Chapter 7 — Tenshi-sama Yang Cenderung Ceroboh
Sikap Mahiru cenderung berubah
terhadap mereka yang dekat dengannya dan mereka yang tidak. Hanya orang-orang yang
dekat dengannya saja yang bisa menyadarinya.
Dia bukannya tidak ramah kepada
orang-orang yang tidak dekat dengannya, melainkan memperlakukan mereka dengan
baik dan sopan. Tapi, meskipun dia tampak ramah di permukaan, dia sebenarnya
sangat waspada dan tidak menunjukkan tanda-tanda sedikit pun celah untuk
membuka diri guna mencegah orang lain menilik jati dirinya.
Dia seolah-olah meletakkan
dinding transparan untuk tidak membiarkan orang lain tahu apa yang dia lakukan.
Namun sebaliknya, begitu seseorang sudah
mengenal dekat dengannya, dia sangat pemaaf dan memanjakan serta memedulikannya.
Pada dasarnya, dia sama sekali
tidak waspada terhadap orang-orang yang dia percayai dan memanjakan mereka berdasarkan
seberapa besar dia mempercayainya. Dia jugaterkadang menjadi rentan sampai batas tertentu dan
sangat lengah.
Misalnya, dia terkadang
berperilaku seperti ini.
“...Model ini tingginya sama
dengan Amane-kun, jadi mudah untuk membayangkan bagaimana penampilanmu jika
memakai ini.”
Saat Mahiru sudah terbiasa dengannya,
jarak di antara menjadi lebih dekat. Ketika mereka pertama kali mengenal satu
sama lain, sudah menjadi hal biasa untuk menjaga jarak di sofa dan tidak mungkin
mereka bisa berdekatan sampai-sampai bisa saling bersentuhan.
Namun sekarang, beginilah
jadinya. Mahiru tampak sangat santai saat dia duduk di sebelah Amane dan kemudian
mengintip ke dalam majalah yang sedang dibaca Amane.
Sepertinya Mahiru berpikir
kalau Amane tidak akan atau lebih tepatnya tidak bisa melakukan apa pun padanya
dan membiarkannya lengah. Itu adalah sesuatu yang menyakitkan untuk Amane akui.
Majalah di pangkuan Amane
hanyalah majalah mode. Jadi bukan berarti dia terganggu dengan membacanya, tapi
karena Mahiru berada dalam posisi di mana dia bersandar di dekatnya dan mencengkeram
lengannya, jadi Amane tidak punya pilihan selain melihat majalah itu
bersama-sama.
Amane mengerti itu tidak
disengaja tetapi sulit baginya untuk merasakan hal lembut yang sesekali terasa
di lengannya.
Orangnya sendiri sepertinya
tidak menyadari bahwa badannya terlalu menempel dan dia tersenyum menatap Amane
sambil menunjuk model pria di majalah, ‘Baju
ini kelihatannya cocok untukmu Amane-kun.’ Jadi Amane harus menggigit bagian
bawah bibirnya setiap kali Mahiru melakukan itu.
Amane menyadari kalau dirinya
tidak terlalu menuntut tetapi meskipun demikian, situasi ini masih menguras
rasionalitasnya.
(...Kuharap
dia harus belajar lebih banyak tentang hal yang disebut kewaspadaan)
Meskipun Amane mengharapkan hal
itu, dirinya tahu kalau ia bukanlah sasaran dari kewaspadaannya. Tapi, Amane
berpikir bahwa Mahiru setidaknya harus waspada terhadap kebiasaan itu. Amane
bahkan mulai bertanya-tanya apakah Mahiru tidak menganggapnya sebagai pria
dengan betapa ceroboh perilakunya.
“… Amane-kun, ada apa? Kok dari
tadi kamu bengong terus?”
Mahiru memiringkan kepalanya
dengan rasa ingin tahu pada perilaku Amane, dia sama sekali tidak menyadari
kalau dirinya lah yang menjadi penyebab tingkah anehnya. Amane hampir saja
mengatakan ‘Memangnya salah siapa coba?’ tapi
ia segera mengelabuinya dengan menjawab, ‘Bukan
apa-apa, kok’.
Pada saat Amane menyadari bahwa
suaranya terdengar sedikit ketus, ekspresi Mahiru sedikit terguncang dan pandangan
matanya sudah tertunduk. Amane buru-buru menepuk kepalanya untuk menenangkannya.
“Ak-Aku tidak marah padamu atau
semacamnya, kok. Aku hanya sedang berpikir ...”
“... Apa iya?”
Ketika Amane memberitahunya
begitu sambil menepuk-nepuk rambutnya, pandangan mata Mahiru segera melembut saat
dia merasa lega. Melihat reaksinya, Amane juga merasa lega dan mulai menikmati
kelembutan rambutnya dengan sentuhan lembut.
Amane baru-baru ini menyadari
kalau Mahiru sepertinya suka kepalanya dibelai.
Amane sebenarnya sadar bahwa
menyentuh kepala gadis yang tidak menjalin hubungan dengannya merupakan hal
yang tidak baik, dan dari pihak gadis juga pasti takkan merasa nyaman jika
kepalanya dielus oleh cowok yang tidak mereka pedulikan. Tapi Amane tidak bisa
menahan diri untuk tidak menyentuh Mahiru ketika ekspresinya terlihat sangat nyaman
saat kepalanya dielus.
Dan Amane tahu bahwa jika dia
tidak menyukainya, Mahiru akan menolaknya, jadi itu berarti tindakannya ini
diperbolehkan. Dirinya tahu bahwa kecerobohan Mahiru juga didasarkan pada
kepercayaan.
(
... sungguh, dia terlalu baik padaku)
Pada dasarnya, Mahiru bersikap
manis kepada Amane dan tidak menolaknya ketika ia menyentuhnya. Sebaliknya, dia
justru merasa saat Amane menyentuhnya, seolah-olah ingin mengatakan dia suka
disentuh.
(Dia
harus sedikit lebih waspada atau itu akan membuatku khilaf)
Jika Mahiru terus bersikap
lengah, Amane merasa kalau dirinya mungkin akan menyerangnya suatu hari nanti.
Saat ini, perasaan tidak ingin tidak dibenci dan tidak ingin memaksanya bisa
menahan kewarasannya, tapi Amane takut pada kemungkinan bahwa dirinya
perlahan-lahan kehilangan akal sehat dan menyerah pada dorongan hati.
Meski begitu, Amane tidak ingin
menyakitinya. Dirinya takut ia akan mengabaikan peringatan alasan dan berbuat
hal yang aneh-aneh kepada Mahiru.
Amane ingin merawatnya dan
membuatnya bahagia. Ia tidak ingin membuatnya menangis. Meskipun ia memahami
hal ini, keinginan untuk mengacaukan segalanya dengan Mahiru masih muncul di
kepalanya.
Dirinya ingin memeluk tubuh
lembutnya, menyelipkan tangannya di atas kulit lembutnya dan merasakan bibirnya
sebanyak yang ia inginkan.
Ada banyak waktu ketika Amane memiliki
fantasi yang tidak diinginkan dan merasa jijik dengan dirinya sendiri. Setiap
kali hal itu terjadi, Amane ingin menghukum dirinya sendiri karena tidak
menghargai Mahiru yang sudah mempercayainya.
Amane sempat kepikiran kalau
dirinya harus menjaga jarak darinya untuk menghindari hal seperti itu, tapi...
“... Kalau sekarang sih,
kelihatannya musthail.”
“Apanya yang mustahil?”
Ketika Mahiru bertanya balik
dengan ekspresi nyaman dan lembut, Amane memalingkan wajahnya dan menjawab, “Tidak, bukan apa-apa.”
Perasaan Amane sudah tumbuh
menjadi sangat menyukainya sehingga dirinya bahkan tidak dapat berpikir untuk meninggalkan
Mahiru lagi, jadi ia berpura-pura tidak tahu tentang lonceng alarm yang samar-samar
berdering di kepalanya dan membelai kepala Mahiru sekali lagi.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya