Otonari no Tenshi-sama Jilid 5.5 Bab 13 Bahasa Indonesia

Chapter 13 — Ada Kalanya Tenshi-sama Tidak Jago Dalam Sesuatu

 

Amane bisa dibilang orang yang mempunyai banyak waktu luang. Hal ini dikarenakan, tidak seperti murid lainnya, ia tidak melakukan kegiatan klub atau bekerja paruh waktu. Selain itu, meskipun ia hidup sendirian, ia berbagi makan malam bersama dengan Mahiru, yang mengurangi jumlah pekerjaan rumah yang harus dilakukannya.

Tentu saja, Amane tidak pernah mengabaikan studinya dan pekerjaan rumahnya menjadi lebih mudah dikelola, meskipun itu jauh dari sempurna karena dirinya diajari oleh Mahiru. Dirinyaa juga berolahraga setiap hari untuk meningkatkan kebugarannya.

Meskipun ia memiliki lebih banyak hal untuk dilakukan dibandingkan dengan siswa yang tinggal di rumah orang tua mereka, Amane juga orang yang punya banyak waktu luang. Dalam hal ini, dirinya tidak terlalu dikekang oleh orang tuanya, dan memiliki lebih banyak kebebasan daripada siswa yang tinggal bersama orang tua mereka.

Hari ini juga Amane punya banyak waktu luang. Ia sudah menyelesaikan tugasnya, melakukan pelatihan otot setelah bangun dari tempat tidur, dan pergi berbelanja di pagi hari setelah melakukan jogging.

Karena Ia sudah membersihkan pakaiannya secara teratur, Amane tidak memiliki sesuatu yang besar untuk dilakukan bahkan pada hari liburnya dan baru saja melakukan perawatan rutin dan pembersihan secara teratur.

Pada jam 3 sore, karena dirinya sekarang bisa bersantai, jadi Amane memutuskan untuk bermain gim. Ia memindahkan meja rendah supaya ia bisa memainkan video gim dengan santai. Ia duduk di atas karpet halus yang baru saja dicuci setelah ia menghilangkan debu dan bulu-bulu halus, kemudian duduk di depan TV.

(Aku sudah lama tidak memainkan ini)

Gim ini diluncurkan sebagai gim aksi gulir samping di mana pemain menggerakkan tubuh karakter yang imut berwarna merah muda pastel dan hampir bulat, melalui berbagai tahapan.

Gim ini dirilis beberapa tahun yang lalu dan Amane sudah menamatkannya berkali-kali. Alasan mengapa ia masih memainkannya setiap saat tanpa bosan dengan gim tersebut karena gimya masih terasa menyenangkan.

Alasan mengapa Amane tidak mengulang gim berskenario, karena ia sudah merasa puas setelah menyelesaikan permainan. Paling banter,  ia hanya memainkannya sampai dua putaran saja. Setelah kedua kalinya, ia dapat dengan mudah menghapus aspek-aspek yang menantang dari permainan dan akan bermain kapan pun ketika ia menginginkannya.

Untuk beberapa alasan, dia tidak pernah bosan dengan gim aksi semacam ini saat dirinyaa menikmati melodi ringan dan gambar-gambar pop dalam permainan. Ketika Amane sedang melamunkan hal itu, Mahiru datang dan duduk di sebelahnya.

Belakangan ini, Mahiru selalu menghabiskan waktu akhir pekannya di rumah Amane, dan dia berada di sini hari ini setelah memasak makan siang untuk mereka berdua.

Hanya karena mereka berdua bersama tidak berarti mereka sadar satu sama lain, dan mereka menghabiskan waktu mereka dengan melakukan urusan masing-masing. Jadi ketika Amane bermain gim, Mahiru biasanya menghabiskan waktunya dengan caranya sendiri, tetapi….

Sepertinya Mahiru ingin tahu hari ini ketika dia membawa bantal favoritnya dan duduk di sebelahnya saat menatap layar TV.

“Apa ini menyenangkan?”

“Jika itu tidak menyenangkan, mana mungkin aku akan memainkannya.”

“Itu memang benar sih, aku hanya merasa sangat penasaran setelah melihat karakter-karakter lucu yang bergerak.”

Karakter dari gim ini sangat imut, jadi wajar saja jika Mahiru yang menyukai hal-hal yang imut, tertarik pada mereka.

“Mahiru tuh menyukai hal semacam ini, bukan? Yah, karakter ini sangat populer dan sering dibuat menjadi barang dagangan, jadi kupikir ini adalah desain yang mudah disukai.”

“Habisnya, karakater ini sangat imut dengan mata bulat dan indah, sih.”

“Yah aku tahu kalau itu lucu. Tapia pa yang dilakukan karakter ini tidak ada bedanya dengan orang jahat. Bahkan bisa dibilang lumayan kejam, dia tak mempunyai belas kasihan ketika mengalahkan musuh biasa.”

“Ehh …?”

Karena Amane tidak berani menyerang dengan sembarangan, jadi dari sudut pandang Mahiru, karakter itu hanya tampak seperti karakter imut yang bergerak dan bergoyang –goyang untuk menghindari gerombolan musuh.

Namun, ketika jurus andalan karakter ini digunakan, karakter itu tidak bisa lagi dilihat sebagai karakter yang imut. Secara harfiah, secara fisik menangkap lawan-lawannya, mengambil kekuatan mereka, dan menggunakannya untuk mengalahkan mereka.

Karakter tersebut tidak akan kembali ke bentuk aslinya setelah mengambil kekuatan orang lain, dan akan diganti jika lawan memiliki kemampuan yang unggul. Kemampuan yang dibuang dikeluarkan dari tubuh sebagai massa energi dan akhirnya menghilang di suatu tempat.

Karakter gambar gim ini terlihat lucu di permukaan, tetapi jika dicermati lebih dekat, karakter tersebut sangat mengerikan.  Untuk menjelaskannya dengan kata-kata, akan sangat mudah untuk mengalahkan musuh dengan senjata normal.

“Mahiru tuh memang tidak tahan terhadap hal-hal lucu, ya.”

“…. Memangnya itu salah?”

“Tidak, kupikir tingkahmu yang begitu juga terlihat imut dengan sendirinya.”

 “… Aku merasa seperti sedang diejek.”

Meskipun Amane tidak bermaksud seperti itu tetapi ia menduga Mahiru mengartikannya dengan cara yang salah, dan Mahiru menyatakan ketidakpuasannya dengan cemberut.

Amane berpikir kalau tanggapannya yang begitu terlihat lucu, tapi dirinya takut akan dipukul-pukuli laggi poleh Mahiru, jadi ia menelannya tanpa mengatakan apa pun kali ini dan melanjutkan permainan seperti semula.

Amane tersenyum secara alami pada Mahiru yang tampak sedikit gembira ketika melihat karakter dengan tubuh lucu melayang dan menyelinap melalui celah di antara musuh.

“Jika kamu begitu penasaran, apa kamu ingin mencobanya?”

Amane berpikir bahwa jika dia merasa penasaran, dia mungkin ingin mencobanya. Tapi ketika Amane bertanya padanya, tak disangka Mahiru bergumam dengan suara kecil dan bertanya “Apa boleh?” dengan nada yang sedikit enggan.

“Jika aku tidak mau, aku tidak akan menawarkannya sejak awal. Selain itu aku tipe orang yang menikmati menonton permainan orang.”

“… Kalau gitu, aku akan mencobanya.”

Rasa penasaran tampaknya telah mengalahkan keengganannya, lalu dengan sedikit keraguan dan kebimbangan, Mahiru akhirnya menerima controller yang disodorkan Amane.

Untuk saat ini, Amane memintanya untuk memilih tahap pertama karena itu masih tahap tutorial. Ia mulai menjelaskan kontrol tombol dan karakteristik karakter, lalu menyerahkan sisanya kepada Mahiru untuk melakukan apa yang diinginkannya.

Tak berselang lama, ia mendengar suara “Muu” dan sepertinya itu berasal dari mulut Mahiru.

Amane pernah melihat pemandangan ini sebelumnya ketika ia membiarkannya memainkan gim balap. Setidaknya, kelihatannya Mahiru sangat payah dalam bermain video gim.

Bukannya dia tidak membaik sama sekali, tapi dia merupakan tipe pemain yang membutuhkan banyak waktu untuk melangkah dan meningkat. Dia adalah pembelajar yang baik tetapi untuk beberapa alasan, itu tidak mencerminkan dalam video gim.

Sebagai seseorang yang bisa menangani hampir semua permainan pada percobaan pertama, Amane menemukan Mahiru sebagai makhluk yang sangat aneh.

“Sebaliknya, aku tidak mengerti bagaimana kamu bisa mati sampai terus-terusan begitu”

“Aku juga tidak tahu, hmph.”

“Mahiru, bukannya kamu seharusnya memiliki penglihatan dinamis yang baik ….”

 “Uuuhh ….”

“Aku pikir kamu akan terbiasa. Jangan khawatir jika kamu tidak bisa melakukannya.”

Bagi Amane, gim hanyalah hiburan, dan cara terbaik untuk menikmatinya adalah dengan bersenang-senang dan menikmatinya. Bermain gim bukanlah kewajiban, dan tidak ada masalah jika kamu tidak bisa melakukannya. Kamu tidak dapat disalahkan karena tidak bisa melakukannya. Amane tidak berniat menyalahkan Mahiru karena tidak bisa bermain dengan benar.

Namun, pandangan mata Mahiru menyipit dan terus memelototi layar permainan.

 “… Bukannya itu membuatmu frustasi karena tidak bisa melakukannya?”

Kata-kata yang dikeluarkan dari mulutnya dipenuhi dengan kekesalan.

 “Kamu selalu saja benci yang kalah dalam hal-hal semacam ini. Kalau gitu, lakukan yang terbaik.”

Jika dia memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu, Amane tidak berniat untuk menghalanginya. Am mungkin akan menghentikannya setelah satu jam. Tetapi jika Mahiru masih ingin bermain, dia akan membiarkannya melakukannya sesuai keinginannya.

Setelah kalah berkali-kali, Mahiru lalu melirik Amane dengan controller di tangannya seolah-olah dia menyimpan dendam padanya.

“… Amane-kun, tolong ajari aku cara memainkannya.”

 “Boleh saja, kok.”

Rupanya, Mahiru memutuskan akan lebih baik untuk meminta seseorang yang bisa bermain untuk mengajarinya cara memainkannya secara menyeluruh. Jadi, dia meminta kepada Amane dan ia langsung menyetujuinya.

… Dirinya baru menyadari kalau ocehannya membawa malapetaka ketika Mahiru berdiri dan duduk di antara kedua kaki Amane yang bersila dengan longgar.

Mengabaikan Amane yang tertegun karena kejadiannya terlalu mendadak, Mahiru membuat tempat untuk dirinya sendiri dengan cekatan sembari menghindari kaki Amane saat dia duduk dalam posisi duduk bersandar.

“Kenapa?”

“Jika aku ingin belajar cara memainkannya, kupikir akan lebih efisien untuk mengajariku menggerakkan karakter dengan posisi begini. Rasanya akan sulit untuk melakukannya jika kita duduk berdampingan, jadi cuma ini satu-satunya cara.”

Amane setuju kalau lebih baik lebih dekat dengan orang yang mengajarinya bagaimana menggerakkan karakter, tapi dirinya ingin melontarkan tsukkomi kepada Mahiru yang tenang bahwa itu lebih bermasalah dan dirinya merasa kesulitan secara mental untuk mengajarinya.

Entah kenapa, jarak mereka berdua begitu dekat. Amane pernah memeluk dan dipeluk sebelumnya, tetapi kedekatan yang begini terasa berbeda.

Tubuh mereka tidak saling bersentuhan sekarang karena Amane mencondongkan tubuhnya ke belakang dan bersandar tangan, tapi jika dirinya mencondongkan tubuhnya ke depan sedikit, tubuh mereka akan bersentuhan satu sama lain dan wajahnya secara halus akan menabrak bagian belakang kepala Mahiru.

Jika dirinya meletakkan tangannya di atas pengontrol yang dipegang oleh Mahiru, maka Amane akan berada dalam situasi melingkari Mahiru dan merangkulnya dari belakang.

“… Yahh itu sih, aku ragu mengenai itu.”

“Jadi, apa yang akan kita lakukan?”

(Ahh, dia bahkan tidak mendengarkanku)

Amane memegang dahinya dan khawatir sakit kepala karena Mahiru dengan santainya mengabaikan ocehannya, tapi mungkin dirinya harus lebih khawatir tentang rasa sakit di hatinya daripada sakit kepala sekarang.

Mengapa waktu permainan yang menyenangkan selama liburan berubah menjadi waktu penyiksaan yang menyenangkan dan menyakitkan?

Jika Amane bisa jujur ​​tentang keinginannya dan merangkul Mahiru, itu mungkin akan menjadi waktu yang membahagiakan, tapi alasan dan akal sehatnya telah menghentikannya, jadi ini adalah jenis pelecehan baru seperti dia dipaksa untuk menunggu dengan sabar makanan lezat yang disuguhkan di hadapannya.

Meski begitu, Amane tidak bisa mengatakan bahwa ia tidak menyukainya,  mungkin karena Mahiru mengandalkannya dan dia tidak punya niat anlain. Dia mempercayai Amane dan itulah sebabnya menetap di sana.

Dengan kata lain, semuanya tergantung dari kesabaran Amane.

“Apa kamu mendengarkanku?”

“Tentu saja, aku mendengarkannya kok, Ojou-sama.”

Amane berharap dia akan memaafkannya karena sedikit enggan tentang hal itu.

Menanggapi suara Mahiru yang terdengar seolah-olah sedang mendesaknya untuk bergegas, Amane memastikan kembali kalau kewarasannya masih sempurna dan dengan lembut meletakkan tangannya di atas tangan Mahiru yang memegang controller.

Aroma manis dan agak menyegarkan dari Mahiru, berhembus lembut dan mengguncang nalarnya sejenak, tetapi Amane berhasil menekan keinginan untuk memeluknya dan membungkus dirinya di sekelilingnya, menyisakan celah di antara tubuh mereka berdua.

Meski pada akhirnya, usahanya seketika dihancurkan oleh Mahiru ketika dia menyandarkan punggungnya ke arah badan Amane.

“Aku selalu mendapatkan gim over di tempat yang sama untuk sementara waktu, kira-kira apa yang harus kulakukan?”

 “…Ki-Kira-kira ap-ap-apaan, ya”

“Kenapa bicaramu jadi gagap begitu?”

Amane memandang Mahiru yang menyandarkan dirinya ke tubuhnya, mencoba menahanan untuk berteriak, “Memangnya ini salah siapa coba?”.

Tubuh kecilnya dengan mudah masuk ke dalam pelukan Amane seolah-olah ingin menyatakan bahwa sudah sewajarnya dia berada di sana. Sepertinya Mahiru bahkan tidak menyadari jarak antara keduanya, dan hanya Amane saja yang menyadarinya.

(Kurasa dia tidak memandangku sebagai seorang cowok)

Sambil serius memikirkan hal itu, demi menanggapi ekspektasi Mahiru yang mengandalkannya, Amane membuang jauh-jauh pemikiran tidak senonoh dan mengarahkan jari-jari Mahiru untuk memainkan permainan sehingga dia tidak akan menyadarinya.

Amane mengatakan pada dirinya sendiri bahwa Mahiru mirip seperti anak tetangga yang datang bermain dan hanya membantunya terbiasa dengan gerakan karakter permainan saat dia bekerja keras.

“Karena kamu tipe yang baru bergerak setelah melihat gerakan lawan sih ya. Orang-orang ini hanya bergerak sesuai program saja, jadi jika kamu bisa membaca pola mereka, kamu pasti bisa memenangkannya dengan mudah.”

“Aku dalam masalah karena aku tidak bisa membacanya.”

“Kamu akan terbiasa kok. Ayo, dicoba lagi.”

“… Kenapa gimnya malah gim over? Padahal serangannya tidak memukulku.”

 “Sayangnya, itu memang kena. Aku tadi melihatnya.”

“… Padahal aku sudah menghindarinya dengan benar.”

“Ayo, jangan merajuk begitu. Kamu bisa memulai lagi dari awal.”

Ketika Amane sudah terbiasa dengannya, senyum yang disebabkan oleh kinerja Mahiru yang buruk mulai mengalahkan kekhawatirannya, jadi ia mulai menunjukkan kepada Mahiru bagaimana mengalahkan musuh seolah-olah akan mendemonstrasikannya dan merasa sedikit lega.

“Lihat, tuh… kamu memainkannya, bukan? Ya, betul begitu, kamu jadi sedikit lebih jago. Bagus sekali.”

Mahiru tampaknya tidak terganggu dengan latihan yang berulang-ulang, dan jika dia melakukannya berulang kali, dia akan belajar memainkannya dengan benar. Jadi, Amane selalu memujinya dengan jujut ketika dia berhasil.

Ketika Amane memujinyadengan suara yang lembut dan tidak berbicara dengan keras karena terlalu berisik ketika dia berada di dekatnya, Mahiru justru mengerang “U..ugh….” dengan pelan.

 “Mahiru?”

“Tii-Tidak, yah…. Hanya saja, ummm, ak-aku merasa kalau ini ti-tidak berjalan dengan baik.”

Fakta bahwa ucapannya sedikit gagap memang mencurigakan, tetapi apa yang dia katakan tidaklah aneh, jadi Amane mengabaikannya untuk saat ini.

“Aku pikir kamu sudah terbiasa dengan hal semacam ini, dan hanya butuh latihan saja, kok. Tapi jika kamu tidak menyukainya, kamu bisa berhenti sekarang.”

“Aku sama sekali tidak keberatan!”

“O-Oh, begitu ya? Baguslah kalau begitu.”

Amane tersentak kaget ketika Mahiru tiba-tiba meninggikan suaranya, tetapi untuk beberapa alasan, dia tampak lebih malu daripada Amane ketika dia menundukkan kepalanya.

“… Aku merasa malu dengan kecerobohan dan kedangkalanku sendiri.”

 “Kamu tidak harus sebegitu kecewa cuma karena gim doang.”

“Maksudku bukan tentang hal itu, tapi anggap saja memang mengenai itu.”

 “Ehh …?”

Pada akhirnya, dAmane hanya bisa memiringkan kepalanya karena tidak memahami apa yang dimaksudnya, karena sepertnya Mahiru tidak berniat  menjawab pertanyaannya, jadi Mahiru hanya bisa membalikkan badan dan memegangi lututnya.

“….. itu ummm, apa Amane-kun membenci… cara mengajari yang seperti ini?”

Setelah beberapa saat, sebuah pertanyaan kecil muncul dari mulut Mahiru.

“Aku sama sekali tidak keberatan, kok. Hanya saja itu, yah, karena kamu terlalu dekat, jadi … tapi, aku hanya berpikir kalau mungkin kamu akan membencinya, Mahiru.”

“Kenapa? Padahal aku sendiri yang memulainya, kok?”

“Itu sih karena … bukannya itu sedikit berbahaya? Bagaimana jika aku menyentuhmu di beberapa tempat yang aneh?”

Dalam posisinya saat ini, Amane bisa dengan mudah memeluknya dan menyelipkan tangannya di tempat yang salah jika ia mau.

Bagi Amane sendiri, dirinya tidak ingin tidak dibenci dan berpikir kalau melakukan hal semacam itu hanya boleh dilakukan oleh kedua pihak yang saling menyukai, jadi ia tidak ada niatan sedikit pun untuk bergerak. Tetapi fakta bahwa Amane tidak memiliki niat tidak sama dengan ketidakwaspadaan Mahiru terhadapnya.

Bagaimanapun juga, kehati-hatian Mahiru terhadap Amane terlalu tipis.

“… apa kamu mau melakukannya?”

Begitu mendengar perkataan Amane, Mahiru membungkuk untuk menatapnya. Pupil matanya yang jernih dan berwarna caramel, memiliki kilatan nakal yang jelas. Pipinya tampaknya sedikit lebih merah dari biasanya dan longgar di sekitar mulutnya.

Ketika melihat ekspresinya yang seolah-olah sedang menggodanya itu, Amane dengan sengaja mengerutkan kening dan menarik pipi Mahiru yang lembut.

“Aku takkan melakukannya lah.”

“Unyaaa”

Tidak peduli seberapa bercandanya kamu, ada hal yang boleh dan hal yang tidak boleh untuk dikatakan tau, Amane memarahinya sambil mencubit dan meregangkan pipi Mahiru layaknya kue mochi yang kenyal, ia lalu bisa mendengar suara yanganeh dan agak konyol darinya.

Amane yang benar-benar merasa lega dengan hilangnya daya tarik pesonanya, mulai mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan jantungnya yang berdebar kencang.

(… Dia sangat buruk untuk hatiku)

Amane yakin dia mengatakan itu untuk meledeknya.

Kamu memang pandai membuat orang lain jadi salting ya, pikir Amane seraya menghela nafas dan bermain-main dengan pipinya yang lembut. Mahiru yang masih berada di dalam cubitannya, mengeluh dengan suara yang masih terdengar lirih, “Mau sampai kapan kamu akan melakukan ini?”.


Setelah itu, Amane mendapatkan kembali ketenangannya dan melanjutkan bermain gim. Tapi tak perlu dikatakan lagi bahwa setelah dua jam bermain gim, Amane akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa gim dengan genre aksi tidak cocok untuk Mahiru.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama