Otonari no Tenshi-sama Jilid 5.5 Bab 5 Bahasa Indonesia

Chapter 5 — Benda Yang Bisa Memanjakanmu

 

“Apa yang sedang kamu lakukan?”

Ketika Amane sedang membuka paket yang dikirim oleh orang tuanya dan membereskan kotak kardus tersebut, Mahiru yang datang untuk memasak makan malam, bertanya padanya sambil menaruh tatapan curiga.

Sorot matanya seolah-olah ingin mengatakan “Padahal kamu tidak memiliki hal yang seperti ini sampai kemarin,” di mana Amane pun setuju dengan pendapat Mahiru, karena dirinya tidak tahu mengapa mereka tiba-tiba mengirimkan paket kepadannya.

Namun, hanya dengan melihatnya saja, Amane bisa mengetahui kalau isi paket itu memiliki ukuran yang lebih besar dari yang pernah diterimanya. Ia dengan ringan mengetuknya sekali, dan mendengar suara partikel halus yang jatuh serta bergesekan satu sama lain

“Aku menerimanya dari orang tuaku sebagai hadiah kenaikan kelas. Tapi apa kamu pernah melihat benda yang seperti ini?”

Untuk beberapa alasan, orang tuanya mengiriminya bantal besar yang memakan banyak tempat. Itu adalah bantal besar dan pas di badan yang sering diiklankan di TV dan internet.

Bantal tersebut sudah populer selama bertahun-tahun jadi Amane pikir itu cukup terkenal, tapi ia menduga kalau Mahiru tidak mengetahuinya.

“Tidak, tapi aku pernah mendengar dari desas-desusnya bahwa itu adalah sofa jahat yang mampu merusak orang begitu mereka duduk di atasnya dan membawa mereka ke dalam pusaran kemalasan.”

“Apa-apaan dengan rumor yang dilebih-lebihkan itu?”

Walaupun Amane sedikit terkejut, bertanya-tanya apakah Mahiru sedang menggambarkan setan atau semacamnya, tetapi dirinya tahu bahwa bantal itu bisa memberikan kenyamanan yang mencabut motivasinya untuk melakukan apapun begitu ada seseorang duduk di atasnya, jadi Amane tidak bisa menyangkalnya.

Bantal yang dikirim kepadanya kali ini cukup besar dan lebar untuk dua orang duduk di atasnya. Itu pasti bukan untuk satu orang. Jelas-jelas mereka mengirimkannya bukan dengan maksud untuk membiarkan Amane menggunakannya sendiri.

(Aku merasa tekanan tak terlihat kalau aku harus menggunakannya dengan Mahiru)

Jika tidak, mereka akan mengirim sesuatu yang lebih kecil. Memang benar bahwa Amane pernah meminta bantal seperti itu ketika dirinya masih SMP, tetapi orang tuanya menolaknya dengan mengatakan bahwa itu tidak baik karena itu akanmembuatnya bermalas-malasan.

Amaen merasa kalau orang tuanya menganggap kalau itu bukan masalah sekarang, tapi karena sekarang Mahiru berada di sisinya, jadi ia takkan membiarkan dirinya menjadi malas. Amane menghela nafas dan melihat ke bantal yang dilapisi kain biru tua.

Pertama-tama, ia berharap sebelum mengirim benda-benda besar seperti itu, orang tuanya akan menanyakan tanggal, waktu, dan tempat ketersediaan. Mereka mungkin mengira kamarnya tidak akan berantakan karena mereka memastikan bahwa kamarnya bersih pada Tahun Baru dan Mahiru juga ada di sini.

“... Bantal ini sangat besar, ya. Apa kamu akan meletakkannya di kamarmu?”

“Kurasa hanya itu yang bisa aku lakukan. Aku tidak punya sesuatu yang khusus di kamarku, dan mempunyai banyak tempat untuk meletakkannya, tapi mereka selalu saja begitu mendadak kalau mengirim sesuatu.”

Untuk saat ini, Amane sudah mengeluarkannya dari bungkusnya dan menutupinya, tapi mana mungkin ia bisa meletakkannya di ruang tamu. Bahkan sekarang, bantal itu nyaris memakan banyak tempat di dalam ruang tamu dengan meja rendah sudah dipindahkan.

Untungnya, tidak ada banyak barang di dalam kamar Amane selain tempat tidurnya, meja belajar, dan lemari kecil. Bantal dengan ukuran sebesar ini bisa membuat lemari agak sulit dibuka, tapi bantal itu bisa diletakkan di sana.

“Shihoko-san melakukan sesuatu yang sangat berani, tapi tetap saja itu sangat besar.”

“…. Memang.”

“Bantal ini kelihatan sangat besar, jadi kurasa kamu bahkan bisa berbaring di atasnya.”

Jika Shihiko ada di sini, Amane bisa membayangkan ibunya akan berkata, “Kalau gitu, bagaimana kalau kalian duduk bersama?”

Amane memprotes Shihiko dalam pikirannya untuk mengatakan bahwa sangat sulit bagi seorang pria dan seorang wanita untuk menggunakan bantal kemalasan bersama-sama.

Amane kemudian menatap Mahiru. Ia tahu dari caranya berbicara bahwa dia belum pernah melihat yang asli, tapi dia tampak sangat tertarik dengannya. Matanya diterangi oleh cahaya yang tenang dan tenteram, matanya bergerak lebih gelisah dari biasanya seolah-olah mengungkapkan rasa ingin tahunya.

Amane bisa melihat gerak-geriknya yang gelisah penasaran. Mahiru dengan lembut mendekati bantal besar tersebut, tapi dia menarik tangannya sebelum menyentuhnya. Dia mungkin berpikir bahwa tidak sopan menyentuh milik orang lain tanpa izin.

“…. Itu masih tertutup sih, tapi kamu mau mencoba duduk di atasnya?”

“Eh?”

Dia tampak begitu gelisah sehingga Amane menyarankannya tanpa berpikir panjang, tapi suara balasannya justru meninggi karena terkejut.

Mahiru tampak khawatir menyentuhnya jadi Amane menyarankannya untuk duduk dulu tapi dia dengan terang-terangan terlihat bingung padanya sehingga Amane khawatir bahwa ia mungkin mengatakan sesuatu yang aneh.

“Ti-Tidak, itu, umm, aku merasa senang dengan tawaranmu, tapi… bukankah pemiliknya harus menjadi orang pertama yang harus duduk di atasnya?”

“Karena kamu sepertinya sangat ingin duduk di situ dan aku tidak memedulikan itu, kok. Dan kurasa ibuku mengirimnya dengan maksud agar kamu juga menggunakannya. Jadi jika kamu ingin duduk , kamu bebas duduk di situ.”

“Eh, ughh ... ka-kamu beneran tidak apa-apa?”

“Aku tidak akan memberitahumu jika aku membencinya, dan bukannya aku tidak terobsesi dengan siapa yang duduk duluan. Karena kamu kelihatan benar-benar ingin duduk di atasnya, jadi kenapa kamu tidak memcobanya dulu?”

“Uhh, uh kalau begitu, aku terima tawaranmu.”

Walaupun Mahiru mengatakan dirinya akan melakukannya tanpa ragu, tapi dia masih ragu-ragu untuk duduk di atas bantal kemalasan itu. Perlahan, dia menurunkan tubuhnya dan duduk di atasnya.

Bantal itu mengeluarkan suara lembut saat berubah bentuk dengan menggeliat dan menyelimuti tubuh ramping Mahiru dengan ringan.

Mungkin karena bantal ini lebih nyaman untuk diduduki daripada sofa biasa sehingga Mahiru menyandarkan beban di bagian belakang tubuhnya, dan melihat ke arah bantal yang didudukinya.

Dia kemudian bergerak sedikit goyah untuk menyesuaikan posisi duduknya, tapi kemudian dia berdiri dan duduk lagi. Setelah memeriksa sensasi tenggelam yang lambat, Mahiru lalu meletakkan semua berat badannya di punggungnya dan berada dalam posisi berbaring sepenuhnya. Dia bergumam dengan nada gembira dari biasanya, “Rasanya sungguh nyaman sekali!”.


Amane meyakini kalau itu kata-kata yang tidak seharusnya ia dengar. Seolah terpikat oleh bantal yang berubah bentuk, Mahiru terus mengubah postur dan posisinya saat dia merasa nyaman.

'Syukurlah hari ini dia memakai celana.' Amane berpikir pada dirinya sendiri ketika melihat Mahiru menikmati dirinya sendiri.

Mahiru begitu asyik mengayunkan kakinya di atas bantal sehingga jika dia mengenakan rok yang biasanya dia kenakan, dia mungkin akan memperlihatkan celana dalamnya meskipun itu sangat panjang.

Menyaksikan Mahiru menikmati bantal kemalasan, Amane sudah merasa kenyang, meskipun ia belum makan apa pun untuk makan malam.

Mahiru yang terkadang menunjukkan keceriaan begitu kekanak-kanakan membuat Amane begitu terpesona dan ia tidak bisa menahan senyum padanya. Tapi entah dia menyadarinya atau tidak, dia lalu mengisyaratkan Amane untuk datang dan duduk bersamanya.

“Mumpung sekalian, Amane-kun juga ayo kemari.”

Mahiru mungkin mengundangnya dengan niat baik untuk berbagi kesenangan dan kenyamanan tersebut, tapi tubuh mereka pasti akan saling bersentuhan jika ia duduk bersamanya.

Tidak peduli seberapa ramping dan mungilnya Mahiru dan seberapa besar bantal itu, jika ada dua orang yang duduk di atasnya, mana mungkin Amane bisa menjaga jarak di antara mereka berdua.

“Ti-Tidak, aku sih, ...... kupikir aku akan menahan diri dulu.”

“Kamu tidak menyukainya?”

“Bu-Bukannya aku tidak menyukainya, tapi..... ah—”

Ketika Amane mencoba untuk memberikan alasan atas penolakannya, ia kehilangan energi untuk berbicara ketika Mahiru menatapnya dengan rasa ingin tahu.

Iblis di dalam dirinya berbisik pelan, “Tidak masalah bukan? Karena kamu biasanya cukup dekat untuk memeluknya.” Yang mana  hal itu merupakan masalah besar dan hampir membuat Amane mengerang, tapi…. Ia dikalahkan oleh niat baik Mahiru dan keinginannya sendiri.

(Jika aku duduk nanti, Mahiru mungkin akan mengerti mengapa aku merasa ragu-ragu)

Amane mengatakan itu di dalam  batinnya, lalu duduk di samping Mahiru. Saat tubuhnya tenggelam di dalam bantal, ia bisa merasakan kenyamanan bantal tempat tidur dan kehangatan serta aroma wangi Mahiru yang menyerangnya.

Perasaan tenggelam di sofa sedikit berbeda karena kehadiran Mahiru, tetapi kualitas bantal kemalasannya sangat bagus. Amane mulau bisa memahami mengapa begitu banyak orang menginginkannya, hanya dari sensasi duduk di atasnya. Namun, saat ini dirinya lebih terganggu oleh Mahiru yang 100% ceroboh di sebelahnya daripada menikmati bantal kemalasan.

“Bantal ini luar biasa sekali ya, itu langsung sangat pas dengan tubuhmu.”

“…. Ya, benar sih.”

“Sepertinya akan menyenangkan untuk bersantai di sini, iya ‘kan? Waktu akan terasa berlalu begitu cepat jika kita menghabiskan waktu membaca buku atau menonton video sambil bersantai.”

Mahiru yang jauh lebih santai dari sebelumnya, berkata dengan suara gembira dan bergumam malas sembari bersandar pada Amane dan menghela nafas. Alasan mengapa Amane merasa dia sedikit seksi meskipun mengatakan hal-hal yang sangat lucu, mungkin karena kehangatannya secara langsung disalurkan kepadanya.

“ …. Yah, karena rasanya senyaman ini, sih. Itu sebabnya aku tidak ingin menggunakannya. Aku tahu itu akan membuatku betah bermalas-malasan.”

“Fufu, aku memahami bagaimana perasaanmu, tapi rasanya sungguh sangat nyaman sehingga aku ingin bermalas-malasan sekarang.”

Amane hampir tersenyum dan mengendurkan mulutnya ketika melihat sisi lain Mahiru yang tak biasa. Tapi saat dirinyaa hendak bersantai, Mahiru malah menyandarkan kepalanya di bahu Amane sambil melihat senang dengan dirinya sendiri. Sikap ingin dimanjakan ini tidak disadarinya sama sekali.

Mahiru biasanya akan menyundulnya ketika dirinya malu, tetapi kali ini dia tidak melakukan hal itu, dia menyandakan kepalanya seolah-olah dia menyerahkan dirinya kepada Amane.

Amane bisa mencium aroma wangi dan menyegarkan dari rambutnya. Ia tahu bahwa Mahiru sudah mandi dulu karena mereka ada pelajaran olahraga hari ini, tapi hal tersebut masih cukup menggoda bagi Amane yang bisa menciumnya.

Ketika dirinya melirik ke arah Mahiru, ia bisa melihat lehernya yang seputih susu dan ramping melalui celah di rambutnya yang mengalir lembut, dan silau membuatnya ingin tersedak. Mahiru yang tampak santai seolah-olah berada dalam kenikmatan duniawi, entah dia menyadari atau tidaknya kekakuan Amane atau suara tenggorokannya, dia sempat melirik sekilas ke arah Amane dan tersenyum lebih polos dari biasanya dan kemudian bersandar lagi.

(... Dalam banyak artian, dia benar-benar dimanjakan)

Amane tahu bahwa dirinya harus memberitahu Mahiru untuk membuat makan malam.

Tapi Amane tidak ingin merusak momen bahagia tersebut karena ulahnya sendiri, dan Ia sendiri tidak ingin meninggalkan kehangatannya. Amane menelan kata-kata yang muncul di benaknya dan menutup mulutnya lagi.

Pada malam itu, mereka menyantap mi instan untuk makan malam.

 

 

Sebelumnya  ||  Daftar isi  ||  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama