Chapter 11 — Tidur Siang dan Rasa Penasaran Mahiru
Pada sore hari di hari
liburnya, Amane berbaring di sofa dan menikmati tidur siang.
Meskipun musim panas perlahan
-lahan mendekat, suhu udara masih terasa nyaman tanpa membutuhkan AC,
menjadikannya waktu yang tepat untuk tidur siang.
Satu jam setelah berbaring di
sofa favoritnya, ia terbangun oleh kehadiran seseorang di sisinya.
“... Astaga. Tidak peduli
seberapa hangatnya cuaca hari ini, ia akan masuk angin kalau perutnya sampai
terbuka begitu.”
Amane mendengar suara yang
terdengar agak kecewa dan ketika membuka matanya sedikit, dirinya melihat
Mahiru yang membelakanginya dan memberi suara teguran.
Mahiru kemudian mengambil
selimut dari keranjang yang ada di rak. Amane lalu menatap perutnya untuk
melihat kalau area perutnya sepenuhnya terbuka, bajunya mungkin tersingkap
ketika berbalik dalam tidur.
Berkat kontrol pola makan
Mahiru serta joging dan berolahraga yang rajin, ia tidak memiliki lemak
berlebih, tapi dirinya tidak memiliki otot perut yang kekar seperti Yuuta.
Amane merasa malu bahwa Mahiru melihat perutnya yang kurus dengan beberapa otot
yang terlihat.
“Seriusan deh, cowok ini
benar-benar orang yang enggak bisa tertolong kalau enggak ada aku ...”
Mahiru menggumamkan beberapa
kata dalam suara kecil yang terdengar agak lembut dan penuh kasih sayang, hal
tersebut membuat jantung Amane jadi berdetak kencang
Mahiru pun berbalik dan mulai mendekatinya
sambil memegang selimut di lengannya.
Amane penasaran apa yang akan
dilakukan Mahiru jika dirinya terus berpura -pura tertidur, jadi ia terus
mendongak dengan mata yang sayup-sayup supaya tidak ketahuan, dan entah mengapa
Mahiru masih memegang selimut di tangannya dan menatap perut Amane.
Amane sangat gugup di dalam
hatinya, karena seolah-olah dirinya akan diberitahu bahwa ia memiliki perut
yang ceroboh, tapi Amane melihat kalau Mahiru terlihat menunduk seakan-akan dia
merasa sedikit malu.
Mahiru melirik ke arahnya, lalu
pipinya memerah dan tatapannya tertuju ke perut Amane, seakan-akan dia tertarik
pada sesuatu.
“... Kalau tidak salah, kupikir
Amane-kun pernah mengatakan bahwa dirinya sedang melakukan pelatihan otot.
Lebih dari sebelumnya ...”
Perkataan yang Mahiru gumamkan
mengingatkan Amane bahwa tubuhnya lebih kencang daripada ketika dirinya masuk
angin dan membuat Mahiru merawatnya.
Pada waktu itu, dirinya
menjalani kehidupan yang sangat tidak sehat dan lebih mirip seperti tauge daripada
seorang pria. Sekarang Amane sudah rajin melatih tubuhnya sehingga ia mungkin
lebih kuat daripada dirinyadi waktu itu.
Mahiru tersipu samar-samar
ketika dia mengingat tentang masa lalu, tetapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda
melepaskan pandangannya dari perut Amane.
Dia tampaknya tidak menyadari
kalau Amane sudah bangun dan terus bertingkah gelisah.
Amane tidak bisa bangun karena
ia takut Mahiru akan melarikan diri jika dirinya bangun sekarang, jadi dia
tidak punya pilihan selain mengawasi situasinya. Tapi Amane hampir dibuat
terguncang ketika Mahiru dengan lembut menyentuh perutnya seraya memasang
ekspresi penuh tekad di wajahnya.
Tangan kecil Mahiru menelusuri perutnya yang terbuka, seakan-akan merasa penasaran. Setiap kali ujung jarinya yang lembut menelusuri ketidakrataan otot-otot perut Amane, sensasi yang seharusnya tidak boleh terungkap perlahan-lahan menjalari tulang belakangnya.
(Si-Situasi
ini benar-benar gawat)
Amane mungkin tidak memikirkan
apa pun tentang hal itu jika dia menyentuhnya secara langsung dan tanpa ragu-ragu,
tapi lain lagi ceritanya jika Mahiru mennyentuh perutnya dengan sentuhan lembut
sembari memasang wajah malu-malu.
Sentuhannya yang hanya bisa
digambarkan sebagai sentuhan sembunyi-sembunyi, membangkitkan emosi dan nafsy
yang tidak diinginkan Amane saat ini.
Rasanya kan lebih membantu jika
Mahiru menyentuhnya dengan lebih kuat sehingga ia tidak mengira sentuhannya
dalam arti yang berbeda, tetapi Mahiru hanya menyentuhnya dengan hati-hati dan
penuh perhatian sehingga Amane takkan bangun.
Itu sebabnya hal tersebut
membuatnya sangat frustrasi.
Amane mengakui bahwa dirinya merasa
senang disentuh oleh gadis yang ia sukai, tetapi akan buruk jika ia tidak
menghentikannya sekarang karena berada di tempat dan waktu yang salah.
Oleh karena itu, Amane meraih
pergelangan tangan Mahiru untuk menghentikannya dari menyentuhnya lebih jauh
dan tubuh Mahiru bergetar seolah-olah dia merasa terkejut.
“... Seperti yang diharapkan, caramu
menyentuhku terasa meresahkan.”
Ketika Amane menghentikannya,
posisi tangan Mahiru berada di dekat perut bagian bawahnya, Mahiru lalu
menghentikan tangannya dan dan tubuhnya membeku di tempat.
Satu-satunya yang bergerak
adalah mulut dan matanya, yang terbelalak dan mulutnya bergerak-gerak merintih,
seakan-akan tidak percaya apa yang terjadi. Mungkin, dia tidak menyadarinya
sama sekali, tetapi Amane langsung menyadarinya dan harus menghentikannya.
“Aku berharap kamu akan
menyentuhku ketika aku bangun secara normal ... Mahiru?”
“Ka-Kamu berpura-pura tidur?”
“Maaf, aku hanya penasaran apa
yang kamu ingin lakukan, Mahiru.”
Wajah Mahiru langsung merah padam
seperti tomat ketika mendengr perkataan Amane dan dia melarikan diri dari cengkeramannya,
lalu menutupi dirinya dengan selimut.
“Ak-Aku minta maaf, itu ummm,
kupikir tubuhmu lebih kuat dari yang aku duga.”
“Jika kamu merasa penasaran,
kamu bisa langsung memberitahuku karena aku akan membiarkanmu menyentuhnya.
Tapi yah, bagaimana bilangnya, ... jika kamu terlalu sering menyentuhku dengan
cara yang seperti itu, itu sama sekali tidak baik karena aku juga laki -laki...
Aku mungkin akan melakukan sesuatu yang tidak diinginkan kepada Mahiru, jadi aku
berharap kalau kamu harus lebih berhati-hati lagi.”
Kali ini Amane berhasil
menghentikan tepat pada waktunya, tetapi jika Mahiru terus menyentuhnya lebih
banyak lagi, itu akan menjadi situasi yang sangat buruk.
“Aku menghargai bahwa kamu
mencoba menutupiku dengan selimut, tapi aku berharap lain kali kamu akan
meletakannya secara normal.”
“Ak-Aku sungguh minta maaf …”
“... apa rasanya menyenangkan?”
Mahiru yang duduk sambil
menyembunyikan dirinya di balik selimut terlihat sangat imut, sehingga Amane tidak
bisa menahannya dan secara tidak sengaja bertanya ketika Mahiru gemetaran
dengan wajahnya yang memerah.
Seketika itu juga, tubuh Mahiru
berguncang dan dia menekankan kedua tinjunya ke arah perut Amane dengan raut
wajah yang hampir berlinang air mata.
“... Aku memang salah, tapi
Amane-kun jauh lebih jahat dan jahil.”
Begitu Mahiru menggumamkan hal
itu, dia langsung bangkit dan melarikan diri dengan selimut. Amane memejamkan
matanya untuk menenangkan tubuhnya yang sedikit frustrasi sambil menutup erat
bibirnya.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya