pendapatnya, jadi ia nyelonong begitu saja dan membawa buku referensi ke mesin kasir.

 

♢♢♢♢♢

 

Ketika Amane kembali ke rumah, ia membantu Mahiru dengan memasak makan malam seperti biasa. Kemudian setelah makan malam bersama, mereka melakukan sesi belajar santai.

Kegiatan mereka tidak banyak berubah, Mahiru diam-diam merevisi tugasnya di sebelah Amane. Dia sudah menyelesaikan tugasnya, jadi dia sepertinya sedang mempelajari lagi isi tugas yang barusan dia kerjakan.

Tidak ada perkembangan sensual yang mungkin dicari Itsuki. Dan karena Amane juga seorang siswa, wajar baginya untuk belajar dengan rajin, jadi ia diam-diam mengerjakan buku referensi yang baru saja dibelinya hari ini.

Satu-satunya suara yang bisa didengar adalah goresan pensil, kertas yang dibalik, dan suara pelan dari napas mereka.

TV dimatikan demi membuat mereka konsentrasi, jadi ruangan tersebut benar-benar tenang, terutama karena waktunya sudah malam hari.

Untuk sementara waktu, Amane juga diam-diam menjawab beberapa soal buku referensi, tetapi konsentrasinya mulai sedikit berkurang, jadi dia mendongak untuk beristirahat.

Karena Amane mengerjakan soal tanpa mengubah posturnya, ia dengan ringan menggerakkan bahunya ke atas dan ke bawah untuk mengendurkan dan berbalik untuk melihat Mahiru.

Postur tubuhnya yang tegap terlihat indah dan keren untuk semua orang. Profilnya serius saat dia diam-diam menggerakkan pensil mekanik.

Mata yang sedikit tertunduk memiliki sedikit kerapuhan dan pesona, jadi Amane tanpa sadar melepaskan pensil dari tangannya dan menatap Mahiru seolah-olah dibuat kagum dengan pemandangan tersebut.

“… Apa ada yang salah?”

Mahiru tampaknya menyadari tatapan Amane, dia memutar tubuhnya dan memalingkan wajahnya untuk menatapnya. Mahiru memiliki senyum lembut yang mengambang di wajahnya, Amane tampak malu karena telah mengaguminya.

“Ti-Tidak, bukan apa-apa, kok.”

“… Benarkah?”

“Tidak, yah, aku hanya berpikir kalau postur tubuhmu terlihat indah.”

Amane sama sekali tidak berbohong, jadi dia mungkin memaafkannya. Memang benar bahwa ia mengagumi postur tubuhnya. Saat posturnya disebutkan, Mahiru mengedipkan matanya berulang kali.

“Begitukah? Kupikir itu normal.”

“Pemikiran bahwa hal itu dianggap normal justru sungguh mengesankan. Kamu menjaga punggung tetap lurus saat makan, dan itu merupakan bukti bahwa kamu memiliki postur yang baik."

“Fufu, yah, Koyuki-san sangat galak mengenai hal itu. Postur dan sopan santun yang baik akan membuat orang lain merasa baik tentangmu, dan postur tubuh yang baik mengarah pada sikap yang lebih positif, yang pada gilirannya secara alami akan meningkatkan rasa kepercayaan diri.”

Mahiru mengatakan itu sambil tersenyum elegan, yang mana membuatnya semakin meyakinkan. Tentu saja, antara postur anggun dan postur kasar, postur anggun akan disukai secara alami dan seseorang dengan postur bagus terlihat percaya diri.

“Amane-kun biasanya terlihat agak bungkuk, menurutku kamu harus lebih sadar menjaga postur tubuh yang baik dan memperkuat otot punggungmu. Ayo, coba tegakkan punggungmu.”

Dengan suara onomatope yang lucu, dMahiru dengan ringan mencengkeram bahu Amane dengan satu tangan dan meletakkan tangan lainnya di punggungnya seolah-olah untuk meregangkan punggungnya, yang telah menjadi agak bulat, dan memperbaiki posturnya.

“Postur tubuh yang baik adalah tanda tubuh yang terlatih. Jika ototmu lemah, badanmu akan goyah dan tubuhmu cenderung membulat. Kamu sudah berusaha keras dalam berolahraga baru-baru ini, jadi ini mungkin intervensi, tapi kaki dan punggung juga penting, kamu  juga harus memperkuat otot-otot di tubuhmu. Secara sadar memperbaiki posturmu juga merupakan bagian dari pelatihan.”

Mahiru mendekatinya dan membisikkan ini sambil menepuk punggungnya yang lurus dengan lembut. Amane sedikir bergidik dan hanya bisa tidak bisa  mengeluarkan “O-Ohh” sebagai tanggapan pelan.

Melihat reaksi Amane yang seperti itu, Mahiru terkekeh dan tawanya ceria layaknya bunyi bel di musim panas.

“Kamu tidak perlu terlalu canggung begitu. Kamu bisa memperbaiki postur tubuhmu hanya dengan sedikit menyadarinya, oke.”

Amane tampak sedikit bingung dengan postur yang tidak dikenalnya dan meregangkan punggungnya saat Mahiru melihat dengan lega. Dia mengangguk padanya seolah mengatakan “Itu bagus,” dan melihat bahwa Mahiru agak jauh dari sisinya ... dan kemudian dia menatap Amane dengan begitu cermat.

“… Apa?”

“Aku hanya membalas apa yang sudah kamu lakukan tadi.”

“Begitukah.”

Rupanya, kali ini giliran Mahiru yang menatap Amane, dan hal itu membuat Amane sedikit kebingungan. Mahiru tersenyum bahagia dan menatapnya dengan posturnya yang indah, dia memberi kesan mirip seperti anak nakal.

“Kupikir tidak ada seru-serunya dari menontonku ...”

“Enggak juga, kok. Ini rasanya menyenangkan.”

“Sebelah mananya yang menyenangkan?”

“Ummm kalau ditanya sebelah mananya sih, karena Amane-kun memiliki bulu mata yang sangat panjang dan ponimu semakin panjang, jadi sepertinya itu akan menghalangi pandanganmu, atau seperti bagaimana tenggorokan cukup terlihat, oleh karena itu rasanya menyenangkan untuk mengamatinya.”

Ternyata Mahiru melihat detail yang tidak terduga dan hal itu membuat Amane semakin malu. Tentu saja dirinya akan malu jika Mahiru melihat bagian tubuh yang belum pernah dilihatnya sendiri secara seksama.

Bukannya Amane tidak menyukainya atau apa, tapi agak memalukan memiliki orang yang dia sukai memeriksanya dengan sangat detail.

"Jangan terlalu menatapku begitu, lah.”

“Enggak mau, karena kamu kelihatan imut banget, sih.”

Amane bertanya-tanya bagian mana dari dirinya yang lucu tapi sebelum dirinya bisa mengeluh, ia mendengar tawa sejuk Mahiru.

“Amane-kun, kamu memiliki banyak pesona pada bagian-bagian yang mungkin tidak kamu sadari, jadi kupikir aku akan mengawasimu dengan benar.”

Ketika Mahiru tersenyum anggun dengan tangan menutupi mulutnya, Amane tidak tahan lagi dan kembali menatap buku referensinya sambil mendengus dan mengerang, “Lakukan sesukamu”.

Senyum di wajah Mahiru semakin mengembang saat Amane mendapati dirinya berada dalam posisi berbaring di atas meja dengan lesu, tidak bisa bangkit karena salah Mahiru.

 

 

Sebelumnya  ||  Daftar isi  ||  Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama