Otonari no Tenshi-sama Jilid 5.5 Bab 3 Bahasa Indonesia

Chapter 3 — Poin Bagus Yang Tidak Diketahui Banyak Orang

 

Mahiru berpikir bahwa alasan mengapa Amane tidak populer karena sisi baiknya tidak terlihat  sama sekali.

Pertama-tama, cara bicaranya agak kasar, yang mana hal itu memberi kesan bahwa ia sulit untuk diajak bicara. Namun, cara berbicara kasar bukan dalam artian vulgar atau menggunjing, tapi ia terlalu blak-blakan. Jika seseorang mendengarkannya dengan seksama, Amane merupakan cowok yang cukup normal.

Wajahnya juga tidak jelek, melainkan bisa dibilang masuk kategori tampan, tapi ia memiliki poni yang sangat panjang, cenderung menundukkan kepalanya dan memancarkan nuansa orang yang murung. Matanya yang sedikit tajam membuat orang menjauh darinya.

Jika bukan karena kesempatan yang kebetulan, bahkan Mahiru takkan pernah tahu sifat aslinya.

(Ia benar-benar orang yang sangat disayangkan dalam banyak artian)

Dia terus menatap Amane yang diam-diam mengerjakan tugasnya duduk di sebelahnya sambil berpikir bahwa ia merupakan pria yang baik dan sopan jika kamu melihat bagian dalamnya dengan benar. Dia sangat senang bisa mengenalnya.

Amane yang terlihat memiliki tampang dingin, tapi sebenarnya memiliki ekspresi tenang di wajahnya, diam-diam menggerakkan penanya karena dia sepertinya tidak memperhatikan tatapan Mahiru. Ia sepertinya cukup fokus karena dirinya bahkan tidak melihat kopi yang dia seduh sendiri.

Mahiru mengambil cangkirnya, sambil berusaha untuk tidak membuat suara sedikit mungkin, dan dengan tenang menyeruput kopinya yang hangat. Mungkin karena Amane sudah memahami selera Mahiru, Kopi tersebut memiliki sedikit rasa manis di balik rasa pahitnya, dan ada sedikit susu untuk melembutkan rasanya.

Amane sepertinya pernah mendengar Mahiru yang bergumam bahwa dia tidak suka kopi dengan tingkat keasaman yang tinggi, jadi kopi itu adalah merek yang berbeda dari yang Amane miliki di rumah sebelumnya.

Pada saat itu, Mahiru menatapnya dengan tatapan yang seolah-olah ingin mengatakan, “Kenapa kamu tidak membawa kopi yang sesuai seleramu sendiri?” Tapi Amane hanya tertawa dengan muka polis seraya menjawab, “Kopi yang ini rasanya lebih enak” Jadi mau tak mau dirinya harus mundur tanpa banyak bicara.

Entah bagaimana Mahiru merasa tidak nyaman mengingat betapa perhatiannya Amane kepadanya, jadi dia menyesap kopi lagi. Setelah menyesap kopinya, Amane mengangkat kepalanya untuk menatapnya.

“.... Apa jangan-jangan rasanya enggak enak?”

“Tidak, bukan begitu masalahnya. Aku baru saja menikmati kelezatannya.”

“Yah, kuharap itu sesuai dengan seleramu. Aku menjadi jauh lebih baik dalam menyeduh, bukan?”

Melihat matanya melembut karena lega, pipi Mahiru secara alami mulai mengendur.

“Ketika kamu menyeduhnya sebelumnya, kamu memasukkan terlalu banyak bubuk kopi dan air panas ke dalamnya dan air panas itu meluap ke saringan. Aku penasaran kenapa kamu memasukkannya begitu keras?”

“It-Itu sih karena tanganku terpeleset, aku takkan melakukan kesalahan yang sama lagi, karena aku sudah belajar dari kesalahan.”

“Fufu, kegagalan adalah langkah awal dari kesuksesan, jadi jika kamu bisa memanfaatkan kegagalanmu dengan sebaik-baiknya, maka kopi yang tumpah itu tidak akan sia-sia.”

“Ayolah, jangan terlalu menggodaku begitu.”

“Aku tidak menggodamu, kok?”

Jika Mahiru tertawa saat mengatakan itu, Amane akan menggerutu sedikit 'Tapi wajahmu kelihatan menggodaku, tau?’, tapi ia bahkan tidak mengeluh, karena dirinya tahu kalau Mahiru tidak benar-benar menertawakannya.

Amane yang bibirnya sedikit cemberut, terlihat sedikit kekanak-kanakan dan bahkan menggemaskan baginya.

Ia seharusnya bisa dengan mudah menjadi populer jika lebih sering menunjukkan ekspresi ini, tetapi Mahiru merasa dia tidak ingin Amane tidak ingin menunjukkan ekspresi ini kepada orang lain, jadi dia tidak berkata apa-apa kepada Amane.

“... Mahiru, apa kamu sedang istirahat?”

“Ya, aku sudah menyelesaikan tugasku, jadi kupikir aku akan beristirahat dulu sebentar.”

“Kurasa aku akan istirahat sebentar juga, aku sedikit lelah mengerjakan tugas.”

Setelah mengangkat kedua tangannya dan memutar bahunya seolah-olah ingin meregangkan badannya, Amane lalu berdiri dan menuju ke dapur.

“Aku mau memakan cemilan, apa kamu mau sesuatu juga?”

Ketika Amane melihat ke dalam kotak makanan ringan dan berbalik untuk bertanya, Mahiru hanya menjawab, “Aku akan menyerahkannya padamu.”

Makanan di rumah Amane pada dasarnya adalah untuk mereka berdua. Tentu saja, mereka sudah mencantumkan label pada makanan yang mungkin tidak ingin dimakan orang lain, tetapi selain itu mereka sering berbagi makanan. Ia sering mendengar kalau dendam gara-gara makanan itu cukup mengerikan, tetapi mereka berdua tidak terlalu terikat pada makanan, jadi mereka lumayan santai.

Mereka memiliki kotak makanan ringan bersama yang mereka banggakan, tetapi isinya tidak pernah habis karena mereka lebih suka merekomendasi satu sama lain untuk menyantapnya.

Amane sering memasukkan produk manis dan asin yang sepertinya disukai Mahiru dan Mahiru sendiri juga sering menyetok makanan manisan ke dalamnya. Itu hanya masalah selera, tapi Mahiru juga terkadang memakan camilan yang asin.

Tapi belakangan ini, Amane menaruh manisan panggang yang dia pikir mungkin disukai Mahiru, jadi ia harus sering-sering memeriksa tanggal kedaluwarsa dengan rajin. Seperti yang diharapkan, produk yang dibeli dari toko kue klasik lebih cepat kadaluwarsa daripada produk komersial dengan lebih banyak bahan tambahan. Amane sudah mempelajari hal ini karena tinggal bersama Mahiru, dan ia membawa makanan panggang yang diletakkan di depan kotak karena makanan tersebut sudah mendekati tanggal kedaluwarsa.

“Aku hanya mengambilnya secara acak, apa kamu tidak keberatan?”

“Aku sangat bersyukur karena kamu sudah mengambilnya untukku juga, Padahal sebenarnya biar aku saja yang mengambilnya karena aku punya lebih banyak waktu luang.”

“Karena aku lebih dekat dengan dapur, jadi jangan khawatir tentang itu.”

Ketika Amane duduk dengan senyum kecil di wajahnya, Mahiru memanfaatkan niat baiknya dan mengambil sekantong kue yang dibawanya.

Amane mengerti bahwa Mahiru tidak makan banyak makanan di luar makanan bergizinya, jadi Amane sering membelikan kue yang sesuai dengan seleranya. Mahiru sangat berterima kasih atas cemilan tersebut.

Dia menggigitnya menjadi potongan-potongan kecil, sembari berhati-hati agar tidak menumpahkan sedikit pun, dan aroma mentega yang kaya keluar dari mulutnya dan mencapai hidungnya.

Mahiru sangat penasaran dengan jenis campuran apa yang kue tersebut gunakan, tapi dia mempunyai cara untuk mengetahuinya, jadi dia hanya mengatupkan bibir dan menikmati kue tersebut dengan mata terpejam gembira.

Hal pertama yang terlintas dalam benak Mahiru adalah Amane mempunyai selera yang sangat baik dalam menilai sesuatu, dan lidahnya sangat peka. Tapi entah kenapa, Amane hanya tersenyum saat Mahiru sedang mengunyah kuenya. Dia tidak berpikir kalau dirinya sedang diolok-olok tapi itu tapi tatapan hangat yang Amane berikan sedikit mengkhawatirkan.

“… Ada apa?”

Ketika dia bertanya kepadanya setelah menelan ludah, Amane tampak enggan mengatakan, “Tidak, gimana bilangnya, ya?”

“Memangnya ada yang salah denganku?”

“Bu-Bukannya begitu, hanya saja…. Aku berpikir kalau kamu itu kelihatan imut banget seperti binatang kecil.”

“Apa kamu pikir kamu sedang memujiku karena mengatakan itu?”

“Kupikir itu pujian, kok.”

Amane mungkin terkesan dengan pemandangan makannya, tapi satu-satunya yang bisa Mahiru lakukan hanyalah memalingkan wajahnya karena merasa terlalu malu dan senang.

(... Terkadang itu buruk untuk hatiku)

Pada dasarnya, Amane adalah orang yang tidak pandai berbohong. Ada beberapa kali ketika ia mencoba menyembunyikan sesuatu atau mencoba menipunya tetapi ia tidak berbohong dengan cara yang mungkin dapat menyakiti orang.

Di permukaan, Amane mungkin tidak begitu lugas, tapi Ia sebenarnya orang yang sangat jujur, hal itu justru membuat Mahiru merasa lebih tersipu dan tatapannya mengembara kemana-mana.

Meskipun Mahiru sudah terbiasa dipuji, tapi lain halnya ketika orang yang memujinya adalah Amane.

Amane sendiri merupakan tipe orang yang memuji secara langsung, mungkin karena didikan ayahnya, Shuuto. Dalam arti tertentu, ia adalah lawan yang sulit untuk ditangani.

Amane selalu memberi perhatian pada detail kecil dan itu tidak haya terjadi pada kali ini saja, tapi juga di banyak lain kesempatan dan hal tersebut sangat buruk untuk hati Mahiru.

Akhir-akhir ini, ketika ia tahu Mahiru mungkin akan pulang terlambat, Amane dengan santai datang menjemputnya. Meski itu sangat merepotkan untuk mengubah gaya rambutnya supaya tidak dikenali, tapi Amane tetap berusaha keras untuk datang menjemputnya.

Saat berjalan bersama, Amane berjalan di samping jalan jalan untuk melindunginya, atau dengan santainya mengambil barang bawaan yang dibawanya jika ada. Ia segera memperhatikan jika Mahiru tidak enak badan dan merawatnya dengan sangat baik.

Amane lebih sensitif terhadap perubahan penampilan daripada yang dia pikirkan dan memujinya secara teratur pada rambut dan pakaiannya. Dan karena Mahiru sering menghabiskan lebih banyak waktunya di apartemennya, ada beberapa tempat yang berada di luar jangkauannya. Jadi Amane menyiapkan tangga kecil sehingga Mahiru bisa mencapai tempat yang tinggi.

Dia berterima kasih kepada Amane karena sudah menyelesaikan masalah yang bahkan tidak disadari Mahiru, Amane bahkan tidak membicarakannya dan melakukannya secara alami, tapi Mahiru merasa tidak enakan karenanya.

Pada awalnya, Mahiru berpikir kalau Amane merupakan cowok yan tidak bisa diandalkan, kasar, dan ceroboh. Tetapi begitu bagian kepolosan dan kecerobohannya hilang, maka Amane akan menjadi orang paling ideal yang bisa dia pikirkan.

Ya, baginya, Amane adalah tetangga yang baik, dan seorang teman yang baik, dan seorang—

Ketika Mahiru berpikir sejauh itu, dia langsung menggelengkan kepalanya dengan buru-buru, merasa bahwa dia seharusnya tidak berpikir terlalu jauh ke depan.

“Apa ada yang salah?”

Amane terkejut dengan gelengan kepalanya yang tiba-tiba dan memanggilnya dengan cemas saat Mahiru berhasil menyembunyikan gejolak batinnya.

“…..Aku penasaran, kenapa Amane-kun tidak populer, ya?”

“Entah kenapa, aku merasa seperti kamu sedang ngajak berantem.”

Mahiru-lah yang salah mengucapkannya kali ini. Jika Amane tidak tahu apa yang dipikirkan Mahiru, mungkin terdengar seperti dia sedang mengolok-oloknya. Mahiru mungkin menyadari cara pengucapannya saat dia mengoreksi dirinya sendiri.

“Maaf. Aku tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja aku merasa aneh bahwa Amane-kun memiliki kepribadian yang baik tapi kamu masih belum terkenal.”

“Aku merasa seperti diberitahu untuk menghadapi kenyataan bahwa aku tidak populer. Yah, karena aku tidak pernah terlibat dengan gadis-gadis, jadi kupikir itulah masalahnya sebelum membahas aku populer atau tidaknya....”

Amane hanya terlibat dengan Chitose di sekolah, dan dianggap sebagai orang yang sedikit pemurung daripada keren, sehingga dapat dimengerti jika sifat-sifat baiknya tersembunyi dan tidak terlihat.

“Yah, pertama-tama, aku tidak ingin menjadi populer atau semacamnya.”

“Apa memang begitu masalahnya?”

“Aku tidak tahu tentang cowok lain, terlebih lagi aku tidak terlalu ingin mencari pacar.... selama aku bisa menemukan seseorang yang ingin kudampingi selama jidupku, aku berpikir tidak ada masalah untuk tidak menjadi populer saat ini.”

Saat Amane bergumam dalam bisikan tanpa menyembunyikan rasa malunya, Mahiru merasakan kehangatan yang berangsur-angsur memenuhi dadanya, dan sudut mulutnya hampir naik ke atas.

“Amane-kun tuh…”

“Apa, apa kamu mau mencoba mengatakan kalau aku terlalu banyak mengkhayal?”

“Tidak, kupikir itu luar biasa. Kamu ternyata orang yang berpikiran lurus, ya.”

“Aku merasa seperti sedang diejek.”

“Kenapa malah dianggap begitu, moou”

Dia tidak mengerti mengapa Amane malah menganggapnya begitu, dan ketika Mahiru menyolek-nyolek wajahnya, Amane menurunkan alisnya seakan-akan dia merasa terganggu, lalu berpaling.

Mahiru merasa kalau dia melihat gerakan kecil di mulutnya, tetapi tidak peduli berapa banyak dia bertanya, Amane tetap tidak mau mengatakan apa yang ia gumamkan tadi.

 

 

Sebelumnya  ||  Daftar isi  ||  Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama