Bab 3
“Bukannya kamu pikir kalau
seragam buat gadis-gadis itu aneh?”
Kadang-kadang, Takumi akan
melontarkan pertanyaan nyeleneh dan misterius semacam itu. Namun, Ia biasanya
punya proses berpikir yang menarik, jadi aku meladeninya.
“Memangnya ada apa dengan
seragam?” tanyaku balik dengan suara pelan.
Tidak banyak orang yang hadir
di kelas sepagi ini, tapi aku takut dengan reaksi gadis-gadis jika mereka mendengar
pembicaraan kita. Namun, Takumi melanjutkan dengan volume yang sama seperti
sebelumnya, tidak menunjukkan rasa takut sama sekali.
“Seragam seharusnya dipakai
demi mematuhi peraturan, namun itu juga memberi ruang untuk eksplorasi pada
saat yang sama.”
Aku tidak memahami apa yang Ia
bicarakan.
“Maksudmu keberadaan mereka
bertentangan?”
“Seragam mencegah ekspresi
individualitas, namun kamu dapat menyesuaikannya cukup banyak, ‘kan?”
“Aku tidak berpikir mereka
dirancang untuk memungkinkan banyak penyesuaian.”
“Tidak, itu tidak sepenuhnya
benar. Bagaimana dengan panjang rok seorang gadis?”
Saat mendekati topik rok, aku
memberi isyarat kepada Takumi untuk menekan suaranya sedikit. Akan gawat
jadinya jika orang-orang di sekitar kami menguping pembicaraan kami.
“Alasan kenapa gadis-gadis
sering membuat roknya lebih pendek…Ya. Untuk memamerkan betapa bergayanya dia,
karena seberapa percaya dirimu dengan penampilanmu, atau karena kamu ingin
melanggar norma dan peraturan.”
“Be-Benar.”
“Pada saat yang sama, rok
panjang memberikan kesan yang sopan dan rajin. Begitulah keseimbangan dijaga
dan panjang rok ditentukan.”
“Keseimbangan…”
Rasanya aku bisa mengerti apa
yang Ia bicarakan, tapi juga tidak benar-benar paham maksudnya.
“Pada dasarnya, hanya dengan
melihat rok seorang gadis, kamu bisa menebak kepribadian mereka. Pada saat yang
sama, sekolah menyiapkan rok yang dapat dimodifikasi demi alasan itu.”
“Teori konspirasi macam apa
yang aku dengarkan sekarang?”
“Jadi, Tsuyoshi, ini pertanyaan
buatmu. Jenis rok macam apa yang kamu sukai, pendek atau panjang?”
Saat ditanya begitu oleh
Takumi, hal pertama yang kuingat adalah rok Sako-san. Roknya yang terlipat
beberapa sentimeter di atas lututnya. Itu membantu menekankan citranya yang
rajin dan polos, serta secercah kelucuan dewasa. Ketika berbicara tentang
panjang rok Sako-san, aku merasa itu benar-benar mencerminkan kepribadiannya.
Untuk beberapa alasan, aku mulai memahami filosofi rok yang dibicarakan
Takumi…Tapi yang terpenting, mengapa aku langsung memikirkan Sako-san saat
membahas tentang rok?
“Hei, Tsuyoshi, kamu membuatku
jijik dengan ekspresi serius itu.”
“Kamu sendiri yang bertanya
padaku, ‘kan?!”
Aku tidak percaya Ia justru
mengeluh padaku sekarang. Tapi kurasa Ia tidak sepenuhnya salah, rasanya akan
sedikit menyeramkan kalau lawan bicaramu tiba-tiba diam saat membahas rok.
“Kalau kamu sendiri bagaimana?
Berapa panjang pilihanmu, Takumi?”
“Aku memang suka rok pendek,
tapi tidak boleh terlalu pendek. Aku lebih suka tipe yang hanya nyaris tidak
memperlihatkan kancut mereka dalam embusan angin. ”
“Kupikir kamu lah orang yang
paling menjijikkan di sini, Takumi.”
Saat percakapan kami mencapai
kesimpulan, pintu depan kelas terbuka. Melihat individu yang telah tiba,
Nishida-san sekali lagi berteriak kaget.
“Machika?! Apa Kamu mengalami
perubahan penampilan lagi ?! ”
Pernyataan itu saja sudah cukup
untuk menarik perhatian seluruh kelas. Faktanya, rok Sako-san menjadi lebih
pendek 10 sentimeter. Biasanya, kamu takkan terlalu memikirkannya. Hal itu tidak
melanggar peraturan sekolah dan hampir tidak mengubah kesannya dari siswa
teladan yang rajin menjadi gadis yang sedikit nakal. Karena itu telah
disembunyikan oleh rok Sako-san sampai sekarang, aku tidak pernah sepenuhnya
menyadarinya, tapi dia memiliki kaki yang indah dan panjang. Bentuknya ramping tapi
tidak terlalu kurus, dan pahanya sangat mulus.
Tatapanku benar-benar tersedot
oleh kakinya, dan meski ini secara tidak sadar terjadi, aku masih merasa
bersalah dan tidak bermoral. Takumi sepertinya setuju denganku dalam sentimen
itu, saat Ia menatap lekat-lekat kaki Sako-san.
“Cantiknya…”
Ia tidak punya niat untuk
menyembunyikan tatapannya. Saat aku melihat sekeliling kelas untuk memeriksa
reaksi orang lain, hampir semua dari mereka juga menatap Sako-san. Kurasa kami
anak cowok adalah makhluk sederhana—termasuk diriku sendiri. Tapi itu
memunculkan pertanyaan … mengapa dia memendekkan roknya seperti ini. Jika
logika rok Takumi benar, maka pasti ada semacam perubahan dalam perilaku
Sako-san. Aku menatapnya sekali lagi. Dia sedang mendiskusikan sesuatu dengan
Nishida-san, dan setiap kali dia tersenyum, roknya selalu berkibar.
“Hei, Takumi, jika kamu bisa
menebak kepribadian seorang gadis dari panjang roknya, apa itu berarti Sako-san
mengalami perubahan?”
“Pertanyaan bagus. Aku yakin
ada beberapa perubahan yang terjadi di dalam dirinya.”
“Menurutmu kenapa bisa begitu?”
Takumi menunjukkan senyuman
padaku.
“Karena dia ditolak oleh cowok
yang dia suka … kurasa itulah tebakan terbaikku?”
Perkataannya langsung menusuk
hatiku. Karena aku tahu persis apa yang Ia maksud, aku jadi tidak bisa
membalasnya. Tapi meski begitu, aku tidak mengerti hubungan antara ditolak dan
memendekkan rokmu. Aku memandang Sako-san dengan mataku untuk mencoba dan
menyaring pikirannya, tapi aku tidak dapat menemukan apa pun.
Saat aku menyerah dan menghela
nafas, tatapanku bertemu dengan Sako-san. Untuk alasan apapun, aku bisa melihat
seringai tipis di bibirnya. Aku hampir melompat dari tempat dudukku karena
kaget, dan segera membuang muka. Apa dia...menyadari kalau aku sedang menatapnya?
Jika tidak, dia takkan tersenyum padaku seperti itu…kan? Lonceng sekolah pun berbunyi,
dan pelajaran pagi hari dimulai tanpa ada misteri yang terpecahkan.
Aku duduk di baris terakhir
kelas di sebelah sisi jendela, jadi aku mendapati diriku melihat punggung
Sako-san selama jam pelajaran. Aku terus memikirkan alasan kenapa Sako-san tiba-tiba
memendekkan roknya. Namun, teka-teki itu masih belum bisa terpecahkan bahkan
setelah pelajaran berakhir.
“Takumi, jam wali kelas
terakhir sudah selesai.”
“Mmm… Ahh.”
Aku mengguncang bahu Takumi,
yang benar-benar tertidur. Jika dibiarkan sendiri terus, Ia mungkin akan
terlambat untuk latihan bisbol. Takumi dengan lembut mengangkat bagian atas
tubuhnya dan menggosok matanya.
“Sudah jam segini, ya …”
“Ayo, kamu akan terlambat ke
klubmu."
“Woke. Apa kamu mau pergi ke
ruang konseling bimbingan masa depan?”
“Yup.”
“Baiklah, silahkan pergi,
juara.”
“Kamu juga.”
Aku meninggalkan Takumi yang
mengantuk dan melangkah keluar kelas. Aku turun dari lantai tiga ke lantai dua,
mencapai ruang bimbingan konseling masa depan setelah melewati beberapa siswa
lain. Ruang bimbingan konseling tersebut memiliki ukuran seperti ruang kelas
biasa, tetapi karena ditumpuk dengan rak buku dan rak, rasanya jadi jauh lebih
kecil. Ddi sini, kamu dapat meminjam buku latihan ujian masuk universitas atau
buku referensi lainnya, serta mengambil dokumen dan pamflet universitas. Karena
SMA Nishijin adalah sekolah terkenal dan mempunyai tingkat yang tinggi, mereka
menawarkan dukungan penuh untuk kemungkinan pilihan di masa depan. Namun, aku
tidak pergi ke sini untuk menerima bantuan untuk ujian masukku. Sebaliknya, aku
memanggil meja jauh di belakang rak buku.
“Shibato-sensei, saya sudah ada
di sini.”
“Oh, Tsuyoshi.”
Seorang pria dengan rambut
acak-acakan menghentikan pekerjaannya dan menatapku. Shibato-sensei adalah guru
yang bertanggung jawab atas ruang bimbingan konseling, dan beliau juga guru
wali kelasku saat kelas 1 dulu. Sifat khususnya ialah menjadi sangat lesu dan
berantakan. Ia dikenal hanya bercukur setiap dua hari, dan hari ini adalah
salah satu hari di mana Ia tidak bercukur. Bukan kesan kotor yang kamu dapatkan
darinya, melainkan beliau terlihat jauh lebih tua untuk umur yang baru
mendekati kepala tiga.
Aku berjalan melewati lembah
rak buku, melangkah di depan mejanya. Meski ada empat meja yang tersedia untuk
digunakan guru, aku hanya pernah melihat Shibato-sensei di sini. Lagipula,
sebagian besar guru lain sedang duduk di kantor guru. Shibato-sensei sangat
khusus dalam melakukan sesuatu, jadi Ia sering bentrok dengan guru lain. Itu
sebabnya beliau melarikan diri dari kantor guru dan bersembunyi di sini di ruang
bimbingan konseling. Alasanku datang ke sini adalah untuk membantunya dengan
pekerjaannya dan membersihkan barang-barang.
Menurut sensei, beban kerja
calon guru BK cukup tinggi, jadi segera setelah jam pelajaran selesai, aku akan
datang ke sini untuk membantunya. Beberapa di antaranya adalah tugas yang
awalnya seharusnya ditangani oleh seorang guru, tapi dia cenderung
melimpahkannya padaku. Inilah sebabnya mengapa beliau tidak punya tempat
tinggal di kantor guru. Dan seperti yang diharapkan, Ia mendorong seikat
dokumen lain ke arahku.
“Hari ini, aku membutuhkan
bantuanmu dengan pengarsipan. Pastikan untuk mengurutkannya berdasarkan
tanggal.”
“Bukannya ini terlalu banyak?”
“Jangan mengeluh, oke? Aku cuma
ingin cepat pulang.”
“Memangnya seorang guru pantas
mengatakan itu?”
Sudah sekitar satu tahun sejak aku
mulai membantu Sensei di sini. Alasanku menjadi targetnya untuk melakukan
pekerjaan ini memiliki cerita yang agak aneh.
Pada musim panas kelas 1 dulu, aku
benar-benar gagal dalam ujian pertamaku. Setiap mata pelajaran mendapat remidi,
dan dalam bahasa Inggris, aku bahkan mendapat nilai terendah seangkatan. Dengan
280 siswa di setiap angkatan, pasti ada yang namanya terendah. Dengan kata
lain, bahkan sekolah tingkat tinggi seperti ini mempunyai murid dengan nilai
yang anjlok, yaitu aku. Karena merasa
terpojok, aku pergi mencari bantuan dari Shibato-sensei di sini di ruang konseling
bimbingan.
“Saya pikir saya cukup rajin
dengan pembelajaran di SMP dulu, tapi sekarang saya mengalami kesulitan setelah
menginjak ke sekolah SMA. Saya jadi kehilangan kepercayaan diri.”
Dikelilingi oleh meja kerjanya,
Shibato-sensei mengangguk.
“Begitu ya. Di sekolah ini
memang ada banyak orang yang rajin dan berbakat, jadi sepertinya hanya kamu
yang tertinggal.”
“Tepat sekali. Setidaknya, saya
tidak ingin tertinggal.”
“Hmm…” Sensei meletakkan
tangannya di dagunya dan mulai berpikir.
Setelah keheningan singkat, Ia
berdiri dan mengambil seikat kertas.
“Ini adalah daftar universitas
tujuan lulusan kami.” Beliau meletakkan kertas-kertas itu di depanku. “Aku
ingin kamu membaginya antara siswa aktif dan ronin, dan beri aku jumlah totalnya. kamu bisa menggunakan pulpen
yang ada di sana.” (TN : Sebutan buat lulusan SMA yang gagal dalam ujian masuk perguruan
tinggi)
“U-Um…”
Aku tidak bisa memahami situasinya.
Apa aku mendapatkan pekerjaan yang dipaksakan padaku? Padahal aku datang untuk
meminta bantuan? Dan juga, haruskah siswa seperti aku benar-benar melihat
dokumen-dokumen ini?
“Setelah kamu selesai dengan
itu, kita bisa bicara.”
“…Baiklah, saya mengerti.”
Pada waktu itu, aku masih belum
mengetahui betapa tidak bertanggung jawab dan tidak pedulinya Sensei, jadi aku
menerima pekerjaan itu tanpa banyak berpikir. Setelah satu jam berlalu, aku
menyelesaikan pekerjaanku.
“Sensei, saya sudah selesai.”
“Yang benar?! Sekarang aku bisa
pulang lebih awal.” ujarnya dan mulai membereskan barang-barangnya mejanya.
“T-Tunggu sebentar! Bagaimana
dengan saran saya?! ”
Shibato-sensei menghentikan
gerakannya.
“Oh ya, aku hampir lupa, haha…”
Saat aku memelototinya, dia menggaruk kepalanya dengan canggung. “Masalahnya,
ini adalah pertama kalinya aku benar-benar melimpahkan pekerjaan ke salah satu
muridku.”
“Apa saya boleh pulang
sekarang?”
“Yah tunggu dulu sebentar. Di
sinilah hal-hal penting dimulai. Di sekolah ini, sudah sewajarnya bahwa semakin
tinggi nilainya, semakin besar baik juga peluangnya. Itulah yang kamu
khawatirkan, bukan?”
Aku menjatuhkan pinggulku
kembali ke kursi lagi.
“Asal kamu tahu saja, sebenarnya
ini adalah sekolah ketiga tempatku mengajar, tapi aku tidak terlalu suka di
sini.”
“…Mengapa demikian?”
“Karena semua murid-muridnya
sangat rajin belajar. Mereka mungkin memiliki beberapa kekhawatiran, tetapi
mereka tahu bahwa belajar adalah jalan menuju kesuksesan.”
“Jadi maksud Sensei belajar itu
tidak penting? Jadi itulah yang ingin anda sampaikan?”
“Tidak, tidak, tidak, bukan
begitu maksudnya. Aku mengatakan bahwa siswa yang terlalu rajin itu membosankan.
Karena aku jadinya tidak punya pekerjaan. Itu sebabnya aku lega bertemu dengan
seorang siswa yang sebenarnya memiliki masalah dalam hidupnya. Dan untuk
menjawab pertanyaanmu…Ya, belajar itu memang sangat penting.”
“……”
“Jangan menatapku seperti itu.
Di sinilah itu menjadi sangat gila. ” Sensei berdeham. “Bagaimana rasanya
melakukan pekerjaan bimbingan konseling di masa depan?”
“Bagaimana… saya merasa seperti
menjadi seorang budak.”
“Haha, begitulah. Ngomong-ngomong,
data yang kamu kumpulkan akan dikumpulkan dan diletakkan di halaman depan
weBsite untuk dilihat oleh calon pelamar dan wali. Hal tersebut bertindak
sebagai sinar penuntun bagi orang-orang yang lulus dari sekolah SMP. Dan karena
kamu sudah membantuku, aku bisa pulang lebih awal. Aku berpikir untuk memasak
untuk makan malam malam ini. Kedengarannya bagus, kan?”
“Entahlah, saya tidak tahu
harus berkata apa…”
“Ngomong-ngomong, kamu baru
saja membantu seseorang loh, Tsuyoshi. Tidak peduli seberapa banyak kamu
belajar, Kamu tidak akan langsung berguna bagi seseorang. Itu sebabnya apa yang
kamu lakukan barusan itu luar biasa. Bahkan jika kamu berakhir dengan nilai
buruk, kamu baru saja mendapat tempat pertama di peringkat pembantu. Kamu bisa
lebih percaya diri sekarang, kan?”
Itu hanya pekerjaan ringan,
jadi aku tidak melihat bagaimana hal itu tiba-tiba membuatku merasa lebih
percaya diri. Namun, gagasan untuk membantu seseorang mulai memenuhi dadaku.
Bukannya ketakutanku akan nilai dan sekolahku tiba-tiba menghilang, tapi
setidaknya aku merasa seolah-olah wawasanku jadi semakin melebar. Oleh karena
itu, aku tidak bisa begitu saja menerimanya dengan jujur, itulah sebabnya aku
merespons dengan cara yang memberontak.
“Meski Sensei bilang begitu,
tapi belajar tetap penting, kan? Saya mungkin telah membantu seseorang, tapi
hal tersebut bukan berarti bisa menghapus nilai buruk saya.”
“Kamu benar. Jika kamu ingin
nilaimu meningkat, yang bisa kamu lakukan hanyalah belajar.”
Menerima jawaban yang tidak
membantuku sedikit pun, mataku berubah menjadi titik-titik. Aku datang ke sini
karena aku ingin nasihat sehubungan dengan kecemasanku, jadi ketika diberitahu
untuk “Kamu tinggal lebih banyak belajar”
benar-benar tidak menyelesaikan apa pun. Tepat saat aku ingin mengajukan
keluhan lain padanya, Sensei masih melanjutkan.
“Tapi, kamu tidak
mengkhawatirkan tentang nilai jelekmu, kan? Kamu hanya membenci diri sendiri
karena tidak memiliki bakat atau keterampilan khusus. Ada metode lain untuk
mengatasinya. Membantu orang lain seperti yang kamu lakukan barusan adalah
salah satunya.”
“Jadi kekhawatiran saya akan
teratasi jika saya melakukan pekerjaan seperti tadi lagi?”
“Itu sih sepenuhnya tergantung
padamu, Tsuyoshi. Tapi, patut dicoba, bukan? Namun, kamu juga tidak dapat
sepenuhnya mengabaikan belajarmu.”
Jadi ujung-ujungnya, masih
tentang masalah belajar, ya? Tapi setidaknya aku bisa mendapatkan sesuatu
darinya. Aku tidak bisa benar-benar menghormati Shibato-sensei karena
memaksakan pekerjaannya kepada siswa, tapi setidaknya dia tidak terlihat
seperti orang jahat.
“Terima kasih banyak telah
memberi saya saran anda, Sensei.”
“Iya. Apa itu membantumu?”
“Setengah dari itu, mungkin?”
“Itu lebih dari cukup.”
Dengan begini, konsultasi saranku
berakhir, dan hubunganku dengan Shibato-sensei seharusnya berakhir. Namun, aku
masih datang ke ruang konseling bimbingan masa depan bahkan setelah itu. Ketika
melihatku datang berkunjung lagi, Sensei mengerjap bingung.
“Apa ada yang salah? Apa ada
hal lain yang mengganggumu?”
“Tidak, saya hanya bertanya
apakah ada yang bisa saya bantu,” kataku, yang membuat wajah Sensei
berseri-seri.
“Benarkah?! Itu artinya aku
bisa pulang lebih cepat lagi, hari ini!”
Begitulah caraku mulai secara
teratur muncul di ruang konseling bimbingan masa depan Sensei. Bukannya ini
membantuku berubah dari pria biasa yang tidak bisa belajar, tapi seperti yang
dikatakan Sensei, kupikir aku mungkin menjadi seseorang yang spesial di luar
belajar. Mungkin aku bisa lebih percaya diri suatu hari nanti. Dan dengan
peristiwa ini sebagai pemicu, keseharianku berubah sedikit.
******
Kira-kira setahun telah berlalu
sejak itu, dan Shibato-sensei berhenti menjadi wali kelasku, tapi aku masih
membantunya sesekali. Aku tidak bisa mengatakan dengan pasti apakah aku
tiba-tiba menjadi lebih percaya diri, tetapi setidaknya aku lebih percaya pada
kehidupan sekolah yang kuhabiskan. Itu sebabnya aku melakukan pekerjaan budak
lagi hari ini.
“Sensei, boleh aku menggunakan
ruang wawancara?”
“Ya, boleh saja.”
Ruang konseling bimbingan masa
depan terhubung ke ruangan kecil yang digunakan untuk berlatih wawancara,
tetapi setiap kali tidak ada orang yang menempatinya, aku bebas menggunakannya.
Aku biasanya menggunakannya untuk melakukan pekerjaanku. Aku menerima dokumen
dan file dari Sensei dan membuka pintu ruang wawancara. Dua sofa dengan ruang yang
cukup untuk dua orang saling berhadapan, dengan meja rendah kecil di antara
mereka. Aku bahkan bisa menggunakan sofa sebagai tempat tidur, yang pasti tidak
bisa aku keluhkan.
Aku duduk di salah satu sofa, dan
memulai pekerjaanku. Karena aku hanya perlu melakukan pengarsipan sederhana
hari ini, jadi hal itu tidak memberatkanku. Pada dasarnya aku harus
berhati-hati untuk tidak menulis tanggal yang salah. Tepat setelah aku mulai
bekerja, pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Kupikir itu Shibato-sensei, jadi aku
mengangkat kepalaku, tapi ternyata itu Sako-san.
“Akhirnya ketemu juga!”
Rok Sako-san masih tampak
pendek seperti sebelumnya. Aku mencoba yang terbaik untuk tidak melihat pahanya
saat merespons.
“Apa ada yang salah? Apa kamu
membutuhkan sesuatu?”
“Aku masih punya waktu sampai
kegiatan klubku dimulai, jadi kupikir aku mungkin akan berbicara sedikit dengan
mu. Apa aku mengganggumu?”
“Tidak, sama sekali tidak…”
Aku dengan tenang menanggapi
seperti itu, tetapi batinku masih merasa tagu. Sako-san mempunyai banyak teman,
jadi aku tidak melihat alasan kenapa dia mencariku seperti ini.
"Apa yang sedang kamu
lakukan?" Sako-san bertanya, duduk di seberang meja.
“Sensei memintaku untuk
mengatur file-file ini.”
“Kamu bekerja sekeras biasanya,
ya. Tsuyoshi-kun memang rajin.”
“Yah, hanya ini yang bisa
kulakukan.”
Saat percakapan kami berakhir,
Sako-san tiba-tiba mengubah topik pembicaraan.
“Ngomong-ngomong, bukannya
menurutmu ada yang berbeda dariku hari ini?”
Aku hampir menjatuhkan lembaran
kertas di tanganku. Dia jelas berbicara tentang roknya. Kurasa hal itu sudah
jelas karena aku terlalu sering menatap, ya. Keringat dingin mengalir di
punggungku. Namun, menyembunyikannya mungkin juga tidak akan berhasil. Jadi aku
hanya menunjukkannya.
“Kamu sedang mengungkit rok pendekmu,
‘kan?”
“Jadi kamu menyadarinya?
Lagipula, kamu terus-menerus menatapku sepanjang hari.”
Jadi, dia beneran tahu, toh!
Tanganku mulai berkeringat deras, tapi aku tetap melanjutkan pekerjaanku.
Mungkin rasanya sudah terlambat sekarang, tapi aku mencoba untuk tetap tenang.
“Semua orang akan menyadari
perubahan besar seperti itu.”
“Kamu benar. Jika aku
membuatnya sependek ini, mana mungkin kamu akan mengabaikannya.” Dia berbicara
dengan suara menggoda, yang membuat kepalaku semakin panas.
“Sako-san, apa kamu sedang
menggodaku?”
“Entahlah, siapa yang tahu.”
Atau begitulah katanya, tapi
dia cukup mengakuinya. Jadi alasan dia memperpendek roknya adalah untuk
menggodaku? Aku menelan beberapa udara segar, berkonsentrasi pada otakku, dan
melanjutkan pekerjaanku. Jika pandangan mataku bertemu dengan Sako-san sekarang,
dia mungkin akan menggodaku lebih jauh. Hampir seolah-olah dia bisa menebak emosiku,
Sako-san mengeluarkan suara yang manis.
“Tsuyoshi-kun, aku jadi
penasaran—” Dia perlahan menyilangkan kakinya, seolah ingin memamerkannya.
“Antara rok panjang dan pendek, kamu lebih suka yang mana?”
Saat dia menyilangkan kakinya,
roknya jadi terangkat. Jika dia berbalik ke arahku, aku mungkin bisa melihat
sesuatu yang seharusnya tidak boleh aku lihat. Aku terus menatap dokumen di
depanku, dan menjawab pertanyaannya.
“Yang panjang.”
“Kenapa?”
“…Karena itu terlihat lebih
rajin dan serius. Aku pikir itu pasti akan terlihat lebih cocok untukmu.”
“Hah… begitu ya…”
Aku tahu kalau aku hanya asal
ceplos saja. Karena aku laki-laki tulen, mataku secara alami akan melayang ke
arah rok pendek. Namun, pahanya adalah racun bagi mataku. Berbicara dengannya
seperti ini, aku bahkan tidak tahu harus melihat ke arah mana. Itu sebabnya aku
ingin dia memperbaiki roknya.
“Apa kamu benar-benar lebih
menyukai rok panjang?”
Sako-san menggerakkan kakinya
seraya mengubah posisinya. Tatapanku hampir tersedot seluruhnya, tapi aku
nyaris tidak bisa menjaga ketenanganku.
“Yup, yang panjang lebih
bagus,” aku berbicara dengan kepercayaan diri sebanyak yang aku bisa kumpulkan.
“Ah, waktunya sudah mepet.”
Sako-san tiba-tiba bangkit. “Aku harus pergi ke klubku sekarang. Sampai jumpa
besok.”
“Ya, sampai jumpa…”
Aku akhirnya bisa bernapas. Namun,
begitu aku hendak bersantai sejenak, Sako-san berhenti di depan pintu.
“Jika kamu lebih menyukai yang
panjang, maka aku akan terus memakai rok pendek lagi besok.” Sako-san tersenyum
padaku dan pergi menjauh.
“Apa-apaan sih yang dia
bicarakan…?”
Padahal aku sudah bilang kalau aku
lebih menyukai yang panjang, jadi mengapa dia mengatakan itu? Aku sudah tidak
paham lagi. Pada akhirnya, alasan perilaku anehnya tetap menjadi misteri, dan
kata-kata terakhirnya memenuhi kepalaku. Aku mengeluarkan smartphoneku dan
mengirim pesan ke Takumi.
“Logika rokmu itu mungkin
salah.”
Takumi mungkin bisa memecahkan
misteri ini. Dengan harapan itu, aku mengiriminya pesan ini.
*****
Setelah kami melewati musim
hujan, hal yang menyambutku adalah malam yang indah. Sungai yang melewati
distrik perumahan telah meninggi, tetapi aliran airnya tetap tenang dan lancar,
memancarkan cahaya yang indah. Latihan ansambel seruling cukup sulit, tapi
bertemu dengan angin malam yang nyaman ini, membuat semua kelelahanku hilang.
"Machika, apa
sekarang sudah semakin membaik?”
Saat kami berjalan di sepanjang
sungai, Mayuko—Nishida Mayuko—bertanya
padaku.
“Hmm… aku masih tidak yakin.”
Karena dia memainkan alat musik
yang berbeda, dia mungkin tidak mengerti detail persisnya, tapi serulingku
mengeluarkan suara yang aneh dan kering. Sepertinya ada sesuatu yang salah
tentang itu. Pada saat yang sama, Mayuko melirik wajahku.
“Bagaimana dengan Tsuyoshi? Aku
melihat kalau kamu sedang menguji segala macam hal.”
“Kupikir itu berhasil.”
“Oh?”
Karena kami sudah berteman
untuk waktu yang lama sekarang, aku secara teratur memberitahunya tentang cinta
dan kekhawatiranku. Dia adalah teman yang paling bisa kupercayai.
“Oh iya aku baru ingat, kamu
tidak pernah benar-benar mengeluh atau mempertanyakan bahwa aku menyukai
Tsuyoshi-kun, kan?”
“Hm?”
“Maksudku, biasanya kamu akan
mengatakan 'Jangan coba-coba dekat dengan
pria itu'."
Aku sudah ditembak beberapa
kali selama masa SMA-ku sejauh ini, dan setiap kali aku meminta pendapat
Mayuko, dia segera dan selalu mengatakan untuk menolak cowok tersebut.
“Tsuyoshi adalah cowok yang
baik, jadi aku akan membiarkannya. Aku bisa mendukung hubungan kalian berdua.”
“Dan kenapa bisa begitu?”
“Aku sudah memberitahumu
sebelumnya, ‘kan?”
“Aku ingin mendengarnya lagi.”
“Kami berada di kelas yang sama
selama kelas satu kemarin, jadi aku tahu betapa kerasnya ia bekerja sebagai
perwakilan kelas dan selama festival budaya. Ia tidak melakukannya karena
mengharapkan imbalan apa pun, ia hanya ingin semua orang bersenang-senang, jadi
kupikir ia pasti cowok yang baik.”
“Aku benar-benar bisa melihatnya,
kedengarannya sangat mirip dengan sifat Tsuyoshi-kun banget.”
“Sekilas ia tampak seperti
cowok biasa yang duduk di sudut kelas, tetapi ia tidak hanya bersemangat ketika
itu benar-benar penting.”
Hari ini, Tsuyoshi-kun membantu
di ruang konseling bimbingan masa depan. Pekerjaannya mungkin sederhana, tapi
membantu orang lain selalu sulit dan rumit. Tsuyoshi-kun sudah cukup baik untuk
melakukan hal seperti itu.
“Jadi, apa itu alasanmu mulai
menyukai cowok itu, Machika?” Mayuko menyeringai saat dia menatapku.
“Ayolah, hentikan itu.”
Pipiku mulai terasa memanas.
Aku mengipasi udara segar di wajahku ketika Mayuko menanyakan pertanyaan lain.
“Itu mengingatkanku, apa
memperpendek rokmu berhasil menunjukkan semacam efek?”
“Tentu saja. Tsuyoshi-kun
bilang ia lebih menyukai rok yang lebih panjang, jadi memperpendek milikku
adalah pilihan yang tepat. Ia tidak pernah menatapku sekali pun ketika kami
berbicara.”
“Kamu yakin kalau ia tidak
hanya merasa malu saja?”
“Tentu saja tidak.”
Mayuko menghela nafas lelah.
“Aku masih berpikir bahwa cara pendekatanmu
menuju ke arah yang sepenuhnya salah kaprah.”
“Benarkah?”
“Ia mungkin menolakmu karena terlalu
sempurna, tapi bukan berarti kamu harus berubah menjadi gadis yang nakal.”
“Tapi jika aku tidak melakukan
itu, aku takkan bisa berpacaran dengan Tsuyoshi-kun.”
“Kamu ini terlalu jujur, Machika.
Bersiap untuk menyerang, tapi… dengan cara yang normal. Kamu sangat pintar
dalam hal belajar, jadi mengapa kamu hanya bodoh dalam hal cinta?”
“Aku bukan orang bodoh, enak
saja.”
“Dengarkan ini baik-baik,
memang ada bagusnya untuk rajin dan serius, tetapi kamu mengambil langkah
terlalu jauh. Aku jadi khawatir, dan amu mungkin sudah menyadarinya sekarang,
bukan?”
“Itu benar, tapi…”
Aku selalu menjadi gadis tulus
tidak peduli apa yang aku lakukan. Dan Mayuko tahu bahwa aku adalah orang yang
seperti ini.
“Ngomong-ngomong, jika kamu benar-benar
ingin berpacaran dengan Tsuyoshi, lebih baik kamu jangan mencoba-coba sesuatu
yang aneh.”
“Whaaa~ aku merasa melakukan
pekerjaan dengan baik di sini.”
“Itu hanya imajinasimu saja…”
Mayuko menghela nafas.
Aku merasakan respon yang luar
biasa dari Tsuyoshi-kun hari ini. Jika aku terus menghancurkan citra sempurnaku,
Tsuyoshi-kun seharusnya mulai menerimaku. Tapi meski begitu, Mayuko tetap menggelengkan
kepalanya.
“Kupikir lebih baik kalau kamu
jangan melakukan sesuatu yang tidak biasa kamu lakukan. Kesampingkan masalah memperpendek
rokmu, tapi kamu harus berhati-hati saat bergerak. ”
“Tapi ada gadis lain yang
memiliki rok lebih pendek dariku, ‘kan?”
“Tapi mereka sudah terbiasa
dengan rok yang lebih pendek, ingat?”
“Aku sedang berhati-hati, tau?”
“Oh ayolah…” Mayuki
mengacak-acak rambutnya dengan tangannya.
Dia kemudian bergumam sambil
mendongak ke atas.
“…Biru.”
“Biru?”
“Itulah celana dalammu hari
ini, Machika! Karena kamu membuat rokmu sependek ini, kupikir kamu akan memakai
celana double di bawahnya !”
“K-K-K-Kapan kamu melihatnya?!
Tunggu, apa aku bahkan memakai yang biru hari ini?!”
“Setidaknya ingatlah warna cawetmu
sendiri!”
Itu berarti… mungkin Tsuyoshi-kun
pernah melihat cawetku di ruang bimbingan konseling masa depan. Aku mencoba
menyerangnya sambil menyembunyikannya dari jarak dekat, tapi jika ia melihatnya…
“Aku cuma penasaran, tapi apa
yang akan kamu lakukan besok? Kamu masih mau memakai rok pendek ini?”
“Aku akan mengembalikannya
seperti semula…”
“Syukurlah.”
Matahari terbenam menghilang di
balik pegunungan, saat kegelapan menimpa jalan tepi sungai yang biasa aku
lewati. Aku merasa lega karena tidak ada yang bisa melihat wajahku yang merah
padam.
21
Juni,
Aku
pikir strategi rok pendek bekerja dengan cukup baik ... mungkin.
Tsuyoshi-kun
bilang ia menyukai rok yang lebih panjang, jadi ini pilihan yang tepat.
Tapi
aku tidak ingin ia melihat celana dalamku dan membuatnya menjadi canggung di
antara kami, jadi aku mungkin akan menjaga rokku kembali normal lagi mulai
besok.
Lalu,
seperti yang Mayuko katakan, aku memakai celana dalam biru hari ini.
Ya
ampun.
Sebelumnya | Daftar isi | Selanjutnya