Chapter 13 — Ada Kalanya Tenshi-sama Tidak Jago Dalam Sesuatu
Amane bisa dibilang orang yang
mempunyai banyak waktu luang. Hal ini dikarenakan, tidak seperti murid lainnya,
ia tidak melakukan kegiatan klub atau bekerja paruh waktu. Selain itu, meskipun
ia hidup sendirian, ia berbagi makan malam bersama dengan Mahiru, yang
mengurangi jumlah pekerjaan rumah yang harus dilakukannya.
Tentu saja, Amane tidak pernah
mengabaikan studinya dan pekerjaan rumahnya menjadi lebih mudah dikelola,
meskipun itu jauh dari sempurna karena dirinya diajari oleh Mahiru. Dirinyaa
juga berolahraga setiap hari untuk meningkatkan kebugarannya.
Meskipun ia memiliki lebih
banyak hal untuk dilakukan dibandingkan dengan siswa yang tinggal di rumah
orang tua mereka, Amane juga orang yang punya banyak waktu luang. Dalam hal
ini, dirinya tidak terlalu dikekang oleh orang tuanya, dan memiliki lebih
banyak kebebasan daripada siswa yang tinggal bersama orang tua mereka.
Hari ini juga Amane punya
banyak waktu luang. Ia sudah menyelesaikan tugasnya, melakukan pelatihan otot
setelah bangun dari tempat tidur, dan pergi berbelanja di pagi hari setelah
melakukan jogging.
Karena Ia sudah membersihkan
pakaiannya secara teratur, Amane tidak memiliki sesuatu yang besar untuk
dilakukan bahkan pada hari liburnya dan baru saja melakukan perawatan rutin dan
pembersihan secara teratur.
Pada jam 3 sore, karena dirinya
sekarang bisa bersantai, jadi Amane memutuskan untuk bermain gim. Ia memindahkan
meja rendah supaya ia bisa memainkan video gim dengan santai. Ia duduk di atas karpet
halus yang baru saja dicuci setelah ia menghilangkan debu dan bulu-bulu halus,
kemudian duduk di depan TV.
(Aku
sudah lama tidak memainkan ini)
Gim ini diluncurkan sebagai gim
aksi gulir samping di mana pemain menggerakkan tubuh karakter yang imut
berwarna merah muda pastel dan hampir bulat, melalui berbagai tahapan.
Gim ini dirilis beberapa tahun
yang lalu dan Amane sudah menamatkannya berkali-kali. Alasan mengapa ia masih
memainkannya setiap saat tanpa bosan dengan gim tersebut karena gimya masih
terasa menyenangkan.
Alasan mengapa Amane tidak
mengulang gim berskenario, karena ia sudah merasa puas setelah menyelesaikan
permainan. Paling banter, ia hanya memainkannya
sampai dua putaran saja. Setelah kedua kalinya, ia dapat dengan mudah menghapus
aspek-aspek yang menantang dari permainan dan akan bermain kapan pun ketika ia
menginginkannya.
Untuk beberapa alasan, dia
tidak pernah bosan dengan gim aksi semacam ini saat dirinyaa menikmati melodi
ringan dan gambar-gambar pop dalam permainan. Ketika Amane sedang melamunkan
hal itu, Mahiru datang dan duduk di sebelahnya.
Belakangan ini, Mahiru selalu
menghabiskan waktu akhir pekannya di rumah Amane, dan dia berada di sini hari
ini setelah memasak makan siang untuk mereka berdua.
Hanya karena mereka berdua
bersama tidak berarti mereka sadar satu sama lain, dan mereka menghabiskan
waktu mereka dengan melakukan urusan masing-masing. Jadi ketika Amane bermain gim,
Mahiru biasanya menghabiskan waktunya dengan caranya sendiri, tetapi….
Sepertinya Mahiru ingin tahu
hari ini ketika dia membawa bantal favoritnya dan duduk di sebelahnya saat
menatap layar TV.
“Apa ini menyenangkan?”
“Jika itu tidak menyenangkan,
mana mungkin aku akan memainkannya.”
“Itu memang benar sih, aku
hanya merasa sangat penasaran setelah melihat karakter-karakter lucu yang bergerak.”
Karakter dari gim ini sangat imut,
jadi wajar saja jika Mahiru yang menyukai hal-hal yang imut, tertarik pada
mereka.
“Mahiru tuh menyukai hal
semacam ini, bukan? Yah, karakter ini sangat populer dan sering dibuat menjadi
barang dagangan, jadi kupikir ini adalah desain yang mudah disukai.”
“Habisnya, karakater ini sangat
imut dengan mata bulat dan indah, sih.”
“Yah aku tahu kalau itu lucu.
Tapia pa yang dilakukan karakter ini tidak ada bedanya dengan orang jahat.
Bahkan bisa dibilang lumayan kejam, dia tak mempunyai belas kasihan ketika
mengalahkan musuh biasa.”
“Ehh …?”
Karena Amane tidak berani
menyerang dengan sembarangan, jadi dari sudut pandang Mahiru, karakter itu
hanya tampak seperti karakter imut yang bergerak dan bergoyang –goyang untuk
menghindari gerombolan musuh.
Namun, ketika jurus andalan
karakter ini digunakan, karakter itu tidak bisa lagi dilihat sebagai karakter
yang imut. Secara harfiah, secara fisik menangkap lawan-lawannya, mengambil
kekuatan mereka, dan menggunakannya untuk mengalahkan mereka.
Karakter tersebut tidak akan
kembali ke bentuk aslinya setelah mengambil kekuatan orang lain, dan akan
diganti jika lawan memiliki kemampuan yang unggul. Kemampuan yang dibuang
dikeluarkan dari tubuh sebagai massa energi dan akhirnya menghilang di suatu
tempat.
Karakter gambar gim ini
terlihat lucu di permukaan, tetapi jika dicermati lebih dekat, karakter
tersebut sangat mengerikan. Untuk
menjelaskannya dengan kata-kata, akan sangat mudah untuk mengalahkan musuh
dengan senjata normal.
“Mahiru tuh memang tidak tahan
terhadap hal-hal lucu, ya.”
“…. Memangnya itu salah?”
“Tidak, kupikir tingkahmu yang
begitu juga terlihat imut dengan sendirinya.”
“… Aku merasa seperti sedang diejek.”
Meskipun Amane tidak bermaksud
seperti itu tetapi ia menduga Mahiru mengartikannya dengan cara yang salah, dan
Mahiru menyatakan ketidakpuasannya dengan cemberut.
Amane berpikir kalau
tanggapannya yang begitu terlihat lucu, tapi dirinya takut akan dipukul-pukuli
laggi poleh Mahiru, jadi ia menelannya tanpa mengatakan apa pun kali ini dan
melanjutkan permainan seperti semula.
Amane tersenyum secara alami
pada Mahiru yang tampak sedikit gembira ketika melihat karakter dengan tubuh
lucu melayang dan menyelinap melalui celah di antara musuh.
“Jika kamu begitu penasaran,
apa kamu ingin mencobanya?”
Amane berpikir bahwa jika dia merasa
penasaran, dia mungkin ingin mencobanya. Tapi ketika Amane bertanya padanya,
tak disangka Mahiru bergumam dengan suara kecil dan bertanya “Apa boleh?” dengan nada yang sedikit
enggan.
“Jika aku tidak mau, aku tidak
akan menawarkannya sejak awal. Selain itu aku tipe orang yang menikmati
menonton permainan orang.”
“… Kalau gitu, aku akan
mencobanya.”
Rasa penasaran tampaknya telah
mengalahkan keengganannya, lalu dengan sedikit keraguan dan kebimbangan, Mahiru
akhirnya menerima controller yang disodorkan Amane.
Untuk saat ini, Amane
memintanya untuk memilih tahap pertama karena itu masih tahap tutorial. Ia
mulai menjelaskan kontrol tombol dan karakteristik karakter, lalu menyerahkan
sisanya kepada Mahiru untuk melakukan apa yang diinginkannya.
Tak berselang lama, ia
mendengar suara “Muu” dan sepertinya
itu berasal dari mulut Mahiru.
Amane pernah melihat
pemandangan ini sebelumnya ketika ia membiarkannya memainkan gim balap.
Setidaknya, kelihatannya Mahiru sangat payah dalam bermain video gim.
Bukannya dia tidak membaik sama
sekali, tapi dia merupakan tipe pemain yang membutuhkan banyak waktu untuk
melangkah dan meningkat. Dia adalah pembelajar yang baik tetapi untuk beberapa
alasan, itu tidak mencerminkan dalam video gim.
Sebagai seseorang yang bisa
menangani hampir semua permainan pada percobaan pertama, Amane menemukan Mahiru
sebagai makhluk yang sangat aneh.
“Sebaliknya, aku tidak mengerti
bagaimana kamu bisa mati sampai terus-terusan begitu”
“Aku juga tidak tahu, hmph.”
“Mahiru, bukannya kamu
seharusnya memiliki penglihatan dinamis yang baik ….”
“Uuuhh ….”
“Aku pikir kamu akan terbiasa.
Jangan khawatir jika kamu tidak bisa melakukannya.”
Bagi Amane, gim hanyalah
hiburan, dan cara terbaik untuk menikmatinya adalah dengan bersenang-senang dan
menikmatinya. Bermain gim bukanlah kewajiban, dan tidak ada masalah jika kamu
tidak bisa melakukannya. Kamu tidak dapat disalahkan karena tidak bisa
melakukannya. Amane tidak berniat menyalahkan Mahiru karena tidak bisa bermain
dengan benar.
Namun, pandangan mata Mahiru
menyipit dan terus memelototi layar permainan.
“… Bukannya itu membuatmu frustasi karena
tidak bisa melakukannya?”
Kata-kata yang dikeluarkan dari
mulutnya dipenuhi dengan kekesalan.
“Kamu selalu saja benci yang kalah dalam
hal-hal semacam ini. Kalau gitu, lakukan yang terbaik.”
Jika dia memiliki keinginan
untuk melakukan sesuatu, Amane tidak berniat untuk menghalanginya. Am mungkin
akan menghentikannya setelah satu jam. Tetapi jika Mahiru masih ingin bermain,
dia akan membiarkannya melakukannya sesuai keinginannya.
Setelah kalah berkali-kali, Mahiru
lalu melirik Amane dengan controller di tangannya seolah-olah dia menyimpan
dendam padanya.
“… Amane-kun, tolong ajari aku
cara memainkannya.”
“Boleh saja, kok.”
Rupanya, Mahiru memutuskan akan
lebih baik untuk meminta seseorang yang bisa bermain untuk mengajarinya cara
memainkannya secara menyeluruh. Jadi, dia meminta kepada Amane dan ia langsung
menyetujuinya.
… Dirinya baru menyadari kalau
ocehannya membawa malapetaka ketika Mahiru berdiri dan duduk di antara kedua
kaki Amane yang bersila dengan longgar.
Mengabaikan Amane yang tertegun
karena kejadiannya terlalu mendadak, Mahiru membuat tempat untuk dirinya
sendiri dengan cekatan sembari menghindari kaki Amane saat dia duduk dalam
posisi duduk bersandar.
“Kenapa?”
“Jika aku ingin belajar cara
memainkannya, kupikir akan lebih efisien untuk mengajariku menggerakkan
karakter dengan posisi begini. Rasanya akan sulit untuk melakukannya jika kita
duduk berdampingan, jadi cuma ini satu-satunya cara.”
Amane setuju kalau lebih baik
lebih dekat dengan orang yang mengajarinya bagaimana menggerakkan karakter, tapi
dirinya ingin melontarkan tsukkomi kepada
Mahiru yang tenang bahwa itu lebih bermasalah dan dirinya merasa kesulitan
secara mental untuk mengajarinya.
Entah kenapa, jarak mereka
berdua begitu dekat. Amane pernah memeluk dan dipeluk sebelumnya, tetapi
kedekatan yang begini terasa berbeda.
Tubuh mereka tidak saling bersentuhan
sekarang karena Amane mencondongkan tubuhnya ke belakang dan bersandar tangan,
tapi jika dirinya mencondongkan tubuhnya ke depan sedikit, tubuh mereka akan
bersentuhan satu sama lain dan wajahnya secara halus akan menabrak bagian
belakang kepala Mahiru.
Jika dirinya meletakkan
tangannya di atas pengontrol yang dipegang oleh Mahiru, maka Amane akan berada
dalam situasi melingkari Mahiru dan merangkulnya dari belakang.
“… Yahh itu sih, aku ragu mengenai
itu.”
“Jadi, apa yang akan kita
lakukan?”
(Ahh,
dia bahkan tidak mendengarkanku)
Amane memegang dahinya dan
khawatir sakit kepala karena Mahiru dengan santainya mengabaikan ocehannya,
tapi mungkin dirinya harus lebih khawatir tentang rasa sakit di hatinya
daripada sakit kepala sekarang.
Mengapa waktu permainan yang
menyenangkan selama liburan berubah menjadi waktu penyiksaan yang menyenangkan
dan menyakitkan?
Jika Amane bisa jujur tentang
keinginannya dan merangkul Mahiru, itu mungkin akan menjadi waktu yang
membahagiakan, tapi alasan dan akal sehatnya telah menghentikannya, jadi ini
adalah jenis pelecehan baru seperti dia dipaksa untuk menunggu dengan sabar
makanan lezat yang disuguhkan di hadapannya.
Meski begitu, Amane tidak bisa
mengatakan bahwa ia tidak menyukainya, mungkin karena Mahiru mengandalkannya dan dia
tidak punya niat anlain. Dia mempercayai Amane dan itulah sebabnya menetap di
sana.
Dengan kata lain, semuanya
tergantung dari kesabaran Amane.
“Apa kamu mendengarkanku?”
“Tentu saja, aku mendengarkannya
kok, Ojou-sama.”
Amane berharap dia akan
memaafkannya karena sedikit enggan tentang hal itu.
Menanggapi suara Mahiru yang
terdengar seolah-olah sedang mendesaknya untuk bergegas, Amane memastikan
kembali kalau kewarasannya masih sempurna dan dengan lembut meletakkan
tangannya di atas tangan Mahiru yang memegang controller.
Aroma manis dan agak
menyegarkan dari Mahiru, berhembus lembut dan mengguncang nalarnya sejenak,
tetapi Amane berhasil menekan keinginan untuk memeluknya dan membungkus dirinya
di sekelilingnya, menyisakan celah di antara tubuh mereka berdua.
Meski pada akhirnya, usahanya seketika
dihancurkan oleh Mahiru ketika dia menyandarkan punggungnya ke arah badan Amane.
“Aku selalu mendapatkan gim
over di tempat yang sama untuk sementara waktu, kira-kira apa yang harus
kulakukan?”
“…Ki-Kira-kira ap-ap-apaan, ya”
“Kenapa bicaramu jadi gagap
begitu?”
Amane memandang Mahiru yang menyandarkan
dirinya ke tubuhnya, mencoba menahanan untuk berteriak, “Memangnya ini salah siapa coba?”.
Tubuh kecilnya dengan mudah
masuk ke dalam pelukan Amane seolah-olah ingin menyatakan bahwa sudah
sewajarnya dia berada di sana. Sepertinya Mahiru bahkan tidak menyadari jarak
antara keduanya, dan hanya Amane saja yang menyadarinya.
(Kurasa
dia tidak memandangku sebagai seorang cowok)
Sambil serius memikirkan hal
itu, demi menanggapi ekspektasi Mahiru yang mengandalkannya, Amane membuang
jauh-jauh pemikiran tidak senonoh dan mengarahkan jari-jari Mahiru untuk
memainkan permainan sehingga dia tidak akan menyadarinya.
Amane mengatakan pada dirinya
sendiri bahwa Mahiru mirip seperti anak tetangga yang datang bermain dan hanya
membantunya terbiasa dengan gerakan karakter permainan saat dia bekerja keras.
“Karena kamu tipe yang baru
bergerak setelah melihat gerakan lawan sih ya. Orang-orang ini hanya bergerak
sesuai program saja, jadi jika kamu bisa membaca pola mereka, kamu pasti bisa
memenangkannya dengan mudah.”
“Aku dalam masalah karena aku
tidak bisa membacanya.”
“Kamu akan terbiasa kok. Ayo,
dicoba lagi.”
“… Kenapa gimnya malah gim
over? Padahal serangannya tidak memukulku.”
“Sayangnya, itu memang kena. Aku tadi melihatnya.”
“… Padahal aku sudah
menghindarinya dengan benar.”
“Ayo, jangan merajuk begitu.
Kamu bisa memulai lagi dari awal.”
Ketika Amane sudah terbiasa
dengannya, senyum yang disebabkan oleh kinerja Mahiru yang buruk mulai
mengalahkan kekhawatirannya, jadi ia mulai menunjukkan kepada Mahiru bagaimana
mengalahkan musuh seolah-olah akan mendemonstrasikannya dan merasa sedikit
lega.
“Lihat, tuh… kamu memainkannya,
bukan? Ya, betul begitu, kamu jadi sedikit lebih jago. Bagus sekali.”
Mahiru tampaknya tidak
terganggu dengan latihan yang berulang-ulang, dan jika dia melakukannya
berulang kali, dia akan belajar memainkannya dengan benar. Jadi, Amane selalu
memujinya dengan jujut ketika dia berhasil.
Ketika Amane memujinyadengan
suara yang lembut dan tidak berbicara dengan keras karena terlalu berisik
ketika dia berada di dekatnya, Mahiru justru mengerang “U..ugh….” dengan pelan.
“Mahiru?”
“Tii-Tidak, yah…. Hanya saja,
ummm, ak-aku merasa kalau ini ti-tidak berjalan dengan baik.”
Fakta bahwa ucapannya sedikit
gagap memang mencurigakan, tetapi apa yang dia katakan tidaklah aneh, jadi
Amane mengabaikannya untuk saat ini.
“Aku pikir kamu sudah terbiasa
dengan hal semacam ini, dan hanya butuh latihan saja, kok. Tapi jika kamu tidak
menyukainya, kamu bisa berhenti sekarang.”
“Aku sama sekali tidak
keberatan!”
“O-Oh, begitu ya? Baguslah
kalau begitu.”
Amane tersentak kaget ketika
Mahiru tiba-tiba meninggikan suaranya, tetapi untuk beberapa alasan, dia tampak
lebih malu daripada Amane ketika dia menundukkan kepalanya.
“… Aku merasa malu dengan
kecerobohan dan kedangkalanku sendiri.”
“Kamu tidak harus sebegitu kecewa cuma karena
gim doang.”
“Maksudku bukan tentang hal
itu, tapi anggap saja memang mengenai itu.”
“Ehh …?”
Pada akhirnya, dAmane hanya
bisa memiringkan kepalanya karena tidak memahami apa yang dimaksudnya, karena
sepertnya Mahiru tidak berniat menjawab pertanyaannya,
jadi Mahiru hanya bisa membalikkan badan dan memegangi lututnya.
“….. itu ummm, apa Amane-kun membenci…
cara mengajari yang seperti ini?”
Setelah beberapa saat, sebuah
pertanyaan kecil muncul dari mulut Mahiru.
“Aku sama sekali tidak
keberatan, kok. Hanya saja itu, yah, karena kamu terlalu dekat, jadi … tapi,
aku hanya berpikir kalau mungkin kamu akan membencinya, Mahiru.”
“Kenapa? Padahal aku sendiri
yang memulainya, kok?”
“Itu sih karena … bukannya itu
sedikit berbahaya? Bagaimana jika aku menyentuhmu di beberapa tempat yang aneh?”
Dalam posisinya saat ini, Amane
bisa dengan mudah memeluknya dan menyelipkan tangannya di tempat yang salah
jika ia mau.
Bagi Amane sendiri, dirinya
tidak ingin tidak dibenci dan berpikir kalau melakukan hal semacam itu hanya
boleh dilakukan oleh kedua pihak yang saling menyukai, jadi ia tidak ada niatan
sedikit pun untuk bergerak. Tetapi fakta bahwa Amane tidak memiliki niat tidak
sama dengan ketidakwaspadaan Mahiru terhadapnya.
Bagaimanapun juga, kehati-hatian
Mahiru terhadap Amane terlalu tipis.
“… apa kamu mau melakukannya?”
Begitu mendengar perkataan Amane,
Mahiru membungkuk untuk menatapnya. Pupil matanya yang jernih dan berwarna caramel,
memiliki kilatan nakal yang jelas. Pipinya tampaknya sedikit lebih merah dari
biasanya dan longgar di sekitar mulutnya.
Ketika melihat ekspresinya yang
seolah-olah sedang menggodanya itu, Amane dengan sengaja mengerutkan kening dan
menarik pipi Mahiru yang lembut.
“Aku takkan melakukannya lah.”
“Unyaaa”
Tidak
peduli seberapa bercandanya kamu, ada hal yang boleh dan hal yang tidak boleh
untuk dikatakan tau, Amane memarahinya sambil mencubit dan
meregangkan pipi Mahiru layaknya kue mochi yang kenyal, ia lalu bisa mendengar
suara yanganeh dan agak konyol darinya.
Amane yang benar-benar merasa
lega dengan hilangnya daya tarik pesonanya, mulai mengambil napas dalam-dalam
untuk menenangkan jantungnya yang berdebar kencang.
(…
Dia sangat buruk untuk hatiku)
Amane yakin dia mengatakan itu
untuk meledeknya.
Kamu
memang pandai membuat orang lain jadi salting ya, pikir Amane
seraya menghela nafas dan bermain-main dengan pipinya yang lembut. Mahiru yang masih
berada di dalam cubitannya, mengeluh dengan suara yang masih terdengar
lirih, “Mau sampai kapan kamu akan
melakukan ini?”.
Setelah itu, Amane mendapatkan
kembali ketenangannya dan melanjutkan bermain gim. Tapi tak perlu dikatakan lagi
bahwa setelah dua jam bermain gim, Amane akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa
gim dengan genre aksi tidak cocok untuk Mahiru.