Chapter 12 — Rasanya Sulit Untuk Mengawasi Hubungan Percintaan Teman
Chitose, yang membanggakan dirinya
sebagai sahabat Mahiru, merasa sangat kesal karena cinta sahabatnya tidak
membuahkan hasil. Hal tersebut mungkin karena mereka menghindari untuk
melangkahi batas posisi masing-masing.
Kenyataan bahwa Mahiru dan Amane sama-sama suka berhati-hati
karena kepribadian mereka. Tapi, hal itu membuatnya frustrasi bahwa mereka
tidak membuat kemajuan meskipun mereka berdua tampaknya saling menyukai satu
sama lain.
“... Kira-kira ia lebih
menyukai yang ini atau ini, ya?”
Chitose memberikan senyuman hangat dengan perasaan tak terlukiskan kepada Mahiru, yang sedang bermasalah dengan pakaiannya dipilihnya di sebuah toko pakaian. Mereka baru saja datang untuk membeli beberapa pakaian musim panas, dan setelah mengambil beberapa pakaian yang menarik perhatiannya, dia mulai merenungkannya.
Dari sudut pandang Chitose,
Mahiru masih akan terlihat bagus dalam pakaian manapun karena sebagian besar
baju terlihat cocok untuknya. Jika dia berjalan berkeliling di kota sambil mengenakan pakaian itu, dia pasti akan
didekati oleh orang-orang ke mana pun dia pergi.
Tetap saja, Mahiru masih merasa
bermasalah karena mengkhawatirkan bagaimana orang yang dia cintai akan
memandangnya.
“Kurasa ia pasti akan
mengatakan kalau dua-duanya sama-sama bagus dan imut.”
Amane sangat sopan terhadap
Mahiru dan tipe cowok yang dapat dengan lancar memuji penampilan wanita.
Karena Chitose memuji Mahiru
sendiri secara objektif, jelas sekali kalau dia akan memujinya sebagai gadis
yang menggemaskan tidak peduli yang mana yang dia pilih. Tingkat antusiasme
yang ditunjukkannya antara Chitose dan Mahiru akan sangat berbeda.
Perkataan Chitose membawa
senyum masam ke wajah Mahiru saat dia membandingkan pakaian di tangannya lagi.
“Aku yakin itu benar, tapi
ummm, aku lebih suka memakai sesuatu yang ia sukai, tau. Kupikir lebih baik
mengenakan apa yang ia suka karena menurutku hal itu akan membuatku terlihat
lebih menarik… Aku ingin ia berpikir kalau aku terlihat lebih cantik. Ini
bukannya karena aku ingin membeli sesuatu menurut standar Amane-kun, tapi karena
aku ingin memuaskan diriku sendiri.”
Pandangan mata Mahiru
mencerminkan dua pakaian itu seolah-olah dia bisa melihat Amane melalui pakaian
dan bukan pakaian itu sendiri.
“... Amane-kun selalu memujiku tentang
betapa imutnya penampilanku saat berdandan, tapi... umm, ia tidak benar-benar
mengatakan apa yang disukainya. Mengenakan apa yang kamu suka merupakan pakaian
yang terbaik, atau itulah yang dikatannya. Walaupun itu memang benar adanya,
aku akan senang jika aku bisa menyukai apa yang disukai Amane-kun dan aku akan
senang jika dia menganggapku imut. Jadi, aku hanya ingin mendandani diriku dengan
sesuatu yang disukai Amane-kun.”
Senyum yang penuh kasih,
bahagia, dan manis muncul di wajahnya. Senyumannya begitu indah membuat
Chitose, yang memiliki jenis kelamin yang sama, dibuat terpada dan
mengaguminya.
Chitose buru -buru mencoba
menghentikannya karena menyadari kalau
tatapan ksosong pegawai toko yang melihat Mahiru tersenyum, tetapi dia masih tersenyum berseri-seri
seolah-olah dia tidak menyadari Chitose yang berkeringat dingin.
“Tentu saja, itu tidak selalu
begitu, loh? Pada hari seperti saat kita jalan-jalan bersama, aku ingin ia
berpikir bahwa aku terlihat lebih cantik dari biasanya, bukan?”
Mahiru tampak malu dan
mengangkat tatapannya dengan sedikit kebanggaan ketika dia mencoba mengingat
Amane yang tidak ada di sini. Ekspresinya yang terlihat malu-malu itu tampak
lebih cantik dan menarik daripada gadis mana pun yang pernah dikenal Chitose.
“... Apa menurutmu aku ini
gadis yang begitu dangkal karena berusaha keras untuk membuat seseorang
berpikir kalau aku ini cantik atau mendapatkan pujian?”
“Jika ada cowok yang menyebut
hal tersebut sebagai sesuatu yang dangkal, kupikir sebagian besar gadis akan menghajar
babak belur cowok tersebut.”
Chitose tidak akan tinggal diam
jika ada seseorang yang akan mengeluh tentang seorang gadis yang menjelajahi
pakaian favorit orang yang disukainya dengan cara yang imun nan menggoda.
Dia merasa lega bahwa Amane
adalah tipe orang yang mengakui, menghargai, dan menghormati upaya gadis -gadis
seperti itu, tetapi ada juga pertanyaan kuat mengapa Amane masih tidak
menyadari ketika diirinya menjadi orang yang begitu peka.
(Aku
tahu tidak ada gunanya mengatakan ini, tapi rasanya masih bikin greget ...!!)
Akan mudah untuk memahaminya
sekaligus jika dia melihatnya mengekspresikan cintanya dan kepeduliannya, tapi Mahiru
tidak ingin menunjukkan upaya di balik layar seperti ini. Amane hanya bisa
melihat penampilan cantik Mahiru setelah dia melalui banyak kerja keras.
(...Tapi
suatu kehormatan bagiku bisa melihat Mahirun melakukan yang terbaik seperti
ini)
Mengetahui sisi Mahiru yang tidak
diketahui Amane entah bagaimana membuatnya senang sekaligus gembira, dan
dirinya merasa sedikit lebih unggul.
“... Oke, aku memutuskan untuk
memilih dengan yang ini.”
Sementara Chitose membual dalam
hati kepada Amane yang mungkin akan iri padanya, meskipun dia tidak ada di
sini, Mahiru rupanya memutuskan pakaian yang akan dia beli.
Dia dengan hati-hati meletakkan
kembali pakaian yang tidak jadi dibeli ke dalam rak dan menuju ke mesin kasir dengan
gaun laut yang telah dipilih di tangannya.
Begitu melihat punggungnya,
Chitose bergumam “Amane sungguh orang
yang beruntung.” saat dia mengawasinya.
♢♢♢♢♢
Pada hari lain, ketika Chitose
hendak berkunjung ke rumah Mahiru. Dia melihat seorang pria muda dengan rambut
gelap yang tidak asing sedang berdiri diam di taman dengan tangan di atas lutut.
Bahunya bergerak naik turun
secara signifikan, mungkin karena ia sedang berusaha mengatur napas. Ia juga
mengenakan pakaian olahraga, mungkin baru saja selesai jogging.
Chitose pernah mendengar bahwa
Amane juga mulai berolahraga, dan dia tidak bisa menahan senyum ketika
mengingat Amane meminta Yuuta, yang merupakan teman masa kecil Chitose, untuk
mengajarinya beberapa sesuatu.
“Hei~, kebetulan banget bisa
ketemu di sini~”
Ketika dia mendekatinya sambil
tersenyum dan melambaikan tangannya, dirinya malah disambut dengan respon yang
kasar Amane yang tampaknya sedang berlatih.
“Gehh, ada Chitose.”
“Apa-apaan dengan reaksimu yang
seolah-olah bertemu seseorang yang mengerikan!”
“Karena setiap kali Ckamu
mendekatiku, aku khawati kalau kamu akan menggodaku. Tapi, kenapa kamu di sini?
Kamu tidak tinggal di daerah ini, ‘kan?”
“Itu sih~ karena aku dipanggil
Mahirun, jadi itulah sebabnya aku ke sini...”
Pada dasarnya, ketika mereka
bermain di rumah, mereka sering bermain di rumah Mahriu. Karena kamar Mahiru
lebih besar dari kamar Chitose dan kakak laki-laki Chitose selalu di rumah
selama liburan, jadi mereka mencoba PDKT dengan Mahiru, sehingga mereka sering
memilih rumah Mahiru.
Kakak kakaknya menjalani
kehidupan yang cukup bebas karena mereka adalah mahasiswa, tapi karena mereka
masih jomblo akut, jadi teman cantik adik perempuan mereka pasti terlihat cukup
menarik bagi mereka.
Dari sudut pandang Chitose
sebagai saudara perempuan mereka, dia ingin mengutuk mereka dan menyuruh mereka
menjauh darinya, sembari mengatakan kalau gadis ini memiliki pasangan yang
tepat atau dia benar-benar akan menendang mereka.
Chitose yang diam-diam
melindungi Mahiru dari taring beracun mereka, tertawa kecut kepada Amane sambil
meledek “Kamu pasti iri, iya ‘kan~?”,
yang tentu saja tidak tahu apa-apa tentang itu.
Amane sedikit jengkel mendengar
nada suara Chitose dan mengangkat alisnya secara halus, tetapi tidak mengubah ekspresi
wajahnya lebih jauh lagi.
“Hee gitu ya, kalau gitu
cepetan pergi sana atau kamu akan membuatnya menunggu.”
“Ihh, judes banget, sih. Aku
datang lebih cepat dari waktu yang dijanjikan, kok~”
Padahal dia selalu datang
terlambat ke sekolah, tepi dia berusaha untuk tidak terlambat ketika bermain
bersama teman-teman dan tidak pernah terlambat juga.
Hari ini juga, dia meluangkan
banyak waktu sehingga dia bisa bersantai dan berbicara dengan Amane, jadi dia
tidak akan terlambat bahkan jika mengobrol sebentar.
Ketika Chitose menepuk-nepuk
dadanya seolah-olah bersikeras bahwa dirinya sudah memikirkannya dengan benar,
Amane hanya bisa melongo dan nyeletuk, “Padahal
kalau berangkat sekolah kamu selalu saja hampir terlambat”, tapi Chitose mengabaikan
komentarnya begitu saja.
“Sudah cukup membahas diriku.
Ngomong-ngomong, apa kamu sedang berlatih, Amane?”
“Yah, karena ini rutinitas
harian.”
“Aku terkesan kamu memiliki
rutinitas seperti itu. Kamu sangat berbeda dari sebelumnya.”
“Cerewet.”
Amane yang tidak terlalu suka
berolahraga, telah berubah sejak musim semi. Mungkin itu semua berawal ketika
dirinya mengakui bahwa ia menyukai Mahiru.
Sejujurnya, Amane yang
sebelumnya tidak benar-benar suram, tapi ia hanya orang pendiam yang tidak
ingin terlalu terlibat banyak dengan orang lain. Chitose bukanlah tipe orang
yang secara aktif mencoba mengenalnya sampai dia diperkenalkan dengan Itsuki.
Tapi semua itu berubah ketika ia
menemukan seseorang yang disukainya. Sebagai seseorang yang telah mengawasinya
dari jarak dekat, Chitose kembali diingatkan bahwa kekuatan cinta itu sungguh
luar biasa.
(Orang-orang
tuh bisa berubah, ya?)
Ketika dia melihat Amane
mencoba berubah dengan sikap positif, Chitose berpikir kalau ia sangat berbeda
dari dirinya yang dulu.
(Dalam
kasusku, aku berubah secara positif karena alasan yang agak negatif ...)
Meskipun dia merasakan
keengganan yang halus saat mengingat masa-masa SMP-nya, tapi Chitose tidak menunjukkannya
dan justru menertawakan Amane, yang memalingkan muka karena malu.
“Kurasa jatuh cinta bisa
mengubah siapa saja, ya.”
“Sudah kuduga, kamu sedang
meledekku.”
“Ya enggaklah, aku tidak sesinis
itu kali... Aku hanya masih tidak menyangka kalau Amane yang tampaknya ceroboh
dan acuh akan memulai latihan olahraga yang membentuk tubuh.”
“... apa? Emangnya enggak
boleh?”
“Enggak kok, umm gimana
bilangnya ya. Tak disangka kalau kamu tipe orang yang akan melakukan yang
terbaik demi Mahirun. Rasanya seperti kekuatan cinta.”
Chitose penasaran apakah
dirinya terlalu banyak bicara dan membuatnya marah karena melihat Amane membeku
di tempat, tapi Amane hanya menggelengkan kepalanya dengan tatapan tenang,
seolah-olah merasa malu.
“... Aku tidak melakukannya
demi Mahiru. Aku tidak tahan memikirkanku yang berdiri di sebelah Mahiru dan
dituduh sebagai orang yang tidak cocok untuknya, yang mana hal itu akan membuat
Mahiru dianggap mempunyai selera buruk. Aku hanya ingin merasa bangga pada
diriku sendiri.”
Dia tidak ingin memaksanya
untuk mengatakan bahwa ia melakukannya untuk Mahiru. Chitose agak lega ketika
Amane mengatakannya dengan wajah lurus dan tidak bisa menahan tawa.
(Entah
gimana cara menggambarkannya, sifat mereka yang begitu sangat mirip sekali)
Amane dan Mahiru mungkin tampak
seperti kebalikan satu sama lain bagi orang-orang yang tidak mengenal mereka,
tapi dari sudut pandang Chitose yang mengenal mereka berdua dengan sangat baik,
mereka sangat mirip satu sama lain.
Mereka berdua sama-sama pekerja
keras untuk memoles diri mereka sendiri, bukan untuk orang lain, tapi untuk
diri mereka sendiri tanpa membebankan tanggung jawab pada orang lain. Mereka
berdua berusaha menjadi layak karena ingin berdiri di samping satu sama lain.
Dari sudut pandang
Chitose, tekad Amane memang luar biasa,
tapi dia khawatir bahwa hal tersebut malah menjadi beban baginya. Tapi,
ternyata kekahwatirannya terasa sia-sia ... Amane bersedia bekerja keras baik
dalam bidang akademis maupun fisik.
(Yah,
dan itulah yang membuatnya jadi lebih tidak sabar)
Chitose tahu kalau Amane masih belum
siap untuk mengungkapkan perasaannya kepada Mahiru ketika ia sudah berusaha
meningkatkan dirinya sendiri, jadi Chitose merasa kasihan pada Mahiru yang
berusaha merayunya agar dirinya ditembak, atau haruskah dia bersimpati dengan
Amane yang jatuh cinta padanya, tetapi terguncang sampai ke intinya karena
rayuan Mahiru?
Apa pun masalahnya, hal
tersebut masih membuat frustrasi bagi pihak yang mengawasi perkembangan
hubungan mereka karena mereka tampaknya tidak bisa jadian dalam waktu dekat.
Untuk saat ini, dia menepuk
punggung Amane sebagai bentuk dukungannya, tapi Amane justru memelototinya
dengan tatapan “Apaan sih?”.
“Apa? Apa kamu punya masalah?”
“Unnyaa~, aku hanya berpikir
kalau Amane tuh orang yang serius dan tulus dengan cara itu. Ngomong-ngomong,
apa yang kamu sukai dari Mahirun?”
“Haaa!?”
Ketika Chitose bertanya kepadanya
mengenai hal apa yang membuatnya menyukai Mahiru, tatapan mata Amane melebar
dan mulutnya bergerak dalam ekspresi keheranan.
Chitose tak menyangka kalau
Amane lebih terkejut dari yang dia harapkan. Dia selalu berusaha menghindari
mengajukan pertanyaan langsung seperti itu, tetapi sekarang Amane sudah positif
mengakui perasaannya terhadap Mahiru, jadi Chitose berpikir tidak ada salahnya
untuk bertanya kepadanya.
Amane mungkin juga tidak
menyangka akan ditanya secara tiba-tiba, tapi Chitose tersenyum dan melambaikan
tangannya,
“Bukannya berarti aku akan
memberi tahu kepada Mahirun juga kali~. Aku juga tidak bermaksud melakukan sesuatu
yang begitu tidak peka. Aku hanya penasaran apa yang kamu sukai darinya karena
dia adalah orang yang sedikit keras kepala…. Atau bisa dibilang sangat
berhati-hati terhadap orang lain.”
“... Memangnya aku perlu
memberitahumu?”
“Yah, enggak juga sih. Aku cuma
merasa penasaran. Semua orang menyukai Mahirun, tapi Amane mungkin tidak
menyukainya karena alasan itu, iya ‘kan? Aku penasaran karena aku adalah teman
kalian berdua.”
Mahiru adalah gadis yang lucu.
Dia populer di kalangan anak laki -laki, dan bahkan dari sudut pandang Chitose
yang memiliki jenis kelamin yang sama, bisa mengatakan dengan jelas kalau
penampilan, kepribadian, dan semua perilakunya terlihat manis.
Ada banyak alasan mengapa siswa
di sekolah menyukai Mahiru karena dia adalah gadis ideal seperti malaikat yang
memperlakukan semua orang dengan tenang dan lembut, baik kepada semua orang,
dan memperlakukan semua orang secara setara.
Dari sudut pandang Chitose yang
mengenalnya dengan baik, kesannya tentang Mahiru berbeda dari anak laki -laki
di sekolah, yang tidak mengenalnya dengan baik.
Kemudian dari sudut pandang
Amane yang tahu lebih banyak tentang Mahiru daripada Chitose, seharusnya bisa
mengetahui kalau Mahiru itu gadis seperti apa dan apa saja yang disukainya,
pasti kesannya berbeda untuk masing-masing dari mereka.
Ketika Chitose menatap Amane tanpa
menggodanya kali ini, ia mengangkat alisnya dan terlihat gelisah, kemudian
mengalihkan pandangannya seolah-olah sedikit terganggu.
“... Me-Meski kamu bertanya
begitu ... aku kesulitan untuk menjawabnya. Kurasa aku menyukai semuanya
tentang dia.”
Jawaban yang Amane berikan
setelah berpikir sejenak, merupakan balasan yang sudah bisa ditebak Chitose.
“... Mahiru tidak sesempurna
yang dipikirkan orang-orang. Meski dia mungkin terlihat pendiam, ada kalanya
dia mempunyai sifat yang tegas dan kuat, ada waktunya juga ketika dia sedikit
merajuk. Dia mengevaluasi hal -hal tanpa belas kasihan atau keraguan.
Kadang-kadang dia menyundulku atau meninjuku. Dia juga bisa merasa ketakukan
memiliki mimpi yang menakutkan. ….Jika orang-orang melihat sisinya yang begitu,
mereka bisa tahu bahwa dia hanyalah gadis biasa.”
Ekspresi di wajah Amane saat berbicara
dengan nada kecil dan tanpa basa-basi terlihat sangat lembut. Mungkin karena ia
berbicara sambil memikirkan Mahiru.
“... Aku tidak tahu berapa banyak
Chitose mengenal dirinya, tapi kupikir dia itu gadis yang gampang kesepian dan
malu-malu menjangkau orang lain, dia hanya menyembunyikan fakta tersebut dengan
senyumannya. Dia adalah tipe orang yang bisa diandalkan orang lain, tapi dirinya
tidak tahu bagaimana caranya mengandalkan orang lain dan seberapa besar dia
bisa mengandalkan dirinya sendiri. Jadi, dia tipe yang berpikiran sempit dan
bertahan dengan kemampuannya sendiri. Atau kamu bisa menyebutnya sebagai gadis
yang sok tegar dan sok kuat.”
Bahkan Chitose entah bagaimana
sedikit memahami bagian itu dari Mahiru.
Ketika terjadi sesuatu yang
sangat menyakitkan baginya, Mahiru tidak bergantung kepada Chitose. Dia pernah
melihat Mahiru mencoba menelan apa pun yang mengganggunya agar tidak
menunjukkannya.
“Untuk pertama kalinya, ketika
dia mengandalkanku untuk memanjakannya, aku ingin menyayanginya dan berada di
sisinya. Mungkin ini sedikit berbeda dari keinginan untuk melindunginya. Tapi
yah, aku ingin melindunginya dari penderitaan yang tidak masuk akal dan tidak
ingin tidak mau dia menderita. Umm, aku tidak tahu harus berkata apa… Aku ingin
berada di sisi Mahiru, yang sok kuat, kikuk saat mengandalkan orang lain,
pemalu dan gampang kesepian.”
Amane mengucapkan kata-katanya
dengan nada pelan, matanya menunduk seolah-olah ia benar-benar peduli dengan
seorang gadis yang tidak ada di sini.
“.... Aku ingin tertawa dengannya
dan berada di sisinya untuk mendukungnya. Aku ingin mendukungnya ketika dia
mengalami kesulitan. Aku ingin mengatasi masa-masa sulit bersama. Ketika Mahiru
ingin menangis, aku bersedia menerimanya dan menanggung rasa sakit bersamanya.”
Chitose menatap Amane yang
mengangkat kepalanya dan menunjukkan wajahnya. Sorot matanya tampak tenang
tetapi di dalamnya dipenuhi dengan tekad tertentu.
“Jawaban atas apa yang aku
sukai dari dia adalah segalanya. Akumenyukai segalanya tentang dia, baik itu
sisi bagusnya maupun sisi lemahnya, semuanya ... itulah alasanku menyukainya,
apa? Memangnya salah jika alasannya begitu?”
Mungkin Amane merasa malu
karena ia berkata begitu, jadi ia memalingkan wajahnya dengan pipinya yang
sedikit merah merona, dan bibir Chitose secara alami membentuk lengkungan yang
lembut.
(Yahh,
wajar saja jika Mahirun jadi jatuh cinta padamu)
Amane adalah anak laki -laki yang
sangat menghormati dan menyayanginya. Karena Mahiru merasakan ini, dia jadi
menyukai Amane dan ingin berada di sisinya.
Chitose yang berpikir kalau
mereka berdua sudah saling jatuh cinta, mulai mendekati Amane yang sedang
menyalakan keran untuk mengalirkan air untuk membasahi pipinya yang memerah
karena menahan rasa malu.
“Nee, Amane.”
Ketika dia memanggil Amane,
yang sedang mendinginkan wajahnya sambil berpura -pura berkeringat dengan
gerakan liar. Amane menatapnya dengan wajah merah, mungkin karena rasa malu
belum meninggalkan tubuhnya.
“Apaan? Jangan bilang kalau aku
ini bau atau semacamnya.”
“Ya enggak dong~ mana mungkin
aku akan mengatakan hal kasar yang seperti itu. Hanya saja… yup, aku merasa
bersyukur bisa berteman dengan Amane.”
“... tiba-tiba ada apaan sih,
bikin malu saja.”
“Fufu, aku hanya kepikiran
begitu saja, kok...”
Untuk saat ini, dia berpikir
bahwa dia akan memberitahu segitu saja dulu.
Chitose sendiri sudah berubah
dan telah melihat banyak orang sejak dia berteman dengan banyak orang yang
berbeda, tetapi Amane adalah salah satu kepribadian yang paling beragam yang
pernah dia lihat dan dia sangat senang bisa bertemu dengannya.
Amane mungkin takkan mengakui
bahwa Itsuki adalah sahabatnya, tetapi Chitose pikir dirinya akan menjadi yang
kedua atau ketiga dalam daftarnya.
(Seriusan,
rasanya akan lebih cepat jika ia memberi tahu Mahirun apa yang baru saja ia
katakan ...)
Bahkan pipi Chitose menjadi
panas ketika mendengar perasaan cinta Amane yang menggebu-gebu. Perasaan Amane
begitu serius dan tak tergoyahkan ketika berkaitan dengan Mahiru sampai-sampai
dia takut bahwa jika Mahiru mendengarnya, wajahnya akan berubah merah padam dan
pingsan seketika.
Kesimpulan yang Chitose capai
ialah hubungan mereka masih bikin greget. Amane memiliki tatapan minta maaf di
matanya tetapi Chitose tidak keberatan, tapi berdehem dengan suasana hati yang
gembira dan menepuk punggung Amane dengan lembut.
Tepukan tersebut mempunyai dua
makna ‘Berjuanglah’ dan ‘Cepetan jadian sana’.
“Kalau begitu, aku pergi
duluan, ya. Oh, itu iya, lebih baik kamu jangan terlalu banyak mengisi perutmu
untuk makan malam nanti, karena ada makanan penutup.”
Dia akan pergi ke rumah Mahiru untuk
membuat manisan, yang dia yakini kalau itu akan disajikan setelah makan malam.
Chitose sudah merasa sedikit mulas,
meski dirinya masih belum sampai di rumah Mahiru, apalagi membuat manisan. Dia
tertawa sekali lagi pada Amane yang tidak tahu apa yang sedang terjadi, dan
segera meninggalkan tempat itu dengan cepat.
“Ah~, itulah sebabnya mereka
berdua selalu bikin aku gregetan~”
Chitose menuju ke rumah Mahiru
dalam suasana hati yang baik, seraya berpikir bahwa sulit sekali mengawasi
kehidupan cinta temannya tanpa mencampuri urusan yang tidak perlu.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya