Chapter 9 — Tekad dan Perasaan Di Balik Layar
“Jadi, kamu sendiri tidak
keberatan dengan itu, Yuuta?”
Yuuta sedang dalam perjalanan
pulang dengan Itsuki setelah pesta karaoke bersama Amane selama Golden Week. Ketika
mereka kepergian Amane yang berjalan menuju stasiun karena mereka pulang ke
arah yang berbeda, Itsuki yang sedari tadi diam, mulai mengajukan pertanyaan
dengan suara pelan kepada Yuuta.
“Apanya?”
Yuuta sebenarnya tahu maksud dari
pertanyaan tersebut tanpa perlu bertanya, tapi ia pura-pura tidak mengerti dan
tetap tersenyum. Itsuki melirik Yuuta dengan sedikit sedih dan menghela nafas
kecil sebelum membuka mulutnya lagi.
“Tentu saja yang kumaksud itu
mengenai Shiina-san.”
Perkataan Itsuki keluar secara
alami namun dengan ragu-ragu, dan Yuuta pun menerima pertanyaan itu sebagai hal
yang biasa. Yuuta tidak pernah secara langsung memberi tahu Itsuki tentang hal
ini, dirinya pun tidak pernah curhat kepada sahabatnya, Kazuya dan Makoto,
tentang masalah ini. Makoto mungkin bisa menebaknya, tapi hanya sebatas itu
saja.
Itsuki pasti sudah menyadari
perasaan yang selama ini Yuuta sembunyikan secara diam-diam.
Yuuta sadar bahwa dirinya
merupakan tipe orang yang menarik perhatian, itu sebabnya ia menyembunyikannya.
Tapi cowok di hadapannya ini sepertinya bisa mengetahui rahasia Yuuta dan
sekarang menatapnya dengan khawatir.
Dirinya hanya bisa tersenyum
kecut pada Itsuki yang memberinya tatapan menyelidik. Yuuta sempat berpikir
bahwa Itsuki cukup menjengkelkan karena ia selalu peka di saat-saat seperti
ini.
“Bukannya sudah kubilang itu
tidak apa-apa. Sejak awal aku tidak punya niatan untuk memberitahu hal tersebut,
dan aku juga tidak berniat memberitahu Fujimiya maupun Shiina-san.”
“... Apa kamu tidak sedang
menahan diri atau semacamnya?”
“Tidak, tidak, sedari awal aku
memang berencana takkan pernah memberitahu siapa pun. Fujimiya-san tidak ada
hubungannya dengan itu dan aku tidak berniat untuk memberitahu siapa pun
terlebih lagi karena aku bisa berteman baik dengan Fujimiya berkat cara begini.
Jadi, asal kamu tahu saja kalau aku tidak sedang menahan diri atau semacamnya,
kok.”
Yuuta mengambil inisiatif untuk
mencegah temannya yang sangat peka tersebut supaya tidak memikirkan sesuatu
yang aneh-aneh dan kemudian tertawa. Dirinya hanya berharap kalau senyumnya itu
diterima bukan sebagai sesuatu yang kosong.
“... Yah, sejak awal aku
menyadari kalau aku tidak punya kesempatan. Aku tidak bisa membayangkan diriku
berada di antara keduanya atau menghalangi mereka. Dia tidak mengakui bahwa
mereka berkencan ... tapi aku melihat ekspresi wajah Shiina-san ketika kami
bertemu satu sama lain pada kencan mereka, dan pada saat itu juga aku berpikir
kalau aku tidak memiliki kesempatan. Itu sudah berada pada tingkat di mana aku
akan ditendang kuda jika mengganggu hubungan mereka berdua.”
Senyum yang Mahiru tunjukkan
kepada Amane bukanlah senyum ala malaikat yang indah seperti biasanya, akan
tetapi senyum manis layaknya gadis yang sedang kasmaran.
Ekspresi di wajahnya dan sorot
matanya memberitahunya bahwa dia mencintai Amane. Ketika Yuuta melihat sesuatu
seperti itu di depan matanya, dirinya yakin bahwa ia mana mungkin memiliki
kesempatan.
Yuuta sendiri merasa penasaran mengapa
Amane tidak menyadari sorot mata Mahiru kepadanya, tapi meskipun Yuuta hanya
mengenal Amane dalam waktu yang singkat, dari sudut pandangnya Amane adalah
seorang pengecut dan penakut yang merasa sulit untuk melihat nilainya sendiri.
Ia tidak hanya pria yang penuh kewaspadaan, tapi juga gampang sekali minderan.
(Yah,
ikarena rasanya tidak wajar bisa disukai oleh seorang gadis yang sempurna dan
cantik seperti Shiina-san, jadi aku bisa memahami kalau ia sulit mempercayainya)
Meski demikian, Amane masih
memiliki kepercayan diri yang cukup rendah, Amane masih belum bisa mempercayai
kalau ada seseorang yang memandangnya dengan cara yang begitu intim dan
terlihat menyukainya.
“Apa kamu menyimpan dendam
terhadap Amane?”
“Kamu merasa cemas?”
“Aku berpikir kalau itu bukan
sifatmu sama sekali, tapi hanya untuk berjaga-jaga ... atau lebih tepatnya,
untuk memastikan? Aku penasaran apa kamu benar-benar keberatan dengan
perkembangan begini. Aku adalah teman Amane, tapi aku juga temanmu dan aku
tidak ingin salah satu dari kalian berdua tidak bahagia.”
Adapun hubungan antara Amane
dan Mahiru, Yuuta mengerjap kaget setelah mendengarnya karena dirinya mengira
Itsuki mendukung mereka berdua bisa jadian. Rupanya, Itsuki mengkhawatirkannya
dan ia meringkukkan bahunya saat merasakan sensasi hangat perlahan-lahan
memenuhi dadanya.
“Jangan khawatir, aku tidak
ingin ada seekor kuda yang menendangku jadi aku takkan menghlangi hubungan
mereka. Selain itu, aku tidak begitu bodoh sampai-sampai tidak menyadari hal
itu.”
Bahkan seandainya ia tidak
berteman dengan Amane, Yuuta bukanlah tipe orang yang begitu ceroboh untuk
mengganggu mereka berdua dari luar. Begitulah kedekatan mereka dengannya.
Yuuta dan Amane berada dalam
situasi yang sulit karena mereka adalah teman dekat, itulah sebabnya Itsuki
memperhatikan mereka berdua dan merasa sedikit simpati pada mereka.
Yuuta tersenyum sekali lagi
melihat perhatian yang Itsuki berikan.
“Aku tidak terlalu tersakiti
seperti yang kamu pikirkan, Itsuki. Apa yang bisa kukatakan, perasaanku pada
Shiina-san seperti ... kekaguman. Atau perasaan yang sangat samar.”
Memang benar dirinyaa menyukai
Mahiru, tapi jika ditanya apakah itu gairah yang begitu membara, Yuuta tidak
bisa menganggukkan kepalanya. Perasaannya sangat samar dan lembut sehingga bisa
disembunyikan dan dikubur jauh-jauh di dalam dadanya sehingga ia tidak
menunjukkannya.
“Bukannya aku mundur karena
Fujimiya, dan aku tidak berusaha menjatuhkannya, hanya saja... jika ditanya apa
perasaanku ini serius atau tidak, perasaanku ini mungkin tidak serius. Daripada
dibilang perasaan inta, aku justru merasakan empati dan kekaguman kepada
Shiina-san.”
“Empati?”
Yuuta tersenyum kecut kepada Itsuki
yang matanya berkedip cepat seolah-olah ia merasa kaget.
“Yah, kupikir Shiina-san sama
sepertiku, tipe orang yang muak dengan lawan jenis. Sementara aku senang ada
banyak gadisyang menyukaiku, tapi di sisi lain, aku menderita karena terjebak
dalam posisi yang berat. Tapi untuk Shiina-san, dia tidak bisa mengubah wajah
yang dia tunjukkan kepada orang lain, dan tercekik di kedalaman senyum yang dia
tunjukkan ... Shiina-san mirip seperti diriku, tapi dia bisa menyiasati lebih
baik ketimbang diriku. Aku mengagumi kekuatannya untuk menyembunyikan segalanya
di balik senyum tanpa rasa sakit.”
Secara obyektif, Yuuta sadar
bahwa penampilannya sendiri lebih menarik daripada yang lain, dan dirinya juga
sadar bahwa ia mampu mengejar apa yang dirinya kuasai dan ia merasa bangga
dengan hal tersebut.
Alhasil, Yuuta menyadari kalau
dirinya populer di kalangan lawan jenis. Meski demikian, karena penampilan dan
kemampuannya, ia dipandang sebagai semacam idola. Itulah sebabnya Yuuta tidak
bisa mengembangkan rasa suka kepada lawan jenis yang mencarinya sebagai objek.
Dirinya bahkan merasa agak hampa.
Untuk pertama kalinya ketika Yuuta
melihat Mahiru dalam situasi yang sama, ia menunjukkan minat padanya dan
terkesan bahwa perilakunya tidak membuatnya merasa pahit sama sekali.
Yuuta mengagumi cara Mahiru
yang berdiri sendiri, kuat dan bermartabat.
Tetapi pada akhirnya, dirinya
juga melihatnya sebagai semacam idola. Ia memaksakan citra padanya sampai-sampai
dirinya sendiri merasa muak.
Sosok bermartabat Mahiru yang ia
sukai, tertawa seperti seorang gadis biasa di depan Amane. Bukan sebagai bidadari atau gadis cantik
sempurna yang tak terjangkau, tapi sebagai gadis yang jatuh cinta hanya pada
satu orang. Dan Amane menerima Mahiru seperti itu sebagai hal yang wajar.
Yuuta tidak bisa lagi melihat
ke arah Mahiru, yang sebelumnya mirip dengannya, karena dia sudah menemukan
seseorang yang benar-benar peduli padanya.
“Itu mungkin pandangan egoisku
sendiri yang menganggap bahwa Shiina-san merupakan bunga tak terjangkau yang
masih mekar dengan bermartabat bahkan jika dia merasa kesepian, tapi Shiina-san...
mungkin cara bicaraku sedikit salah, tapi Shiina-san hanyalah seorang gadis
normal. Ketika aku melihat bahwa dia telah menemukan seseorang yang sangat dia
sukai dan mengabdikan dirinya untuknya, aku ingin mendukungnya daripada berada
di sisinya. Aku ingin dia menemukan kebahagiaannya.”
Jika dia akhirnya menemukan
seseorang yang memahaminya dengan baik, tidak ada alasan mengapa Yuuta, yang
berada dalam posisi yang sama, takkan mendukungnya.
“Sifatmu yang begitu terlihat
sangat tampan sekali.”
“Memangnya itu ada hubungannya?
Lagian , apa itu pujian?”
“Sembarangan. Itu pujian, kok.”
“Apa iya?”
Itsuki tersenyum tipis ke
arahnya seolah-olah ia sedang menggodanya.
“Yah, terserah saja sih... Kembali
ke topik pembicaraan, aku tidak menyimpan dendam terhadap Fujimiya. Dia orang
yang baik, sayang sekali kalau ada banyak orang tidak mengenalnya.”
Meskipun ia tidak terlalu
menonjol di kelas, tapi dari sudut pandang Yuuta, Amane adalah orang yang
sangat lembut, baik hati, dan bijaksana.
Ia sering menunjukkan sikap jengkel
terhadap Itsuki, tapi itu hanya di permukaan dan itu semacam bercanda. Tapi
pada intinya, ia adalah orang yang sensitif dan penuh kasih sayang yang
memperhatikan orang lain dan peduli pada mereka.
Kurangnya rasa percaya diri
adalah kelemahan yang mencolok, tetapi sikapnya yang tampak lugas namun pada dasarnya
lembut serta sopan merupakan kelebihannya.
Pertama-tama, Tenshi-sama yang
hanya tersenyum indah di sekolah dan tidak pernah mengungkapkan jati dirinya
yang sebenarnya justu sangat memercayainya, sehingga karakter baiknya dapat
dilihat dengan baik.
Amane juga menyukai Mahiru dan
menunjukkan kesukaannya pada Mahiru, meskipun dengan cara yang tertutup. Hal
tersebut bisa terlihat jelas bahwa Amane melihatnya sebagai satu-satunya gadis
dalam hidupnya. Sorot matanya ketika memandang Mahiru dipenuhi dengan perasaan
cinta dan penuh kasih.
Tak peduli bagaimana ia
memikirkannya, Yuuta tidak bisa berada di antara dua orang yang saling
mencintai.
“Mereka berdua terasa seperti
pasangan yang ditakdirkan.”
Yuuta tidak mempercayai yang
namanya takdir, tetapi melihat kepribadian dan kedekatan hubungan mereka, ia
sangat menyadari bahwa mereka berdua ditakdirkan untuk bersama. Sedemikian rupa
sehingga mereka saling bersandar satu sama lain untuk saling melengkapi.
“Meski cara bicaraku mungkin
kurang tepat, tapi kupikir aku mungkin tidak harus dengan Shiina-san. Aku
mungkin menyukainya, tapi bukannya aku berarti tidak bisa apa-apa tanpa
Shiina-san. Tidak sopan untuk mencurinya dengan tekad seperti itu, dan dia
bahkan mungkin tidak akan melihatku.”
“…. Begitu ya.”
“Jadi, ketimbang rasa
kehilangan atau kecemburuan… aku justru merasa gelisah. Aku ingin mereka berdua
segera bahagia.”
Meski Yuuta merasa sedikit
kesedihan, tapi Ia lebih menginginkan kalau mereka berdua bisa bersama
sebagaimana mestinya, dan perasaan mendukung itu menggantikan kesedihannya.
Dirinya hanya ingin mereka
bersatu dan saling mendukung satu sama lain. Mereka tampak begitu dekat satu
sama lain sehingga tidak perlu cemburu.
Ketika Yuuta menegaskan bahwa ia
ingin mendukun tanpa kebohongan atau kepalsuan, Itsuki tersenyum dengan wajah
yang mengandung kesedihan sekaligus kegembiraan, seolah-olah ia sedikit
bermasalah.
“Kamu memang cowok yang baik
ya, Yuuta.”
“Apa kamu sedang meledekku?”
“Tentu saja tidak. Aku hanya
berpikir kalau aku diberkati dengan persahabatan yang baik.”
Yuuta pun tertawa lepas sama
seperti Itsuki yang tertawa sambil menurunkan alisnya dan mengacak-acak
rambutnya.
Orang yang benar-benar
diberkati dengan persahabatan justru Yuuta sendiri.
Itsuki berhati-hati untuk tidak
mengubah lingkungannya seperti ini, mengkhawatirkan apakah teman-temannya
terluka, tapi ia tidak ingin berhutang budi atau mengkhawatirkan mereka, dan
akan berada untuk temannya tanpa pilih kasih.
Hal ini membuatnya menyadari
sekali lagi bahwa ia telah mendapatkan seorang teman yang mungkin sulit didapat
di mana pun.
Yuuta tersenyum tenang,
berpura-pura tidak menyadari bahwa matanya terasa panas dan pipinya dingin,
sambil berpikir dalam-dalam bahwa dirinya sungguh diberkati.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya