Chapter 10 — Bagaimana Mereka Berdua Menghabiskan Waktu Bersama
“Belakangan ini apa yang kamu
lakukan bersama Shiina-san, Amane?”
Dalam perjalanan pulang, Amane
dan Itsuki mampir ke toko buku untuk membeli beberapa buku referensi, dan
Itsuki yang tidak terlalu tertarik dengan pembelian buku itu, tiba-tiba
menanyakan pertanyaan seperti itu dengan suara pelan.
Amane menatapnya seolah-olah
bertanya apa yang ia bicarakan, tetapi karena Itsuki sedang memegang majalan
dengan judul “Cara jitu menghabiskan waktu
terbaik berkencan di rumah!” Dirinya menduga bahwa Itsuki bertanya karena
judul majalah itu.
Ia merasa seperti pernah
ditanyai hal serupa sebelumnya dan bertanya-tanya apa yang dipikirkan cowok ini
dengan menanyakan pertanyaan seperti itu ketika mereka bahkan tidak berpacaran.
Tapi karena ia tidak melakukan sesuatu yang aneh-aneh, jadi Amane merasa
rasanya akan lebih mencurigakan jika ia menyembunyikannya darinya.
Dengan pemikiran itu, Amane
mengalihkan pandangannya sedikit ke atas, masih memegang buku referensi, sambil
mengingat bagaimana dirinya dan Mahiru menghabiskan waktu mereka bersama. Tapi,
tentu saja, mereka berdua tidak menghabiskan waktunya dengan sesuatu yang
seperti Itsuki bayangkan.
Walaupun itu sudah jelas, Amane
dan Mahiru saat ini hanyalah teman dekat. Meskipun mereka makan malam bersama, tetapi
status hubungan mereka hanyalah berteman. Mereka tidak menjalin hubungan asmara
atau semacamnya.
Oleh karena itu, tidak ada
suasana manis yang diharapkan Itsuki, juga tidak ada kemesraan di antara mereka
yang biasa terjadi antara sepasang kekasih. Bisa dibilang, mereka hanya
menghabiskan waktu mereka dengan cara yang normal.
“… Kadang-kadang kami hanya
berada di ruangan yang sama, terkadang kami sibuk melakukan urusan
masing-masing sendiri, atau juga belajar. Paling banter, kami hanya menonton TV
atau membaca bersama”
Meskipun kehidupan Amane tidak
persis sama dengan Mahiru, mereka berdua menghabiskan waktu mereka sebagai
siswa yang rajin. Setelah menikmati makan malam yang disiapkan oleh Mahiru, dan
bersih-bersih, mereka beruda mempersiapkan materi untuk jadwal pelajaran hari
berikutnya dengan menyelesaikan tugas. Jika ada waktu luang, mereka biasanya
bersantai sambil menonton TV, atau membaca manga atau majalah bersama, atau
juga bermain game pad saat-saat tertentu.
Beberapa hal yang Amane
sebutukan tadi hanyalah contoh dari apa yang mereka lakukan bersama. Terkadang
Mahiru melakukan hobinya yaitu merajut atau menyulam renda, sementara Amane
terkadang menghabiskan waktunya dengan bermain video game atau menonton video.
Mereka tidak selalu melakukan
sesuatu bersama-sama, dan ketika mereka menghabiskan waktu untuk melakukan apa
yang mereka suka, mereka tidak saling mengganggu satu sama lain.
Ketika Amane menceritakan
secara singkat tentang kehidupan sehari-hari mereka, Itsuki menatapnya dengan pandangan
tidak percaya, matanya melebar dan mulutnya bergetar.
"Bagaimana kamu bisa
sendirian dengan gadis yang kamu sukai dan tidak membuat kemajuan apa
pun?"
“Cerewet. Pertama-tama, hanya
karena aku menyukainya bukan berarti aku bisa bertingkah kegatelan di dekatnya.”
“Cih dasar pengecut.”
“Terserah kamu mau bilang apaan.
Lagian, jika aku melakukan sesuatu, justru aku sendiri yang akan bahaya.”
Meskipun itu tidak mungkin
terjadi, tetapi jika Amane menyerang Mahiru dengan memperlihatkan sifat buasnya,
Mahiru tidak akan ragu-ragu untuk menyerangnya di area vital.
Pertama-tama, Mahiru telah
mengatakan sebelumnya bahwa dia akan menyerangnya jika terjadi sesuatu, dan dia
pasti akan melakukannya. Sudah dipastikan kalau Amane akan dihancurkan.
“Apa Shiina-san akan melakukan
itu?”
“Dia sendiri yang bilang sedari
awal kalau dia akan melakukannya.”
“Hee, seriusan … ?”
Sepertinya Itsuki berpikir
bahwa Mahiru adalah sosok yang anggun dan lembut serta tidak melakukan
kekerasan, tapi Amane sendiri justru menganggapnya sebagai seorang yang
menganggukkan kepala dengan cara yang anggun dan lembut, tetapi juga peka
terhadap krisis yang dialaminya dan berkepala dingin untuk menghilangkan
penyebabnya tanpa ragu-ragu atau bimbang
Tentu saja, jika ia melakukan
sesuatu yang tidak Mahiru sukai, dia berhak melakukan itu, tapi Itsuki masih
tampak skeptis seolah-olah ingin mengatakan “Apa
memang sampai segitunya?”.
“Pertama-tama, aku tidak ingin
menyakiti Mahiru, dan aku tidak ingin dia membenciku karena memaksanya
melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Kenapa aku melakukan sesuatu yang
membuatnya menangis ketika aku ingin menyayanginya? Aku tidak ingin menjadi
tipe bajingan yang akan memaksakan kebutuhannya pada orang lain.”
Mungkin akan lebih sulit bagi
Mahiru untuk membenci Amane bahkan jika memaksakan keinginannya padanya. Tapi
tetap saja, Amane ingin memperlakukannya dengan lembut dan tulus, dirinya tidak
berniat memaksakan perasaan dan dorongan egoisnya padanya. Hal tersebut berlaku
untuk Mahiru atau orang lainnya.
“Kurasa itulah yang jadi kelebihanmu,
tapi itu juga yang membuatmu disebut payah...”
“Bawel, luh... Tidak masalah, ‘kan?
Bisa menghabiskan waktu bersamanya saja sudah cukup membuatku nyaman.”
Amane tidak terburu-buru untuk mengenalnya.
Tentu saja, dirinya ingin disukai, tapi ia ingin gadis yang disukainya
meluangkan waktu untuk mengenalnya, dan mulai menyukainya. Alasannya karena ia
tidak ingin dilihat dari penampilan luarnya saja, tapi dirinya juga ingin pihal
lain mengenal orang yang bernama Amane.
Yah, dirinya dikenal karena
kelemahan dan kecerobohannya, jadi Amane tidak dapat menyangkal bila semisalnya
diberitahu bahwa perlu waktu untuk mengenalnya.
Itsuki memberi Amane ekspresi
cemas yang halus pada kata-katanya, tetapi karena Amane tidak memiliki niat
nyata untuk mengubah pendapatnya, jadi ia nyelonong begitu saja dan membawa
buku referensi ke mesin kasir.
♢♢♢♢♢
Ketika Amane kembali ke rumah, ia
membantu Mahiru dengan memasak makan malam seperti biasa. Kemudian setelah
makan malam bersama, mereka melakukan sesi belajar santai.
Kegiatan mereka tidak banyak
berubah, Mahiru diam-diam merevisi tugasnya di sebelah Amane. Dia sudah
menyelesaikan tugasnya, jadi dia sepertinya sedang mempelajari lagi isi tugas
yang barusan dia kerjakan.
Tidak ada perkembangan sensual
yang mungkin dicari Itsuki. Dan karena Amane juga seorang siswa, wajar baginya
untuk belajar dengan rajin, jadi ia diam-diam mengerjakan buku referensi yang
baru saja dibelinya hari ini.
Satu-satunya suara yang bisa didengar
adalah goresan pensil, kertas yang dibalik, dan suara pelan dari napas mereka.
TV dimatikan demi membuat
mereka konsentrasi, jadi ruangan tersebut benar-benar tenang, terutama karena
waktunya sudah malam hari.
Untuk sementara waktu, Amane
juga diam-diam menjawab beberapa soal buku referensi, tetapi konsentrasinya
mulai sedikit berkurang, jadi dia mendongak untuk beristirahat.
Karena Amane mengerjakan soal
tanpa mengubah posturnya, ia dengan ringan menggerakkan bahunya ke atas dan ke
bawah untuk mengendurkan dan berbalik untuk melihat Mahiru.
Postur tubuhnya yang tegap
terlihat indah dan keren untuk semua orang. Profilnya serius saat dia diam-diam
menggerakkan pensil mekanik.
Mata yang sedikit tertunduk
memiliki sedikit kerapuhan dan pesona, jadi Amane tanpa sadar melepaskan pensil
dari tangannya dan menatap Mahiru seolah-olah dibuat kagum dengan pemandangan
tersebut.
“… Apa ada yang salah?”
Mahiru tampaknya menyadari
tatapan Amane, dia memutar tubuhnya dan memalingkan wajahnya untuk menatapnya.
Mahiru memiliki senyum lembut yang mengambang di wajahnya, Amane tampak malu
karena telah mengaguminya.
“Ti-Tidak, bukan apa-apa, kok.”
“… Benarkah?”
“Tidak, yah, aku hanya berpikir
kalau postur tubuhmu terlihat indah.”
Amane sama sekali tidak
berbohong, jadi dia mungkin memaafkannya. Memang benar bahwa ia mengagumi
postur tubuhnya. Saat posturnya disebutkan, Mahiru mengedipkan matanya berulang
kali.
“Begitukah? Kupikir itu normal.”
“Pemikiran bahwa hal itu
dianggap normal justru sungguh mengesankan. Kamu menjaga punggung tetap lurus
saat makan, dan itu merupakan bukti bahwa kamu memiliki postur yang baik."
“Fufu, yah, Koyuki-san sangat
galak mengenai hal itu. Postur dan sopan santun yang baik akan membuat orang
lain merasa baik tentangmu, dan postur tubuh yang baik mengarah pada sikap yang
lebih positif, yang pada gilirannya secara alami akan meningkatkan rasa kepercayaan
diri.”
Mahiru mengatakan itu sambil
tersenyum elegan, yang mana membuatnya semakin meyakinkan. Tentu saja, antara
postur anggun dan postur kasar, postur anggun akan disukai secara alami dan
seseorang dengan postur bagus terlihat percaya diri.
“Amane-kun biasanya terlihat agak
bungkuk, menurutku kamu harus lebih sadar menjaga postur tubuh yang baik dan
memperkuat otot punggungmu. Ayo, coba tegakkan punggungmu.”
Dengan suara onomatope yang
lucu, dMahiru dengan ringan mencengkeram bahu Amane dengan satu tangan dan
meletakkan tangan lainnya di punggungnya seolah-olah untuk meregangkan
punggungnya, yang telah menjadi agak bulat, dan memperbaiki posturnya.
“Postur tubuh yang baik adalah
tanda tubuh yang terlatih. Jika ototmu lemah, badanmu akan goyah dan tubuhmu
cenderung membulat. Kamu sudah berusaha keras dalam berolahraga baru-baru ini,
jadi ini mungkin intervensi, tapi kaki dan punggung juga penting, kamu juga harus memperkuat otot-otot di tubuhmu.
Secara sadar memperbaiki posturmu juga merupakan bagian dari pelatihan.”
Mahiru mendekatinya dan
membisikkan ini sambil menepuk punggungnya yang lurus dengan lembut. Amane
sedikir bergidik dan hanya bisa tidak bisa mengeluarkan “O-Ohh” sebagai tanggapan pelan.
Melihat reaksi Amane yang seperti
itu, Mahiru terkekeh dan tawanya ceria layaknya bunyi bel di musim panas.
“Kamu tidak perlu terlalu
canggung begitu. Kamu bisa memperbaiki postur tubuhmu hanya dengan sedikit
menyadarinya, oke.”
Amane tampak sedikit bingung
dengan postur yang tidak dikenalnya dan meregangkan punggungnya saat Mahiru
melihat dengan lega. Dia mengangguk padanya seolah mengatakan “Itu bagus,” dan melihat bahwa Mahiru
agak jauh dari sisinya ... dan kemudian dia menatap Amane dengan begitu cermat.
“… Apa?”
“Aku hanya membalas apa yang
sudah kamu lakukan tadi.”
“Begitukah.”
Rupanya, kali ini giliran Mahiru
yang menatap Amane, dan hal itu membuat Amane sedikit kebingungan. Mahiru
tersenyum bahagia dan menatapnya dengan posturnya yang indah, dia memberi kesan
mirip seperti anak nakal.
“Kupikir tidak ada seru-serunya
dari menontonku ...”
“Enggak juga, kok. Ini rasanya menyenangkan.”
“Sebelah mananya yang
menyenangkan?”
“Ummm kalau ditanya sebelah
mananya sih, karena Amane-kun memiliki bulu mata yang sangat panjang dan ponimu
semakin panjang, jadi sepertinya itu akan menghalangi pandanganmu, atau seperti
bagaimana tenggorokan cukup terlihat, oleh karena itu rasanya menyenangkan
untuk mengamatinya.”
Ternyata Mahiru melihat detail
yang tidak terduga dan hal itu membuat Amane semakin malu. Tentu saja dirinya akan
malu jika Mahiru melihat bagian tubuh yang belum pernah dilihatnya sendiri
secara seksama.
Bukannya Amane tidak
menyukainya atau apa, tapi agak memalukan memiliki orang yang dia sukai
memeriksanya dengan sangat detail.
"Jangan terlalu menatapku
begitu, lah.”
“Enggak mau, karena kamu
kelihatan imut banget, sih.”
Amane bertanya-tanya bagian
mana dari dirinya yang lucu tapi sebelum dirinya bisa mengeluh, ia mendengar
tawa sejuk Mahiru.
“Amane-kun, kamu memiliki
banyak pesona pada bagian-bagian yang mungkin tidak kamu sadari, jadi kupikir
aku akan mengawasimu dengan benar.”
Ketika Mahiru tersenyum anggun
dengan tangan menutupi mulutnya, Amane tidak tahan lagi dan kembali menatap
buku referensinya sambil mendengus dan mengerang, “Lakukan sesukamu”.
Senyum di wajah Mahiru semakin
mengembang saat Amane mendapati dirinya berada dalam posisi berbaring di atas
meja dengan lesu, tidak bisa bangkit karena salah Mahiru.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya