Bab 11
Seraya menaiki tangga gedung
sekolah, aku berpapasan dengan kerumunan orang yang berdiri di depan papan
pengumuman. Hari ini adalah hari terakhir semester pertama, serta hari hasil
ujian diumumkan kepada semua siswa. Selama beberapa minggu terakhir, aku sudah melakukan
semua yang aku bisa. Karena aku termasuk anggota klub langsung nyelonong ke
rumah, jadi aku memiliki lebih banyak waktu untuk belajar daripada Sako-san,
dan dia bahkan mengajariku beberapa mata pelajaran. Aku merasa telah membuat
kemajuan yang baik. Kurasa aku tidak memiliki mata pelajaran yang benar-benar
menyeret nilai keseluruhanku ke bawah.
Jika aku menang, maka aku akan
menyatakan perasaanku padanya. Dan jika aku kalah…yah, aku tidak memikirkan
itu. Aku tahu kedengarannya agak meragukan bagiku untuk belajar sebanyak ini
demi cinta, tetapi aku melakukan ini karena keinginanku sendiri, dan aku tidak
menyesalinya. Aku melirik kerumunan orang, setengah dari siswa diliputi
kegembiraan, setengah lainnya mendesah dalam kekalahan. Ketegangan memenuhi
tubuhku, saat dadaku mengencang kesakitan. Aku mengambil keputusan dan
mengambil langkah maju. Aku mulai dari atas, turun ke daftar nama. Aku sedang
mencari namaku, dan juga nama Sako-san. Aku benar-benar dibuat gugup siapa nama
yang pertama kali memasuki pandanganku. Cukup mengejutkan, aku melihat kedua
nama tersebut pada waktu yang hampir bersamaan.
[Peringkat
ke-9 Kelas 4 Sako Machika: 564 poin]
[Peringkat
ke-10 Kelas 4 Tsuyoshi Haru: 563 poin]
Informasi yang berada di papan pengumuman
menunjukkan kenyataan yang tidak dapat diubah. Perbedaannya hanya satu
poin...karena satu poin, aku berakhir satu tempat di bawahnya. Aku
membandingkan kedua angka itu berulang-ulang, tetapi setiap upaya lari dari
kenyataan hanya membakar perasaan kehilangan dan kekalahan ini lebih jauh ke
dalam diriku. Ketika mempertimbangkan peringkatku yang dulu saat masih kelas 1,
hasil ini jelas-jelas merupakan peningkatan yang besar. Namun, bahkan hasil ini
tidak ada artinya bagiku. Itu hanya menunjukkan bahwa aku masih tidak memiliki
hak untuk berdiri di samping Sako-san. Aku tidak bisa menyatakan perasaanku
padanya. Aku mengalihkan pandanganku dari kekalahanku dan berjalan menjauh dari
papan.
Segera setelah itu, semua
ingatanku terasa kabur. Satu hal yang paling aku ingat adalah wajah Sako-san
ketika dia tiba di sekolah. Dia pasti sudah melihat hasilnya, saat dia
memberiku tatapan yang tak terlukiskan dan gelisah. Karena tidak dapat menahan
rasa malu, aku meletakkan wajahku di mejaku. Setelah jam wali kelas pagi, kami
berbicara tentang ujian, menyelesaikan pertanyaan, dan sebelum aku
menyadarinya, jam wali kelas terakhir telah berakhir. Setelah jam pelajaran
selesai, pembahasan mengenai liburan musim panas yang memenuhi ruang kelas.
Namun aku tidak melihat kalau itu ada hubungannya denganku, jadi aku hanya
ingin cepat-cepat pulang. Aku meraih tasku dan jalan terhuyung-huyung menuju
pintu kelas ketika tas itu disambar.
“Sekarang tunggulah sebentar,
Tsuyoshi.”
Ternyata itu Takumi. Aku cukup
yakin dia tertidur sampai saat tadi.
“Apa yang membuatmu sangat
tidak puas? Kamu berada di peringkat ke-10. Reaksimu yang begitu sama saja
menghina 200 orang di bawahmu.”
“Aku bukannya belajar cuma demi
membual tentang hal itu.”
“Kamu ini bicara apa? Itu adalah
hak orang-orang yang berperingkat tinggi. Aku sendiri di peringkat ke-32, tapi aku
lebih dari senang dengan itu dan benar-benar puas. Peringkatmu sendiri jauh di
atasku, jadi kenapa kamu tidak merasa bangga dengan hal itu?”
Takumi mungkin menyadari bahwa
aku merasa sedih dan mencoba menghiburku. Tetapi dari sudut pandangku,
peringkat ini bukan hanya sarana untuk menyombongkan diri, tetapi sebuah
kompetisi besar.
“Aku mencoba untuk menang
melawan Sako-san. Lalu kupikir dia takkan menjadi keberadaan bunga yang tak
terjangkau lagi.”
Takumi menatapku kaget.
“…Kamu berencana untuk
menembaknya jika kamu menang melawannya?”
“…Yah begitulah.”
“Kalau tidak salah, nilai
Sako...”
“Dia berada di peringkat ke-9.
Dia punya satu poin lebih banyak dariku.”
“…Benar. Maaf karena aku tidak
peka.”
Seperti biasa, ia sangat jago
dalam menebak pikiran orang lain.
“Aku sama sekali tidak
keberatan jika kamu mengolok-olokku, tau.”
“Tapi kamu mengerahkan segala
kemampuanmu, ‘kan? Aku tidak bisa bercanda tentang itu.”
Anehnya, Takumi terdengar cukup
serius. Inilah sebabnya aku tidak bisa menyalahkannya.
“Kamu masih tetap keren seperti
biasanya, Takumi.”
“Sepertinya begitu.” Takumi
mengangguk seakan-akan ia sudah mengharapkanku untuk mengatakan itu dan mulai
bersiap untuk pergi ke klubnya.
Ia memasukkan segala sesuatu
dari dalam meja ke dalam tasnya dan menunjukkan seringai menyombongkan diri.
“Yah, kamu mungkin kalah kali
ini, tetapi kamu hanya harus menang selama ujian berikutnya.”
“Selanjutnya ... ya, kamu
benar.”
Persis seperti yang Takumi katakan.
Aku menantang Sako-san sekali, dan kalah, tidak lebih. Jika aku depresi,
Sako-san akan memanggilku payah lagi.
“Aku akan mendapatkan
kesempatan berikutnya selama semester kedua.”
“Begitu ya. Kalau begitu
selamat atas mendapat pacar pertamamu.”
“Kamu terlalu cepat memberiku
ucapan selamat, bung.”
Aku mendapati diriku
menyeringai pada lelucon Takumi. Aku masih belum sepenuhnya mundur, tapi
setidaknya aku merasa lebih baikan.
“Terima kasih. Aku akan
melakukan yang terbaik.”
“Demi gadis yang kamu cintai,
iya ‘kan?”
“Berisik.”
Takumi mengabaikan keluhanku
dan mengangkat tas besarnya.
“Sampai jumpa di semester
baru.”
“Ya, semoga sukses dengan
klubmu.”
“Iya.”
Taku lalu melangkah pergi
setelah puas menggodaku. Karena aku anggota tetap klung langsung nyelonong ke
rumah, aku tidak punya rencana besar untuk liburan musim panas ini. Tentunya aku
takkan pernah bertemu teman sekelas selama beberapa minggu ini. Aku melirik ke
depan kelas, melihat Sako-san dikelilingi oleh sekelompok gadis. Dilihat dari
keadaannya, mereka mungkin memutuskan untuk bertemu kapan-kapan. Jika aku
menang dan menyatakan perasaanku pada Sako-san, kami mungkin akan membuat
rencana untuk liburan musim panas ini. Dengan pemikiran itu, kekalahan ini
bahkan terasa lebih menyakitkan.
“Mau bagaimana lagi. Lebih baik
fokus pada ujian berikutnya. ”
Aku tidak bisa terus terpuruk
mengenai hal ini. Aku harus terus mencoba.
Aku mengganti sepatuku dengan
sepatu outdoor dan melangkah keluar
gedung sekolah ketika sinar matahari yang cerah memaksaku untuk menyipitkan
mata. Saat panas terik mendesis di tubuhku, aku pergi untuk mengambil sepedaku.
Saat aku melompat ke atasnya, dan hendak pergi melalui gerbang sekolah, ada sesuatu
yang menariknya, menghentikanku untuk bergerak maju.
“Tsuyoshi-kun, tunggu!!!”
Ketika aku membalikkan badanku,
aku melihat Sako-san dengan bahunya bergerak naik turun seperti dia
terengah-engah. Dia tidak membawa tasnya.
“Apa ada yang salah?”
“I-Ini…”
Sako-san terengah-engah saat
dia menyerahkan selembar kertas kepadaku. Ini adalah lembar jawaban untuk ujian
geografi yang kami dapatkan beberapa hari yang lalu. Seperti yang diharapkan
dari Sako-san, dia hampir mendapat nilai sempurna. Apa dia mengejarku untuk
memamerkan hasilnya?
“Lihat pertanyaan enam dari
tugas 1.”
“…Jawabanmu itu benar, ya?”
“Aku berhasil memperbaiki
kesalahanku karena kamu membangunkanku ...”
Dia menyeka tangannya yang
berkeringat di seragamnya dan menundukkan kepalanya.
“Saat itu, aku menyerah untuk
memeriksa jawabanku karena sakit demam mulai menyerangku. Jika kamu tidak
menyemangatiku, aku mungkin akan kehilangan dua poin…”
"Dua poin…"
Aku kalah melawan Sako-san
karena satu poin. Dengan kata lain, satu pertanyaan ini mendefinisikan kekalahanku.
Karena mengetahui hal ini, Sako-san bertanya dengan ekspresi tidak yakin.
“Apa kamu akan marah padaku
jika aku meminta kalau ini bisa dilihat sebagai kemenanganmu, Tsuyoshi-kun…?”
“Aku takkan marah padamu hanya karena
itu. Tetapi fakta bahwa kamu yang menang tteap tidak berubah. Kamu menyadari
kesalahanmu dan memperbaikinya dengan kemampuanmu sendiri.”
“Benar… aku punya firasat kamu
takkan menerimanya jika aku menyerah…”
“Ya. Aku tidak ingin
mencari-cari alasan karena kekalahanku. Tapi aku pasti akan menang selama ujian
berikutnya.”
“Tapi tidak ada waktu
berikutnya.”
Suara dingin dan jauh Sako-san
membuatku meragukan telingaku.
“Apa yang kamu…”
“Ah, maaf. Aku hanya mengatakan
bahwa Kkamu tidak perlu khawatir tentang itu. Maksudku, kamu bisa menang kali
ini, jadi anggap saja ini seri dan lanjutkan?”
“Jika itu seri, kurasa
..."
“Oke, kalau begitu mari kita
lupakan ujian ini. Jangan merendahkan dirimu, paham?”
“Baiklah, aku mengerti.”
Aku mendapati diriku tidak
dapat melakukan apa pun selain mengangguk.
“Baiklah, kalau begitu, ini.”
Kali ini, dia mendorong
selebaran kertas padaku. Aku pun segera menerimanya dan langsung melihat gambar
berbagai kios dan kembang api. Ini pasti selebaran untuk festival musim panas
yang akan datang.
“Ayo pergi bersama-sama?”
Dengan kata lain, dia
mengundangku untuk berkencan, iya ‘kan? Perasaanku hampir menguasai diriku,
hampir mengatakan ya dengan penuh kegembiraan, tapi aku berhasil menahan diri.
“Tapi aku kalah dalam ujian ...”
“Bukannya kita baru saja
sepakat untuk melupakannya, kan?”
“Ah…”
Jadi seluruh percakapan tadi
hanya untuk alibi, ya. Aku menyadari bahwa aku jatuh ke dalam jebakan yang
dalam, tetapi semuanya sudah terlambat.
“Jika kamu tidak mau pergi
bersamaku, maka kamu bisa mengatakannya.”
“…Tidak, jika kamu baik-baik
saja denganku, maka aku akan dengan senang hati pergi bersamamu.”
“Syukurlah.”
Sako-san tersenyum lembut saat
poninya yang berkeringat menempel di dahinya. Rasanya benar-benar musim panas
telah tiba. Dan saat kegembiraanku untuk liburan musim panas berikutnya
meningkat, ekspresi Sako-san berubah. Mulutnya membentuk seringai, dan dia
sepertinya sedang mengujiku.
“Tsuyoshi-kun, antara pakaian
kasualku dan yukata, kamu lebih suka yang mana? Aku akan membiarkanmu memilih.”
Dengan mengesampingkan
penampilan piyamanya, aku hanya melihatnya dengan seragam sekolahnya. Aku menyesal
telah melewatkan kesempatanku untuk melihatnya mengenakan pakaian kasual selama
sesi belajar, tetapi festival musim panas benar-benar memiliki citra yukata
ini. Sekarang, mana yang harus aku pilih…Untuk sepersekian detik, aku
membayangkan Sako-san dalam yukata yang indah.
“Mungkin yu—”
Aku menelan kata-kata yang
hampir keluar dari mulutku dan mengingat kata-kata Nishida-san. Sako-san
mencoba menghancurkan citra sempurnanya dan telah bertindak kontradiktif sampai
saat ini. Jika demikian, bukankah aku harus memilih opsi sebaliknya yang
diberikan kepadaku? Setelah sedikit ragu-ragu, aku langsung memberikan jawabanku.
“Aku mungkin lebih memilih
pakaian kasualmu. Kamu pernah bilang kalau kamu ingin menunjukkannya kepadaku
selama sesi belajar bersama, kan? ” Aku menjawabnya, dan Sako-san menunjukkan
senyum meragukan.
“Aku akan menyiapkan pakaian
terbaik yang pernah kamu lihat, jadi nantikan itu. Aku harus pergi ke klubku
sekarang.”
“Ya, ngomong-ngomong, terima
kasih sudah mengundangku.”
“Jangan terlalu dipikirkan.
Mari kita buat beberapa kenangan indah.”
Sako-san dengan lembut
melambaikan tangannya dan kembali ke gedung sekolah. Aku menginjakkan kakiku di
pedal dan mulai mengayuh. Sejak aku kalah melawan Sako-san, aku masih tidak
merasa lebih percaya diri. Kenyataannya, aku tidak punya hak untuk pergi ke
festival musim panas dengan Sako-san. Tapi di saat yang sama, aku ingin membuat
Sako-san bahagia jika kita sudah berkencan. Setidaknya selama festival, aku
ingin mengangkat kepalaku tinggi-tinggi sambil berjalan di sisinya. Aku
berhenti di lampu lalu lintas dan mengirim pesan ke Takumi.
'Bagaimana
caranya supaya bisa membuat kencan sukses? Apa kamu bisa mengajariku beberapa
trik?’
Takumi seharusnya bisa
memberiku sedikit bantuan. Aku mungkin kurang lebih percaya diri setelah
belajar, tapi setidaknya aku bisa melakukan yang terbaik untuk memandu Sako-san
dengan benar, dan menjadi pria yang layak seperti itu. Keyakinan memenuhi seluruh
hatiku dan aku mulai mengayuh sepedaku.
31 Juli,
Tsuyoshi-kun seharusnya
menyatakan perasaannya padaku.
Karena aku melakukan sesuatu
yang tidak perlu, aku mengacaukan semuanya.
Tapi masih ada kesempatan lain.
Aku berhasil membuat rencana
untuk pergi ke festival musim panas dengan Tsuyoshi-kun.
Itu adalah kesempatan terakhir
kami untuk bersama.
Itulah kesempatan terakhirku
untuk menyatakan perasaanku kepadanya.
[Masih tersisa 9 hari lagi.]
Sebelumnya |
Daftar isi | Selanjutnya