Otonari no Tenshi-sama Jilid 5.5 Bab 12 Bahasa Indonesia

Chapter 12 — Rasanya Sulit Untuk Mengawasi Hubungan Percintaan Teman

 

Chitose, yang membanggakan dirinya sebagai sahabat Mahiru, merasa sangat kesal karena cinta sahabatnya tidak membuahkan hasil. Hal tersebut mungkin karena mereka menghindari untuk melangkahi batas posisi masing-masing.

Kenyataan bahwa  Mahiru dan Amane sama-sama suka berhati-hati karena kepribadian mereka. Tapi, hal itu membuatnya frustrasi bahwa mereka tidak membuat kemajuan meskipun mereka berdua tampaknya saling menyukai satu sama lain.

“... Kira-kira ia lebih menyukai yang ini atau ini, ya?”

Chitose memberikan senyuman hangat dengan perasaan tak terlukiskan kepada Mahiru, yang sedang bermasalah dengan pakaiannya dipilihnya di sebuah toko pakaian. Mereka baru saja datang untuk membeli beberapa pakaian musim panas, dan setelah mengambil beberapa pakaian yang menarik perhatiannya, dia mulai merenungkannya.

Dari sudut pandang Chitose, Mahiru masih akan terlihat bagus dalam pakaian manapun karena sebagian besar baju terlihat cocok untuknya. Jika dia berjalan berkeliling di kota sambil  mengenakan pakaian itu, dia pasti akan didekati oleh orang-orang ke mana pun dia pergi.

Tetap saja, Mahiru masih merasa bermasalah karena mengkhawatirkan bagaimana orang yang dia cintai akan memandangnya.

“Kurasa ia pasti akan mengatakan kalau dua-duanya sama-sama bagus dan imut.”

Amane sangat sopan terhadap Mahiru dan tipe cowok yang dapat dengan lancar memuji penampilan wanita.

Karena Chitose memuji Mahiru sendiri secara objektif, jelas sekali kalau dia akan memujinya sebagai gadis yang menggemaskan tidak peduli yang mana yang dia pilih. Tingkat antusiasme yang ditunjukkannya antara Chitose dan Mahiru akan sangat berbeda.

Perkataan Chitose membawa senyum masam ke wajah Mahiru saat dia membandingkan pakaian di tangannya lagi.

“Aku yakin itu benar, tapi ummm, aku lebih suka memakai sesuatu yang ia sukai, tau. Kupikir lebih baik mengenakan apa yang ia suka karena menurutku hal itu akan membuatku terlihat lebih menarik… Aku ingin ia berpikir kalau aku terlihat lebih cantik. Ini bukannya karena aku ingin membeli sesuatu menurut standar Amane-kun, tapi karena aku ingin memuaskan diriku sendiri.”

Pandangan mata Mahiru mencerminkan dua pakaian itu seolah-olah dia bisa melihat Amane melalui pakaian dan bukan pakaian itu sendiri.

“... Amane-kun selalu memujiku tentang betapa imutnya penampilanku saat berdandan, tapi... umm, ia tidak benar-benar mengatakan apa yang disukainya. Mengenakan apa yang kamu suka merupakan pakaian yang terbaik, atau itulah yang dikatannya. Walaupun itu memang benar adanya, aku akan senang jika aku bisa menyukai apa yang disukai Amane-kun dan aku akan senang jika dia menganggapku imut. Jadi, aku hanya ingin mendandani diriku dengan sesuatu yang disukai Amane-kun.”

Senyum yang penuh kasih, bahagia, dan manis muncul di wajahnya. Senyumannya begitu indah membuat Chitose, yang memiliki jenis kelamin yang sama, dibuat terpada dan mengaguminya.

Chitose buru -buru mencoba menghentikannya karena menyadari kalau  tatapan ksosong pegawai toko yang melihat Mahiru tersenyum,  tetapi dia masih tersenyum berseri-seri seolah-olah dia tidak menyadari Chitose yang berkeringat dingin.

“Tentu saja, itu tidak selalu begitu, loh? Pada hari seperti saat kita jalan-jalan bersama, aku ingin ia berpikir bahwa aku terlihat lebih cantik dari biasanya, bukan?”

Mahiru tampak malu dan mengangkat tatapannya dengan sedikit kebanggaan ketika dia mencoba mengingat Amane yang tidak ada di sini. Ekspresinya yang terlihat malu-malu itu tampak lebih cantik dan menarik daripada gadis mana pun yang pernah dikenal Chitose.

“... Apa menurutmu aku ini gadis yang begitu dangkal karena  berusaha keras untuk membuat seseorang berpikir kalau aku ini cantik atau mendapatkan pujian?”

“Jika ada cowok yang menyebut hal tersebut sebagai sesuatu yang dangkal, kupikir sebagian besar gadis akan menghajar babak belur cowok tersebut.”

Chitose tidak akan tinggal diam jika ada seseorang yang akan mengeluh tentang seorang gadis yang menjelajahi pakaian favorit orang yang disukainya dengan cara yang imun nan menggoda.

Dia merasa lega bahwa Amane adalah tipe orang yang mengakui, menghargai, dan menghormati upaya gadis -gadis seperti itu, tetapi ada juga pertanyaan kuat mengapa Amane masih tidak menyadari ketika diirinya menjadi orang yang begitu peka.

(Aku tahu tidak ada gunanya mengatakan ini, tapi rasanya masih bikin greget ...!!)

Akan mudah untuk memahaminya sekaligus jika dia melihatnya mengekspresikan cintanya dan kepeduliannya, tapi Mahiru tidak ingin menunjukkan upaya di balik layar seperti ini. Amane hanya bisa melihat penampilan cantik Mahiru setelah dia melalui banyak kerja keras.

(...Tapi suatu kehormatan bagiku bisa melihat Mahirun melakukan yang terbaik seperti ini)

Mengetahui sisi Mahiru yang tidak diketahui Amane entah bagaimana membuatnya senang sekaligus gembira, dan dirinya merasa sedikit lebih unggul.

“... Oke, aku memutuskan untuk memilih dengan yang ini.”

Sementara Chitose membual dalam hati kepada Amane yang mungkin akan iri padanya, meskipun dia tidak ada di sini, Mahiru rupanya memutuskan pakaian yang akan dia beli.

Dia dengan hati-hati meletakkan kembali pakaian yang tidak jadi dibeli ke dalam rak dan menuju ke mesin kasir dengan gaun laut yang telah dipilih di tangannya.

Begitu melihat punggungnya, Chitose bergumam “Amane sungguh orang yang beruntung.” saat dia mengawasinya.

 

♢♢♢♢♢

 

Pada hari lain, ketika Chitose hendak berkunjung ke rumah Mahiru. Dia melihat seorang pria muda dengan rambut gelap yang tidak asing sedang berdiri diam di taman dengan tangan di atas lutut.

Bahunya bergerak naik turun secara signifikan, mungkin karena ia sedang berusaha mengatur napas. Ia juga mengenakan pakaian olahraga, mungkin baru saja selesai jogging.

Chitose pernah mendengar bahwa Amane juga mulai berolahraga, dan dia tidak bisa menahan senyum ketika mengingat Amane meminta Yuuta, yang merupakan teman masa kecil Chitose, untuk mengajarinya beberapa sesuatu.

“Hei~, kebetulan banget bisa ketemu di sini~”

Ketika dia mendekatinya sambil tersenyum dan melambaikan tangannya, dirinya malah disambut dengan respon yang kasar Amane yang tampaknya sedang berlatih.

“Gehh, ada Chitose.”

“Apa-apaan dengan reaksimu yang seolah-olah bertemu seseorang yang mengerikan!”

“Karena setiap kali Ckamu mendekatiku, aku khawati kalau kamu akan menggodaku. Tapi, kenapa kamu di sini? Kamu tidak tinggal di daerah ini, ‘kan?”

“Itu sih~ karena aku dipanggil Mahirun, jadi itulah sebabnya aku ke sini...”

Pada dasarnya, ketika mereka bermain di rumah, mereka sering bermain di rumah Mahriu. Karena kamar Mahiru lebih besar dari kamar Chitose dan kakak laki-laki Chitose selalu di rumah selama liburan, jadi mereka mencoba PDKT dengan Mahiru, sehingga mereka sering memilih rumah Mahiru.

Kakak kakaknya menjalani kehidupan yang cukup bebas karena mereka adalah mahasiswa, tapi karena mereka masih jomblo akut, jadi teman cantik adik perempuan mereka pasti terlihat cukup menarik bagi mereka.

Dari sudut pandang Chitose sebagai saudara perempuan mereka, dia ingin mengutuk mereka dan menyuruh mereka menjauh darinya, sembari mengatakan kalau gadis ini memiliki pasangan yang tepat atau dia benar-benar akan menendang mereka.

Chitose yang diam-diam melindungi Mahiru dari taring beracun mereka, tertawa kecut kepada Amane sambil meledek “Kamu pasti iri, iya ‘kan~?”, yang tentu saja tidak tahu apa-apa tentang itu.

Amane sedikit jengkel mendengar nada suara Chitose dan mengangkat alisnya secara halus, tetapi tidak mengubah ekspresi wajahnya lebih jauh lagi.

“Hee gitu ya, kalau gitu cepetan pergi sana atau kamu akan membuatnya menunggu.”

“Ihh, judes banget, sih. Aku datang lebih cepat dari waktu yang dijanjikan, kok~”

Padahal dia selalu datang terlambat ke sekolah, tepi dia berusaha untuk tidak terlambat ketika bermain bersama teman-teman dan tidak pernah terlambat juga.

Hari ini juga, dia meluangkan banyak waktu sehingga dia bisa bersantai dan berbicara dengan Amane, jadi dia tidak akan terlambat bahkan jika mengobrol sebentar.

Ketika Chitose menepuk-nepuk dadanya seolah-olah bersikeras bahwa dirinya sudah memikirkannya dengan benar, Amane hanya bisa melongo dan nyeletuk, “Padahal kalau berangkat sekolah kamu selalu saja hampir terlambat”, tapi Chitose mengabaikan komentarnya begitu saja.

“Sudah cukup membahas diriku. Ngomong-ngomong, apa kamu sedang berlatih, Amane?”

“Yah, karena ini rutinitas harian.”

“Aku terkesan kamu memiliki rutinitas seperti itu. Kamu sangat berbeda dari sebelumnya.”

“Cerewet.”

Amane yang tidak terlalu suka berolahraga, telah berubah sejak musim semi. Mungkin itu semua berawal ketika dirinya mengakui bahwa ia menyukai Mahiru.

Sejujurnya, Amane yang sebelumnya tidak benar-benar suram, tapi ia hanya orang pendiam yang tidak ingin terlalu terlibat banyak dengan orang lain. Chitose bukanlah tipe orang yang secara aktif mencoba mengenalnya sampai dia diperkenalkan dengan Itsuki.

Tapi semua itu berubah ketika ia menemukan seseorang yang disukainya. Sebagai seseorang yang telah mengawasinya dari jarak dekat, Chitose kembali diingatkan bahwa kekuatan cinta itu sungguh luar biasa.

(Orang-orang tuh bisa berubah, ya?)

Ketika dia melihat Amane mencoba berubah dengan sikap positif, Chitose berpikir kalau ia sangat berbeda dari dirinya yang dulu.

(Dalam kasusku, aku berubah secara positif karena alasan yang agak negatif ...)

Meskipun dia merasakan keengganan yang halus saat mengingat masa-masa SMP-nya, tapi Chitose tidak menunjukkannya dan justru menertawakan Amane, yang memalingkan muka karena malu.

“Kurasa jatuh cinta bisa mengubah siapa saja, ya.”

“Sudah kuduga, kamu sedang meledekku.”

“Ya enggaklah, aku tidak sesinis itu kali... Aku hanya masih tidak menyangka kalau Amane yang tampaknya ceroboh dan acuh akan memulai latihan olahraga yang membentuk tubuh.”

“... apa? Emangnya enggak boleh?”

“Enggak kok, umm gimana bilangnya ya. Tak disangka kalau kamu tipe orang yang akan melakukan yang terbaik demi Mahirun. Rasanya seperti kekuatan cinta.”

Chitose penasaran apakah dirinya terlalu banyak bicara dan membuatnya marah karena melihat Amane membeku di tempat, tapi Amane hanya menggelengkan kepalanya dengan tatapan tenang, seolah-olah merasa malu.

“... Aku tidak melakukannya demi Mahiru. Aku tidak tahan memikirkanku yang berdiri di sebelah Mahiru dan dituduh sebagai orang yang tidak cocok untuknya, yang mana hal itu akan membuat Mahiru dianggap mempunyai selera buruk. Aku hanya ingin merasa bangga pada diriku sendiri.”

Dia tidak ingin memaksanya untuk mengatakan bahwa ia melakukannya untuk Mahiru. Chitose agak lega ketika Amane mengatakannya dengan wajah lurus dan tidak bisa menahan tawa.

(Entah gimana cara menggambarkannya, sifat mereka yang begitu sangat mirip sekali)

Amane dan Mahiru mungkin tampak seperti kebalikan satu sama lain bagi orang-orang yang tidak mengenal mereka, tapi dari sudut pandang Chitose yang mengenal mereka berdua dengan sangat baik, mereka sangat mirip satu sama lain.

Mereka berdua sama-sama pekerja keras untuk memoles diri mereka sendiri, bukan untuk orang lain, tapi untuk diri mereka sendiri tanpa membebankan tanggung jawab pada orang lain. Mereka berdua berusaha menjadi layak karena ingin berdiri di samping satu sama lain.

Dari sudut pandang Chitose,  tekad Amane memang luar biasa, tapi dia khawatir bahwa hal tersebut malah menjadi beban baginya. Tapi, ternyata kekahwatirannya terasa sia-sia ... Amane bersedia bekerja keras baik dalam bidang akademis maupun fisik.

(Yah, dan itulah yang membuatnya jadi lebih tidak sabar)

Chitose tahu kalau Amane masih belum siap untuk mengungkapkan perasaannya kepada Mahiru ketika ia sudah berusaha meningkatkan dirinya sendiri, jadi Chitose merasa kasihan pada Mahiru yang berusaha merayunya agar dirinya ditembak, atau haruskah dia bersimpati dengan Amane yang jatuh cinta padanya, tetapi terguncang sampai ke intinya karena rayuan Mahiru?

Apa pun masalahnya, hal tersebut masih membuat frustrasi bagi pihak yang mengawasi perkembangan hubungan mereka karena mereka tampaknya tidak bisa jadian dalam waktu dekat.

Untuk saat ini, dia menepuk punggung Amane sebagai bentuk dukungannya, tapi Amane justru memelototinya dengan tatapan “Apaan sih?”.

“Apa? Apa kamu punya masalah?”

“Unnyaa~, aku hanya berpikir kalau Amane tuh orang yang serius dan tulus dengan cara itu. Ngomong-ngomong, apa yang kamu sukai dari Mahirun?”

“Haaa!?”

Ketika Chitose bertanya kepadanya mengenai hal apa yang membuatnya menyukai Mahiru, tatapan mata Amane melebar dan mulutnya bergerak dalam ekspresi keheranan.

Chitose tak menyangka kalau Amane lebih terkejut dari yang dia harapkan. Dia selalu berusaha menghindari mengajukan pertanyaan langsung seperti itu, tetapi sekarang Amane sudah positif mengakui perasaannya terhadap Mahiru, jadi Chitose berpikir tidak ada salahnya untuk bertanya kepadanya.

Amane mungkin juga tidak menyangka akan ditanya secara tiba-tiba, tapi Chitose tersenyum dan melambaikan tangannya,

“Bukannya berarti aku akan memberi tahu kepada Mahirun juga kali~. Aku juga tidak bermaksud melakukan sesuatu yang begitu tidak peka. Aku hanya penasaran apa yang kamu sukai darinya karena dia adalah orang yang sedikit keras kepala…. Atau bisa dibilang sangat berhati-hati terhadap orang lain.”

“... Memangnya aku perlu memberitahumu?”

“Yah, enggak juga sih. Aku cuma merasa penasaran. Semua orang menyukai Mahirun, tapi Amane mungkin tidak menyukainya karena alasan itu, iya ‘kan? Aku penasaran karena aku adalah teman kalian berdua.”

Mahiru adalah gadis yang lucu. Dia populer di kalangan anak laki -laki, dan bahkan dari sudut pandang Chitose yang memiliki jenis kelamin yang sama, bisa mengatakan dengan jelas kalau penampilan, kepribadian, dan semua perilakunya terlihat manis.

Ada banyak alasan mengapa siswa di sekolah menyukai Mahiru karena dia adalah gadis ideal seperti malaikat yang memperlakukan semua orang dengan tenang dan lembut, baik kepada semua orang, dan memperlakukan semua orang secara setara.

Dari sudut pandang Chitose yang mengenalnya dengan baik, kesannya tentang Mahiru berbeda dari anak laki -laki di sekolah, yang tidak mengenalnya dengan baik.

Kemudian dari sudut pandang Amane yang tahu lebih banyak tentang Mahiru daripada Chitose, seharusnya bisa mengetahui kalau Mahiru itu gadis seperti apa dan apa saja yang disukainya, pasti kesannya berbeda untuk masing-masing dari mereka.

Ketika Chitose menatap Amane tanpa menggodanya kali ini, ia mengangkat alisnya dan terlihat gelisah, kemudian mengalihkan pandangannya seolah-olah sedikit terganggu.

“... Me-Meski kamu bertanya begitu ... aku kesulitan untuk menjawabnya. Kurasa aku menyukai semuanya tentang dia.”

Jawaban yang Amane berikan setelah berpikir sejenak, merupakan balasan yang sudah bisa ditebak Chitose.

“... Mahiru tidak sesempurna yang dipikirkan orang-orang. Meski dia mungkin terlihat pendiam, ada kalanya dia mempunyai sifat yang tegas dan kuat, ada waktunya juga ketika dia sedikit merajuk. Dia mengevaluasi hal -hal tanpa belas kasihan atau keraguan. Kadang-kadang dia menyundulku atau meninjuku. Dia juga bisa merasa ketakukan memiliki mimpi yang menakutkan. ….Jika orang-orang melihat sisinya yang begitu, mereka bisa tahu bahwa dia hanyalah gadis biasa.”

Ekspresi di wajah Amane saat berbicara dengan nada kecil dan tanpa basa-basi terlihat sangat lembut. Mungkin karena ia berbicara sambil memikirkan Mahiru.

“... Aku tidak tahu berapa banyak Chitose mengenal dirinya, tapi kupikir dia itu gadis yang gampang kesepian dan malu-malu menjangkau orang lain, dia hanya menyembunyikan fakta tersebut dengan senyumannya. Dia adalah tipe orang yang bisa diandalkan orang lain, tapi dirinya tidak tahu bagaimana caranya mengandalkan orang lain dan seberapa besar dia bisa mengandalkan dirinya sendiri. Jadi, dia tipe yang berpikiran sempit dan bertahan dengan kemampuannya sendiri. Atau kamu bisa menyebutnya sebagai gadis yang sok tegar dan sok kuat.”

Bahkan Chitose entah bagaimana sedikit memahami bagian itu dari Mahiru.

Ketika terjadi sesuatu yang sangat menyakitkan baginya, Mahiru tidak bergantung kepada Chitose. Dia pernah melihat Mahiru mencoba menelan apa pun yang mengganggunya agar tidak menunjukkannya.

“Untuk pertama kalinya, ketika dia mengandalkanku untuk memanjakannya, aku ingin menyayanginya dan berada di sisinya. Mungkin ini sedikit berbeda dari keinginan untuk melindunginya. Tapi yah, aku ingin melindunginya dari penderitaan yang tidak masuk akal dan tidak ingin tidak mau dia menderita. Umm, aku tidak tahu harus berkata apa… Aku ingin berada di sisi Mahiru, yang sok kuat, kikuk saat mengandalkan orang lain, pemalu dan gampang kesepian.”

Amane mengucapkan kata-katanya dengan nada pelan, matanya menunduk seolah-olah ia benar-benar peduli dengan seorang gadis yang tidak ada di sini.

“.... Aku ingin tertawa dengannya dan berada di sisinya untuk mendukungnya. Aku ingin mendukungnya ketika dia mengalami kesulitan. Aku ingin mengatasi masa-masa sulit bersama. Ketika Mahiru ingin menangis, aku bersedia menerimanya dan menanggung rasa sakit bersamanya.”

Chitose menatap Amane yang mengangkat kepalanya dan menunjukkan wajahnya. Sorot matanya tampak tenang tetapi di dalamnya dipenuhi dengan tekad tertentu.

“Jawaban atas apa yang aku sukai dari dia adalah segalanya. Akumenyukai segalanya tentang dia, baik itu sisi bagusnya maupun sisi lemahnya, semuanya ... itulah alasanku menyukainya, apa? Memangnya salah jika alasannya begitu?”

Mungkin Amane merasa malu karena ia berkata begitu, jadi ia memalingkan wajahnya dengan pipinya yang sedikit merah merona, dan bibir Chitose secara alami membentuk lengkungan yang lembut.

(Yahh, wajar saja jika Mahirun jadi jatuh cinta padamu)

Amane adalah anak laki -laki yang sangat menghormati dan menyayanginya. Karena Mahiru merasakan ini, dia jadi menyukai Amane dan ingin berada di sisinya.

Chitose yang berpikir kalau mereka berdua sudah saling jatuh cinta, mulai mendekati Amane yang sedang menyalakan keran untuk mengalirkan air untuk membasahi pipinya yang memerah karena menahan rasa malu.

“Nee, Amane.”

Ketika dia memanggil Amane, yang sedang mendinginkan wajahnya sambil berpura -pura berkeringat dengan gerakan liar. Amane menatapnya dengan wajah merah, mungkin karena rasa malu belum meninggalkan tubuhnya.

“Apaan? Jangan bilang kalau aku ini bau atau semacamnya.”

“Ya enggak dong~ mana mungkin aku akan mengatakan hal kasar yang seperti itu. Hanya saja… yup, aku merasa bersyukur bisa berteman dengan Amane.”

“... tiba-tiba ada apaan sih, bikin malu saja.”

“Fufu, aku hanya kepikiran begitu saja, kok...”

Untuk saat ini, dia berpikir bahwa dia akan memberitahu segitu saja dulu.

Chitose sendiri sudah berubah dan telah melihat banyak orang sejak dia berteman dengan banyak orang yang berbeda, tetapi Amane adalah salah satu kepribadian yang paling beragam yang pernah dia lihat dan dia sangat senang bisa bertemu dengannya.

Amane mungkin takkan mengakui bahwa Itsuki adalah sahabatnya, tetapi Chitose pikir dirinya akan menjadi yang kedua atau ketiga dalam daftarnya.

(Seriusan, rasanya akan lebih cepat jika ia memberi tahu Mahirun apa yang baru saja ia katakan ...)

Bahkan pipi Chitose menjadi panas ketika mendengar perasaan cinta Amane yang menggebu-gebu. Perasaan Amane begitu serius dan tak tergoyahkan ketika berkaitan dengan Mahiru sampai-sampai dia takut bahwa jika Mahiru mendengarnya, wajahnya akan berubah merah padam dan pingsan seketika.

Kesimpulan yang Chitose capai ialah hubungan mereka masih bikin greget. Amane memiliki tatapan minta maaf di matanya tetapi Chitose tidak keberatan, tapi berdehem dengan suasana hati yang gembira dan menepuk punggung Amane dengan lembut.

Tepukan tersebut mempunyai dua makna ‘Berjuanglah’ dan ‘Cepetan jadian sana’.

“Kalau begitu, aku pergi duluan, ya. Oh, itu iya, lebih baik kamu jangan terlalu banyak mengisi perutmu untuk makan malam nanti, karena ada makanan penutup.”

Dia akan pergi ke rumah Mahiru untuk membuat manisan, yang dia yakini kalau itu akan disajikan setelah makan malam.

Chitose sudah merasa sedikit mulas, meski dirinya masih belum sampai di rumah Mahiru, apalagi membuat manisan. Dia tertawa sekali lagi pada Amane yang tidak tahu apa yang sedang terjadi, dan segera meninggalkan tempat itu dengan cepat.

“Ah~, itulah sebabnya mereka berdua selalu bikin aku gregetan~”

Chitose menuju ke rumah Mahiru dalam suasana hati yang baik, seraya berpikir bahwa sulit sekali mengawasi kehidupan cinta temannya tanpa mencampuri urusan yang tidak perlu.

 

 

Sebelumnya  ||  Daftar isi  ||  Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama