Our Dating Story Jilid 4 Bab 2 Bagian 4 Bahasa Indonesia

Bab 2 Bagian 4

 

Kami bertemu di minimarket sekitar 50 meter dari rumah Luna.

Aku bisa melihat Luna berjalan dari depan rumahnya.

Luna yang mengenakan mantel di atas baju santainya, memasang ekspresi serius di wajahnya.

“Ada apa? Sampai harus bertemu di jam segini ... pasti ada sesuatu yang harus kamu bicarakan, iya ‘kan?”

Luna yang datang menghampiriku, mengatakan demikian di awal pembukaan.

“... Ya, sebenarnya ...”

Saat aku hendak berbicara …

Air mata mulai mengalir dari kedua mata Luna.

“Ad-Ada apa!?”

“Aku enggak mau mendengarnya”

Mendorongku dengan tangannya seolah-olah ingin membuatku menjauh, Luna menyeka air matanya dengan ujung jarinya.

“Aku benar-benar tidak tahan ... kamu bersama Maria, bukan? Aku tidak sanggup mendengarnya ...”

“Apa? Apa yang ingin kukatakan justru...”

“Enggak mau!”

Luna menggelengkan kepalanya seperti anak manja.

“Aku takkan bertanya padamu ... aku belum pernah mendengar apa-apa, dan aku akan berpura-pura tidak dipanggil ke sini ...”

“Apa yang kamu katakan ...”

“Kamu selingkuh, ‘kan? Dengan Maria ... Karena ini tentang Ryuuto, jadi ini bukan perselingkuhan, ‘kan? Hal semacam ini hanya disebut ‘perubahan hati’ saja, iya ‘kan?!”

“Kamu sala...”

“Aku tidak keberatan!”

Menyela kata-kataku, Luna dengan putus asa memohon sambil menangis.

“Jika itu Ryuuto, aku akan memaafkanmu karena selingkuh…! Aku tidak akan menghubungimu untuk sementara waktu, jadi pikirkanlah dengan tenang. Jangan bilang kamu ingin putus … dan kembalilah padaku…”

“Tunggu, Luna”

“Sampai jumpa……”

Badannya yang berbalik tampak tampak seperti dalam gerakan lambat.

Aku ingin menghentikannya, tapi aku tidak bisa mengeluarkan suara.

Luna sudah mulai berjalan pergi.

“Tunggu ...”

Suaraku membeku di tenggorokan saat aku mencoba berteriak.

 

Aku selalu mengagumi tembak cepat KEN yang tanpa ragu ketika bermain game FPS.

Aku selalu bimbang dan itu sama dalam permainan.

Musuh mana yang harus aku tembak dulu? Bagaimana dengan posisi teman-temanku? Aku takut jika tertembak ... Pikiran seperti itu berputar-putar di kepalaku dan akukehilangan konsentrasi, dan tanpa kusadari, aku kehilangan kesempatan untuk menembak.

Hal yang sama berlaku di dunia nyata.

Aku tidak bisa mengejar punggungnya ini di lorong sekolah ketika smartphone Luna rusak, atau pada hari hujan itu.

Hal itu membuatku selalu menyesalinya.

Padahal aku selalu memiliki jawabannya di dalam diriku.

Panah di hatiku selalu tertuju pada Luna.

Tapi jika seandainya aku mengejarnya, jika aku memohon padanya, tapi dia justru menolakku, apa yang harus kulakukan? Aku takut mengenai kemungkinan hal itu. Aku takut terluka karena penolakannya.

Tapi mau sampai kapan hal tersebut terus berlanjut?

Pihak yang menjalin hubungan pacaran adalah kami berdua.

Entah itu tempat bertemu maupun tujuan kencann, aku selalu menyerahkannya kepada Luna, dan aku hanya membiarkan Luna mengungkapkan niatnya.

Apa aku tidak keberatan dengan itu?

Bukannya itu wajar jika Luna mulai merasa cemas?

Oleh karena itu, aku harus menunjukkan keberanianku.

Keberanian untuk menyatakan keinginanku.

 

“Tunggu dulu, Luna!”

Seorang pegawai kantoran yang berjalan keluar dari minimarket menatapku dengan penasaran saat aku berteriak keras.

Luna berhenti sejenak. Aku menyusulnya dan meraih tangannya.

“Sudah kubilang bukan begitu.”

Aku segera berbicara dengan KLuna yang punggungnya masih menghadap ke arahku.

“Kamu selalu melakukan itu. Kamu selalu melarikan diri tanpa mendengarkan penjelasanku dulu ... Ayo bicarakan ini baik-baik, hanya kita berdua saja. Bukannya kamu sendiri yang pernah mengatakan itu...”

Luna melepaskan tanganku dan berbalik untuk menghadap ke arahku.

“Enggak mau ... aku takut ... aku takut ...”

Luna menatapku dengan wajah berlinang air mata.

“Aku sudah tidak mau lagi. Aku tidak ingin orang yang kusayangi pergi meninggalkanku ... Aku ingin menjadi keluarga dengan Ryuuto, tapi jika aku putus denganmu sebelum itu terjadi, aku akan kehilangan seseorang yang sama pentingnya dengan keluargaku lagi.”

Orang-orang yang lewat berpura-pura tidak melihat kami saat kami berdiri di tiang listrik di samping minimarket.

“Makanya aku merasa ingin mengerem perasaanku, sesuatu seperti aku seharusnya jangan semakin menyukai Ryuuto lagi, dan aku ingin melarikan diri … Tapi Ryuuto tidak pernah mengkhianatiku, kamu selalu menungguku meski aku selalu egois …. kenapa? Kenapa aku ? Padahal aku bukan gadis yang baik-baik.”

“Luna ...”

“Aku selalu merasa cemas, tau. Dengan diriku yang seperti ini ... Ryuuto mungkin akan berpaling dengan gadis lain suatu hari nanti.”

Luna menghentikanku yang hendak mengatakan sesuatu dengan tatapannya dan menundukkan kepalanya.

“Maria adalah gadis yang punya pendirian. Dia berbeda denganku yang hanya terbawa arus .... Kalau aku laki-laki, aku lebih memilih berpacaran dengan Maria daripada diriku.”

“... Apa kamu sampai berpikir seperti itu?”

Kegelisahan yang kurasakan sebelumnya telah mereda saat aku mendengarkan luapan hati Luna.

Aku pikir itu indah dan menggemaskan.

Meskipun dia adalah gadis yang luar biasa, dia masih memiliki kompleks dan merindukan seseorang yang memiliki sesuatu yang tidak dia miliki, dan aku merasa dekat dengan kemanusiaannya.

“Kalau begitu, biarkan aku memberitahumu dulu.”

Setelah mendengar kata-kataku, Luna mendongak dan melihatku.

“Satu-satunya orang yang ingin kupacari ... satu-satunya orang yang membuatku ingin terus menjalin hubungannya adalah ... hanya kamu, Luna.”

Rona kegembiraan langsung terpancar di wajah Luna.

Meski rasanya memalukan, tapi sekarang bukan waktunya untuk merasa malu.

Bahkan jika aku memiliki sejuta cinta di dalam diriku, jika aku tidak mengungkapkannya melalui kata-kata maupun sikap, itu sama saja tidak ada gunanya.

Setidaknya untuk Luna.

Alasan kenapa aku tidak memberitahu Luna tentang semua yang terjadi antara aku dan Kurose-san bukan karena aku punya motif tersembunyi bahwa aku mungkin punya kesempatan dengan Kurose-san, tapi karena aku memikirkan hubungan Luna dengan Kurose-san. Aku menyadari kalau aku memberitahu semuanya, hubungan di antara mereka berdua mungkin akan semakin canggung.

Tapi jika sikap plin-planku yang berpura-pura baik telah membuat Luna gelisah, maka ….

Wajar saja jika dia tidak bisa merasakan perasaan cinta dari cowok yang seperti itu.

Terlepas aku membicarakannya atau tidak, hal yang terjadi di antara diriku dan Kurose-san tidak akan pernah berubah.

Aku perlu memberitahu tentang segalanya, dan setelah itu, kami bisa menentukan apa yang akan kami lakukan.

Ayo percaya pada Luna ... Mempercayainya dan melepaskan kegundahan yang ada di hatiku ini.

Saat aku memikirkan hal itu, kata-kata Sekiya-san kembali terlintas di benakku.

── Terkadang lebih baik kalau dia tidak tahu. Berbagi segalanya dengan pacarmu bukan berarti itu menunjukkan ketulusanmu.

Mungkin saja itu benar.

Tapi bukannya Luna sudah memberitahuku?

── Kita berdua tuh benar-benar berbeda, iya ‘kan? Itu sebabnya kita terkadang salah paham seperti kejadian tempo hari ... Jadi kupikir kita harus memberitahu apa yang kita pikirkan satu sama lain sehingga itu tidak terjadi lagi.

Akulah yang berpacaran dengan Luna. Bukan Sekiya-san.

Kalau begitu aku seharusnya percaya apa yang dikatakan Luna. Dari awal, sebelum berkonsultasi dengan orang lain.

Setelah lama terdiam, aku menarik napas dalam-dalam dan membuka mulutku.

“Aku tidak pernah populer dan tidak cekatan ... maaf, aku hanya bisa menunjukkan ketulusanku dengan cara begini.”

Aku kemudian memberi tahu Luna, yang menatapku dengan aneh.

“Aku baru saja berhenti berteman dengan Kurose-san sebelumnya, jadi aku tidak bisa bekerja sama dengan rencana pertemanan Luna lagi.”

“Ehh ....”

Luna terkesiap kaget.

“Apa maksudmu!? Tapi saat Maria diserang orang ... bukannya kamu sedang bersamanya?”

“Tidak, aku hanya kebetulan bertemu dengannya di stasiun K dalam perjalanan pulang dari sekolah bimbel ... setelah itu kami berpisah di persimpangan jalan.. Kurasa dia mungkin tidak akan diserang oleh seorang penjahat jika aku bersamanya.”

“…………”

“Cerita yang akan kusampaikan mungkin terdengar rumit untuk Luna, tapi... Aku ingin memberitahumu bagaimana perasaan jujurku kepada Kurose-san.”

Luna terlihat muram dan mengangguk lembut.

“Sekitar musim panas lalu, ketika ada yang mengambil fotoku yang sedang memeluk Kurose-san ... Sehari sebelum itu, Kurose-san memanggilku ke gudang gimnasium dan mengakui perasaannya kepadaku.”

Luna mengawasiku dengan napas tertahan.

“Saat kami berduaan, kali saling berpelukan  ... kemudian, aku mendorongnya ke bawah.”

Luna membuka matanya lebar-lebar.

“Tentu saja, aku tidak melakukan lebih dari itu ... aku benar-benar minta maaf karena sudah merahasiakannya sampai sekarang.”

Kenyataannya, Kurose-san berusaha merayuku dengan memanggilku dan berpura-pura menjadi Luna dengan meniru suaranya, tapi tak peduli apa pun yang kukatakan, semua itu tak lebih dari alasan saja.

“Karena peristiwa itu …. sulit rasanya untuk tidak menganggap Kurose-san sebagai seorang gadis... dan kupikir lebih baik kalau kami tidak boleh berteman lagi.”

Luna masih terdiam selama beberapa saat.

“... Kenapa kamu tidak melakukannya sampai akhir? Cuma ada kalian berdua saja di gudang gimnasium, kan?”

Luna membuka mulutnya dan menatapku dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca secara emosional.

Meski aku takut, tapi aku tidak punya pilihan lain selain menjawabnya.

“... Karena aku ingin pengalaman pertamaku melakukannya bersama Luna.”

Apa keperjakaanku terlihat jelas jika aku mengatakan ini?

Tapi mau bagaimana lagi. Memang beginilah diriku. Walaupun aku mencoba bertingkah keren, cepat arau lambat itu akan ketahuan.

“Ahh, tapi aku tidak berpikir untuk boleh berselingkuh walaupun bukan kamu yang pertama kalinya, tapi… aku masih belum bisa membayangkan masa depan…”

Luna menatapku dalam diam untuk sementara waktu ketika aku menjelaskan ini.

“... Kamu dulu menyukai Maria, bukan?”

“... Itu sih saat aku masih kelas 1 SMP.”

Bahkan jika aku menjawab begitu, ekspresi wajah Luna masih belum terlihat jelas.

“Aku tidak pernah memikirkannya, tapi ... itu perasaan yang sangat kuat untuk mencintai seseorang dan memberitahunya tentang hal itu.”

Luna meraba-raba kata-katanya seolah-olah dia sedang mengunyahnya.

“Setiap kali aku memikirkan kalau orang yang pernah Ryyuto cintai adalah Maria... aku merasa seperti tidak bisa berdaya. Aku biasanya mencoba untuk tidak mencemaskannya.”

Dia menggumamkan hal itu dengan begitu sedih, hatiku pun ikut tenggelam.

“Aku merasa takut. Itulah sebabnya... ketika mau meneleponku tadi dan mengatakan kalau kamu ingin ‘berbicara’, kupikir aku mungkin telah berubah pikiran dan lebih memilih Maria.”

“Luna.....”

“Aku merasa senang Ryuuto masih memikirkanku dan menghargaiku dengan baik ... tapi setiap kali memikirkan kalau Ryuuto mungkin menyukai Maria di masa depan, aku membenci diriku sendiri yang terus mencemaskan itu ...”

Air mata muncul lagi di mata cinta bulan.

“Lantas, apa yang harus aku lakukan?”

Aku membuka mulutku karena tak tahu harus berbuat apa lagi.

“Tidak peduli seberapa besar aku menyukai Luna sekarang, itu tidak mengubah fakta masa lalu ketika aku menyukai Kurose-san dan menyatakan cintaku kepadanya. Jika kamu benar-benar terganggu mengenai itu, maka ...”

Ketika aku memikirkan tentang apa yang aku coba katakan, tenggorokan, mata, dan bagian dalam hidungku menjadi panas.

Yang benar saja?

Di pinggir jalan yang disaksikan banyak orang ... apalagi di depannya langsung.

Meski aku berpikir begitu, aku tidak bisa menghentikannya lagi.

“Kita... tidak bisa terus melanjutkan hubungan ini ...”

Aku merasakan tetesan air panas yang jatuh dari sudut mata kananku.

Aku menangis. Walaupun itu terlihat menyedihkan, tapi begitulah kebenarannya.

Aku kebingungan dengan hal itu, tapi aku tidak bisa menghentikan rasa sakit di hatiku.

Sebanrnya, aku benar-benar tidak ingin mengatakan ini.

Karena aku pasti tidak ingin putus dengannya.

Aku ingin bersama dengannya selamanya. Itulah yang kurasakan dari lubuk hatiku yang terdalam.

Namun…

“Namun, aku tidak bisa berbuat apa-apa tentang masa lalu ...”

Seandainya aku punya mesin waktu dan bisa kembali ke masa kelas satu SMP.

Aku akan berkata pada diriku sendiri untuk tidak pernah menyatakan cinta pada gadis lain karena seorang gadis yang sangat baik akan muncul di masa depan dan tanpa disangka-sangka gadis tersebut akan menjadi pacarku.

Tapi aku tidak bisa melakukan itu.

Tidak ada yang namanya mesin waktu.

Mengapa Luna hanya mengatakan hal ini kepadaku?

Aku bahkan sebenarnya juga tidak ingin…., jika kamu mengatakan itu, aku juga tidak ingin.... Luna berpacaran dengan orang lain selain diriku.

Tapi aku merasa kalau aku seharusnya tidak boleh mengatakan itu. Karena di dalam kepalaku, aku sudah cukup mengetahuinya.

Jika bukan karena pengalaman di masa lalu, Luna yang sekarang takkan berdiri di hadapanku.

“... Maafkan aku, Ryuuto. Tolong jangan menangis.”

Aku dikejutkan oleh perasaan sesuatu yang lembut dan halus menyeka bawah mataku. Rupanya Luna menyeka mataku dengan lengan baju santai miliknya.

Padahal dia sendiri juga sedang menangis.

“Akulah yang salah.”

Dengan mata yang terlihat memerah, Luna menatapku.

“Padahal akulah yang lebih tahu kalau masa lalu tidak bisa diubah.”

Usai mengatakan itu, Luna memelukku seolah-olah melompat ke dalam dadaku.

“Karena Ryuuto sudah mau menerimaku, jadi aku juga akan menerima masa lalu Ryuuto. Masa lalu di mana kamu pernah menyukai Maria, semuanya.”

Aroma bunga atau buah menggelitik lubang hidungku, dan aku berpegang pada kehangatan sentuhannya.

“Aku ingin menjadi kekasih sejati dengan Ryuuto, oleh karena itu aku harus menghadapi masa lalumu apa adanya, ‘kan.”

Suaranya yang berbisik di telingaku membuat hatiku berdebar hangat.

“Luna...”

“Maafin aku ya, Ryuuto. Aku tidak akan melarikan diri lagi. Apa pun yang terjadi dengan Ryuuto di masa depan, aku berjanji akan menghadapinya.”

Setelah mengatakan itu, Luna memisahkan tubuhnya dariku dan menatapku.

“... Kalau dipikir-pikir, hal yang membuatku gelisah bukanlah masa lalu, melainkan perasaan Ryuuto saat ini. Aku berpikir kalau kamu masih memendam perasaan untuk Maria di suatu tempat. Karena Maria adalah anak yang baik hati dan manis.”

“... Aku juga berpikiran kalau Kurose-san adalah gadis yang baik.”

Aku malu karena telah menangis setelah sekian lama, jadi aku diam-diam mengendus dan mencoba bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

“Itu sebabnya aku berhenti menjadi temannya.”

Ketika aku mengingat Kurose-san yang gemetaran setelah diserang oleh seorang orang tak dikenal, aku merasa bersalah lagi. tetapi.

“Aku memang menyukai Luna, tapi menurutku Kurose-san juga merupakan gadis yang baik... oleh karena itu, jika aku terus berteman dengan Kurose-san seperti ini, saat-saat di mana itu membuat Luna gelisah takkan pernah datang di masa depan, aku tidak mengatakannya dengan pasti.”

Jadi aku tidak punya pilihan selain melakukan ini. Aku berharap penjahat yang menyerang Kurose-san bisa segera ditangkap.

“... Ryuuto tuh terlalu jujur, ya?”

Luna tiba-tiba bergumam begitu.

“Di situlah kebanyakan pria berbohong. Mereka akan mengatakan kata-kata manis seperti ‘Hanya kamu satu-satunya gadis yang kulihat’, atau ‘Tidak ada gadis lain yang kucintai selain dirimu’.”

Mungkin dia teringat masa lalunya, Luna meletakkan tangannya di belakang punggungnya dan menendang kerikil dengan pelan.

“Tapi mereka tetap berselingkuh. Orang-orang yang mengatakan itu.”

Ekspresi wajahnya terlihat mendung dan dia menggelengkan kepalanya.

“Makanya aku sudah muak dengan hal semacam itu, itulah sebabnya aku merasa ssenang dengan kejujuran Ryuuto.”

Dia tersenyum tipis sambil bergumam dan membalikkan badannya.

“Aku minta maaf karena aku hanya bisa melakukannya dengan cara ini. Jika aku lebih tegas... Aku mungkin bisa terus bekerja sama dengan [Rencana Pertemanan] Luna.”

Luna menggelengkan kepalanya dari satu sisi ke sisi lain setelah mendengar kata-kataku.

“Aku juga minta maaf. Aku sudah membuat banyak kesalahan dalam segala hal.”

Dengan raut wajah yang penuh getir, Luna menundukkan kepalanya.

“Yang aku inginkan dari Maria bukanlah sebagai 'teman' melainkan sebagai 'saudara'. Merancang yang namanya ‘Rencana Pertemanan’ dan melibatkan Ryuuto, tapi pada akhirnya hal tersebut justru menghancurkan hubungan antara Ryuuto dan Maria ...”

Cahaya yang bocor dari minimarket menyinari pipinya yang putih saat dia mengenang dengan kepala tertunduk. Bahkan dalam situasi ini, dia masih telihat sangat cantik.

“Aku merasa takut. Itu sebabnya aku tidak melakukannya dengan cara yang benar. Karena aku dibenci oleh Maria.”

Dia bergumam sedih dan mendongakkan wajahnya untuk menatapku.

“Aku sungguh minta maaf karena sudah menyusahkan Ryuuto karena aku tidak punya cukup keberanian. Bagi Ryuuto, Maria adalah cinta pertamamu. Hanya karena kamu berpacaran denganku, bukan berarti kamu tidak bisa menganggap Maria sebagai seorang gadis...…”

Luna terus berbicara padaku yang tidak bisa menjawab apapun dan terus menatapnya dalam diam.

“Meski demikian, Ryuuto masih mengatakan kalau kamu menyukaiku, tapi sebagai hasilnya, aku sudah melakukan sesuatu untuk menguji Ryuuto ...”

Luna mendorong dirinya ke dalam keheningan, seolah-olah merenungi perbuatannya.

Ada keheningan selama beberapa saat.

Setelah berpikir sejenak, aku membuka mulutku.

“Kurasa Kurose-san tidak membenci Luna sama sekali, kok.”

“Ehh......?”

“Kurose-san sendiri yang mengatakannya. Alasan kenapa dia pindah ke sekolah kita adalah karena, 'Aku ingin mengejutkan Luna.' Tapi saat melihat reaksi Luna, dia mengatakan bahwa dia merasa dikhianati...... itulah sebabnya dia melakukan hal tersebut.”

Sambil terus menatap wajahku, Luna memiliki ekspresi terkejut.

“Selain itu, dia membawa anting-anting bulan ke mana-mana seolah-olah dia sangat menghargainya. Katanya kamu yang memberikannya, ya?”

“Eh.....”

“Aku pernah melihatnya. Anting-anting bulan dan bintang yang sama dimiliki Luna. Jika itu diberikan oleh kakak yang dia benci, mana mungkin dia akan  membawanya kemana-mana dan sudah membuangnya sejak lama, ‘kan?”

Luna terkesiap dan meletakkan tangannya di atas mulutnya karena tidak percaya.

“Jadi begitu rupanya ya…”

Dia meletakkan tangannya di dadanya sendiri dan memejamkan mata. Bulu matanya yang lentik bergetar pelan.

“Maria...”

Dia merasa bahwa nama yang dipanggil dengan lembut memiliki kasih sayang yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Beberapa saat kemudian, Luna membuka matanya dan menunjukkan tekad yang beberapa saat lalu masih tidak ada.

“Seharusnya aku tahu betul kalau Maria adalah orang yang keras kepala dan suka membangkang. Tapi aku sudah lama menjauh dari Maria... Kurasa jarak di antara hati kami mulai merenggang sebelum aku menyadarinya.”

Seolah-olah sedang meratapi waktu yang sudah berlalu, Luna menatap aspal dan bergumam berat.

“Kadang-kadang, ketika aku berbicara dengannya, dia sesekali bilang ‘Aku membencimu’, atau memiliki sikap yang tidak ramah ... tanpa disadari, aku mulai berpikir bahwa itu mungkin perasaan dia yang sebenarnya, dan aku tidak bisa bersikap kepada Maria seperti dulu lagi.”

Setelah mengatakan itu, Luna mengangkat wajahnya.

“Tapi jika Maria pindah ke sekolah untukku dan masih memiliki anting-anting yang kuberikan padanya ... itu berarti perasaan Maria yang sebenarnya tidak pernah berubah, bukan? Maka aku akan melakukan apapun yang kubisa untuk melangkah maju.”

Tatapan matanya penuh dengan tekad yang kuat.

“Bukan sebagai teman, melainkan untuk menjadi ‘kakak beradik’ lagi dengan Maria.”

Luna mengalihkan tatapan lurusnya ke arahku ketika aku melihatnya membuat keputusan seperti itu.

“Terima kasih banyak ya, Ryuuto.”

Senyumannya yang diiringi cahaya putih seperti cahaya rembulan, tampak menyilaukan bagaikan seorang dewi.

“Berkat Ryuuto, kurasa aku bisa mendapatkan kembali hal-hal penting yang sempat hilang.”

 

 

Sebelumnya  ||   ||  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama